Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rionaldi Sijabat

NO.BP:1710711008

Sejarah Filsafat

INDETERMINISME

Indeterminisme merupakan segala sesuatu apa yang manusia kehendaki


manusia tidak terbatas. Para pendukung paham indeterisme mengartikan
tindakan bebas sebagai sesuatu kejadian yang tidak berpenyebab, karena
mereka percaya jika semua kejadian itu ada penyebabnya maka tidak ada
tindakan yang bebas dan dengan begitu tidak ada pula tindakan moral. Padahal
mereka justru ingin menegakkan tanggung jawab moral. Akan tetapi untuk
menyatakan  seseorang yang bertanggung jawab harus diandaikan bahwa orang
tersebut menyebabkan atau melaksanakan suatu tindakan yang bebas. Padahal,
bila dilakukan dengan bebas tindakan itu tidak mungkin disebabkan sejalan
dengan pandangan indeterminis tentang kebebasan. Jadi konsekuensi logis dari
defenisi kaum kaum indeterimnis tentang tindakan bebas adalah bahwa manusia
tidak dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan hal ini justru
konsisten dengan keyakinan utama paham indeterminisme. Jadi tindakan bebas
tersebut bersifat menghancurkan diri bagi teori indeteriminis. Kita tidak dapat
mengingkari apa yang kita asumsi sendiri secara implisif. Dalam sains,
indeterminisme telah didukung oleh biolog Perancis Jacques Monod dalam
esainya yang berjudul "Chance and Necessity". Konsep ini juga didukung oleh
Werner Heisenberg, Sir Arthur Eddington, Max Born dan Murray Gell-Mann.

Aliran indeterminisme ialah suatu aliran filsafat yang berpendapat,


bahwa manusia mempunyai kebebasan (Free Will) untuk berbuat dan
berkehendak. Epikuros (314 SM-270 SM) misalnya berpendapat bahwa
manusia bukan budak takdir, manusia dapat menentukan kehidupanya sendiri.
Epikuros, selain menolak takdir, juga menolak mitos-mitos keagamaan (Franz
Magnis Suseno, 1997: 48). Epikuros ingin mencerahkan manusia,
membebaskannya dari ketakutan terhadap dewadewa. Menurutnya, tidak masuk
akal berusaha agar para dewa bersikap baik kepada manusia. Karena itu,
manusia hendaknya mengatur hidupnya menurut kehendaknya sendiri, tanpa
takut terhadap dewa dan akhirat. Zenon (300 SM) percaya kepada Free Will.
Kendati demikian, kebebasan dalam pandangan zenon sangat berbeda dengan
pandangan Epikuros, kalau epikuros menolak takdir, zenon sebalikya. Menurut
zenon, kebebasan bukan berarti manusia bebas dari takdir. Manusia mencapai
kebebasan apabila manusia sadar dan rela menyesuaikan diri dari hukum alam
yang tak terelakkan. Apabila manusia menerima apa yang telah ditentukan oleh
illahi maka tidak akan terjadi sesuatu padanya melawan kehendaknya. Manusia
menetukan dirinya sendiri dan tidak ditentukan faktor dari luar. Dengan tunduk
dengan hukum alam, manusia hanya tunduk pada dirinya sendiri. Apapun yang
terjadi pada dirinya sendiri adalah atas kehendaknya sendiri. Agustinus (354
SM) misalnya berpendapat, bahwa manusia itu mempunyai kebebasan. Menurut
agustinus, dengan kebebasan tersebut manusia dapat memilih mana yang baik
dan mana yang buruk. Ia menyatakan, yang menentukan kualitas moral
seseorang adalah kehendaknya sendiri (Franz Magnis Suseno, 1997:71). Jean-
Paul Sartre (1905-1981) berpendapat “manusia mempunyai kebebasan,
kebebasan manusia tersebut adalah absolut.” Tidak ada batas-batas kebebasan,
sartre mnolak adanya Allah, kaena seaeandainya Allah itu ada, maka tidak
mungkin manusia itu bebas. Allah itu maha tahu dan sudah mengetahui
segalanya sebelum manusia melakukan sesuatu dan Allah pulalah yang akan
menentukan hukum moral (Richard E, 1984: 281). Dalam realita demikian,
maka tidak ada peluang bagi kreatifitas kebebasan.

Aliran determinisme, apapun bentuk dan istilahnya, pada dasarnya


berpijak pada garis pemikiran yang sama, yaitu bahwa segala sesuatu di dunia
ini ditentukan oleh hukum sebab akibat. Konsekuensi logis dari pemikiran itu
adalah bahwa di dunia ini tidak ada kebebasan. Perbedaan di antara pelbagai
bentuk aliran determinisme itu terletak pada aspek sudut pandang dan tekanan
yang berbeda dalam melihat jenis faktor-faktor determinan. Misalnya
determinisme biologis mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan
karena hidup manusia tergantung pada faktor-faktor genetis. Sedangkan
determinisme teologis berpendapat bahwa manusia tidak bebas karena seluruh
hidupnya telah ditentukan oleh Tuhan dan seluruh hidup manusia tergantung
pada Tuhan, dan lain sebagainya.Sedangkan aliran indeterminisme mempunyai
kebabasan mutlak dalam perbuatan perwujudan kodradnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai