A. Macam-macam kemoterapi
1. Kemoterapi Tunggal
Kemoterapi tunggal yaitu kemoterapi yang dilakukan dengan satu macam
sitostatika. Sekarang sudah banyak ditinggalkan, karena pemberian pemberian
polikemoterapi memberi hasil yang lebih memuaskan (Kusumawardani F, 2014).
2. Kemoterapi Kombinasi
Prinsip pemberian kemoterapi kombinasi adalah obat–obat yang diberikan sudah
diketahui memberikan hasil yang baik bila diberikan secara tunggal tetapi masing–
masing obat bekerja pada fase siklus sel yang berbeda, sehingga akan lebih banyak sel
kanker yang terbunuh (Kusumawardani F, 2014).
3. Kemoterapi Adjuvant
Kemoterapi adjuvant adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal.
Pada dasarnya ini adalah bagian dari terapi kuratif. Karena banyak tumor pada waktu
pra–operasi sudah memiliki mikro– metastasis di luar lingkup operasi, maka setelah
lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh semakin pesat, kepekaan terhadap obat
bertambah (Kusumawardani F, 2014).
4. Kemoterapi Prabedah
Kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlikalisir
tertentu hanya dengan operasi atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika terlebih
dahulu kemoterapi 2–3 siklus dapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan darah,
berguna bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi selanjutnya (Kusumawardani F,
2014).
5. Kemoterapi Dosis Tinggi
Kemoterapi dosis tinggi dapat menguntungkan orang-orang muda yang menderita
limfoma agresif. Kemoterapi dosis tinggi ini dalam bentuk kemoterapi intensif yang
dikombinasikan dengan rituximab obat antibodi monoklonal. Sehingga kemoterapi
tersebut dapat mengurangi kekambuhan penyakit dan meningkatkan kelangsungan
hidup pada pasien di bawah usia 60 tahun.
6. Kemoterapi untuk Syaraf Pusat
Kemoterapi untuk syaraf pusat ini biasanya digunakan pada penderita dengan
tumor otak yang bermetastasis. Obat kemoterapi ini bersifat sistemik yang bisa
diberikan melalui oral atau intravena. Pada pemberian intravena didapatkan
kemungkinan toksisitas terutama pada pemberian yang bersifat berkelanjutan. Jenis
obat kemoterapi yang diberikan tergantung kanker primer yang mendahuluinya.
Adanya sawar darah otak memberikan keunikan tersendiri pada kasus tumor otak
akibat metastasis. Hal ini dikarenakan belum tentu obat kemoterapi yang terpilih
untuk mengobati tumor primernya mampu memberikan hasil yang diharapkan dalam
mengecilkan atau membunuh sel tumor yang telah tumbuh dijaringan otak. Atas dasar
perkembangan ini didapatkan kejadian dimana penderita kanker tersebut harus
menjalani kombinasi terapi berupa tindakan pembedahan otak yang tentunya memiliki
pertimbangan tersendiri dalam pendekatan teknik anestesinya. Setiap obat kemoterapi
ini memiliki mekanisme kerja yang tersendiri (Putri et al., 2018).
1. Adriamycin / Anthracyclin
Adriamycin / anthracyclin adalah antibiotic golongan anthracyclin yang
sitotoksik, yang masih direkomendasikan sebagai first line chemotherapy pada kanker
payudara. Anthracyclin diisolasi dari kultur Streptomyces peuceetius varian caesius.
Anthracyclin mengandung rantai inti naphthaceneqquinon yang berkaitan dengan gula
amino (daunosamine) melalui ikatan glikosidik pada cincin atom ke 7.
Anthracyclin berkaitan secara interkalasi spesifik dengan asam nukleat DNA
dobel heliks pada bagian planar inti anthracyclin. Cincin anthracyclin bersifat lipofil,
tetapi ikatan pada cincin terakhir mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
senyawa gula, sehingga membentuk tempat yang hidrofil. Molekul yang bersifat
amfoter yang memiliki grup cincin fenol yang bersifat sedikit asam. Struktur fungsi
dasarnya adalah pada gula amino yang berikatan dengan membrane sel sebagai
plasma protein.
2. Cyclophosphamide
Cyclophosphamide disebut juga Cyclophosphane, yang merupakan ankylating
agent dari golongan nitrogen mustard dalam kelompok oxazophorin. ankylating
antineoplastic agent adalah ankylating agent yang berikatan dengan kelompok alkyl
pada DNA. Zat ini menghentikan pertumbuhan tumor dengan cara cross-link baik
interstrand maupun intrastrand di basa guanine posisi N-7 pada DNA double helix.
Ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah/pecah, sehingga sel gagal membelah dan
mati. Pemberian dalam dosisi tinggi dapat mengakibatkan pansitopenia dan cystitis.
Efek utama dari Cyclophosphamide adalah pada metaboliknya yaitu
phosphoramide mustard produk toksik lain yaitu acrolein. Metabolik ini terjadi hanya
pada sel-sel yang mengandung sedikit Aldehyde dehydrogenase (ALDH).
C. Asas Pemberian Kemoterapi Kanker
1. Alopecia
Menurut Trueb (2009), karakteristik utama dari folikel rambut anagen yang
mengalami proliferasi dengan sel-sel matrix yaitu dengan menunjukkan aktivitas
proliferasi terbesar dalam membangun batang rambut. Selain itu juga penghentian
mendadak aktivitas mitosis menyebabkan melemahnya sebagian keratin di bagian
proksimal dari batang rambut, penyempitan, dan selanjutnya kerusakan kanal
rambut. kerontokan rambut dapat terjadi 1 sampai 3 minggu dan selesai 1 sampai 2
bulan setelah dimulainya kemoterapi. diikuti dengan kerontokan rambut yang
menyebar, perubahan yang khas terjadi pada akar rambut yaitu penipisan yang
tajam. Menurut Luanpitpong & Rojanasakul (2012), alopecia mulai terjadi 2 sampai
4 minggu dan akan selesai 1 sampai 2 bulan setelah dimulainya kerontokan. Efek
berbeda pada rambut yang dapat dilihat adalah perubahan penampilan rambut,
tingkat pertumbuhan rambut. Kerontokan rambut dapat terjadi sebagian atau
lengkap. Bagian tubuh lain yang mengalami kerontokan selain di bagian kepala yaitu
di bagian ketiak, kemaluan dan alis. Namun, waktu terjadinya kerontokan ada yang
bersamaan dan ada yang tidak. kemoterapi jangka panjang juga dapat
mengakibatkan kerontokan pada rambut kemaluan, ketiak, rambut dan wajah.
2. Anorexia
Porsi makan yang biasa dikonsumsi mengalami penurunan setelah menjalani
kemoterapi dan bahkan tidak mau makan sama sekali selama pemberian kemoterapi
serta frekuensi makan yang menjadi tidak teratur. Menurut Cherwin (2012),
kurangnya nafsu makan terkait kanker dapat terjadi karena sinyal rasa lapar yang
berasal dari hipotalamus berkurang dan sinyal kenyang yang dihasilkan oleh
melacortins diperkuat. Kurangnya nafsu makan juga dapat semakin memburuk saat
pasien menerima kemoterapi yang berhubungan dengan mual atau perubahan rasa.
3. Konstipasi
Menurut Avila (2004), pasien dengan kanker terutama dengan kanker stadium
lanjut memiliki beberapa faktor yang menyebabkan konstipasi yaitu penggunaan
analgesik opioid, berkurangnya intake makanan dan minuman, mobilitas yang
berkurang, usia lanjut dan terkait kondisi keganasan dari kanker itu sendiri. Selain
opioid, terdapat juga golongan obat yang dapat menyebabkan konstipasi seperti agen
kemoterapi, anti kolinergik (antidepresan trisiklik, fenotiazin), kalsium atau
aluminium yang mengandung antasida dan antiemetik.
Sitotoksik agen kemoterapi dapat menghambat fungsi neurologis atau otot
saluran cerna, terutama pada usus besar menyebabkan makanan masuk ke usus
dengan sangat lambat. Akibatnya air terlalu banyak diserap usus, maka feses
menjadi keras dan kering. Seorang yang mengalami kanker dikatakan mengalami
konstipasi atau sembelit apabila frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam
seminggu setelah pemberian kemoterapi dengan konsistensi keras. Pasien dengan
kanker terutama yang memiliki kanker stadium lanjut memiliki faktor yang
menyebabkan konstipasi yaitu penggunaan analgesik opioid, berkurangnya intake
makanan dan minuman, berkurangnya mobilitas, usia lanjut, atau kondisi keganasan
terkait misalnya obstruksi usus parsial, hiperkalsemia yang berhubungan dengan
tumor, dan akibat kemoterapi (Avila, 2004)
4. Cytitis
Cystitis adalah peradangan di kandung kemih yang menimbulkan rasa nyeri ketika
buang air kecil. Cystitis paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri yang juga
menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK). Cystitis noninfeksi umumnya disebabkan
oleh kerusakan atau iritasi pada kandung kemih. Hal ini dapat dipicu oleh bahan
kimia yang mengiritasi, penggunaan kateter urine dalam jangka waktu yang lama,
aktivitas seksual, serta efek samping radioterapi atau kemoterapi.
5. Diare
Diare dapat terjadi karena efek samping terapi kanker seperti radioterapi pada
area perut atau pelvis, kemoterapi, atau imunoterapi. Terapi-terapi ini dapat
menyebabkan diare karena sel sehat yang berada dalam sistem pencernaan Anda
juga terkena dampak dari terapi kanker. Diare juga dapat disebabkan oleh infeksi,
efek samping obat-obatan yang digunakan untuk konstipasi, atau antibiotic.
Kemoterapi merupakan pengobatan yang menggunakan obat-obat untuk
membunuh sel neoplasma.Dilain pihak kemoterapi tidak hanya membunuh sel-sel
kanker tetapi juga menyerang sel-sel normal. Salah satu contoh efek samping
kemoterapi ialah kerusakan sel mukosa gastrointestinal yang menyebabkan diare.
Diare menyebabkan tubuh kehilangan air dan garam-garamnya, terutama natrium
dan kalium.Hal ini mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi, kekurangan kalium
(hipokaliemia) dan asidosis (darah menjadi asam) yang tidak jarang berakhir dengan
syok dan kematian.
6. Fatigues
Menurut Ream, Richardson dan Dann (2006), Kelelahan dapat terjadi karena
kebutuhan nutrisi yang kurang sehingga kebutuhan energi dalam tubuh tidak
tercukupi. Kelelahan dapat muncul beberapa hari setelah pengobatan kemoterapi dan
akan terus akan semakin memburuk. Sedangkan Menurut Vitkauskaite et al (2011),
kelelahan dapat disebabkan banyak faktor seperti anemia, gangguan tidur, nyeri,
gangguan emosi, efek pengobatan dari kanker dan disfungsi organ.
Kelelahan dapat terjadi karena anemia dan kebutuhan nutrisi yang kurang yang
terjadi akibat penurunan nafsu makan. Efek kemoterapi menyebabkan adanya
pelepasan zat-zat sitokin seperti TNF (tumor nekrosis faktor) dan interleukin yang
menyebabkan hipotalamus bereaksi dengan menurunkan rasa lapar mengakibatkan
pasien kemoterapi mengalami penurunan nafsu makan sehingga kebutuhan energi
dalam tubuh tidak tercukupi. Kelelahan dapat muncul beberapa hari setelah
pengobatan kemoterapi. Penyebab umum lainnya dari kelelahan terkait kanker
antara lain karena kanker itu sendiri, kehilangan nafsu makan, anemia (rendahnya
jumlah sel darah merah), nyeri yang tidak terkontrol, depresi, kurang tidur atau
insomnia, obat obatan, kurangnya olahraga, nutrisi yang tidak memadai. Sebagian
besar orang yang menerima pengobatan kanker mengalami kelelahan dan beberapa
penderita kanker yang selamat, mengalami kelelahan selama berbulan-bulan dan
bahkan bertahun-tahun setelah menyelesaikan pengobatan kanker. Kelelahan sering
mengakibatkan dampak negatif yang mempengaruhi keseluruhan fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi. Ada banyak penyebab kelelahan yang berhubungan dengan
kanker termasuk pengobatan kanker (Ream, Richardson, , Dann, 2006).
7. Hematopoitik changes
Darah memiliki beragam fungsi, diantaranya transpor gas dan semua zat yang
esensial untuk metabolisme sel, pemeliharaan homeostasis, keseimbangan pH,
termoregulasi, perantara respons imun, pembuangan zat sisa dan banyak lagi. Darah
memerlukan kemampuan regenerasi yang besar untuk menjalankan fungsi-fungsi
tersebut,. Sel-sel darah (eritrosit, granulosit dan platelet) diproduksi dengan
kecepatan kurang lebih 1-3 juta sel per detik pada orang dewasa sehat. Kemampuan
ini menjadikan darah dan sistem hematopoeitik mudah menjadi target bagi obatobat
penekan proliferasi sel, seperti pada sebagian besar obat kemoterapi.
Hematopoiesis (dari bahasa Yunani kuno berarti membuat darah) adalah nama
ilmiah yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan sel darah. Hematopoiesis
mempunyai dua cabang utama, yaitu mieloid dan limfoid yang berasal dari stem sel
hematopoietik dan menghasilkan bermacam lini sel. Jumlah stem sel hematopoietik
diperkirakan hanya ada 1 dalam 20 juta sel berinti di sumsum tulang.
Hematopoiesis dimulai dari pembelahan stem sel dimana salah satu sel akan
menggantikan stem sel (selfrenewal) dan sel lainnya mengalami proses diferensiasi.
Sel-sel progenitor tahap awal ini mengekspresikan sejumlah kecil faktor transkripsi
yang dapat mengarahkan sel-sel tersebut menjadi lini sel tertentu. Lini sel mana
yang terpilih untuk diferensiasi tergantung dari kesempatan dan sinyal eksternal
yang diterima oleh sel progenitor.9 Setiap detik, tubuh menghasilkan 2 juta eritrosit,
2 juta platelet dan 700.000 granulosit.10 Faktor pertumbuhan hematopoetik
diproduksi oleh monosit dan sel stroma sumsum tulang, kecuali eritropoetin yang
diproduksi oleh ginjal. Target tujuan adalah titik hematopoietik yang mengikat
progenitor hematopoietik melalui reseptor spesifik pada sel endotelial dan osteoblas.
8. Nausia dan vomiting
Chemotherapy induced nausea and vomiting terjadi karena sitostatika dapat
mempengaruhi fungsi neuroanatomi, neurotransmiter dan reseptor pada vomiting
center (VC). Struktur ini meliputi neuron pada medula oblongata, chemoreceptor
trigger zone (CTZ) pada area postrema di dasar ventrikel empat otak, aferen nervus
vagus dan sel enterokromafin pada traktus gastrointestinal. Neurotransmiter yang
berperan dalam CINV yaitu serotonin atau 5-hidroxytriptamin (5- HT), substansi P
(SP) dan dopamin. Reseptor yang terkait dengan serotonin dan substansi P dalam
merangsang mual muntah adalah 5- hidroxytriptamine (5-HT3) dan neurokinin-1
(NK-1).
9. Mukositis
Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi maupun radioterapi
yang sering terjadi, dan berpengaruh secara signifikan pada aspek fisik maupun
psikologis pada pasien yang menjalani pengobatan kanker. Mukositis oral
mempengaruhi kualitas hidup pasien , bahkan dapat mengancam nyawa karena
infeksi berat dan menimbulkan tertundanya ataupun tidak tuntasnya pengobatan
antikanker (Cawley & Benson, 2005; Bensinger, 2008; Gupta, 2013).
10. Pharingitis / esophagitis
Esofagitis adalah peradangan pada lapisan kerongkongan. Esofagus atau kerongkongan
merupakan organ berbentuk pipa yang menyalurkan makanan dari mulut
ke lambung. Esofagitis dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat menelan, serta
rasa perih di dada.
11. Skin change (perubahan kulit)
Kanan dan lengan kiri bagian distal. Sedangkan menurut American Cancer Society
(2013), ketika obat kemoterapi diberikan melalui infus, obat kemoterapi tertentu
dapat menggelapkan kulit sepanjang vena. Perubahan warna ini biasanya dapat
menghilang dari waktu ke waktu setelah perawatan berakhir.
12. Stomatitis
Stomatitis biasanya berupa ulserasi berwarna putih kekuningan dengan dasar
berawarna kuning yang dapat berjumlah tunggal maupun lebih dari satu dan bersifat
rekuren. Mukosa mulut yang mempunyai epitel tidak berkeratin seperti mukosa
bukal, bibir, lidah bagian ventral dan lateral, dasar mulut, palatum molle, dan
mukosa orofaring dapat mengalami inflamasi yang dinamakan stomatitis. Perlu
dipahami bahwa stomatitis berbeda dengan mukositis. Mukositis merupakan
inflamasi yang bersifat toksik dan merupakan konsekuensi dari kemoterapi atau
radioteraepi yang mengganggu seluruh saluran pencernaan dari mulut hingga anus,
sedangkan stomatitis adalah bentuk dari mukositis yang secara spesifik mengacu
kepada membran mukosa di rongga mulut dan oropharynx.
13. Toxicytic (tosik pada organ lain)
Hematological toxicity adalah efek toksik yang ditimbulkan dari obat kemoterapi
yang menyebabkan gangguan pada sel darah yang bila tidak diatasi dengan baik
dapat menimbulkan kematian. Hematological toxicity sering terjadi pada anak ALL
pasca kemoterapi namun belum menjadi perhatian tenaga kesehatan terutama
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Anver, G, F, Mantik, M, J, Manopo, J, (2017), Gambaran Klinis Diare pada Pasien Anak
Leukimia Limfoblastik Akut dengan Kemoterapi. Jurnal e-Clinic, 5(1).
Shinta, N, Surarso, B. (2016), Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi, Jurnal THT, 9(2)