⦁ TEORI DASAR
Perubahan dimensi adalah perubahan ukuran kain ke arah panjang atau ke arah lebar yang
disebabkan oleh suatu kondisi tertentu. Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen
perubahan ukuran ke arah panjang atau ke arah lebar. Pada saat pengukuran kembali
contoh uji setelah dicuci yang harus diperhatikan adalah pengukuran contoh uji dibagian
pinggir. Pengukuran contoh bagian pinggir tidak dilakukan tepat dipinggir kain. Tetapi
pengukurannya dilakukan 1,5 cm dari pinggir kain. Pengukuran kembali ini dilakukan untuk 3
kali pengukuran. Dua pengukuran contoh uji dilakukan dibagian pinggir kain sedangkan satu
pengukuran lainnya dilakukan dibagian tengah.
Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari, termasuk
kain yang mutu pakaiannya baik. Penyebab utama dari perubahan dimensi kain adalah
mengkeretnya setelah pencucian.Ada dua jenis mengkeret, yaitu mengkeret karena
tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan, menyebabkan kain
tertarik untuk sementara dan waktu pencucian akan bersantai (relaxation) kembal ke bentuk
semula. Dan jenis mengkert yang lain seperti adanya kemampuan serat untuk menggumpal
(felting) dalam misalnya serat wool yang cendrung untuk mengkeret dan menggumpal dalam
keadaan basah.
Dalam pengujian perubahan dimensi ini, proses pengeringan berperan besar dalam
menentukan perubahan bentuk yang akan dialami oleh kain uji. Adapun macam-macam
pengeringan adalah sebagai berikut :
⦁ Pengeringan putar (tumble dry)
⦁ Pengeringan gantung (hanging dry)
⦁ Pengeringan tetes (dred dry)
⦁ Pengeringan tekanan datar
⦁ Pengeringan kasa.
Dalam pengujian ini dipergunakan berbagai cara yang bervariasi dari kondisi pencucian
yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian.
Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua
pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan rumah tangga.
Pengujian-pengujian ini bukan pengujian yang tercepat dan harus diulang mengevaluasi
perubahan dimensi setelah dicuci berulang-ulang.
Bahan
⦁ Larutan sabun tanpa pemutih optic 3 g/l
⦁ Air
⦁ CARA KERJA
Contoh uji
⦁
⦁
⦁
⦁
⦁
⦁
⦁ DATA PENGAMATAN
Arah panjang awal (cm) panjang akhir (cm)
Lusi 1 25 24,5
2 25 24,4
3 25 24,5
75 73,4
25 24,4
Perhitungan:
perubahan arah lusi = x 100%
= x 100%
= - 2,4 %
⦁ DISKUSI
Prinsip pengujiannya adalah contoh uji atau pakaian yang diberi tanda, dicuci dalam mesin
cuci, dikeringkan sesuai dengan cara yang dipilih. Jarak tanda pada contoh uji menurut arah
lusi dan pakan sebelum dan sesudah pencucian diukur.
Beberapa faktor yang dapat mepengaruhi perubahan dimensi kain setelah pencucian
diantaranya struktur kain, jenis kain pemberat, kecepatan putaran mesin dan cara
pengeringan kain setelah dicuci.
Perubahan dimensi bahan tekstil pada proses pencucian dan pengeringan diterjemahkan
sebagai perubahan panjang ke arah lusi maupun pakan baik itu berupa pengurangan
panjang (mengkeret) maupun pertambahan panjang (mulur) dibandingkan dengan kondisi
awal sebelum pencucian berulang yang dinyatakan dalam satuan persen.
⦁ KESIMPULAN
⦁ Pada pengujaian yang dilakukan, kain contoh uji mengalami pengurangan panjang
(mengkeret) ke arah lusi sebesar 2,4% dan pengurangan panjang (mengkeret) ke arah
pakan sebesar 1,2%.
LAMPIRAN
BAB II
UJI TAHAN LUNTUR WARNA
(TERHADAP PENCUCIAN, TERHADAP KERINGAT, DAN TERHADAP GOSOKAN)
⦁ TEORI DASAR
Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak
bisa dipakai lagi, karena suatu sifat penting telah rusak. Misalnya karena warna sudah
berubah, mengkeret atau cembung pada siku atau lutut. Keawetan kain tenda misalnya
ditentukan oleh daya tembus air, keawetan kain kanvas atau kain sepatu benar benar
ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai
atau jumlah kali pakai. Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena
serat-seratnya putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu, misalnya kain belt keawetan dan
keusangan mungkin sama, tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan juga
merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi
disamping tidak dapat diketahui secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap
keusangan.
Gray Scale
Gray scale terdiri dari sembilan pasang standar lempeng abu-abu, setiap pasang mewakili
perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian
tahan luntur warna dengan angka.
Pada gray scale penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli
terhadap standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale.
Staining Scale
Pada staining scale penilaian penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan
luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang
dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang digambarkan oleh
staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kekhromatikan Adam seperti pada gray scale,
hanya besar perbedaan warnanya berbeda.
Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan delapan pasang standar
lempeng abu-abu dan putih. Dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau
kekontrasan warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Staining scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih pada pengujian
tahan luntur warna. Spesifikasi kolorimetrik yang tepat dari staining scale diberikan sebagai
nilai yang tetap untuk membandingkan terhadap standar-standar yang mungkin telah
berubah.
⦁ CARA KERJA
⦁ Menyiapkan contoh uji berukuran 4x10 cm2 yang telah dijahit dengan kain pelapis
dan memasukkannya ke dalam tabung baja tahan karat.
⦁ Menambahkan 200 ml larutan sabun.
⦁ Memasukkan 10 buah kelereng baja tahan karat ke dalam tabung.
⦁ Menutup tabung dan memasangkan tabung tersebut ke dalam mesin dan
menguncinya.
⦁ Menjalankan mesin pada waktu sesuai kondisi pengujian (45 menit).
⦁ Mengeluarkan contoh uji kemudian membilasnya dengan air suling pada suhu 40oC.
Menetralkan contoh uji dengan larutan asam asetat 0,05 ml/L, kemudian membilasnya.
⦁ Mengeringkan contoh uji.
⦁ Mengamati perubahan warna contoh uji beserta kain pelapisnya dengan
menggunakan gray scale dan staining scale.
⦁ DATA PENGAMATAN
Alat ukur Kain Nilai tahan luntur warna Evaluasi nilai tahan luntur warna
Gray scale Contoh uji 4 Baik
4
⦁ KESIMPULAN
Dari pengamatan pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian diperoleh data:
⦁ Nilai staining scale
⦁ Kain pelapis kapas 3
⦁ Kain pelapis polyester ¾
LAMPIRAN
2. UJI TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT
⦁ TEORI DASAR
Standar ini meliputi cara uji tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil
berwarna terhadap keringat. Prinsip pengujian dari uji tahan luntur warna terhadap keringat
adalah contoh uji yang dipotong dengan ukuran 6 x 6 cm dan dijahit diantara sepasang kain
putih dengan ukuran yang sama. Contoh-contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil
berwarna dalam larutan keringat buatan bersifat asam dan basa, kemudian diberikan
tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sdikit demi
sedikit.Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan dengan dua helai kain putih yang satu
dari poliester dan satu lagi dari kain kapas.
Cara ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk
bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh uji-contoh uji yang terpisah dari bahan
tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan yang bersifat asam dan basa,
kemudian diberikan sedikit tekanan mekaniak tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada
suhu yang naik sedikit demi sedikit.
⦁ CARA KERJA
⦁ Siapkan larutan keringat asam dan basa buatan dalam cawan.
⦁ Rendam dan aduk-aduk contoh uji dalam larutan, biarkan selama 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan sempurna. Apabila kain sulit dibasahi, kain direndam dalam
larutan, diperas dengan pemeras mangel, berulang-ulang sampai mmendapatkan
pembasahan sempurna.
⦁ Peras contoh uji sehingga beratnya menjadi 2,25-4-3 kali berat semula.
⦁ Letakkan contoh uji diantara 2 lempeng kaca perspiration tester, lallu seluruh
lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 12 kPa
kemudian alat dikencangkan.
⦁ Masukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya 37±1oC selama minimal 6 jam.
⦁ Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan kain contoh uji
dengan gray scale dan membandingkan kain pelapis dengan staining scale.
⦁ DATA PENGAMATAN
Keringat Asam
Alat ukur Kain Nilai tahan luntur warna Evaluasi nilai tahan luntur warna
Gray scale Contoh uji 4 Baik
4
Staining scale Pelapis 1
(Poliester) ¾ Baik
¾
Pelapis 2
(Kapas) ¾ Baik
¾
Keringat Basa
Alat ukur Kain Nilai tahan luntur warna Evaluasi nilai tahan luntur warna
Gray scale Contoh uji 4/5 Baik
4/5
Staining scale Pelapis 1
(Poliester) 4 Baik
4
Pelapis 2
(Kapas) 3 Baik
3
⦁ DISKUSI
Pengujian ketahanan luntur zat warna terhadap keringat dilakukan karena kain bahan
pakaian tekstil umumnya akan mengalami kontak langsung dengan tubuh yang secara
kontinyu memproduksi keringat. Dengan demikian pakaian yang kita gunakan harus memiliki
ketahanan terhadap keringat supaya biasa digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pada data pengujian ketahanan luntur terhadap keringat diperoleh nilai staining scale untuk
asam pada kain kapas 3/4 dan pada kain polyester 3/4. Sedangkan untuk keringat basa
diperoleh nilai staining scale pada kain kapas 3 dan polyester 4. Nilai seperti itu
menunjukkan sifat bahan yang memiliki ketahanan luntur warna terhadap keringat yang
cukup baik. Sedangkan untuk kain uji memiliki nilai grey scale pada keringat asam 4 dan
pada keringat basa 4/5, hal tersebut menunjukkan nilai kelunturan tidak terlalu bagus.
⦁ KESIMPULAN
Dari pengamatan tahan luntur warna terhadap keringat yang dilakukan, data yang diperoleh
:
⦁ Tahan luntur warna terhadap keringat asam
Nilai Staining Scale
⦁ Kapas : 3/4
⦁ Polyester : 3/4
Nilai Grey Scale
⦁ Kain contoh uji kain TC/sprei : 4
LAMPIRAN
3. UJI TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN
⦁ TEORI DASAR
Uji tahan luntur warna terhadap gosokan ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari
bahan berwarna pada kain, yang disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat, baik
dalam bentuk benang maupun kain. Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam keadaan
kering maupun basah.
Pengujian dilakukan dua kali, yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan kain
basah. Contoh uji ukuran 5x15 cm2 dipasang pada crockmeter, kemudian padanya
gosokan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain
basah. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan staining scale.
Kain putih yang digunakan adalah kain kapas dengan konstruksi 100x96/inch2 dan berat
135,3 g/m2 yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong dengan
ukuran 5cmx5 cm. bila bahan yang diuji berupa benang, maka hendaknya dirajut terlebih
dahulu lalu dipotong dengan ukuran 5x5 cm2, atau boleh juga dibelitkan sejajar pada suatu
karton menurut arah panjangnya dan berukuran 5x 15 cm2.
⦁ CARA KERJA
⦁ Gosokan Kering
Contoh uji diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang searah dengan arah
gosokan. Jari Crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan anyaman miring
terhadap arah gosokan. Kemudian gosokkan 10 kali maju mundur dengan memutar alat
pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain putih diambil dan dievaluasi.
⦁ Gosokan Basah
Basahi kain putih dengan air suling kemudian diperas diantara kertas saring sehingga kadar
air dalam kain terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2 % dan
suhu 27 ± 2°c kemudian dikerjakan seperti cara gosokan kering.
⦁ Pengujian kering dan basah masing-masing dilakukan tiga kali dan hasil rata – rata
yang dari ketiganya merupakan hasil pengujian.
⦁ DATA PENGAMATAN
Alat ukur Kain Nilai tahan luntur warna Evaluasi nilai tahan luntur warna
Gray scale Basah 4 Baik
4
Kering ¾ Baik
¾
Staining scale Basah 4/5 Baik
4/5
Kering ¾ Baik
3
⦁ DISKUSI
Berdasarkan pengamatan dari pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan diperoleh
nilai staining scale bahwa untuk uji gosok pada keadaan basah memberikan nilai yang lebih
besar. Ini berarti bahwa ketahanan luntur contoh uji akan berkurang pada kondisi kering
dibandingkan dengan kondisi basah.
Dari hasil percobaan diperoleh staining scale dengan nilai 3/4 untuk hasil gosokan kering
dan 4/5 untuk nilai gosokan basah. Data tersebut memperlihatkan ketahanan luntur yang
lebih baik dimiliki oleh bahan yang kering dari pada bahan dalam keadaan basah.
⦁ KESIMPULAN
Dari pengamatan tahan luntur warna terhadap gosokan yang dilakukan, data yang
diperoleh :
⦁ Tahan luntur warna terhadap gosokan uji kering
Nilai staining Scale : 3/4
⦁ Tahan luntur warna terhadap gosokan uji basah
Nilai staining scale : 4/5
LAMPIRAN
BAB III
UJI DAYA SERAP KAIN
(CARA KERANJANG DAN CARA TETES)
⦁ TEORI DASAR
Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang menentukan
kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga penting untuk kain yang akan
dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil pencelupan bergantung pada daya serap.
Prinsip pengujian daya serap kain cara keranjang dilakukan dengan menjatuhkan kain
contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Waktu yang diperlukan oleh kain contoh
uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah. Kapasitas serap kain dihitung
dari selisih berat basah kain contoh uji setelah tenggelam dikurangi berat kering contoh uji
dibandingkan berat kain contoh uji kering dinyatakan dalam persen.
⦁ CARA KERJA
Uji Waktu Serap :
⦁ Memotong contoh uji dengan lebar 7,5 cm, panjang tertentu sehingga beratnya 5
gram
⦁ Contoh uji dimasukan kedalam keranjang kemudian keranjang dijatuhkan dengan
ketinggian 2,5 cm dari permukaan air dan ditentukan serapnya.
Uji Kapasitas Serap :
⦁ Setelah mengetahui waktu serapnya,maka biarkan keranjang beserta contoh uji
selama 10 detik.
⦁ Ambil keranjang tembaga beserta contoh uji ke dalam piala gelas.
⦁ Masukan keranjang tembaga beserta contoh uji kedalam piala gelas.
⦁ Timbang contoh uji, keranjang tembaga dan piala tersebut.
⦁ DATA PENGAMATAN
Jenis Handuk 1 Handuk 2
Berat Kain (Kering) 5 5
Berat Piala Gelas
Berat Kawat 30,3
3 30,3
3
Berat Awal (Kering)
Berat Akhir (Basah) 38,3
64,15 38,3
65,07
Waktu 20 detik 19 detik
⦁ Diskusi
Dari hasil pengujian daya serap air kain berbulu (handuk) yang diuji dengan cara keranjang
memberikan hasil yang bagus. Daya serap air yang cepat akan menyebabkan penggunaan
kain tersebut efektif dan nyaman. Menanggapi hasil pengujian ini, disimpulkan bahwa kain
contoh uji terbuat dari serat sintetis yang moisture regainnya tinggi.
⦁ Kesimpulan
Evaluasi waktu serap kain handuk cara keranjang adalah kurang dari 21 detik, dengan
kapasitas serap 535,4 % dapat disimpulkan bahwa contoh uji baik untuk kain sandang.
⦁ TEORI DASAR
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang
dikenal dengan dua macam cara yaitu :
1. Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.
2. Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus.
Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan
pembasahan dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan
contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada
permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap.
⦁ ALAT DAN BAHAN
Peralatan
1. Simpai penyulam.
2. Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml.
3. Stop watch
4. Kaki tiga
⦁ CARA KERJA
⦁ Kain contoh uji dipasang pada simpai bordir sehingga permukain kain bebas dari
kerutan tetapi tanpa mengubah struktur kain.
⦁ Meletakkan kain pada kaki tiga, lalu meletakkannya di bawah buret, jarak antara kain
dan buret adalah 1-2 cm.
⦁ Meneteskan air yang terisi dalam buret.
⦁ Menghitung waktu penyerapannya.
⦁ DATA PENGAMATAN
Pengujian dilakukan pada 4 titik pada kain rajut yang berbeda
No Waktu pembasahan
1 32:16 det
2 31:22 det
3 32:36 det
4 30:66 det
⦁ DISKUSI
⦁ Daya serap kain terhadap air adalah kemampuan kain untuk menyerap air, diukur
dengan seberapa cepat air tersebut diserap dan seberapa banyak air tersebut menyerap.
⦁ Daya serap kain terhadap air akan sangat mempengaruhi daya celup kain ketika
diwarna dan kenyamanan kain tersebut ketika dipakai.
⦁ Untuk menguji kain rajut, air diteteskan dari atas permukaan kain dapat dengan
mudah kontak dengan kain sehingga air menyerap ke kain.
⦁ Dari hasil pengujian daya serap air cara tetes memberikan hasil kurang baik karena
kain rajut menyerap tetesan air yaitu antara 30-32 detik.
⦁ KESIMPULAN
⦁ Evaluasi waktu serap kain rajut cara tetes adalah 30-32 detik. Ini menujukan bahwa
kain contoh uji (kain rajut) yang di ujikan memiliki daya serap air yang kurang baik.
LAMPIRAN
BAB IV
UJI TAHAN API
(VERTIKAL)
⦁ TEORI DASAR
Faktor yang berpengaruh pada sifat tahan api adalah jenis serat dan berat kain. Struktur
benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut dan sebagainya tidak berpengaruh
pada sifat tahan api kain.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada berat kain
dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya, makin tahan
api. Dalam keadaan nyata, banyak faktor yang berpengaruh pada sifat tahan api dan
terdapat beberapa cara uji tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan
adalah uji sifat nyala api tekstil pakaian dan uji tahan api ( cara vertical ).
Prinsip uji tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan diletakkan
vetikal selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala padam,
waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh uji
karena sobekan dengan gaya tertentu.
⦁ ALAT
⦁ CARA KERJA
⦁ DATA PENGAMATAN
⦁ DISKUSI
Dari pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa kain contoh uji tersebut memilki
ketahanan api yang kurang baik dilihat dari mudahnya kain tersebut terbakar dan kemudian
meneruskan nyala api untuk kedua arah lusi maupun arah pakan.
⦁ KESIMPULAN
LAMPIRAN
BAB V
UJI TOLAK DAN TAHAN AIR
⦁ TEORI DASAR
Air dapat menembus kain melalui 3 cara, yaitu:
⦁ Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain.
⦁ Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain.
⦁ Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas.
Tolak air adalah sifat serat benang atau kain yang menolak pembasahan air. Prinsip
pengujiannya adalah menyiramkan air pada permukaan kain dengan kondisi tertentu,
sehingga menghasilkan pola kebasahan pada permukaan kain yang ukurannya relative
bergantung pada sifat tolak air kain. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola
kebasahan kain dengan gambar pada Penilaian Uji Siram Standar.
Nilai uji siram masing-masing contoh uji didasarkan pada nilai terdekat dengan gambar
Penilaian Uji Siram Standar. Dalam penilaian kain dengan konstruksi kurang rapat seperti
voile, air yang menembus rongga-rongga kain diabaikan.
Nilai uji siram adalah sebagai berikut :
100 ( ISO 5 ) : Tidak ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas.
90 ( ISO 4 ) : Sedikit titik-titik pembasahan secara acak pada permukaan atas.
80 ( ISO 3 ) : Pembasahan permukaan atas pada titik-titik tetesan.
70 ( ISO 2 ) : Pembasahan pada sebagian permukaan atas.
50 ( ISO 1 ) : Pembasahan seluruh permukaan atas.
⦁ : Pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah.
⦁ CARA KERJA
⦁ Pasang contoh uji pada simpai bordir sehingga tidak terdapat kerutan-kerutan pada
kain.
⦁ Letakkan simpai beserta contoh uji pada penyangga contoh uji sedemikian sehingga
titik tengah penyemprot tepat diatas titik tengah simpai.
⦁ Untuk kain-kain keper, gabardine, atau kain sejenis yang mempunyai pola rusuk-
rusuk, letakkan simpai sedemikian sehingga rusuk-rusuk miring terhadap aliran air di
permukaan kain.
⦁ Tuangkan 250 ml air suling, suhu 27 ± 1ºC ke dalam corong penyemprot dan biarkan
air menyemprot contoh uji selama 25 – 30 detik. Waktu menuang air gelas piala jangan
menyentuh corong.
⦁ Ambil simpai dengan memegangnya pada satu sisi dan ketukkan sisi lain pada
benda keras dengan permukaan kain menghadap ke bawah satu kali. Putar simpai 180º dan
ketukkan sekali pada sisi yang semula dipegang.
⦁ Ulangi pekerjaan tersebut untuk dua kali contoh uji.
⦁ DATA PENGAMATAN
Berdasarkan foto pembanding ISO :
NO Nilai Pembasahan Deskripsi
1 0 Pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah
2 0 Pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah
⦁ DISKUSI
Tolak air adalah sifat serat, benang atau kain yang menolak pembasahan air. Kain bersifat
tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih mungkin ditembus air dengan tekanan
misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat.
Sifat kedap air (waterproof) dibutuhkan untuk kain-kain pelindung hujan seperti pelapis atap
atau tenda dan kain parasailing dan sifat tolak air (water repellence) dibutuhkan untuk kain-
kain yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti raincoat dan payung.
Berdasarkan pengujian tolak air hujan cara siram, kain contoh uji memiliki nilai ketahanan
permukaan terhadap pembasahan 0, ini menunjukan contoh uji memiliki kemampuan daya
tolak air yang sangat buruk jika digunakan untuk kain payung dan raincoat.
⦁ KESIMPULAN
Pada pengujian tolak air cara siram nilai tolak air pada contoh uji yaitu :
0 artinya contoh uji mengalami pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan
bawah.
LAMPIRAN
2. PENGUJIAN TAHAN AIR HUJAN CARA BUNDESSMAN
⦁ TEORI DASAR
Prinsip pengujian tahan hujan adalah menyiramkan air dengan tekanan tetesan air tertentu
pada permukaan kain dengan kondisi tertentu selama waktu tertentu. Diukur jumlah air
yang menembus kain dan jumlah air yang terserap kain. Kondisi pengujian yang
berhubungan dengan tekanan tetesan air, seperti besar tetesan air, jarak penyiraman dari
contoh uji, letak contoh uji terhadap arah tetesan air dan waktu penyiraman berbeda antara
standar satu dengan standar lainnya.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara yaitu:
⦁ melalui pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
⦁ Melalui tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain
⦁ Melalui kombinasi kedua cara tersebut di atas.
Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benang-benang.
Kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain
kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat
yang diberi proses kimia hingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir
dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul dipermukaan kain dengan
ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan
menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain
tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis
yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi
sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara, sehingga tidak
nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun masih bersifat
tembus udara dan uap air.
⦁ Alat
Alat pemotong contoh uji agar berbentuk bulat dengan garis tengah 14,1 cm
Alat pemeras pusingan
Stop watch
Suatu tempat yang dapat ditutup rapat hingga kedap udara dengan ukuran cukup besar
Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
⦁ Bahan
Contoh uji yang sudah di gunting dengan diameter 14,1 cm
⦁ CARA KERJA
⦁ DATA PENGAMATAN
⦁ DISKUSI
Daya tolak dan tahan air kain adalah kemampuan kain untuk mempertahankan sifatnya dari
air yang mengenainya untuk dapat menempel, menyerap, merember atau menembus
permukaan kain tersebut.
Daya tolak dan tahan air suatu kain tergantung pada sifat serat yang menyusunnya, daya
kapiler serat dalam kain, dan struktur kain. Daya tolak dan tahan air kain juga tergantung
penyempurnaan kain tersebut apakah mengalami penyempurnaan tahan air atau tidak.
⦁ KESIMPULAN
Pada pengujian Bundesmann tester, pembasahan terjadi di seluruh permukaan kain. Maka
kain kanvas ini memiliki sifat tahan air yang kurang bagus dengan persentasi penyerapan air
hanya 43,5 %.