Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan

Vol. 1 No. 1 September 2020

HUBUNGAN ASUPAN NATRIUM, KALIUM DENGAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM

Atin Rohatin dan Cahyani Wira Prayuda


Pegawai RSUD Majalengka, Dosen Prodi Gizi FIKes UNISA Kuningan
Email: atinrohatin@gmail.com dan cahyaniwp@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Artikel Masuk: 5 September Hipertensi pada lansia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik
2020 terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya
Artikel Review: 10 kemungkinan timbulnya kejadian stroke, jantung bahkan hingga
September 2020 menyebabkan kematian. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
Artikel Revisi: 20 September hipertensi salah satunya adalah karena pola makan yang kurang baik,
2020 seperti tingginya asupan natrium serta rendahnya asupan kalsium.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asuan
Kata kunci: natrium, kalium dengan hipertensi pada lansia di Poliklinik Penyakit
Asupan Natrium; Hipertensi Dalam RSUD Majalengka. Desain penelitian ini menggunakan desain
dan Lanjut Usia. Cross-Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah pengunjung poli
klinik penyakit dalam RSUD Majalengka yang berusia diatas 60 tahun,
jumlah responden sebanyak 77 responden. Metoda pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Analisa data yang dilakukan
adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan mengunakan uji
statistik chi-Square. Hasil uji chi-square pada asupan natrium diperoleh
nilai P = 0,004 , yang berarti nilai p< 0,05 yang artinya ada hubungan
antara asupan natrium dengan hipertensi pada lansia. Hasil uji chi-square
pada asupan kalium diperoleh nilai P = 0,003, yang berarti nilai p<0,05
yang artinya bahwa ada hubungan antara asupan kalium dengan
hipertensi pada lansia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kelebihan asupan natrium, kekurangan asupan kalium dapat
menyebabkan hipertensi pada lansia di poliklinik penyakit dalam RSUD
Majalengka.

Pendahuluan
Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia, sebesar 24 juta jiwa atau 9,77%
dari total jumlah penduduk. Menurut JNC (Joint National Committee) VII tahun 2003, hipertensi ditemukan
sebanyak 60-70% pada populasi berusia di atas 65 tahun. Berdasarkan data dari Rumah sakit Umum Daerah
Majalengka (rawat jalan) pada tahun 2015 pasien hipertensi lansia yang berobat sebanyak 3.995 (6,5%)
pasien/tahun. Rata- rata perbulan 333 pasien (SIM RS RSUD Majalengka, 2016).
Hipertensi pada lansia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya
tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan
walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic
hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi
menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun
kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana
peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007).
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari
arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-
arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dinding, yang
kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar.
10
Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah
yang dalam (diastolik) (Wolff, 2008).
Tekanan darah tinggi yang tidak segera diatasi akan menimbulkan resiko berbagai jenis penyakit
degeneratif. Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita
hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor
lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan asupan kalium
(Kaplan,1985).
Salah satu faktor risiko dari hipertensi adalah kelebihan asupan natrium. Natrium adalah ion utama
yang terdapat pada cairan ekstraseluler (Almatsier, 2009). Asupan natrium yang meningkat menyebabkan
volume cairan ekstraseluler meningkat. Hal ini menyebabkan tubuh meretensi cairan yang akan berujung
pada peningkatan volume darah (Muliyati dkk, 2011). Peningkatan volume darah menyebabkan jantung
perlu memompa darah lebih keras sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi.
Kurangnya asupan kalium juga merupakan faktor risiko hipertensi. Kalium merupakan ion utama yang
terdapat pada cairan intraseluler (Almatsier, 2009). Kalium berpartisipasi dalam memelihara keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa. Mekanisme bagaimana kalium dapat menurunkan tekanan darah adalah
kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan vasodilatasi sehingga menyebabkan penurunan retensi
perifer total dan meningkatkan output jantung, kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan berkhasiat
sebagai diuretika, kalium dapat mengubah aktivitas sistem renin-angiotensin, kalium dapat mengatur saraf
perifer dan sentral yang mempengaruhi tekanan darah. Kalium (potassium) merupakan ion utama didalam
cairan intraseluler. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan
intraseluler sehingga cenderung menarik cairan daribagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah
(Astawan, 2002). Hasil penelitian Muhtadi (2007) menyatakan bahwa penderita hipertensi setelah sering
mengkonsumsi makanan yang mengandung kalium ternyata tekanan darahnya dapat kembali normal.
Yunisa (2015). Hasil penelitian didapatkan rata-rata tekanan darah responden adalah 132,13/80,83
mmHg dengan kategori tinggi, rata-rata asupan natrium adalah 2802,11 mg dengan kategori tinggi, dan rata-
rata asupan serat adalah 10,6 gr dengan kategori rendah. Hasil uji statistik diperoleh hubungan yang
bermakna antara asupan natrium dengan tekanan darah (p-value <0,05) dan tidak ada hubungan antara
asupan serat dengan tekanan darah (p-value >0,05). Kesimpulan. Lebih dari setengah responden memiliki
tekanan darah yang tidak terkontrol. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingginya asupan natrium dan rendahnya
asupan serat. Responden diharapkan bisa menjaga asupan makanan dan bisa mengontrol tekanan darah agar
tetap normal.

Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional, karena variabel terkait dan
variabel bebas diukur pada saat yang bersamaan dengan melihat kebiasaan makan sampel. Populasi dari
penelitian ini adalah pasien lansia yang hipertensi di poli klinik penyakit dalam rawat jalan RSUD
Majalengka. Untuk perkiraan populasi terdapat 323 pasien per bulan, Sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil dengan menggunakan cara Purpossive Sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 77
pasien.
Data yang digunakan dalam data ini adalah data primer meliputi: identitas sampel (usia, jenis kelamin,
pekerjaan, tingkat pendidikan dan merokok) yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner, data tekanan darah yang diperoleh melalui pengukuran yang dilakukan oleh perawat, jumlah
asupan natrium dan kalium yang diperoleh melalui metoda food frequensi semi quantitatif (FFSQ) , IMT
sampel yang diperoleh pengukuran TB dan BB. Pengumpulan data meliputi wawancara tentang konsumsi
sampel melalui metoda food frequensi semi quantitatif (FFSQ) untuk mengetahui jumlah asupan natrium dan
kalium dengan cara menanyakan mengenai kebiasaan makan sampel selama kurang lebih 1 bulan yang lalu
dengan menggunakan alat bamtu food model dan kemudian dihitung agar memperoleh jumlah rata-rata
konsumsi perhari. Data tekanan darah diperoleh melalui pengukuran tekanan darah yang dilakukan oleh
tenaga perawat.

11
Hasil dan Pembahasan
1. Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel 1
Karakteristik sampel menurut tekanan darah pada lansia
di poliklinik dalam RSUD Majalengka
Jumlah
Tekanan Darah
N %
Hipertensi 48 62,3
Tidak hipertensi 29 37,7
Total 77 100
Sumber: Data Dasar terolah penelitian

Berdasarkan klasifikasi tekanan darah seperti yang terlihat pada tabel 1, dari 77 orang yang
menjadi responden pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebanyak 48 responden (63,3%) termasuk
dalam kategori hipertensi dan sisanya sebanyak 29 responden (37,7%) termasuk dalam kategori tidak
hipertensi.
2. Asupan Natrium
Asupan natrium pada responden diperoleh dengan menggunakan kuesioner FFSQ yang kemudian
dihitung dengan menggunakan DKBM. Hasil perhitungan kemudian dikategorikan kedalam 2 kelompok,
yaiu asupan baik jika asupan natrium ≤2400 mg, dan asupan natrium kurang baik jika asupan > 2400 mg.
Tabel 2
Karakteristik sampel menurut asupan natrium pada lansia
di poliklinik Dalam RSUD Majalengka
Jumlah
Asupan Natrium
N %
Baik 28 36,4
Kurang baik 49 63,6
Total 77 100
Sumber: Data dasar terolah penelitian

Berikut tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan asupan natrium. Berdasarkan hasil analisa,
diperoleh bahwa asupan natrium dari 77 responden yang menjadi sampel penelitian, sebanyak 49
responden asupan natriumnya kurang baik (63,6%), dan 28 responden asupan natriumnya baik (36,4%).
3. Asupan Kalium
Asupan kalium pada sampel diperoleh dengan menggunkan kuesioner FFSQ yang kemudian
dihitung dengan menggunakan DKBM. Hasil perhitungan kemudian dikategorikan kedalam 2 kelompok,
yaitu asupan cukup jika asupan kalium > 2000 mg, dan asupan kurang jika asupan < 2000 mg.
Tabel 3
Karakteristik sampel menurut asupan Kalium pada lansia
di poliklinik Penyakit Dalam RSUD Majalengka
Jumlah
Asupan Natrium
N %
Cukup 43 55,8
Kurang 34 44,2
Total 77 100
Sumber: Data Dasar Terolah Penelitian

Berdasarkan tabel 3, diperoleh bahwa asupan kalium dari 77 responden yang menjadi sampel
penelitian, sebanyak 43 responden asupan kalium kurang ( 55,8) dan 34 sampel asupan kaliumnya cukup
(44,2%).

4. Hubungan Antara Asupan Natrium dengan Hipertensi pada Lansia di poliklinik penyakit dalam RSUD
Majalengka.

12
Proporsi responden dengan asupan natrium yang kurang baik yaitu sebanyak 49 orang. Sebesar
48,0% (37 orang) asupan natriumnya kurang baik juga menderita hipertensi dan 15,5% (12 orang) asupan
natriumnya kurang baik namun tidak menderita hipertensi. Sementara itu pada kelompok yang asupan
natriumnya baik yaitu sebanyak 28 orang, dimana sebesar 14,3% (11 orang) menderita hipertensi dan
sisanya 22,0% (17 orang) tidak menderita hipertensi.

Tabel 4
Hubungan antara asupan natrium dengan hipertensi pada Lansia
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Majalengka
Hipertensi
Asupan Tidak Ya Jumlah P Value
N % N %
Cukup 17 22,1 11 14,3 28
Kurang 12 15,6 37 48,0 49 0,004
Jumlah 29 37,7 48 62,3 77
Sumber: Data Dasar Terolah Penelitian

Analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap asupan natrium dengan tekanan
darah didapatkan niali p value sebesar 0,004 (p < 0,05). Dengan demikian maka Ho ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara asupan natrium dengan hipertensi pada lansin.
5. Hubungan antara Asupan Kalium dengan Hipertensi pada Lansia di poliklinik penyakit dalam
RSUD Majalengka.
Proporsi sampel dengan asupan kalium yang kurang yaitu sebanyak 49 orang. Sebesar
36,4% (28 orang) asupan kaliumnya kurang juga menderita hipertensi dan 7,8% (6 orang) asupan
kaliumnya kurang namun tidak menderita hipertensi. Lain halnya pada kelompok yang asupan
kaliumnya cukup yaitu sebanyak 28 orang, dimana sebesar 29,9% (23 orang) tidak menderita
hipertensi, dan sisanya 25,9% (20 orang) menderita hipertensi.
Tabel 5
Hubungan antara Asupan Kalium dengan Hipertensi pada Lansia
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Kuningan
Hipertensi
Asupan Tidak Ya Jumlah P Value
N % N %
Cukup 23 29,9 20 25,9 43
Kurang 6 7,8 28 36,4 34 0,003
Jumlah 29 37,7 48 62,3 77
Sumber: Data Dasar Terolah Penelitian

Analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap asupan kalium dengan tekanan darah
didapatkan niali p value sebesar 0,004 (p < 0,05). Dengan demikian maka Ho ditolak, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara asupan kalium dengan hipertensi pada lansia.

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian diatas yaitu (1.) Ada hubungan antara asupan
natrium dengan hipertensi pada lansia di poliklinik Penyakit Dalam RSUD Majalengka tahun 2017. (2.)
Ada hubungan antara asupan kalium dengan hipertensi pada lansia di poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Majalengka tahun 2017.

13
BIBLIOGRAFI

Amelia, Ria. 2007. Hubungan asupan karbohidrat, serat dengan kadar glukosa darah puasa pasien DM tipe 2
di RS Cibabat Cimahi, SKRIPSI, Bandung: UNJANI

American Heart Asscociation,2011. Trygliceride. Dikutip dari


http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4778 , pada tanggal 4 Januari 2016

Kemenkes, 2010. Prevalensi DM Tipe 2 Di Indonesia. Dikutip dari


http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-realease/414 28 Pebruari 20176

Kemenkes,2014.Situasi dan Analisis Diabetes. Dikutip dari


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf 4 April
2016

World Health Organization, 2016. Diabetes Fakta dan Angka. Dikutip dari
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-numbers-indonesian.pdf
4 April 2017

Yunisa, Putri (2018) Hubungan Asupan Natrium dan Serat dengan Tekanan Darah pada Pasien Penyakit
Jantung Koroner di Poliklinik Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2018. Diploma thesis,
Universitas Andalas.

14

Anda mungkin juga menyukai