Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun alat penyiram tanaman otomatis
berdasarkan kebutuhan air untuk tanaman bawang merah yang mebutuhkan kondisi tanah
dengan kelembaban tertentu. Acuan dari penentuan kondisi kering dan kecukupan air
didasarkan pada expert system berbasis petani yaitu kondisi kering dan basahnya menurut
kebiasaan petani dan kondisi itu akan di baca apa adanya oleh sensor. Perangkat utama dari
alat ini adalah microcontroller dengan masukan sensor kelembaban tanah. Alat ini akan diuji
di lapangan di lokasi persawahan Desa Ngurensiti Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati
Jawa Tengah, dimana disana banyak petani bawang merah dan semenetara ini masih
menggunakan cara tradisional (manual). Metode yang digunakan adalah riset dan
pengembangan (R&D) yang akan menghasilkan prototipe alat penyiram otomatis berdasarkan
kelembaban tanah yang digunakan sebagai alat penyiram tanaman bawang merah
menggunakan sensor kelembaban tanah. Adapun langkah penelitian sebagai berikut: (1) studi
literatur, (2) perancangan alat, (3) pembuatan alat dan (4) pengujian alat dilapangan.
1. PENDAHULUAN
Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European Parliamentary Research
Service dalam Davies (2015) menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat kali. Revolusi
industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi
mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 di mana
mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal.
Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi
industri ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis
data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai
bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya.
Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat. Industri 4.0 merupakan
fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga revolusi industri yang mendahuluinya. Industri
4.0 diumumkan secara apriori karena peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk
gagasan (Drath and Horch, 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia setelah Brazil, dari 27% zona
tropis di dunia, Indonesia memiliki 11% wilayah tropis yang dapat ditanami dan dibudidayakan
setiap tahunnya. Luasnya wilayah dan lahan yang dapat ditanami ini menempatkan Indonesia berada
pada posisi nomor 10 di dunia. Menurut World Bank, Indonesia berada pada cakupan luas wilayah
1,905 km² dan luas lahan yang dapat ditanami seluas 241,880 km² (total 12%) dan sisanya merupakan
perbukitan/pegunungan. Sektor ini menyumbang 14,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam
kurun waktu 2010-2013 (Direktorat Pertanian dan Pangan, 2012). Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa pertanian merupakan bidang yang sangat berpengaruh bagi pergerakan roda
perekonomian nasional.
Kementerian Pertanian berinisiatif meningkatkan produktivitas pertanian dengan meluncurkan
Revolusi Industri 4.0 di bidang pertanian. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam
keterangan menyampaikan; “Dunia saat ini telah memasuki era revolusi industri yang ke-empat atau
disebut juga Industri 4.0, ditandai dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan
jaringan internet. Sektor pertanian juga perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan ke depan. Ke
depan olah lahan, tanam, panen hingga pengolahan dilakukan menggunakan remote control dari
rumah”. Amran menjelaskan, ada lima teknologi utama yang menopang implementasi Industri 4.0,
yaitu: Internet of Things, Artificial Intelligence, Human-Machine Interface, Teknologi Alatic dan
sensor, serta teknologi 3D Printing. Kesemuanya itu mentransformasi cara manusia berinteraksi
hingga pada level yang paling mendasar, juga diarahkan untuk efisiensi dan daya saing industri.
Amran mengatakan, untuk mendukung revolusi industri 4.0, sektor pertanian yang akan datang
sedang bereksperimen dengan model dan inovasi bisnis baru, yaitu: pertanian presisi, pertanian
vertikal, pertanian pintar (smart farming). Teknologi informasi dan Komunikasi merupakan
perangkat, tool, atau aplikasi yang mendukung proses pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan
dan pertukaran data (Deloitte, 2012).
Pertanian dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai aktifitas yang berhubungan dengan
budidaya dan pengelolaan tanaman dan hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
(Bukhori, 2014). Sektor pertanian berhadapan dengan tantangan utama yaitu bagaimana
meningkatkan produksi untuk mendukung pertumbuhan dan bagaimana meningkatan kesejahteraan
masyarakat petani dalam situasi dan kondisi semakin berkurangnya ketersediaan sumber alam.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan adalah berkurangnya kualitas dan kuantitas air,
menurunnya tingkat kesuburan tanah, efek perubahan iklim, dan semakin berkurangnya lahan
pertanian subur yang mengarah pada urbanisasi penduduk (Stienen, dkk, 2007). Sistem informasi
pertanian dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu e-Agriculture dan m-Agriculture (Brugger, 2011).
Terdapat beberapa pemahaman mengenai definisi e-agriculture diantaranya e-Agriculture
dipahami sebagai 1) informasi yang berhubungan dengan pertanian; 2) teknologi atau tools untuk
informasi dan komunikasi; 3) berbagai jenis informasi pertanian; 4) semua stakeholder yang akan
mendapatkan keuntungan dari pertanian; dan 5) keuntungan yang dapat dirasakan bidang pertanian
dari penerapan aplikasi TIK (E-Agriculture Working Group, 2007).
Sebagian petani di Indonesia masih tergantung dengan musim hujan untuk bercocok tanam.
Hal ini menyebabkan produksi hasil petanian tidak bisa stabil setiap saat. Pada musim kemarau
harga-harga hasil pertanian bisa mengalami kenaikan yang sangat signifikan karena produksinya
yang sedikit. Sedangkan di saat musim hujan produksi melimpah sehingga harganya murah bahkan
sampai busuk tidak laku dijual kepasar karena stoknya masih berlimpah (Marliana Sari, 2018).
Data Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik mengatakan bahwa
pasokan bawang merah saat ini surplus 14 ribu ton. Wilayah sentra bawang merah dan wilayah yang
sedang dikembangkan bawang merah semuanya panen, di bulan Januari 2018, diperkirakan total
panen di daerah sentra mencapai 64.560 ton. Brebes 35.550 ton, Nganjuk 14.830 ton, Cirebon 4.970
ton, dan Demak 9.210 ton. Tetapi yang baru terserap 3,6 % (Agustin, 2018). Sehingga tidak salah
jika menteri pertanian memberikan apresiasi kepada bidang pertanian yang memberikan target
ekspor bawang merah mencapai 9000 ton akhir tahun 2018 (Setiawan, 2018).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan banyak dikonsumsi manusia. Sebagai komoditas hortikultura yang banyak
dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih terbuka lebar tidak saja untuk
kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Suriani, 2011). Tanaman bawang merah memiliki
sistem perakaran yang dangkal dan sangat rentan terhadap hilangnya kelembaban dari lapisan atas
tanah sehingga irigasi atau pengairan tambahan yang efisien harus disediakan untuk
mempertahankan pertumbuhan (Patel and Rajput, 2013).
Kebutuhan air konsumtif tanaman besarnya sama dengan evapotranspirasi. Evapotranspirasi
(ET) adalah jumlah dari evaporasi dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi merupakan bagian
penting dari siklus air. Penguapan menyumbang pergerakan air ke udara dari sumber seperti tanah,
kanopi intersepsi, dan badan air. Transpirasi menyumbang pergerakan air di dalam tanaman dan
hilangnya bersama air sebagai uap melalui stomata pada daunnya. Evapotranspirasi potensial (PET)
merupakan representasi dari permintaan lingkungan untuk evapotranspirasi dan mewakili tingkat
evapotranspirasi dari tanaman hijau semusim, melengkapi ketajaman tanah, tinggi seragam dan status
air yang memadai dalam profil tanah. Ini adalah refleksi dari energi yang tersedia untuk menguapkan
air, dan angin yang tersedia untuk mengangkut uap air dari bawah ke atas ke atmosfer yang lebih
rendah. Evapotranspirasi dikatakan sama dengan evapotranspirasi potensial bila ada air yang cukup
(Allen, dkk., 201).
Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air yang harus diberikan untuk menggantikan
kehilangan air akibat evapotranspirasi dan kehilangan air selama proses penyaluran air. Pada sistem
hidroponik dengan media pasir volume irigasi dapat ditentukan berdasarkan besarnya evaporasi
permukaan air bebas (Sulistyono dan Juliana, 2014).
Saat ini teknik penyiraman tanaman bawang masih menggunakan cara-cara lama (tradisional)
dengan sistem petani mengambil air secara langsung ke sumber air (drainase) dan disiramkan.
Dengan cara ini ada dua kelemahan yang dialami petani, yaitu : pertama waktu yang dibutuhkan
lama karena sebelum menyiram harus mengambil air terlebih dahulu dan kedua kebutuhan air untuk
tanaman kurang maksimal karena rata-rata air tumpah sebelum disiramkan ke tanaman bawang dan
yang ketiga, petani membutuhkan biaya yang besar untuk menyediakan ketercukupan air supaya
tanaman bawang tetap tumbuh terlebih dimusim kemarau yang harus disiram tiap hari (pagi dan
sore). Resiko produksi yang bersumber pada cuaca buruk seperti musim kemarau dan musim
penghujan dapat menjadi penghambat tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik (Marsela,
2017).
2. METODOLOGI
A. Tahapan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Tahapan Desain
1. Studi literatur dengan cara mengumpulkan dan mempelajari materi jurnal ataupun buku
yang terkait dengan penelitian ini
2. Perencanaan desain Alat dengan microcontroller dan sensor yang tepat dengan
menggunakan kapasitas air 3-5 liter (skala laboratorium).
b. Tahapan Pembuatan
1. Merangkai alat (komponen)/ hardware
2. Membuat program (software) menggunakan bahasa pemrograman C for Arduino
c. Tahapan Pengujian
1. Melakukan pengujian di laboratorium mengenai bekerjanya sistim yang telah dibuat
2. Pengujian di lapangan akan dilakukan di areal sawah tanaman bawang merah
3. Pengujian dilakukan untuk melihat keberhasilan alat dalam membaca sensor sesuai
dengan parameter kelembaban yang diprogramkan .
B. Diagram Blok Alat
Sensor Kelembaban
Tanah tipe FC-28 Indikator LCD
C. Wiring System
Keterangan:
XADC : Nilai ADC Sensor
1024 : Nilai ADC Maksimum Mikrokontroler 10 bit
Vout : Tegangan output sensor saat mendeteksi tanah
Vmak : Tegangan maksimum supply (5 volt)
X Prosentase : Prosentase tingkat kelembaban
Untuk pembacaan tingkat kekeringan maupun kecukupan air pada alat ini di tentukan dengan
prosentase. Prosentase tingkat kekeringan tanah menurut petani akan di baca langsung oleh sensor
dan ditampilkan apa adanya berdasarkan rumus konversi yang telah dibuat di atas. Demikian juga
dengan tingkat kecukupan air pada tanaman bawang.
a b
c d
e f
Gambar 3. Alat penyiram tanaman bawang merah
(a) Sistem secara keseluaruhan, (b) Mikrokontroler ,(c) Pompa Air, (d) Springkle, dan (e)
Selenoide Valve, dan (f) Sensor Kelembaban
Alat yang telah dihasilkan diuji langsung di lokasi persawahan tanaman bawang merah untuk
melihat fungsi dan tidaknya alat. Lokasi pengujian dilakukan di areal persawahan desa Ngurensiti
Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati dengan sistem kelistrikan yang memadai.
a b
C d
(a) (b)
(c)
C. Hasil Pengujian
Pengujian alat dilakukan di areal persawahan Desa Ngurensiti Kecamatan Wedarijaksa
Kabupaten Pati. Hasil pengujian alat menunjukkan bahwa kelembaban tanah di lokasi sawah
tanaman bawang berkisar antara 30% sampai 60 %. Alat penyiram di seting untuk penyiraman
dengan menggunakan pompa air (water pump) saat kelembaban tanah dibawah 30 %.
Dari hasil pengujian aktuator yang berupa pompa air menunjukkan bahwa saat kelembaban
tanah dibawah 30 % , pompa hidup (on) untuk memompa air ke springkel sehingga menyirami tanah
(atau tanaman bawang), setelah sensor membaca kelembaban tanah sudah mencapai 60 % atau
diatasnya, pompa berhenti (off) (gambar 6).
a b
Rata-rata 65
4. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini telah berhasil dibuat alat penyiram otomatis untuk tanaman bawang yang
diprogram untuk membaca kelembaban tanah berdasar expert system berbasis petani. Dari hasil
pengujian kondisi tanah kering, menurut kebiasaan petani pembacaan sensor menunjukkan 30% atau
dibawahnya. Kondisi kecukupan air menurut petani, pembacaan sensor menunjukkan sensor 60%
atau diatasnya. Dalam pengujian di lapangan menunjukkan bahwa alat bisa berfungsi secara otomatis
sesuai dengan yang diprogram yaitu menyiram saat kondisi kering atau 30% dan berhenti menyiram
saat kondisi tanah cukup air atau 60%.
DAFTAR PUSTAKA
Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 2011. Crop Evapotranspiration: Guidelines for Computing
Crop Water Requirements. FAO Irrigation and drainage. Rome (IT): Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Deloitte, 2012. E-Transform Africa : Agriculture Sector Study : Sector Assessment and
Opportunities for ICT, Deloitte Project Report.
Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015 – 2016, Direktorat Pangan
dan Pertanian Kementerian Perancanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Jakarta.
Drath, R., & Horch, A., 2014. Industrie 4.0: Hit or hype?[industry forum]. IEEE industrial electronics
magazine, 8(2), pp. 56-58.
E-Agriculture Working Group, 2007. Analysis of Global e-Agriculture Survey, [Online] Available
URL: https://www.itu.int/net/wsis/c7/eagriculture/docs/survey-analysis-2007.pdf. [Diakses
25 Juli 2019]
F. Brugger, 2011. Mobile Applications in Agriculture, Syngenta Foundation, Basel.
J. Stienen, W. Bruinsma, dan F. Neuman, 2007. How ICT can make a difference in agricultural
livelihoods, Conference Proceedings, The International Institute for Communication and
Development (IICD).
M. Bukhori., 2014. Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan Di Indonesia, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran.
Marliana Sari, G., 2018. Rancang Bangun Alat Penyiram Tanaman Otomatis Menggunakan Sensor
Kelembaban Tanah. Journal of Electrical Technology, Politknik Negeri Medan, Medan.
Marsela Waruwu, E., 2017. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah (Allium Ascalonium L.) Di
Nagari Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Artikel Tugas Akhir
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang Sumatra Barat.
Patel, N., T.B.S. Rajput., 2013. Effect of deficit irrigation on crop growth, yield and quality of onion
in subsurface drip irrigation. Int. J. Plant. Prod. 7(3): 417-436
Setiawan, R., 2018. Bawang Merah Ekspor, Mentan: Dunia Apresiasi Pertanian RI.
http://finance.detik.com.
Sulistyono E, Juliana AE. 2014. Irrigation Volume Based on Pan Evaporation and Their Effects on
Water Use Efficiency and Yield of Hydroponically Grown Chilli. Journal of Tropical Crop
Science 1(1): 9-12.
Suriani, N. 2011. Bawang bawa untung. Budidaya bawang merah dan bawang putih. Cahya Atma
Pustaka. Yogjakarta.