Anda di halaman 1dari 5

Anak Berkebutuhan Khusus

A. Pengertian

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses


pertumbuhan/perkembangannya secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua :

1. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra (Temporer)


anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal.
Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat
sehingga anak ini tidak dapat belajar.
2. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan
akibat langsung dari kondisi kecacatan,
yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi
penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan
gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, social dan tingkah laku.
Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya
dengan anak penyandang kecacatan.

B. Klasifikasi

Dikelompokan menjadi 9 :

1. Tunanetra / gangguan penglihatan


2. Tunarungu / gangguan pendengaran
3. Tunadaksa / gangguan gerakan / kelainan anggota tubuh
4. Tunagrahita / keterbelakangan kemampuan intelektual
5. Anak Lamban Belajar
6. Anak Berkesulitan Belajar
7. Anak Berbakat (memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa)
8. Tunalaras / kelainan tingkah laku dan sosial
9. Anak dengan gangguan komunikasi

C. Peranan Orangtua Terhadap ABK


 Bagi anak berkebutuhan khusus, peran aktif orangtua ini merupakan
bentuk dukungan sosial yang menentukan kesehatan dan perkembangannya, baik secara fisik
maupun psikologis
 Dengan memahami bakat anak, akan lebih mudah dan terarah dalam
mengembangkannya. melalui pengasuhan, perawatan, pembimbingan, dan
pendidikan (4P)
pada anak yang dilakukan 4Psecara bersamaan dan berkelanjutan maka akan membuat potensi-
potensi anak tersebut berkembang.

D. Pengaruh Keadaan Orangtua terhadap ABK

1. Pendidikan Orangtua

2. Pekerjaan Orangtua

3. Status sosial ekonomi

4. Sikap dan penerimaan orangtua terhadap anak

- Sejauh mana hubungan orangtua dengan anak, intensitas komunikasi antara


orangtua dan anak

5. Pola asuh

- Apakah anak diasuh oleh orangtua, pembantu, atau dengan keluarga lain.

Kualitas Hidup
 Menurut WHO, kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap posisi mereka
dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai di mana mereka hidup dan dalam
kaitannya dengan tujuan mereka, harapan standar dan keprihatinan

Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu pada evaluasi secara
subjektif yang tertanam dalam konteks budaya, sosial dan lingkungan.

• Goodinson dan Singleton (O’Connor, 1993) mengemukakan


defenisi kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini.
 Calman memberikan satu definisi dari kualitas hidup yang dapat diterima secara umum, yakni
perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat
ini secara keseluruhan (dalam O’Connor, 1993).
 Berdasarkan definisi Calman dan WHO mengimplikasikan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh
persepsi individualmengenai kondisi kehidupannya saat ini.
DEFINISI MENURUT WHO

World Health Organization (WHO) (dalam Kwan, 2000) mendefenisikan kualitas


hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari
konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan
tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut.
Berdasarkan definisi Calman dan WHO mengimplikasikan bahwa kualitas hidup
ditentukan oleh persepsi individual mengenai kondisi kehidupannya saat ini.

Skrining (PENEGAKKAN SINDROM DOWN)

Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down.
Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji
kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang
dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American College of Nurse-
Midwives, 2005).

Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT
test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah
jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi
dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American College of
Nurse- Midwives, 2005).

Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang
disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan
hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi
indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo
Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).

Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom
Down. Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang
kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada
kehamilan di atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.

Chorionic villus sampling (CVS) dilakukan dengan mengambil sampel sel dari
plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini
dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1
per 100 kehamilan.

Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS) adalah tehnik di mana darah dari
umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada
kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil
memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi (Mayo Foundation
for Medical Education and Research (MFMER), 2011).
Temuan Fisik atau Gambaran Klinis

Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka
sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita
sindrom Down mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar,
adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu
lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari
kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%) (Brunner, 2007).

Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi
hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis transversal pada telapak tangan, hanya
satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo,
follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren (Am J., 2009). INI KAYANYA
GAUSAH DIJELASIN DETAIL

Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka
sering berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan
meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi.
(Mao R., 2003).

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah,
ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan
perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003)

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak – anak
sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang
dewasa.

Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism,
katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang
disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular
degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan
Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya adalah
penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia (Am J., 2009).

Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang


rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang
tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid
serta hipoplasia pada sinus maksilaris (John A. 2000).

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (up- slanting) karena
fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik – titik
Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%),
blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital,
pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus (Schlote, 2006).
Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang
hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).

Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan
mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah
yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan
sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan
sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas (Selikowitz, Mark.,
1997).

Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis
media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–
80% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu
telinga (William W. Hay Jr, 2002).

Anda mungkin juga menyukai