Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

(SPM)

“TEORI-TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM


PEMBELAJARAN MATEMATIKA”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

IVO APRISTI (1905112122)

FANNY NURMAULIDA (1905124103)

RANTY ANDIKA ABINAYA ZAMEZA (1905112265)

YOLANDA AMARA PUTRI (1905124170)

KELAS 4B

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH : Dr. ZULKARNAIN,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS


KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan
metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Penguasaan teori belajar merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan
pengajaran matematika. Oleh karena itu, seorang guru maupun calon guru
perlu memperoleh wawasan tentang teori belajar dan dapat menerapkannya
dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Teori belajar ialah teori yang
bercerita tentang kesiapan siswa untuk belajar sesuatu. Atau uraian tentang
kesiapdidikan siswa untuk menerima sesuatu (Ruseffendi, 1990 : 15). Jadi
pada prinsipnya teori belajar itu berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang
diharapkan terjadi pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap
perkembangan mental) tertentu. Maksudnya kesiapan anak untuk bisa dapat
belajar.

Perjalanan pembelajaran matematika Indonesia tidak terlepas dari


teori-teori belajar yang telah bervariasi di buat oleh ahli-ahli
belajar.Bagaimana mereka menciptakan pembelajaran yang efektif demi
tercapainya prestasi yang baik.Semakin banyaknya teori belajar ternyata
banyak persamaan yang intinnya adalah menciptakan pembelajaran yang
efektif dikelas. Bell (1978,h.97) mengemukakan bahwa tiap teori dapat
dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari
berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan
intelektual, dan dengan demikian guru dapat memilih serta menerapkan
elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas. Gagasan
tentang belajar bermakna yang dikemukakan oleh William Brownell pada
awal pertengahan abad 20 merupakan ide dasar teori konstruktivisme.
Menurut Brownell, matematika dapat dipandang suatu sistem yang terdiri atas
ide, prinsip dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus
dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada
aspek penalaran atau intelegensi anak. Reys mengemukakan bahwa
matematika haruslah make sense. Jika matematika disajikan kepada anak
dengan cara yang demikian, maka konsep yang dipelajari menjadi punya arti,
dipahami sebagi suatu disiplin, terstruktur dan memiliki keterkaitan satu
dengan yang lainnya.

Piaget berpendapat bahwa matematika tidak diterima secara pasif


matematika dibentuk dan ditemukan oleh anak secara aktif.Sebaiknya
matematika dikonstruksi oleh anak bukan diterima dalam bentuk jadi. Dienes
mempunyai pendapat anak mengkontruksi pengetahuan baru matematika
melalui refleksi terhadap aksi-aksi baik yang dilakukan bersifat fisik maupun
mental.Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola
serta membentuk generalisasi dan abstraksi. Brunner berpandangan bahwa
belajar merefleksikansesuatu proses sosial yang didalamnya anak terlibat
dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain
termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual. Pendapat dari
ketiga ahli tersebut memberi indikasi bahwa konstruksivisme merupakan
suatu proses yang memerlukan waktu serta merefleksikan sejumlah tahapan
perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika.

Teori dan model pembelajaran merupakan salah satu kunci


keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik.
Keberhasilan tersebut juga tidak terlepas dari kemampuan tenaga pendidik
dalam merancang teori dan model pembelajaran tersebut menjadi lebih
sistimatis untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Penggunaan
bahan-bahan pustaka yang relevan dilakukan sebagai langkah dalam
menganalisis hasil dalam tulisan ini yaitu melalui proses penyeleksian sumber
relevan, melakukan refleksi, menganalisis, dan membuat kesimpulan sebagai
bagian akhir dari proses pengolahan data. Teori dan model pembelajaran dari
pendapat para ahli menjadi acuan bagi tenaga pendidik dalam menetapkan
tujuan dan cara belajar yang akan dilaksanakan. Teori belajar merupakan
dasar mengembangkan model yang akan digunakan. Model belajar menjadi
ketentuan dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
proses belajar yang akan dilaksanakan.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Behavioristik?
2. Bagaimana penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam pembelajaran
Matematika?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif?
4. Bagaimana implementasi Teori Belajar Kognitif?
5. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kontruktivistik?
6. Bagaimana penerapan Teori Belajar Kontruktivistik dalam pembelajaran
Matematika?
7. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Humanistik?
8. Bagaimana implementasi Teori Belajar Humanistik?
C. Tujuan Penulisan
1. Sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Strategi Pembelajaran
Matematika
2. Untuk mengetahui maksud dari Teori – teori belajar dalam pembelajaran
matematika
3. Untuk mengetahui apa saja Teori – teori belajar dalam pembelajaran
matematika

4. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori – teori tersebut dalam


pembelajaran Matematika
BAB II

ISI

A. Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran


Matematika

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai


akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan
perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, siswa belum dapat berhitung perkalian.
Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya sudah mengajarkan dengan tekun,
namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka
ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku
sebagai hasil belajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman
kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon
adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan
guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat
diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut.

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru, ketika
tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan
tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar.
Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktivitas
belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative
reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang
penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respons.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson,


Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya para penganut aliran
behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas, namun ada beberapa perbedaan
pendapat di antara mereka.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan


respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga
dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut
maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu
dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak
dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang
tidak dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran
dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini
disebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).

J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah
Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu
penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar
atau belum karena tidak dapat diamati.

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan
hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak
banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam
berbagai eksperimen di laboratorium.
Sebagaimana Hull, Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya
bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara,
oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin diberikan
stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga
mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap,
maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner
mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemant)
dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak diperbincangkan,


konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli
konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya
tentang belajar secara lebih komprehensif.

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Pada
dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi
dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon
yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan
mempunyai konsekuensi-konsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi


atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami
tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan
antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat
dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian seterusnya.

2. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Matematika

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teori belajar


behaviourisme, menurut Hartley dan Davis dalam Soekamto (Yusuf, 2010: 140)
adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila pihak sasaran ikut terlibat.

2. Materi-materi pelajaran diberikan dalam unit-unit kecil diatur sehingga sasaran


hanya perlu memberikan respon tertentu.

3. Tiap-tiap respons diberikan umpan balik secara langsung sehingga sasaran dapat
dengan segera mengetahui apakah respons yang diberikan itu benar atau tidak.

4. Perlu diberi penguatan setiap kali sasaran memberikan respons, terutama


penguatan positif sehingga ia berkeinginan untuk mengulangi kembali respons yang
telah diberikannya Terhadap keempat butir diatas Yusuf (2010:140) menambahkan:

5. Pelajaran tidak hanya diberikan kepada murid-murid secara materi, tetapi perlu
disertai dengan contoh-contoh bagaimana seorang guru berperilaku sewajarnya salam
memberi teladan bagi murid-muridnya, khususnya pelajaran-pelajaran yang
menyangkut bidang sosial, etika, dan moral. Hal ini akan lebih baik semua
perilakunya sebagaian besar akan dianggap sebagai panutan atau tiruan oleh murid-
muridnya.
Karena memandang siswa sebagai obyek yang diberi respons, maka sebaiknya
guru dapat mengkondisikan diri siswa selama kegiatan pembelajaran sesuai dengan
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat, serta mampu
memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa. Sistem pembelajaran juga bersifat
otomatismekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon. Jadi diperlukan peran
aktif guru sebagai sumber belajar. Guru juga perlu menyusun bahan ajar yang
memuat banyak latihan soal, sebagai penguatan atau stimulus.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah. Evaluasi


hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test serta ilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Penekanan
evaluasi ini pada kemampuan siswa secara individual. Evaluasi juga dapat digunakan
sebagai proses penguatan. Pemberian hadiah atas prestasi atau tingkah laku siswa
yang sesuai dengan keinginan guru juga dapat digunakan sebagai penguatan.

Contoh langkah-langkah kegiatan pembelajaran Matematika Keuangan sub


bab bunga tunggal dan bunga majemuk, sebagai berikut:

1. Pada bab ini pengetahuan awal atau materi prasyarat yang harus dikuasai siswa
adalah perkalian pada bilangan bulat yang sama serta arti dari perkalian. Guru
seyogyanya terlebih dahulu mengecek pemahaman siswa tentang perkalian bilangan
bulat tersebut. Agar pengecekan ini dapat menyeluruh dan cepat, maka dapat
dilakukan dengan berpasangan antar teman seperti yang tersaji pada lembar tugas.
Hasil pengecekan ini akan digunakan guru sebagai deteksi awal faktor kesulitan
belajar siswa

2. Setelah semua siswa dipastikan telah dapat menguasai materi prasyarat, maka guru
mulai menyiapkan diri siswa dengan memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan
pembelajaran, kemudian guru memberikan gambar apersepsi, agar dapat menarik
minat siswa.
3. Guru menjelaskan sub bab tentang pengertian bunga tunggal dan bunga majemuk
beserta contoh latihan soal. Perlu diingat, pemberian materi ini dilakukan per unit
kecil dilanjutkan dengan banyak latihan soal.

4. Guru memberikan lembar kerja siswa yang berisi latihan soal bunga tunggal dan
bunnga majemuk dan meminta siswa mengerjakannya.

5. Setelah selesai guru meminta siswa untuk menukar lembar jawab tersebut dengan
teman satu bangku.

6. Guru meminta siswa mengkoreksi jawaban temannya. Hal ini dilakukan agar
siswa mengetahui dengan segera letak kesalahan sebagai umpan balik dari respon
yang dia berikan.

7. Setelah dikoreksi guru meminta siswa mengembalikan lembar jawab tersebut, agar
siswa dapat mengetahui letak kesalahan dalam pengerjaannya dengan segera sebagai
umpan balik dari respon yang dia berikan.

8. Guru memberikan ucapan selamat dan reward kepada siswa yang mempunyai
kesalahan paling sedikit. Hal ini dilakukan asebagi penguatan, agar siswa mau
mengulang kembali prestasinya.

9. Guru bersama siswa membuat suatu kesimpulan dari kegiatan pembelajaran

10. Guru melakukan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan post test,
sebagai penguatan.

11. Guru memberikan umpan balik dari hasil post test siswa, dengan memberikan
pembetulan pada jawaban siswa yang salah serta memberikan ucapan selamat dan
reward kepada siswa yang mempunyai kesalahan paling sedikit.

12. Guru memberikan pekerjaan rumah sebagai latihan penguatan.


B. TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Teori kognitif yang dikemukakan oleh Greenwald (1968) dan Petty,
Ostrom & Brack (1981) dalam Baron & Byme (1991) memusatkan
perhatiannya pada analisis respons kognitif, yaitu: “Suatu usaha untuk
memahami apa yang difikirkan orang sewaktu mereka dihadapkan pada
stimulus persuasive, dan bagaimana fikiran serta proses kognitif menetukan
apakah mereka mengalami perubahan sikap & sejauhmana perubahan itu
terjadi” (Azwar, 1997:18).
Teori kognitif meliputi kegiatan-kegiatan mental yang sadar seperti berfikir,
mengetahui, memahami, dan dan kegiatan konsepsi mental seperti: sikap,
kepercayaan, dan pengharapan, yang kemudian itu merupakan factor yang
menentukan di dalam perilaku. Di dalam teori kognitif ini terdapat suatu
interes yang kuat dalam jawaban (response) atas akibat dari perilaku yang
tertutup. Sebab di dalam hal ini sulit mengamati secara langsung proses
berfikir dan pemahaman , dan juga sulit menyentuh dan melihat sikap, nilai,
dan kepercayaan. Ada tiga hal yang umum terdapat di dalam pembicaraan
teori kognitif, antara lain:
a) Elemen kognitif
Teori kognitif percaya bahwa perilaku seseorang itu disebabkan adanya
satu rangsangan (stimulus), yakni suatu objek fisik yang mempengaruhi
seseorang dalam banyak cara. Teori ini mencoba melihat apa yang terjadi
diantara stimulus dan jawaban seseorang terhadap rangsangan tersebut.
Atau dengan kata lain, bagaimana rangsangan tersebut diproses dalam diri
seseorang. Menurut teori kognitif, semua perilaku itu tersusun secara
teratur. Individu mengatur pengalamannya ke dalam aktivitas untuk
mengetahui (cognition) yang kemudian mamacaknya ke dalam susunan
kognitifnya (cognitive structure). Susunan ini menentukan jawaban
(response) seseorang. Cognition menurut Neisser adalah: “Aktivitas untuk
mengetahui, misalnya kegiatan untuk mencapai yang dikehendaki
pengaturannya, dan penggunaan pengetahuan. Hal ini adalah sesuatu
kegiatan yang dilakukan baik oleh organisme atau pun oleh orang
perorang”(Thoha,1993:49). Kognisi adalah dasar dari unit teori kognitif ia
merupakan representasi internal yang terjadi antara suatu jawaban
(response), dan yang bias menyebabkan terjadinya jawaban. Hubungan
ini dapat digambarkan sebagai berikut: Stimulus-Cognition-Response
Seseorang mengetahui adanya stimulus kemudian memprosesnya ke
dalam kognisi, yang pada akhirnya kognisi ini menghasilkan dan
menyebabkan jawabannya.
b) Struktur Kognitif
Menurut teori kognitif, aktivitas mengetahui dan memahami sesuatu
(cognition) itu tidaklah berdiri sendiri. Aktivitas ini selalu dihubungkan
dengan rencana disempurnakan oleh kognisi yang lain. Proses penjalinan
dan tata hubungan diantara kognisi-kognisi ini membangun suatu struktur
dan system. Struktur dan system ini dinamakan struktur kognitif. Sifat
yang pasti dari system kognitif ini tergantung akan (1) karakteristik dari
stimuli yang doproses kedalam kognisi, (2) pengalaman dari masing-
masing individu.
c) Fungsi Kognitif
Sistem kognitif mempunyai beberapa fungsi. Diantara fungsi-fungsi,
antara lain:
1) Memberikan pengertian
Pada kognitif baru menurut teori kognitif, pengertian terjadi jika
suatu kognitif baru dihubungkan dengan system kognitif yang telah
ada. Kognisi membentuk atribut-atribut tertentu, tergantung pada
bagaimana ia berinteraksi dengan satu atau lebih system kognitif.
2) Menghasilkan emosi
Interaksi antara kognisi dan system kognitif tidak hanya memberikan
pengertian pada kognisi saja, tetapi dapat pula memberikan
pengertian pada kognisi saja, tetapi dapat pula memberikan
konsekuensi-konsekuensi yang berypa perasaan, misalnya perasaan
senang dan tidak senang, baik atau buruk, dan lain sebagainya.
3) Membentuk Sikap
Menurut teori kognitif jika suatu system kognitif dari sesuatu
memerlukan komponen-komponen yang mengandung efektif emosi,
maka sikap untuk mencapai suatu tujuan atau objek itu telah
terbentuk. Bersatunya system kognitif dan komponen afektif
menghasilkan tendensi perilaku untuk mencapai suatu objek sikap
seseorang itu mempunyai kognitif (pengetahuan), afektif (emosi),
dan tindakan (tendensi perilaku).
4) Memberikan motivasi terhadap konsekuensi perilaku
Relevansi teori kognitif untuk menganalisa dan memahami perilaku
manusia yang mudah diamati adalah terletak pada motivasi dari
perilaku seseorang. Hal ini disebabkan karena:
a. Perilaku tidak hanya terdiri dari tindakan-tindakan yang terbuka saja,
melainkan juga termasuk faktor-faktor internal, seperti: berfikir,
emosi, persepsi, dan kebutuhan
b. Perilaku itu dihasilakn oleh ketidakselarasan yang timbul dalam
struktur kognitif.
Salah satu teori yang menjelaskan tentang teori belajar kognitif
adalah teori gestalt. Teori kognitif muncul dan berkembang karena
pengaruh teori gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Mereka kurang setuju
dengan gagasan para pemikir sebelumnya (khususnya behaviorisme)
tentang aktivitas pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas proses
stimulus dan respons. Sehingga mereka melakukan penelitian yang
tertuju pada persoalan “persepsi”.
Teori gestalt memandang belajar sebagai proses pemahaman
(insight) yang berbeda dengan teori behaviorisme yang memandang
belajar sebagai proses trial and error. Pengertian insight adalah
pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Seseorang
dikatakan berhasil dalam proses belajar jika mendapatkan insight.
Dengan adanya insight seseorang akan mengerti permasalahan yang
dihadapi dan mampu menyelesaikannya. Pada dasarnya setiap tingkah
laku individu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal dan
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Misalnya dalam
situasi belajar, keterlibatan langsung dalam belajar akan membuat
seorang individu menjadi paham sehingga dapat mengatasi masalah
yang ada.
Teori belajar kognitif adalah salah satu teori belajar yang
sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan dalam mendidik dan
mengajar. Teori ini berbeda dan menentang teori behavioristik yang
memandang belajar sebagai kegiatanmakanistik antara stimulus dan
respon. Aliran kognitif memandang belajar lebih dari sekedar
melibatkan stimulus dan respon, tetapi juga melibatkan kegiatan
mental di dalam individu yang sedang belajar. Menurut aliran teori
belajar kognitif, belajar adalah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki
oleh individu. Sehingga perilaku yang tampak pada manusiatidak
dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti
motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya. Aliran
kognitivisme lebih mengutamakan aspek berpikir (thinking) dan
mental yang berkaitan dengannya, misalnya ingatan (memory).
Walaupun teori kognitif menentang pandangan teori belajar
behavioristik, tetapi dia tidak dapat menafikkan pandangan kaum
behavioristik tentang Reinforcement yang juga terdapat di dalam teori
kognitif. Tetapi, teori kognitif memandangnya berbeda dengan teori
behavioristik. Teori behavioristik memandang Reinforcement sebagai
bagian yang penting untuk menguatkan atau menjaga perilaku,
sedangkan teori kognitif memandangnya sebagai sebuah sumber
feedback untuk mengetahui kemungkinan apa yang terjadi jika sebuah
perilaku diulang kembali.

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KOGNITIF

a) Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya.


Diamping itu dalam pengecekkan kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.
b) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif-diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
c) Penggunaan faktor insight untuk memecahkan masalah. Pemberian contoh
pada siswa akan membantu siswa dalam mengamati dan memahami suatu
masalah. Sehingga dia mampu menyelesaikannya.

C. Teori Belajar Kontruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran


Matematika

1. Pengertian Teori Belajar Kontruktivistik

Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses


pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus
aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna
tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil
prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah
niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya
kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah


memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu
meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan
pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan
pembimbingan. Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik
berperan membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar.
Guru tidak menstransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk
lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak
dapat mengklaim bahwa satusatunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai
dengan kemauannya. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah
pengendalian yang meliputi;

1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil


keputusan dan bertindak.

2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan


meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.

3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa


mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan


utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan,
dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang
dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir
sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.

Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat


menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman
dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru
dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual
dunia eksternal. Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan
pada tujuan belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free
evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan
spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang
tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai,
proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi
mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan
pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar siswa.

Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang di pelopori oleh


Lev Vygotsky. Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai
teori belajar sosiokultur merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah
pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona
keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona
Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya
membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.

Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan
bahwa intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori
ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif individu terjadi pertama kali melalui
interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang
terjadi dalam diri sendiri). Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir
akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang.

Yuliani (2005: 44) Secara spesifik menyimpulkan bahwa kegunaan alat


berfikir menurut Vygotsky adalah :

a. Membantu memecahkan masalah Alat berfikir mampu membuat seseorang untuk


memecahkan masalahnya. Kerangka berfikir yang terbentuklah yang mampu
menentukan keputusan yang diambil oleh seseorang untuk menyelesaikan
permasalahan hidupnya.

b. Memudahkan dalam melakukan tindakan Vygotsky berpendapat bahwa alat


berfikirlah yang mampu membuat seseorang mampu memilih tindakan atau perbuatan
yang seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan.

c. Memperluas kemampuan Melalui alat kberfikir setiap individu mampu memperluas


wawasan berfikir dengan berbagai aktivitas untuk mencari dan menemukan
pengetahuan yang ada di sekitarnya.

d. Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya. Semakin banyak stimulus


yang diperoleh maka seseorang akan semakin intens menggunakan alat berfikirnya
dan dia akan mampu melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya.

Inti dari teori belajar kokonstruktivistik ini adalah penggunaan alat berfikir
seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya.
Lingkungan sosial budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan
yang dimiliki oleh setiap individu.
2. Penerapan Teori Belajar Kontuktivistik dalam Pembelajaran
Matematika

Manifestasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika


menurut Bruning ada beberapa cara antara lain adalah:

1) Memilih materi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat memanipulasi


atau berinteraksi dengan lingkungannya

2) Memilih aktivitas yang mendorong siswa melakukan pengamatan,


mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan berpartisipasi

3) Pembelajaran menggunakan cooperative learning dan diskusi terbimbing

4) Integrasi kurikulum misal menggunakan projek tematik yang menggabungkan


matematika, sain, membaca dan menulis.

Hal tersebut senada dengan Suparno yang menyatakan bahwa pembelajaran


berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan memperhatikan konsepsi
dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru dalam pembelajaran berperan
sebagai moderator dan fasilitator. Tugas guru dalam pembelajaran adalah :

1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung


jawab dalam membuat rancangan dan proses penyelidikan

2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang


keingintahuan siswa, membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-
gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana
yang merangsang siswa berpikir produktif.

3) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan


atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan
siswa berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Dalam pembelajaran konstruktivis, tipe konstruktivisme menentukan metode
pembelajaran yang digunakan. Pressley, Harris, & Marks; Pressley & Wharton-Mc
Donald menggolongkan konstruktivisme dalam tiga tipe yaitu konstruktivisme
exsogenous, konstruktivisme endogenous dan konstruktivisme dialektik. Ketiga tipe
melibatkan konstruksi pengetahuan, tetapi mencerminkan perbedaan dalam
bagaimana konstruksi pengetahuan terjadi.

D. TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM


KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK

1. Proses pembelajaranya menempatkan siswa bukan sebagai objek tetapi


sebagai subjek yang menemukan pemahamanya melalui pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.

2. Menunjukkan keterkaitan matematika dengan realitas kehidupan, akan


menjadikan pelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa.

3. Siswa tidak hanya menghafal rumus dan konsep tetapi dapat menerapkan
konsep yang dipelajarinya untuk memecahkan persoalan riil yang dihadapi
dalam keseharian.

4. Penerapan pembelajaran matematika humanistik diawali dengan penyajian


masalah kontekstual, siswa menemukan solusi dari masalah kontekstual
tersebut dengan cara mereka sendiri melalui interaksi di kelas, sehingga
pemahaman matematika dibangun sendiri oleh siswa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori-teori belajar dari
pembelajaran matematika yaitu terdiri dari Teori belajar Behavioristik,
Kognitif,Konstruktivisme dan Humanistik. Penguasaan teori belajar merupakan salah
satu faktor pendukung keberhasilan pengajaran matematika. Oleh karena itu, seorang
guru maupun calon guru perlu memperoleh wawasan tentang teori belajar dan dapat
menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Jadi pada
prinsipnya teori belajar itu berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan
terjadi pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap perkembangan
mental) tertentu. Maksudnya kesiapan anak untuk bisa dapat belajar.

Perjalanan pembelajaran matematika Indonesia tidak terlepas dari teori-teori belajar


yang telah bervariasi di buat oleh ahli-ahli belajar.Bagaimana mereka menciptakan
pembelajaran yang efektif demi tercapainya prestasi yang baik.Semakin banyaknya
teori belajar ternyata banyak persamaan yang intinnya adalah menciptakan
pembelajaran yang efektif dikelas.

B. Saran

Hendaknya seorang guru maupun calon guru perlu memperoleh wawasan tentang
teori belajar dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam
kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Heri Rahyubi. 2012. Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Jawa
Barat
Baharudin & Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media
Dakir, Prof.Drs. Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Uno, Hamzah. Orientasi baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi
aksara, 2006.

Anda mungkin juga menyukai