Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kedokteran Islam di semester satu
OLEH :
MAULIDATUL JINANI FIRDAUSYAH (6130020049)
HAYYUNAH ROHMATUL AHADIAH (6130020050)
NUR INTANIA PUTERI KUSNANDAR (6130020051)
ISNA MEIRILLA ZAHARA AL MAKKA (6130020052)
HALIMATUS SAKDYAH (6130020053)
HARJUNO WICAKSONO (6130020054)
DIMAS ARENDRA AIDILFI AKBAR (6130020055)
LINDA RAMADHANTY PRAMESTA (6130020056)
Dosen Pembimbing
dr. Nur Azizah A. S., Sp.Kj
1
menghapuskan segala dosanya dengan musibah yang menimpahnya ” (HR. Bukhari
dan Muslim). Munurut Zuhroni secara normatif, memudahkan proses kematian
secara aktif (euthanasia aktif) tidak dibenarkan oleh syariat. Hal ini dikarenakan
dokter melakukan tindakan aktif dengan tujuan membunuh pasien dan
mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara over dosis. Perbuatan
sejenis tersebut tetap dikategorikan sebagai pembunuhan. Walaupun didorong
faktor rasa kasihan pasien dan meringankan penyakit yang diderita atau rasa
sakitnya. Masalah kematian setiap manusia itu sudah ditentukan batasannya oleh
Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah SWT Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat
24 Artinya : “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat
(pula) memajukannya” (QS: Al-A‟raf 34). Dapat dipahami dari ayat tersebut bahwa
urusan mati sepenuhnya merupakan hak Allah SWT. Sehingga kalau sampai terjadi
seseorang yang mengusahakan kematian untuk orang lain, ini bisa dikategorikan
sebagai pembunuhan, bila yang terjadi adalah seseorang berusaha untuk dirinya
sendiri untuk mendapatkan kematian dengan meminta bantuan tenaga medis, maka
perbuatan demikian bisa dikategorikan sebagai bunuh diri dengan meminjam
tangan orang lain.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Artinya : “dan barang siapa yang membunuh sesorang mu’min dengan sengaja,
3
maka balasannya ialah jahnnam , kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya
dan mengutukkannya serta menyediakan azab yang besar baginya”.
(QS : An – Nisa’93 ).
Sebagian besar masyarakat Indonesia berpendapat bahwa lahir dan mati
adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT, tidak ada yang bisa
menghindari dan menentukan dalam hal kemaatian dan kelahiran. Kelahiran dan
kematian dapat terjadi baik dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Pada dasarnya
memang kelahiran membawa kebahagian sedangkan kematian membawa
kesedihan. Kematian secara alamiah itu hal yang wajar, karena pada saatnya
manusia pasti akan mati, secara tidak alamiah merupakan mati yang tidak
diharapkan.
Meninggal secara tidak alamiah merupakan pengakhiran hidup berupa
dengan cara bunuh diri atau minta dibunuh ( diakhiri hidupnya “ euthanasia “ ) ada
hubungannya dengan hak untuk mati dari seseorang. Jika tidak ada hak untuk mati,
seseorang melakukan bunuh diri atau euthanasia, maka terjadi perbuatan melanggar
hokum dan perbuatan itu dapat dikenakan sanksi hukum. Masalah “hak untuk mati“
ini berhubungan erat dengan definisi dari pada kematian. Hal ini timbul karena
adanya hubungan dengan kenyataan bahwa profesi medisi sekarang sudah mampu
menciptakan alat alat maupun mengambil tindakan–tindakan yang dapat
memungkinkan seseorang akan mengalami kerusakan otak, tetapi jantungnya tetap
hidup dan berdetak dengan bantuan sebuah “respirator”.
Definisi kematian diterima sebagai akibat daripada perkembangan ilmu
kedokteran , berhubungan dengan “ organtransplants”, pencabutan alat–alat untuk
menompang kehidupan seseorang dan menghentikan segala tindakan untuk
menghidupkan kembali sesorang. Bentuk pembunuhan diatur dalam pasal 334
KUHP, bahwa “barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan
oaring itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguha hati, akan dipidana
paling lama 12 tahun“.
Secara hukum islam diamalkankan untuk menciptakan keselataman dan
kehidupan manusia, sehingga aturan yang diberikan secara merinci, dan khusus
yang berkaitan dengan hukum pidana, Islam ditetapkan aturan yang ketat yaitu
Qisas (pembunuhan) had dan diyat. Islam tidak membenarkan seseorang yang sakit
4
berkeinginan untuk mempercepat kematiannya, baik dengan bunuh diri maupun
dengan minta dibunuh. Dibandingkan dengan alasan–alasan yang mendorong
terjadinya euthanasia pada masa lalu , maka tidak ada satupun yang berkaitan
dengan alasan tersebut. Maka perlu diperjelas secara terinci karena masalah
euthanasia ini termasuk dalam masalah yang kompleks, baik dari segi sebabnya dan
palaku dalam kejadian euthanasia. Karena euthanasia adalah jenis pembunuhan
maka perlu dijelaskan sanksi–sanksinya. Dalam pembunuhan ada beberapa sanksi-
sanksi, yaitu : hukuman pokok, hukum pengganti, dan hukuman tambahan.
Dokter sebagai seorang anggota masyarakat, pengabdi di masyarakat, penuh
aktif, berinteraksi, dan memlihara masyarakat. Tugas dokter tidak hanya
melakukan pengobatan kepada masyarakat tetapi juga sebagai seorang manusia
yang juga dituntut untuk tolong menolong dalam hal kebaikan apapun bentuknya.
Dalam masalah euthanasia m jika melihat fungsi dokter adalah sebagai penolong
mengobati, menolong, dan membantu pasien dari penyakitnya agar lebih baik dan
sembuh. Sebagai dokter muslim yang bertaqwa sebagai dokter tidak baik untuk
melakukan euthansia karena secara batin apakah dokter tega melakukan euthansia
kepada pasiennya. Pastinya seorang dokter muslin mempunyai batin dan juga
menghadapi konsekuensi hukum yang berlaku.
5
BAB III
DISKUSI
6
kematiannya melalui pemberian obat secara over dosis perbuatan sejenis tersebut
tetap dikategorikan sebagai pembunuhan walaupun didorong faktor rasa kasihan
pasien dan meringankan penyakit yang diderita atau rasa sakitnya. Masalah
kematian setiap manusia itu sudah ditentukan batasannya oleh Allah SWT, maka
apa bila telah datang kematiannya tidak seorangpun yang dapat mengundurkan atau
memajukan walau sesaatpun. Sebagai mana firman Allah :
Artinya: “tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apa bila telah
datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak
dapat (pula) memajukannya” (QS: Al-A‟raf 34).
Menurut Halimi (1990), dapat dipahami dari ayat tersebut bahwa urusan
mati sepenuhnya merupakan hak Alla SWT. Sehingga kalau sampai terjadi
seseorang lain yang mengusahakan kematian untuk orang lain, ini bisa
dikategorikan sebagai pembunuhan, bila ada terjadi seseorang berusaha untuk
dirinya sendiri untuk mendapatkan kematian, maka perbuatan demikian bisa
dikategorikan sebagai bunuh diri dengan meminjam tangan orang lain. Akibat dari
pesatnya perkembangan teknologi kedokteran modern akan dapat memberikan
fasilitas dan pelayanan yang lebih baik bagi usaha perpanjangan umur pasien yang
menderita sakit parah. Ini mengandung arti bahwa dokter atau tim medis telah dapat
menunda beberapa saat kematiannya. Kemudian apakah dokter dalam memberikan
tindakan medis (misal; memasang infuse, respirator, EEG, dan lain-lain), itu tidak
berarti mengahalangi hak Allah sebagai penentu kematian manusia.
Dalam konteks tersebut, tindakan dokter tidak berarti melangkahi hak Allah
atau takdirnya, sebab tindakan medis tersebut manifestasi dari ikhtiar untuk
menolong pasien. Memang seharusnya begitu, seorang dokter berkewajiban untuk
mengobati, meringankan penderitaan pasien dengan segala kemampuannya, baik
dengan obat-obatan atau memberikan nasehat. Betapapun sudah diduga umur
sipasien tidal lama lagi.
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan. Bahwa masalah
menjaga kesehatandalam Islam sangat diperhatikan. Oleh setiap orang diharuskan
untuk menjalani segala perbuatan yang dapat membahayakan dirinya atau orang
lain. Dalam hubungan ini euthanasia, khususnya euthanasia aktif dapat
dikategorikan kehidupan manusia, dan karena oleh itu pula hal tersebut merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT. Hukumnya tetap haram
walaupun atas permintaan sendiri atau keluarga sebagaimana ayat-ayat Al-Quran
yang mengharamkan pembunuhan baik pembunuhan jiwa orang lain atau diri
sendiri. Masalah kematian setiap manusia itu sudah ditentukan batasannya oleh
Allah SWT, maka apabila telah datang kematiannya tidak seorangpun yang dapat
mengundurkan atau memajukan walau sewaktu-waktu. Sehingga kalau sampai
terjadi seseorang lain yang mengusahakan kematian untuk orang lain, ini bisa
dikategorikan sebagai pembunuhan, Bila ada orang yang berusaha untuk dirinya
sendiri untuk mendapatkan kematian, maka perbuatan demikian bisa dikategorikan
sebagai bunuh diri dengan meminjam tangan orang lain.
B. Saran
Untuk dapat menghadapi beberapa masalah yang berkaitan dengan adanya
euthanasia ini, perlu kiranya dikemukakan saran-saran berikut:
1. Mempertimbangkan kemampuan pelayanan medis yang terbaik
dirasa tidak memungkinkan, atau karena biaya yang terlalu mahal
sehingga keluarga pasien tidak mampu, atau dikarenakan rumah
sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap jaraknya jauh, maka
dapat dilakukan dengan cara menghentikan perawatan atau
pengobatan dalam artian pasien dibawah pulang kerumah atau juga
dengan cara membiarkan pasien dalam keadaan seadanya, tanpa ada
maksud melalaikan, atau mengharapkan kematian.
8
2. Diharapkan para dokter untuk tetap berpegang teguh pada sumpah
jabatan dan kode etik kedokteran. Sehingga praktek euthanasia
dapat dihindari.
9
DAFTAR PUSTAKA