Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN REFERAT

April 2019

ASTIGMATISMA

OLEH :
M. FAHMI IBNU TSAQIF
G1A218042

Pembimbing:
dr. H. Djarizal, Sp.M, M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Referat

ASTIGMATISMA

OLEH :
M. FAHMI IBNU TSAQIF
G1A218042

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

Jambi, April 2019


Pembimbing

dr. H. Djarizal, Sp.M, M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Astigmatisma” untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi

Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. H. Djarizal,
Sp.M,M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam mengerjakan referat ini
sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.

Dengan refrat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan orang
banyak yang membacanya terutama mengenai astigmatisma. Saya menyadari bahwa laporan
referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan yang akan datang.

Jambi, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................................2
2.2 Etiologi............................................................................................................3
2.3 Klasifikasi........................................................................................................4
2.3.1 Astigmatisma Regular...........................................................................4
2.3.2 Astigmatisma Irregular..........................................................................9
2.4 Manifestasi klinis dan Diagnosis.....................................................................9
2.5 Tatalaksana....................................................................................................14
2.6 Prognosis.......................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Astigmatisme merupakan kelainan refraksi mata, di mana terdapat variasi derajat refraksi
pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar yang sejajar pada mata itu tidak difokuskan
pada satu titik. Pembiasan sinar pada mata astigmat tidak sama pada semua bidang atau
meridian.1
Kisaran 95% individu memilki astigmatisme. 15% dengan astigmatisme diatas 1 D,
sedangkan 2% dengan astigmatisme berat diatas 3 D. Berdasarkan penelitian di Amerika pada
Archives of Ophthalmology, terdapat 3 dari 10 anak pada usia antara 5 sampai 17 tahun yang
mengalami astigmat. Prevalensi astigmatisme pada usia kurang dari 30 tahun lebih banyak dari
yang berusia di atas 30 tahun, dan kejadian ini ditemukan lebih banyak di Asia di banding etnis
Kaukasia.2
Secara garis besar terdapat astigmatisme regular dan irreguler. Astigmatisme regular
terbagi menjadi astigmatisme miopikus simpleks, astigmatisme miopikus kompositus,
astigmatisme hipermetropikus simpleks, astigmatisme hipermetropikus kompositus, dan
astigmatisme mikstus yang masing-masing dapat with the rule dan against the rule, berdasarkan
daya bias terkuatnya. Kelainan ini biasanya akibat anomali pada kornea atau lensa.3
Koreksi biasanya tetap diawali dengan pemeriksaan visus. Selain itu dilakukan tes
fogging dengan kipas untuk mendeteksi astigmatisme atau dengan keratometri untuk menentukan
kelengkungan kornea bila letak kelainan terdapat pada kornea. Pemeriksaan dapat pula dengan
oftalmoskop atau retinoskop. Astigmatisme biasanya terjadi bersamaan dengan myopia atau
hipermetropia sehingga koreksi refraksi dikombinasi antara lensa sferis dengan silindris.4
Umumnya setiap orang memiliki astigmatisme ringan, sehingga perlunya pengetahuan
mengenai astigmatisme menjadi penting, agar dapat mengkoreksi kelainan refraksi dengan tepat
dan menghasilkan tajam penglihatan normal. Diharapkan telaah ilmiah kali ini dapat menambah
pengetahuan yang ada sehingga membantu dalam mengenali gejala astigmatisme, pemeriksaan
serta penatalaksanaannya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Astigmatisma adalah keadaan optic mata, dimana sinar-sinar sejajar tidak dibiaskan pada
satu titik focus tunggal. Hal ini disebabkan karena kelengkungan (kurvatura) dan kekuatan
refraksi permukaan kornea dan atau lensa berbeda-beda diantara berbagai meridian, sehingga
terdapat lebih dari satu titik focus (Gambar 1) . Astigmatisma berbeda dari kelainan refraksi
sferik yang kurvatura dan kekuatan refraksinya seragam di setiap meridian; pada kelainan
refraksi sferik hanya terdapat satu titik focus.3

Gambar 1. Perbandingan mata normal dengan astigmatisma. Garis atau bidang hijau dan ungu adalah gambaran

dua bidang meridian utama. Pada kelainan sferis, semua bidang meridian mempunyai kekuatan refraksi seragam;
pada astigmatisma terdapat kekuatan yang berbeda-beda dari paling lemah sampai paling kuat, sehingga terdapat

lebih dari 1 titik focus.

2
2.2 Etiologi

Etiologi astigmatisma secara spesifik belum diketahui . Astigmatisma dapat bersifat herediter
dan ada sejak lahir, dan dapat berubah seiring dengan pertumbuhan usia anak – berkurang atau
bertambah. Pada anak-anak, astigmat berubah dengan cepat dan bila terdapat pada usia 6 bulan
akan hilang sama sekali. Pada usia pertengahan kornea menjadi sferis kembali sehingga
terbentuk astigmat.

Pada umumnya penyebab astigmatisma berasal dari kornea dan lensa.


a. Kornea
Kelainan di kornea berupa perubahan kelengkungan dengan atau tanpa pemendekan
atau pemanjangan diameter anterior-posterior bola mata. Merupakan kelainan kongenital
atau akuisita, akibat kecelakaan, peradangan kornea atau operasi yang meghasilkan
jaringan parut pada kornea. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata, dapat
mengakibatkan perubahan permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan
pengendoran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmat akibat adanya perubahan
kelengkungan kornea.5 Selain itu, astigmatisma juga dapat terjadi setelah trauma kornea
atau karena terbentuknya jaringan parut di kornea setelah keratitis . Keratoconus, suatu
penyakit degenerasi kolagen kornea dimana kornea semakin menipis secara progresif dan
terbentuk konus, juga dapat menyebabkan terjadinya astigmatisma tinggi dengan akibat
terjadinya penurunan tajam penglihatan berat serta tidak dapat dikoreksi dengan kaca
mata.

Adanya astigmatisme di kornea dapat diperiksa dengan tes placido, terlihat


gambaran di kornea tidak teratur. Kelainan kornea merupakan penyebab utama (90%)
dari astigmatisme.

b. Lensa
Kelainan di lensa berupa kekeruhan lensa, biasanya katarak insipient atau imatur.
Kelainan visus tidak dapat diatasi dengan lensa karena menunggu saatnya tiba untuk
operasi lensa. Kelainan lensa terjadi pada 10% penderita astigmatisme.3,5,6

3
2.3 Klasifikasi

2.3.1 Astigmatisma regular

Apabila meridian utama system optic mata mempunyai orientasi yang konstan sepanjang
pupil dan perbedaan kekuatan refraksinya konstan disetiap titiknya, astigmatisma disebut
astigmatisma regular. Pada astigmatisma regular, mata mempunyai dua meridian utama yang
terletak saling tegak lurus, dan meridian-meridian utama ini adalah meridian yang mempunyai
kekuatan pembiasan terkuat dan terlemah . Dengan demikian, pada mata dengan astigmatisma

regular, seberkas cahata akan difokuskan pada 2 garis focus (focal line) (Gambar 2).

Gambar 2. Pembiasan pada optic dengan astigmatisma regular . Adanya dua titik focus menyebabkan terbentuknya

interval sturm atau coronoid sturm. Circle of least confusion adalah titik dimana kehilangan bentuk kejelasan objek

paling minimal.

Jenis astigmatisme regular, di mana meridian mata mempunyai titik fokus tersendiri yang
letaknya teratur. Meskipun setiap meridian memiiki daya bias tersendiri, tetapi perbedaan itu
teratur, dari meridian dengan daya bias yang terlemah kemudian membesar sampai meridian

4
dengan daya bias terkuat. Bentuk lensa seperti bola rugby. Meridian dengan daya bias terlemah
(minimal) tegak lurus terhadap meridian dengan daya bias terkuat (maksimal) sehingga terdapat
meridian vertikal dan horizontal. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meridian 90°,
maka daya bias terlemahnya berada pada meridian 180°. Jika daya bias terkuat berada pada
meridian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meridian 135°. Astigmatisme jenis ini, jika
mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, dapat menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai adanya kelainan penglihatan lain.

Berdasarkan orientasi meridian utamanya astigmatisma regular diklasifikasikan menjadi:

1. Astigmatisma with-the-rule (direct), adalah astigmatisma yang kekuatan pembiasan


terbesarnya terdapat pada meridian vertical (merdian paling steep/tajam). Astigmatisma

ini dikoreksi dengan lensa silinder negative pada axis sekitar 180ᵒ. Astigmatisma jenis ini

banyak dijumpai pada anak-anak. Keadaan ini sering didapatkan pada anak atau orang
muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea
2. Astigmatisma against-the-rule (inverse), adalah astigmatisma yang kekuatan pembiasan
terbesarnya terletak pada meridian horizontal, dengan koreksi lensa silinder negative
pada axis sekitar 90o. astigmatisma ini sering pada usia lanjut.
3. Astigmatisma oblik, adalah astigmatisma yang kekuatan pembiasan terbesarnya terletak
pada meridian disekitar 45o dan 135o. Merupakan jenis astigmatisme dengan meredian
utama kedua bola matanya cenderung searah dan sama – sama memiliki deviasi lebih dari
20° terhadap meredian horizontal atau vertikal (bersifat simetris). Misalnya, kanan C
-0,50 × 55° dan kiri C -0,75 × 55°; OD sumbu atau axis = 60 0, OS sumbu atau axis =
1200. Keluhan biasanya sakit kepala akibat efek pseudostereopsis dan perubahan bentuk
bayangan benda. Keluhan ini akan hilang dengan lensa kontak

Astigmatisma reguler diklasifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relative garis fokusnya.
Berdasarkan letak garis focus terhadap retina, astigmatisma regular diklasifikasikan menjadi lima
tipe, yaitu (Gambar 8)

5
1. Astigmatisma miop simpleks (simple myopic astigmatism): astigmatisma dengan satu
garis focus pada retina, sedangkan garis focus lain terletak di depan retina.
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina. Contoh koreksi dengan lensa C-2.00 × 900.

Gambar 3. Pembiasan sinar pada astigmatisme miopikus simpleks

2. Astigmatisma miop kompositus (compound myopic astigmatism): apabila kedua garis


focus berada di depan retina.
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Contoh koreksi dengan lensa S-1.50 C-1.00 × 600.

Gambar 4. Pembiasan sinar pada astigmatisme miopikus kompositus

6
3. Astigmatisma hipermetrop simpleks (simple hypermetropic/hyperopic astigmatism):
astigmatisma dengan satu garis focus pada retina, sedangkan garis focus lain terletak
dibelakang retina
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa C+2.00 × 450.

Gambar 5. Pembiasan sinar pada astigmatisme hipermetropikus simpleks

4. Astigmatisma hipermetrop kompositus (compound hypermetropic/hyperopic


astigmatism): adalah astigmatisma dimana kedua garis focus terletak di belakang retina
Pada astigmatisme ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A di antara titik
B dan retina. Contoh koreksi dengan lensa S+3.00 C+2.00 × 300.

Gambar 6. Pembiasan sinar pada astigmatisme hipermetropikus kompositus

5. Astigmatisma mikstus (mixed astigmatism): astigmatisma dengan satu garis focus di


depan retina, dan garis focus lain berada dibelakang retina.

7
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa S+2.00 C-5.00 × 1800.

Gambar 7. Pembiasan sinar pada astigmatisme mikstus

Gambar 8. Klasifikasi astigmatisma berdasarkan letak relative garis focus terhadap retina .

Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.3-6

8
2.3.2 Astigmatisma Irregular

Pada astigmatisma irregular, orientasi meridian-meridian utama serta besar astigmatisma


berubah-ubah disepanjang bukaan pupil. Astigmatisme ini tidak mempunyai 2 meridian yang
saling tegak lurus. Perbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tapi juga terdapat
bagian berbeda pada meridian yang sama, sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisme ireguler terjadi akibat ketidakteraturan kontur permukaan kornea atau
lensa, seperti pada infeksi kornea, trauma, keratektasia, distrofi, kelainan pembiasan atau adanya
kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bola mata atau pun lensa mata, misalnya pada katarak
stadium awal. Pada astigmatisme ireguler, pemeriksaan plasidoskopi terdapat gambaran yang
ireguler.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dapat seperti pada astigmatisme yang lainnya. Namun
untuk mendapatkan perhitungan yang tepat secara klinis, dapat menggunakan corneal
topographer dan wavefront aberrometer. Bila memiliki keireguleran yang sangat tinggi, maka
bentuk lensa tidak lagi seperti bola rugby, dapat berbentuk aspherical, coma, atau trefoil.
Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak
lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak memberikan hasil akhir berupa tajam penglihatan
normal. Jika astigmatisme irregular hanya disebabkan ketidakteraturan kontur permukaan
kornea, koreksi optimal masih dapat dilakukan, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard
contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomi). Lensa kontak keras digunakan
bila epitel tidak rapuh atau dengan lensa kontak lunak bila disebabkan infeksi, trauma dan
distrofi untuk memberikan efek permukaan yang regular.3-6

2.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan sinar
pada satu titik. Pada astigmat, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik atau dibiaskan
tidak sama pada semua arah sehingga tidak didapatkan titik fokus pembiasan di retina. Sebagian
sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang
retina sehingga penglihatan akan terganggu.

9
Walaupun astigmatisme ringan terkadang bersifat asimtomatik, sebagian besar
astigmatisme memberikan keluhan:
Melihat jauh kabur, sedangkan melihat dekat lebih baik
Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
Melihat benda bulat menjadi lonjong
Penglihatan kabur untuk penglihatan jauh ataupun dekat
Bentuk benda yang dilihat berubah
Berusaha mengecilkan celah kelopak
Sakit kepala
Mata tegang, pegal dan Lelah
Pada astigmat tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan amblyopia

Astigmatisma dapat ditegakkan melalui pemeriksaan refrasi subjektif menggunakan juring


astigmat (astigmatism dial technique) atau menggunakan alat Jackson-cross cylinder.
Pengukuran kelengkungan kornea menggunakan keratometer dilakukan untuk mengkonfirmasi
dan mengkuantifikasi perbedaan kelengkungan kornea pada meridian-meridian utamanya.
Pemetaan topografi kornea menggunakan alat topografi terkomputerisasi juga akan memberikan
gambaran permukaan kornea secara menyeluruh. Peralatan sederhana berupa cakram Placido
dapat digunakan untuk memeriksa permukaan kornea dan memperkirakan kelengkungan
kornea.3-6

10
A B

C D

Gambar 4. (A) Cakram placido. (B) Meridian vertical lebih datar yang terlihat dari membesarnya jarak antar garis

lingkaran. (C) Pantulan bayangan cakram placido pada permukaan kornea – tampak bentuk cincin-cincin yang

irregular. (D) Steepening di inferior yang terlihat dari garis-garis yang lebih rapat .

Astigmatisme juga dapat ditegakkan dengan langkah-langkah pemeriksaan, antara lain:


- Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen Chart, Logmar,
E Chart, atau Symbol.
- Periksa kelainan refraksi myopia atau hipermetropia yang dimulai dengan lensa S – atau
S+ sampai visus tercapai sebaik-baiknya.
- Tentukan tajam penglihatan. Bila tidak ada kemajuan visus pada pemberian lensa sferis,
baru diberikan lensa fogging untuk menghilangkan akomodasi. Kemudian dengan
pemberian lensa C – untuk menentukan fokus di dekat retina. Terakhir baru diberikan lensa
S -, bila visusnya belum dapat dikoreksi sempurna.
Teknik fogging yaitu dengan meminta penderita melihat gambaran kipas dan ditanya
manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis ini sesuai dengan meridian yang paling
ametrop, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis tegak lurus pada derajat
bidang meridian tersebut.
- Pengukuran kelengkungan setiap meridian kornea dilakukan dengan keratometri. Teknik
ini biasanya dilakukan pada pemasangan lensa kontak, pengukuran lensa tanam dan
tindakan bedah refraktif. Pada keratometri terdapat bentuk:

11
 With the rule, meridian kornea vertikal lebih lengkung, sedang meridian horizontal lebih
datar.
 Against the rule, meridian horizontal lebih lengkung.
Dilakukan dengan mengingat Hukum Javal dalam melakukan koreksi astigmat, yaitu
dengan cara:
Berikan kaca mata koreksi pada silinder astigmatisme with the rule dengan silinder
minus sumbu 180 derajat, hasil keratometri yang ditemukan, dikurangi dengan 0,5 D.
Berikan hasil kaca mata koreksi pada astigmatisme against the rule dengan silinder
minus sumbu 90 derajat. Hasil yang ditemukan dengan keratometri ditambah dengan
0,5 D.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, antara lain:


a. Pemeriksaan silinder silang
Lensa silinder silang dibentuk oleh dua lensa silinder yang sama, tapi dengan kekuatan
berlawanan dan diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinder silang Jackson) sehingga e
kivalen sferisnya menjadi nol. Biasanya lensa silindris silang terdiri atas 2 lensa silinder yang
menjadi satu. Dapat terdiri atas silinder – 0.25 (- 0.50) dan silinder + 0.25 (+ 0.50) yang
sumbunya saling tegak lurus. Lensa ini dipergunakan untuk:
- melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien. Pada mata ini
dipasang silinder silang yang sumbunya sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa
silinder silang diputar 900, ditanyakan apakah penglihatan membaik atau mengurang. Bila
membaik berarti pada kedudukan kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan
penglihatan. Bila silinder itu dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi
pasien diperlukan pemasangan tambahan lensa silinder positif. Keadaan ini dapat
sebaliknya.
- Untuk melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan sudah sesuai.
Pada keadaan ini dipasang lensa silinder silang dengan sumbu 450 terhadap sumbu silinder
koreksi yang telah dipasang. Kemudian lensa silinder silang ini sumbunya diputar cepat
900.
Bila pasien tidak melihat perbedaan perubahan tajam penglihatan pada kedua kedudukan
ini berarti sumbu lensa koreksi yang dipakai sudah sesuai. Bila pada satu kedudukan lensa
silinder silang ini terlihat lebih jelas maka silinder positif dari lensa koreksi diputar mendekati

12
sumbu lensa silinder positif lensa silinder silang (dan sebaliknya). Kemudian dilakukan sampai
tercapai titik netral atau tidak terdapat perbedaan.

b. Oftalmoskopi
Pada astigmatisme yang ringan, tak menimbulkan perubahan pada gambaran fundus.
Pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan aksis yang panjang sesuai dengan aksis
dari lensa silinder yang mengoreksinya.

c. Retinoskopi
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Sebagian besar retinoskopi
menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland dan sisanya oleh
Welch-alynn. Retinoskopi dapat menentukan secara objektif kelainan refraksi sferosilindris,
seperti astigmatisme regular atau ireguler, serta menentukan kepadatan dan keiregulerannya.
Retinoskopi sebaiknya dilakukan pada keadaan mata relaksasi. Pasien melihat ke suatu
benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi. Dengan alat
ini mata disinari dan penilaian dilakukan terhadap refleks retinoskopi, antara lain kecepatan,
kecerahan, dan luasnya. Kelainan refraksi yang tinggi memilki refleks yang lambat, lebih buram,
dan lebih sempit, begitu pula sebaliknya. Refleks pada kelainan refraksi diimbangi dengan lensa
koreksi, yang dapat langsung menentukan kelainan refraksi pasien.
Pada astigmatisme, ketika retinoskop digerakkan maju mundur, kita hanya dapat
menentukan kekuatan pada satu aksis. Jika digerakkan kiri ke kanan (dengan oreintasi streak
900), maka kita dapat menentukan kekuatan optik pada 1800, yang disediakan oleh lensa silinder
aksis 900. Oleh karena itu, aksis yang paling nyaman yang digunakan pada retinoskopi streak,
sejajar dengan aksis yang digunakan pada lensa koreksi. Pada astigmatisme with the rule,
dinetralisir dua refleks, satu dari masing-masing meridian.
Untuk menentukan kekuatan aksis yamg dinilai antara lain:
 Keretakan
Hal ini terlihat bila retinoskop streak tidak sejajar dengan salah satu meridian. Orientasi
dari streak reflek pada pupil tidak sama dengan yang diproyeksikan, garisnya terputus
atau retak. Keretakan ini tak terlihat (garisnya tampak menyambung) ketika streak
dirotasikan ke aksis yang benar dan lensa silinder koreksi telah diletakkan pada aksis
tersebut.

13
 Lebar
Terlihat lebarnya bervariasi bila streak digerakkan disekitar koreksi aksis dan sempit
ketika streak sejajar dengan aksis koreksi.
 Intensitas
Intensitas garis menjadi lebih terang bila streak berada pada aksis yang benar.
 Kemiringan
Kemiringan (gerakan oblik reflek streak) dapat digunakan untuk menentukan aksis pada
silinder yang kecil.

Singkatnya, dengan retinoskopi didapatkan refleks yang bergerak kearah yang sama
dengan retinoskopi di kedua meridian. Tetapi pada meridian yang satu, bayangannya lebih terang
dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan adanya astigmatisme.3-6

Gambar Astigmatisme dengan retinoskop

2.5 Tatalaksana

Astigmatisma dapat dikoreksi dengan menggunakan:

1. Kaca Mata
Kaca mata merupakan pilihan pertama untuk koreksi astigmatisma . Lensa silinder

mempunyai tambahan kekuatan pembiasan pada meridian tertentu . Koreksi astigmatisma


menggunakan lensa silinder dapat digabungkan dengan kelainan refraksi yang lain, baik
myopia, hypermetropia, dan presbyopia. Untuk mengurangi distorsi bayangan yang
terjadi, lensa silinder yang biasa digunakan untuk koreksi astigmatisma adalah lensa
silinder negative.

14
2. Lensa Kontak
Pada kasus astigmatism tinggi atau astigmatisma irregular, lensa kontak dapat
memberikan koreksi penglihatan yang lebih baik dibandingkan kaca mata . Lensa kontak

juga memberikan penglihatan yang lebih tajam dan lapang pandangan yang lebih luas.

3. Tindakan bedah

Astigmatic (incisional) keratotomy telah digunakan untuk individu dengan astigmatisme


berat atau tidak bisa mentoleransi kaca mata atau lensa kontak. Astigmatic atau
keratotomy radial (RK) yaitu membuat insisi kecil yang menyilang aksis terbesar pada
lengkung kornea untuk mendatarkan bentuknya. Tetapi tindakan ini menimbulkan
komplikasi myopia yang progresif.
Teknik pembedahan merupakan terapi yang banyak dipilih saat ini. Terdiri dari
pemotongan tipis dan membentuk flap pada kornea, mengangkat flap dan membentuk
ulang bagian bawah kornea dengan laser (Laser Assisted In-Situ Keratomileus atau
LASIK). Flap dipindahkan untuk melindungi dan mempercepat penyembuhan mata.
Pilihan kedua yaitu fotorefraktif keratotomi (PRK) dengan prosedur flap yang sama. Pada
PRK, lapisan luar kornea dipotong atau dibuang dengan alkohol dalam persiapan untuk
membentuk ulang mata dengan laser.
Teknik pembedahan astigmatisme sering dikombinasikan dengan koreksi myopia atau
hipermetropia. Koreksi astigmatisme dapat ditingkatkan dengan mengembangkan
teknologi pengukuran kurvatura ireguler dengan tepat. 3-6

15
2.6. Prognosis
Individu dengan astigmatisme, keadaannya tidak akan berubah setelah usia 25 tahun.
Pada beberapa kasus yang berat, astigmatisme tidak dapat dikoreksi penuh.
Astigmatisme yang disebabkan oleh parut dan gangguan pada kornea tidak dapat dikoreksi
dengan kaca mata tapi dapat dengan lensa kontak keras atau pembedahan. Keratotomi
astigmatisme atau keratotomi insisi memberikan hasil yang bervariasi.
Teknik pembedahan seperti LASIK menurunkan tingkat kejadian astigmatisme. Pasien
yang diterapi dengan LASIK atau PRK memberikan hasil yang baik dengan sangat sedikit efek
samping. Beberapa hanya mengalami sensasi benda asing atau kekeringan pada mata, sedangkan
beberapa lainnya mengalami fotofobia, melihat halo, starburst, dan berkurangnya penglihatan
pada malam hari.
Komplikasi seperti parut pada kornea merupakan kejadian yang jarang tapi dapat
menyebabkan gangguan visus. Lebih dari satu aksis yang harus dikoreksi pada mata yang sama,
sulit bahkan tidak mungkin dilakukan koreksi penuh. Pemakaian lensa kontak dapat
meningkatkan aberasi kornea.3-6

16
BAB III
KESIMPULAN

Astigmatisme merupakan salah satu kelainan refraksi, di mana terdapat variasi derajat
refraksi pada bermacam-macam meridian sehingga sinar yang sejajar pada mata itu tidak
difokuskan pada satu titik. Kelainan ini terdapat pada hampir 95% individu di dunia walaupun
sebagian besar merupakan astigmatisme ringan yang dapat dikoreksi hingga menghasilkan
penglihatan yang normal.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan subjektif seperti tes kipas dan
lensa coba hingga pemeriksaan objektif seperti oftalmoskop, keratometri dan retinoskop yang
tidak membutuhkan keterlibatan aktif pasien dalam pemeriksaannya. Sehingga pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada pasien anak-anak atau pasien yang tidak dapat membaca.
Berbagai macam astigmatisme menyebabkan penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan
bervariasi pula, tergantung berat ringannya. Untuk kelainan astigmatisme sederhana dengan
kombinasi miopi atau hipermetropi dapat dikoreksi dengan kaca mata atau lensa kontak. Namun
pada astigmatisme berat atau ireguler, lebih baik ditatalaksana dengan astigmatic keratotomy,
pembedahan dengan LASIK atau PRK. Efek samping berupa sensasi benda asing hingga parut
kornea yang memberikan gangguan penglihatan. Koreksi pada astigmatisme berat, hanya dapat
memberikan penglihatan yang terbaik meskipun tidak sampai normal.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Susan Vitale, PhD, MHS; Leon Ellwein, PhD; Mary Frances Cotch, PhD; Frederick L.
Ferris III, MD; Robert Sperduto, MD. Prevalence of Refractive Error in the United
States, 1999-2004. Archives of Ophthalmology, 2008; 126 (8): 1111
DOI: 10.1001/archopht.126.8.1111
3. Rita S, Sitorus. 2018. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Bagian Perpustakaan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Vaughan D, 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika
5. American Optometric Association. Astigmatism. http://www.aoa.org/patients-and-

public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/astigmatism.
Diunduh 20 April 2019
6. American Academy of Ophthalmology Staff. Clinical Refraction. Dalam: Skuta GL,

Cantor LB, Weiss JS, editor. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011

18

Anda mungkin juga menyukai