Anda di halaman 1dari 6

Anatomi dan Fisiologi Pendengaran

1. Alat pendengaran manusia

Telinga merupakan organ pendengaran dan mempunyai peranan penting dalam proses mendengar dan
keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastin dan kulit. Pada liang telinga sepertiga bagian luar adalah rangka tulang rawan,
sedangkan duapertiga bagian dalam adalah terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3 cm. Membran
timpani mengalami vibrasi dan kemudian akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yaitu malleus,
incus dan stapes (Soepardi,dkk. 2007).

b. Telinga tengah

Terdiri dari membran timpani sampai tuba eustachius, yang terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu
malleus, incus dan stapes. Tulang telinga tengah saling berhubungan satu sama lain. Prosesus malleus
melekat pada membran timpani, malleus melekat pada inkus dan inkus melekat ada stapes dan stapes
melekat pada oval window. Saluran eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan
nasofaring, sehinggan berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi ruangan tersebut
(Soepardi,dkk. 2007).

c. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berbentuk spiral. Ukuran panjang koklea berkisar 3
cm, dan juga terdapat vestibular yang tediri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis
saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap pula. Skala
timpani dan vestibula berisi perilimfa, skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibule (Reissner’s membrane), sedangkan dasar skala adalah membrane basalis, dan pada
membrane tersebut terletak organ corti (Babba, 2007).1

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar, lalu menggetarkan
membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran tersebut. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga
dalam (koklea) dan diproyeksikan pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (Guyton,
2007).

2.3 . Suara

2Bunyi atau suara merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui medium (cair, padat,
udara) sebagai perantara sehingga dapat sampai ke telinga. Bunyi atau suara juga merupakan
rangsangan yang diterima oleh telinga akibat adanya getaran pada medium elastis, kuat atau lemahnya
suatu bunyi atau suara akan dipersepsikan berbeda pada masing-masing individu yang mendengarnya,
hal ini sangat tergantung pada kualitas (Nugroho, 2009).Ada dua hal yang mempengaruhi kualitas suara,
yaitu frekuensi dan intensitas suara.

1. Frekuensi, jumlah gelombang bunyi yang dapat diterima telinga manusia setiap detiknya, dengan
satuan bunyinya cycles per second (cls) atau Hertz (Hz). Frekuensi bunyi yang dapat diterima manusia
terbatas mulai dari 16 Hz-20.000 Hz. Tipe bunyi dapat dibedakan menjadi rentang frekuensi, yaitu :

a. Infra Sonik : Suara dengan gelombang 0-16 HzInfra Sonik adalah frekuensi yang tidak dapat didengar
oleh telinga manusia.

b. Sonik : Suara dengan gelombang 16-20.000 HzSonik adalah frekuensi yang dapat ditangkap oleh
telinga manusia.

c. Ultra Sonik : Suara dengan gelombang >20.000 Hz.Frekuensi 4000 Hz merupakan frekuensi yang paling
peka ditangkap oleh pendengaran kita, biasanya ketulian pemaparan bising atau adanya gangguan
pendengaran terjadi pada frekuensi ini. Biasanya pada frekuensi ini digunakan dalam bidang kedokteran,
seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi
mempunyai daya tembus terhadap jaringan (Listyaningrum, 2011).

2. Intensitas (arus per satuan luas), perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara
standar yang dapat didengar oleh manusia normal pada frekuensi 1000 Hz yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB).

2.4 Kebisingan

Menurut WHO, kebisingan umumnya didefinisikan sebagai bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.718/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan adalah
terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan,
sedangkan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.48 tahun 21996, definisi bising adalah
bunyi yang tidak dinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat atau waktu tertentu yang dapat
mengganggu kenyamanan lingkungan dan dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia. Dari definisi
kebisingan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan
yang dapat mengganggu fungsi pendengaran, mengganggu aktivitas sehari-hari terutama mengganggu
kesehatan.
2.5 Sumber suara

Di lingkungan kerja, jenis dan sumber suara yang ada sangat beragam, diantaranya adalah:

a. Suara mesin

Sumber kebisingan di perusahaan biasanya lebih banyak berasal dari mesin-mesin untuk produksi serta
alat lainnya yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Jenis mesin yang menghasilkan suara pun
berbagai macam jenisnya, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkannya berbagai macam. Di
tempat kerja, mesin pemotong kayu seperti sensor pada umumnya mempunyai frekuensi kebisingan
yang tinggi.

b. Benturan antara alat dan benda kerja

Pada perusahaan kayu yang contohnya memerlukan proses menggerinda dan umumnya pekerjaan yang
memerlukan penghalusan permukaan benda kerja, memalu (hammering), dan pemotongan merupakan
sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja yang dapat menimbulkan
kebisingan. 3

2.6 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh utama dan dampak yang paling menonjol bagi kesehatan oleh karena kebisingan adalah
indera pendengar yang dapat menyebabkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen
(Listyaningrum, 2011). Menurut Leksono (2009 dalam Poernomo, 1996), hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat paparan kebisingan adalah:

1. Intensitas bising, semakin tinggi intensitasnya makin besar pula risiko terjadinya penurunan
pendengaran.

2. Frekuensi bising, semakin tinggi frekuensinya makin besar pula terjadinya gangguan penurunan
pendengaran

3. Jenis kebisingan, kebisingan yang kontinyu lebih besar kontribusinya untuk terjadi gangguan
penurunan pendengaran dibandingkan kebisingan yang terputus-putus.

4. Durasi pajanan, makin lama paparan makin besar risiko terhadap terjadinya gangguan penurunan
pendengaran.

5. Masa kerja, makin lama masa kerjanya makin besar terjadinya gangguan penurunan pendengaran.3

6. Kerentanan individu, respon yang dimiliki tiap individu berbeda-beda sehingga tidak semua individu
yang terpapar kebisingan pada kondisi yang sama mengalami perubahan terhadap ambang
pendengarannya.
7. Umur, sensitivitas pendengaran menurun seiring bertambahnya umur.Telinga merupakan indera
pendengaran yang berhubungan erat dengan proses komunikasi antar individu dalam melakukan
aktivitas, jika terjadi gangguan pada telinga akan berdampak luas selain dari segi kesehatan, lama waktu
penyelesaian pekerjaan, dan penurunan produktivitas pekerja juga dapat terjadi. Gangguan yang timbul
pada telinga terjadi secara bertahap sebagai berikut (Babba, 2007) :

a. Stadium adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan suatu individu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sehingga
keadaan kebisingan yang terjadi pada stage ini dapat reversibel atau pulih kembali.

b. Stadium temporary threshold shift

Gangguan pendengaran yang dialami oleh individu yang sifatnya sementara. Kemampuan dengarnya
akan kembali sedikit demi sedikit. Waktu yang diperlukan biasanya beberapa menit sampai beberapa
hari (3-7 hari).

c. Stadium permanent threshold shiftPada stadium ini terjadinya peninggian ambang pendengaran yang
menetap. Individu yang sebelumnya mengalami temporary threshold, dan belum sembuh sempurna
kemudian kembali terpapar dalam waktu yang lama kemungkinan mengalami permanent threshold
shift.Permanent threshold shift sering disebut sebagai Noise Induced Hearing Loss (NIHL).Ambang
pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar oleh individu. Makin rendah level suara
terlemah yang dapat didengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik
pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat
sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat sementara apabila
telinga dengan segera dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan

2.7 Pengukuran Intensitas Kebisingan

Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan suara adalah Sound Level Meter(SLM).
Pengukuran menggunakan sound level meter diperlukan terutama dalam lingkunganindustri. Ada
beberapa faktor yang menjadi pengaruh dalam pengukuran menggunakan sound level meter ini, hal
tersebut membuat gelombang suara yang terukur bisa jadi tidak sama dengan nilai intensitas gelombang
suara sebenarnya. Faktor tesebut sebagai berikut :

1. Adanya angin yang bertiup dari berbagai arah menyebabkan tidak akuratnya nilai yang terukur oleh
sound level meter.

2. Pengaruh kecepatan angin membuat nilai intensitas suara yang terukur tidak sesuaidengan intensitas
suara dari sound level meter. Metode pengukuran kebisingan :Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
metode pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja dengan menggunakan alat Sound Level Meter
(SLM) yang mempunyai kelengkapan Leq A dengan rentang waktu tertentu pada pembobotan waktu S.
Tekanan bunyi menyentuhmembran mikropon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik
dilewatkan pada filter pembobotan (weighting network), sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan pada
layar hingga dapat terbaca tingkat intensitas bunyi yang terukur.Sound Level Meter tersebut sesuai
dengan yang ditetapkan SNI 05-2962-1992. Alat ukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja
sebelum digunakan, harus dikalibrasi sesuai dengan konfigurasi yang dimuat di dalam buku petunjuk
alat. Jika menggunakan Sound Level Meter digital tidak perlu dilakukan kalibrasi, seperti Lutron
L4001.Prosedur pengukuran menggunakan Sound Level Meter yaitu:

a. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan.

b. Periksa kondisi baterai, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik.

c. Pastikan skala pembobotan.

d. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang diukur (S
untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut).

e. Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja. Hindari
erjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.

f. Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikropon (mikropon
tegak lurus dengan sumber bunyi, 70-80 derajat dari sumber bunyi).5Pilih tingkat tekanan bunyi atau
tingkat tekanan bunyi sinambung (Leq). Sesuaikan dengan tujuan pengukuran untuk mendapatkan rata-
rata kebisingan yang terjadi di tempat tersebut. Range low 35-100 dB dan high 65-130

G. Lakukan pengukuran dimana tenaga kerja menghabiskan waktu kerjanya.Untuk mendapatkan nilai
rata-rata dilakukan penambahan dan pengurangan decibel.

2.8 Pengukuran Fungsi Pendengaran

Dalam pengukuran fungsi pendengaran, serta mengetahui jenis ketulian yang dialami dapat melakukan
pemeriksaan garpu tala dan mempergunakan audiometri. Secara fisiologi telinga manusia dapat
mendengar nada antara 20-18.000 Hz, dan untuk pendengaran sehari-hari paling efektif antara 500-
2000 Hz. Audiometri adalah alat yang digunakan untuk menentukan jenis dan derajat dari gangguan
pendengaran, dapat ditentukan jenis gangguan pendengaran tuli konduktif atau sensorineural.
Audiometri nada murni adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengukur sensitivitas
pendengaran menggunakan nada murni. Persyaratan dalam melakukan pemeriksaan menggunakan
audiometri adalah audiometri yang telah dikalibrasi sebelum penggunaanya, suasana ruangan sekitar
pemeriksa harus tenang, dan dilakukan oleh pemeriksa yang terlatih. Cara pemeriksaan Audiometri
adalah pertama headphone dipasang pada telinga untuk mengukur ambang nada melalui konduksi
udara. Beritahukan pada pasien supaya menekan tombol bila mendengar suara walaupun kecil. Suara
yang didengarkan diberikan interval waktu 2 detik, dilakukan pemeriksaan menggunakan deret
frekuensi yang berbeda yang biasanya dimulai dengan frekuensi 100 Hz sampai suara tidak terdengar.
Kemudian dinaikkan 5 dB sampai suara terdengar,dan dicatat sebagai audiometri nada murni.
Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran ntuk masing-masing telinga pada suatu rentang
frekuensi). Pembacaan untuk hasil dari audiometri tersebut dapat dilakukan secara manual atau
otomatis. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu pada telinga yang normal. Bila kekurangan
pendengaran yang diperiksa lebih dari atau sama dengan 50 dB dari teliga lainnya, maka telinga yang
tidak diperiksa harus ditulikan (masking) karena jika memeriksa telinga pada intensitas tertentu,suara
akan terdengar pada telinga yang satu lagi. Hal ini yang akan menyebabkan salah interpretasi pada
pemeriksan audiometri (Isti,2010)6

Anda mungkin juga menyukai