Anda di halaman 1dari 11

GANGGUAN LAPANG PANDANG

Oleh:
Baiq Denda Putria Ningsih
H1A016012

Pembimbing:

dr. Ilsa Hunaifi., Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUD PROVINSI NTB
MATARAM
2020
GANGGUAN LAPANG PANDANG
Lapang pandang adalah bagian ruang tempat objek terlihat pada saat yang
sama selama fiksasi pandangan yang stabil dalam satu arah. Bidang visual
monokuler terdiri dari penglihatan pusat, yang meliputi 30˚ penglihatan bagian
dalam dan fiksasi pusat, dan bidang penglihatan perifer, yang memanjang 100˚ ke
lateral, 60˚ ke medial, 60˚ ke superior, dan 75˚ ke inferior. Garis vertikal
membagi dua fiksasi sentral dan membagi bidang visual menjadi lapang pandang
nasal dan temporal[4].
Lapang pandang yang normal adalah penglihatan yang berukuran 90˚ ke
fiksasi pusat, 50˚ di superior dan nasal, dan 60˚ di inferior. Depresi atau
kehilangan lapang pandang pada bagian manapun menunjukkan adanya suatu
kondisi yang tidak normal[4]. Dalam menilai lapang pandang individu dilakukan
dengan pemeriksaan konfrontasi, layar singgung, perimetri kinetik Goldmann, dan
perimetri statis otomatis. Pemeriksaan lapang pandang dengan perimetri
merupakan pemeriksaan yang ideal dan akurat dalam menentukan defek lapang
pandang. Namun pemeriksaan menggunakan perimetri tidak dapat dilakukan pada
kondisi atau situasi tertentu, misalnya pada pasien anak-anak dan pada pasien
yang menderita afasia atau demensia tentu saja akan sulit dilakukan pemeriksaan
menggunakan perimetri oleh karena pasien akan mengalami kesulitan dalam
mengitu arahan yang rumit dari pemeriksa[3]. Oleh sebab itu untuk situasi ini,
penting untuk menguasai teknik pemeriksaan lapangan pandang konfrontasi.
Adapun langkah-langkah pemeriksaan lapang pandang konfrontasi sebagai
berikut[2]:
 Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas.

 Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak
boleh menekan bola mata.

 Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan,
sama tinggi.
 Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang
pandang pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus
normal). Mata pasien melihat mata pemeriksa.

 Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke


sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian digerakan ke central)
dari delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa.

 Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.


 Kemudian diperiksa mata sebelahnya.
Untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan lapang pandang, pemeriksa
harus benar-benar memahami beberapa neuroanatomi dasar dari jalur visual. Jalur
visual manusia dibagi menjadi primary visual sensory pathway yang terdiri dari
retina, nervus optikus, kiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral,
radiasi geniculo kalkarina, dan korteks oksipital, dan sistem serabut saraf
kompleks sekunder yang menghubungkan korteks striata oksipital dengan area
asosiasi visual ipsilateral dan kontralateral[4].
1. Retina
Retina reseptor permukaan untuk informasi visual. Seperti nervus optikus,
retina merupakan bagian otak tetapi lokasi fisiknya di perifer sistem saraf pusat.
Komponen retina yang paling penting adalah sel-sel reseptor sensorik atau
fotoreseptor, dan berbagai tipe neuron jaras visual. Lapisan selular retina yang
terdalam megandung fotoreseptor (batang dan kerucut): dua lapisan yang lebih
superfisial mengandung neuron bipolar dan sel-sel ganglion[1].
Ketika cahaya jatuh di retina, cahaya mencetuskan reaksi fotokimiawi di
sel batang dan kerucut, yang mengakibatkan pembentukan impuls yang akhirnya
dihantarkan ke korteks visual. Sel batang berperan untuk persepsi terang dan
penglihatan pada keadaan remang-remang, sedangkan sel kerucut berperan dalam
persepsi warna dan penglihatan di cahaya terang[1].
Retina adalah membran sensorik bertingkat yang berdiferensiasi baik.
Cahaya akan merangsang lapisan sel ganglion retina dan akson dari jalur sel
ganglion menuju diskus optikus dalam tiga pola dasar: bundel papilomakular,
yang muncul dari makula atau titik pusat retina, bundel arkuata superior dan
inferior, yang datang dari retina temporal, dan serat radial dari retina nasal. Garis
vertikal dan horizontal imajiner melalui makula secara anatomis membagi retina
menjadi bagian nasal/temporal, superior/inferior. Akson nasal untuk separuh
lapang pandang temporal, akson temporal untuk lapang pandang nasal, akson
superior untuk lapang pandang inferior, dan akson inferior untuk lapang pandang
superior[4].
Bundel papillomakular mewakili lebih dari 90% dari semua serabut saraf
retinal di saraf optik. memproyeksikan gambar dari makula dan berfungsi untuk
mempertahankan fokus fiksasi pusat yang tajam. Lesi pada bundel papilomakular
menghasilkan skotoma sentral atau sekosentral. Skotoma adalah area dengan
penglihatan buruk yang dikelilingi di semua sisi oleh penglihatan yang relatif
lebih baik. Serat lengkung mengelilingi bundel papilomakular, yang berasal dari
atas, bawah, dan temporal. Lesi pada bundel arkuata menghasilkan skotoma
arkuata atau kuneata. Kerusakan bundel arkuata superior, misalnya pada
glaukoma, bermanifestasi sebagai skotoma arkuata inferior[4].

2. Nervus Optikus
Sel-sel bipolar menerima input di dendritnya dari sel batang dan sel
kerucut dan menghantarkan impuls lebih jauh kearah sentral hingga lapisan
ganglion. Akson panjang sel ganglion melewati papilla optik (diskus optik) dan
meninggalkan mata sebagai nervus optikus yang mengandung sekitar 1 juta
serabut. Separuh serabut ini menyilang di kiasma optikus[1].
Nervus optikus dapat mengalami kerusakan di papilla, di segmen anterior,
atau disegmen retrobulbar (di belakang mata). Lesi diskus optikus (misalnya papil
edema yang disebabkan oleh hipertensi intrakranial dan oleh berbagai gangguan
metabolik). Lesi di segmen anterior nervus optikus sering disebabkan oleh
vaskulitis (misalnya, arteritis temporal). Lesi retrobubar adalah temuan utama
pada sklerosis multipel (neuritis retrobulbar). Lesi pada nervus optikus akan
mengakibatkan defek lapang pandang unilateral (ipsilateral)[1].

3. Kiasma optikus
Akson panjang sel ganglion melewati papilla optik (diskus optik) dan
meninggalkan mata sebagai nervus optikus. Separuh serabut ini menyilang di
kiasma optikum: serabut dari separuh bagian temporal masing-masing retina tidak
menyilang, sedangkan serabut yang berasal dari separuh bagian nasal retina
menyilang ke sisi kontralateral[4]. Dengan demikian, pada posisi distal (posterior)
kiasma optikum, serabut dari separuh bagian temporal retina ipsilateral dan
separuh bagian nasal retina kontralateral bergabung didalam traktus optikus[1].
Semua serabut nasal retina mengalami dekusasio di kiasma optikus. Tetapi
serabut nasal inferior berubah secara rostral menjadi saraf optik yang berlawanan
sebelum diproyeksikan kembali ke saluran optik yang berlawanan. Siku anterior
akson nasal inferior ke saraf optik yang berlawanan ini disebut Von Wille-brand's
knee. Lesi pada saraf optik posterior yang bergabung dengan kiasma optikus akan
menyebabkan gangguan penglihatan pada mata ipsilateral dan hilangnya bidang
temporal atas pada mata kontralateral, suatu sindrom yang disebut skotoma
junctional.
Lesi kiasma optikum seperti yang disebabkan oleh tumor hipofisis,
kraniofaringioma atau meningioma tuberkulum sella, umumnya mengenai serabut
yang menyilang dibagian sentral kiasma yang menyebabkan terjadinya
hemianopia bitemporal[1]. Lesi pada saluran optik menghasilkan hemianopia
homonim khususnya, hemianopia homonim yang tidak sesuai. Ketidak sesuaian
mengacu pada asimetri cacat bidang visual[4]. Lesi kiasma optikus juga dapat
menyebabkan terjadinya hemianopsia binasal (jarang), misalnya ketika tumor
berkembang disekitar kiasma dan menekannya dari kedua sisi terutama mengenai
lokasi serabut yang berada dilateral dan tidak menyilang dari separuh bagian
temporal kedua retina, yang berperan untuk persepsi setengah lapang pandang
nasal masing-masing mata. Hemianopsia bitemporal dan binasal disebut
heteronimus karena mengenai setengah bagian lapang pandang yang saling
berlawanan pada kedua mata, awalnya mengenai separuh lapang pandang sisi kiri
mata kiri, kemudian mengenai lapang pandang kiri mata kanan dan lapang
pandang kanan mata kiri[1].
4. Traktus Optikus
Pada posisi distal kiasma optikus, serabut dari separuh bagian temporal
retina ipsiateral dan separuh bagian nasal retina kontralateral bergabung didalam
traktus optikus. Beberapa serabut nervus optikus bercabang ke traktus optikus dan
berjalan ke kolikulus superior dan ke nuklei di area pretektalis[1].
Serat traktus optikus bersinaps di korpus genikulatum lateral dan
berproyeksi ke belakang sebagai radiasi genikulo-kalkarina. Semua serat
retrogenikulat meluas di lateral dan inferior di sekitar temporal horn ventrikel
lateral. Serat paling anterior-inferior membentuk loop Meyer, yang berisi proyeksi
serat retinal inferior. Oleh karena itu, lesi pada loop Meyer, yang terletak terutama
di lobus temporal, menghasilkan quadrantanopias homonim superior
kongruen. Lesi lobus parietal yang terletak lebih superior menghasilkan defek
terbalik, hemianopsia homonim inferior atau kuadrantanopi[4].
Lesi pada traktus optikus juga menyebabkan hemianopsia homonim,
yaitu mengenai separuh lapang pandang sisi yang sama pada masing-masing mata.
Bila traktus optikus kanan terputus, misalnya tidak ada impuls visual yang berasal
dari sisi kanan masing-masing retina yang dapat mencapai korteks visual.
Akibatnya adalah buta pada separuh bagian kiri lapang pandang setiap mata[1].
5. Korteks Visual
Korteks visual striata atau primer manusia menempati permukaan
medial dan posterolateral lobus oksipital. Korteks striata dapat ditemukan di atas,
di bawah, dan bahkan di dalam dinding dan lantai dari celah kalkarin itu sendiri.
Secara topografis, zona sentral atau parafiksasional dari setiap gangguan lapang
pandang disebabkan oleh akson retinal yang akhirnya berakhir di kutub paling
posterior korteks visual. Lesi di sini akan menghasilkan skotoma hemianopik
paracentral yang homonim. Cacat seperti itu melibatkan 5˚ sampai 10˚
penglihatan pusat dan dapat menyisakan sisa bidang visual jika sisa korteks striata
terhindar. Cacat bidang tipe berlawanan, hemianopsia homonim "with macular
sparing" terjadi dengan lesi oksipital yang menyisakan korteks striata
posterolateral[4].
Hemianopsia homonim bilateral dari lesi bilateral, biasanya terjadi
karena iskemik pada korteks visual. Jika setiap cacat bidang homonim melibatkan
zona parafiksasi, cacat gabungan menyebabkan skotoma sentral dan hilangnya
penglihatan sentral. Kebutaan kortikal ditandai dengan (1) hilangnya ketajaman
penglihatan secara simetris, (2) pupil dan struktur fundus yang relatif normal, (3)
penolakan kebutaan, dan (4) lesi kortikal oksipital bilateral[4].
Uji lapangan visual yang akurat dan interpretasi hasil yang cerdas dapat
memberikan informasi yang sangat berguna kepada pemeriksa yang waspada
mengenai lokasi dan terkadang jenis lesi histologis yang tepat. Karena jalur
sensorik visual manusia membentang di otak dari depan ke belakang, kelainan
bidang visual muncul dalam berbagai macam gangguan sistem saraf pusat dan
orbital. Beberapa diantaranya termasuk tumor orbital dan tumor parasellar,
sindrom amenore-galaktorea, diabetes insipidus, sklerosis multipel, kelaparan,
pemberian obat-obatan tertentu (misalnya etambutol), penyakit serebrovaskular,
dan masih banyak lagi yang lainnya[4].
DAPTAR PUSTAKA
1. Bachr M & Frontcher M. 2016. Diagnosis topic neurologi Duus : anatomi,
fisiologi, tanda, gejala. Edisi 5. Jakarta: EGC.
2. Indrakila S., Setyawan S., Kuntoyo R., Rosyida K., Widiati R., dkk. 2018.
Buku Pedoman Keterampilan Klinis Pemeriksaan Mata. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Kedar, S., Ghate, D., & Corbett, J. 2011. Visual fields in neuro-
ophthalmology. Indian Journal of Ophthalmology, 59(2), pp.103-109.
Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3116538/.
4. Spector RH. Visual Fields. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW. 1990.
Editors. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory
Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths. Chapter 116. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK220/.

Anda mungkin juga menyukai