NIM : B.111.19.0272
Hari/Jam : Selasa/14.00
Ringkasan Artikel “ Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Penanganan Pandemi ”
Jakarta – Menurut Samuelson (2009), kebijakan fiscal adalah proses penetapan pajak dan
pengeluaran pemerintah dalam rangka membantu memperkecil fluktasi dari siklus ekonomi dan
membantu untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang tinggi, dan
membebaskan perekonomian dari inflasi yang tinggi atau bergejolak.
Sementara menurut Parkin (2012), kebijakan fiscal adalah penggunaan anggaran Negara
untuk mencapai beberapa tujuan ekonomi makro, seperti kesempatan kerja penuh, perumbuhan
ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan, dan stabilitas tingkat harga. Dari beberapa definisi
mengenai kebijakan fiscal dari para ahli, dapat diketahau beberapa aspek penting yang ada dalam
sebuah kebijakan fiskal, yaitu :
Dalam definisi kebijakan fiskal terkandung tugas tugas dan fungsi yang sudah semestinya
dilakukan oleh pemerintahan dengan rakyat sebagai target utama kebijakan tersebut. Dengan
demikian kebijakan fiskal merupakan instrument penting bagi sebagian besar Negara di dunia
untuk melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Di Negara maju yang ekonomi dan sistem
administrasinya telah mapan, kebijkan fiskal menjadi instrument utama untuk memobilisasi daya
dan peningkatan kesempatan kerja. Di kelompok Negara ini, pertumbuhan ekonomi umumnya
sudah stagnan (mature), ketimpangan pendapatan sudah dapat diatasi, dan gejolak harga hampir
tidak ada. Sedangkan Negara berkembang atau miskin, kebijakan fiskal masih terpacu pada
instrument untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan
mengatasi gejolak harga-harga sebagai prioritasnya.
Sumber paling dominan untuk mendanai berbagai program maupun proyek implementasi
kebijakan fiskal adalah anggaran Negara (APBN). Tanpa APBN, Negara tidak bisa berbiat
banyak mencapai tujuan-tujuan di bidang fiskal. Semkain besar anggaran, maka semakin besar
kemampuan pemerintah dalam menerapakan kebijakan-kebijakan fiskalnya. Antara kebijakan
fiskal dengan kebijakan moneter yaitu dua kebijakan Negara tersebut berjalan secara parallel
(simultan) karena masing masing wilayah pengaturan yang berbeda. Jika kebijakan fiskal
berporos pada anggaran Negara yang dikelola oleh pemerintah, maka kebijakan moneter sangat
bertumpu pada devisa Negara dan dana masyarakat yang berada dalam sistem keuangan.
Tak perlu menunggu lama, pada 31 Maret pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan, (selanjutnya disebut perppu 1/2020). Maksud dari Perppu 1/2020 adalah untuk
mengatur sekaligus memberikan landasan hokum yang cukup bagi tindakan pemerintahan dan
lembaga-lembaga terkait guna kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan dan
perekonomian nasional akibat pandemic Covid-19 dengan fokus pada belanja kesehatan, jarring
pengaman sosoal, serta pemulihan dunia usaha yang berdampak.
UU Nomor 2 Tahun 2020 berisi dua kebijakan di bidang ekonomi sekaligus, yaitu
kenijakan fiskal dan moneter. Hal ini menunjukkan bahwa telah ada sinergi dan koordinasi yang
baik antara otoritas fiskal dan otoritas moneter di Tanah Air. Keduanya memiliki pandangan yang
sama bahwa pandemi Covid-19 berpotensi mengancam perekonomian negara sehingga harus
dihadapi bersama-sama dan saling dukung antar satu kebijakan dengan kebijakan yang lainnya.
Kebijakan fiskal menyangkut bidang keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU tersebut
yang meliputi: kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan
belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan.
Sedangkan kebijakan moneternya terkait dengan stabilitas sistem keuangan meliputi kebijakan
untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian
nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Pemerintah diberikan tugas untuk melakukan upaya pemulihan ekonomi nasional. Tugas
ini terimplementasi dalam bentuk penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) 23/2020 yang sekaligus
menjadi dasar bagi pemerintah untuk menjalankan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN). Peraturan tersebut mengatur bahwa pemerintah melakukan pemulihan ekonomi melalui
pengalokasian belanja negara, yang salah satunya adalah dengan memberikan subsidi bunga bagi
kelompok pelaku usaha ultra mikro, mikro, kecil dan menengah yang terdampak Covid-19 dan
telah melakukan restrukturisasi kreditnya pada perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta
perusahaan pembiayaan. Pembiayaan Program PEN dapat bersumber dari APBN dan/atau
sumber lainnya. Program ini bertujuan untuk melindungi, mempertahankan dan meingkatkan
ekonomi pelaku usaha baik di sektor riil maupun sektor keuangan, termasuk kelompok usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pada tataran manajemen pemerintah, guna memastikan program PEN berjalan sesuai
dengan tujuannya, telah diatur prinsip pelaksanaan program PEN dalam PP 23/2020 yang terdiri
atas: asas keadilan sosial, sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, mendukung pelaku usaha,
menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta tata kelola yang baik,
transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel, tidak menimbulkan moral hazard, dan adanya
pembagian risiko dan biaya (cost and risk sharing) antarpemangku kepentingan. Diatur juga
bahwa kepentingan pertanggungjawaban, Menteri Keuangan melaporkan pelaksanaan Progam
PEN secara periodik kepada Presiden. Sedangkan untuk pengawasan dan evaluasi atas
pelaksanaan Program PEN, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diberikan
tugas untuk melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan Program PEN sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Hingga saat ini pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 695,2
triliun khusus untuk Program PEN. Ada enam program utama yang dibiayai oleh dana PEN,
yaitu: kesehatan, perlindungan sosial, sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda, insentif usaha,
Dari penjelasan artikel diatas terlihat bahwa praktik penerapan kebijakan fiskal di
Indonesia, peran anggaran (APBN) sangatlah dominan. Apabila tidak ada dukungan dana APBN,
dapat dipastikan kebijakan fiskal akan lumpuh, sehingga tidak dapat diimplementasikan.
Dalam situasi penangan dampak pandemic Covid-19 sekarang ini, dimana dapat
dikatakan bahwa sektor ekonomi sedang sekarat. Sehingga pemerintah harus meningkatan daya
beli masyarakat dengan melalui bantuan lagsung tunai dan modal usaha rakyat miskin. Bantuan
itu memerlukan fresh money yang mau tak mau mengandalkan kas Negara APBN. Jadi dapat
disimpulkan bahwa peranan anggaran dalam pelaksanaan kebijakan fiskal sangatlah penting.
Untuk kehidupan dan perekonomian Indonesia yang tetap stabil sehingga terhindari dari krisis
ekonomi.