Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KOMUNIKASI DAN NEGOSIASI BISNIS

PERSEPSI, KOGNITIF DAN EMOSI DALAM NEGOSIASI

DOSEN PENGAMPU : Edy Mulyantomo, SE. MM

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 12 :

1. Moh.Fachruddin Ryansyah B.111.19.0266

2. Era Zahiroh B.111.19.0272

3. Ibnu Adam B.111.19.0273

4. Khoriyatul Arifah B.111.19.0300

5. Jeslyn Sherly Calista B.111.19.0311

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan bimbingan yang telah dilimpahkannya kepada kami sehingga kami
dapat menyusun dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak/Ibu dosen.

Makalah yang kita tulis mengangkat judul “Persepsi,Kognitif, dan Emosi dalam Negosiasi
Bisnis”

Kami sepenuhnya menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran dari
Bapak/Ibu dosen dan para rekan-rekan mahasiswa guna memperbaiki dan menyempurnakan
tugas-tugas berikutnya.

Semarang, 20 Desember 2020

KELOMPOK 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Tujuan...............................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2

PEMBAHASAN........................................................................................................................2

2.1 PERSEPSI........................................................................................................................2

2.2  PEMBINGKAIAN..........................................................................................................3

2.3 KOGNISI..........................................................................................................................4

2.4 EMOSI..............................................................................................................................7

BAB III.......................................................................................................................................9

PENUTUP..................................................................................................................................9

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9

3.2 Saran.................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Negosiasi dalam dunia bisnis merupakan salah satu instrumen penting yang
perlu dipelajari. Presepsi, pengetahuan (kognisi), dan emosi menjadi bagian pengisi
atau pembangun dasaar dari semua pengalaman sosial yang mempengaruhi
negosiasi. Cara memandang, memahami dan menganalisis sesuatu sangat diandalkan
di dalam negosiasi. Pembahasan dalam hal ini bagaimana presepsi mempengaruhi
proses negosiasi, bentuk-bentuk distorsi presepsi dapat menyebabkan masalah dalam
pemahaman dan pembuatan makna untuk negosiator.Kemudian bagaimana
negosiator menggunakan taktik dan strategi untuk membuat keputusan melalu
proses kognisi. Dalam diskusi yang akan dibahas juga bagaimana mispersepsi dan
bias kognitif dalam memaksimalkan keuntungan dengan menimalkan efek
kerugian. Setelah melihat pengalaman sosial tidak hanya berfokus pada
kesempatan untuk presepsi dan kognisi. Negosiator juga tidak dapat menghindari
emosi ketika berinteraksi dengan orang lain. Sehingga emosi atau istilah mood juga
turut ikut mempengaruhi negosiator dalam bernegosiasi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja pengertian dari persepsi dan kognitif dalam negosiasi?
1.2.2 Apa hubungan persepsi antara kognitif dalam negosiasi?
1.2.3 Apa pengertian bias kognitif dalam negosiasi?
1.2.4 Apa yang dimaksud emosi dalam negosiasi?
1.2.5 Apa pengertian pembingkaian dalam negosiasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memahami apa itu persepsi.
1.3.2 Untuk mahami pengertian kognitif dalam negosiasi.dan kognitif dalam
negosiasi?
1.3.3 Untuk memahami bagaimana hubungan persepsi
1.3.4 Untuk memahami apa iyu emosi dalam negosiasi.
1.3.5 Untuk memahami apa itu pembingkaan dalam negosiasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERSEPSI
2.1.2 Menurut Matsumoto (2008), dalam psikologi tradisional, sensasi dan persepsi
adalah tentang memahami bagaimana kita menerima stimulasi dari lingkungan
dan bagaimana kita memproses stimulus tersebut. Persepsi biasanya dimengerti
sebagai bagaimana informasi yang berasal dari organ yang tersetimulasi diproses,
termasuk bagaimana informasi tersebut diseleksi, ditata, dan ditafsirkan. Persepsi
mengacu pada proses di mana informasi inderawi diterjemahkan menjadi sesuatu
yang bermakna. Sedangkan persepsi secara umum adalah adalah suatu proses
dimana seseorang melakukan pemilihan, penerimaan, pengorganisasian, dan
penginterpretasian atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Dalam
negosiasi sering terjadi apa yang disebut dengan distorsi presepsi. Ketika
bernegosiasi ada kebutuhan, keinginan, motivasi, dan pengalaman pribadi
preseptor yang mungkin menciptakan predisposisi mengenai pihak lain.
Halini menyebabkan ke khawatiran ketika predisposisi mengarah pada bias
dan kesalahandalam presepsi serta komunikasi lanjutan. Ada empat kesalahan
preseptual utama: Stereotip, Efek halo, presepsi selektif, dan proyeksi.
Kemudian kita mengenal juga apa yang disebut dengan pembingkaian yang pada
intinya berguna untuk mengatur konflik. Selama proses negosiasi, sangat penting
untuk menjaga persepsi diantara pihak yang terlibat. Sehingga penyampaian
gagasan masing-masing pihak seharusnya harus dapat diterima dengan jelas oleh
pihak lawan. Sehingga tidak menimbulkan mispersepsi yang berakibat terhadap
kepentingan/ keputusan yang diperoleh tidak dapat sesuai dengan keinginan awal.
2.1.3 Hubungan antara persepsi dan proses negosiasi
Selama proses negosiasi, sangat penting untuk menjaga persepsi diantara pihak
yang terlibat. Sehingga penyampaian gagasan masing-masing pihak seharusnya
harus dapat diterima dengan jelas oleh pihak lawan. Sehingga tidak menimbulkan
mispersepsi yang berakibat terhadap kepentingan/ keputusan yang diperoleh tidak
dapat sesuai dengan keinginan awal.
yang dimaksud dengan 4 istilah berikut beserta contoh :

2
2.1.3.1 Stereotyping: adalah adanya generalisasi terhadap suatu objek, sehingga
negosiator akan memiliki prasangka/ prejudifikasi terhadap objek yang
memiliki faktor/ latar belakang tertentu tersebut  secara umum, ditandai
dengan pemberian label, simbol ataupun identitas tertentu. Misalnya adalah
penilaian terhadap negosiator tertentu yang berasal Jepang, yang mana adalah
tipe to the point, dengan anggapan terhadapnya sebagai orang yang kurang
berinteraksi, tidak terlalu ramah, dan sebagainya.
2.1.3.2 Efek Halo: Persepsi yang muncul akibat dari latarbelakang seorang
negosiator yang telah dipercaya oleh lawan negosiator, misalnya adalah
presiden Sukarno, dalam mengikuti konferensi internasional, akan dinilai
sebagai sosok yang  kharismatik dan tangguh, yang tercermin dari usahanya
memperjuangkan NKRI.
2.1.3.3 Persepsi Selektif: merupakan persepsi yang telah tersaring dengan suatu
faktor yang dipengaruhi atas preferensi negosiator itu sendiri. Misalnya
persepsi bahwa negosiasi akan cenderung lebih mudah dilakukan dengan
orang yang to the point, maka lawan negosiator yang memiliki indikasi/ ciri-
ciri to the point akan dianggap lebih mudah diajak bernegosiasi, misalnya
tegas dalam menyampaikan gagasan dan serius dalam menghadapi negosiator
lawan.
2.1.3.4 Proyeksi: merupakan hasil yang hendak dicapai atau yang dijadikan asumsi
dasar dan digunakan sebagai rancangan/ pedoman yang ingin dicapai selama
proses negosiasi, seperti negosiasi Indonesia dengan Malaysia mengenai
wilayah, proyeksinya bahwa Indonesia harus memiliki kemampuan hingga
tingkat tertentu sehingga dapat mencapai hasil semaksimal mungkin.

2.2  PEMBINGKAIAN
Bingkai adalah mekanisme subjektif dimana orang mengevaluasi dan memahami
situasi, membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut (Bateson,
1972;Goffman, 1974).
2.2.1 Jenis-jenis bingkai
a. Substantif – konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak yang
menggunakan bingkai substantive memiliki disposisi tertentu mengenai isu kunci
atau kepedulian terhadap konfik.
b. Hasil – predisposisi pihak untuk mencapai hasil spesifik atau hasil dari negosiasi.

3
c.   Aspirasi – predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan
dalam negosiasi.
d.  Proses – bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
e.  Identitas – bagaimana pihak-pihak mengartikan “siapa mereka” berdasarkan
kelompok-kelompok yang berbeda (jenis kelamin, agama, etc).
f. Karakterisasi -  bagaimana pihak – pihak mengartikan pihak lain. Bingkai
karakterisasi dapat dibentuk degan jelas oleh pengalaman dari pihak lain.
g.  Kalah-menang – bagaimana pihak-pihak mengartikan resiko atau penghargaan
yang terkait dengan hasil tertentu.

Dalam negosiasi, sulit untuk mengetahui bingkai apa yang digunakan suatu pihak
keculai pihak tersebut memberi tahu atau apabila membuat dugaan dari perilaku
pihak tersebut. Berikut adalah pandangan dan studi efek pembingkaian:

a. Negosiator dapat menggunakan lebih dari satu bingkai.


b. Ketidakcocokan dalam bingkai antara beberapa pihak merupakan sumber
konflik.
c. Pihak-pihak bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkainya.
d. Bingkai spesifik kemungkinan digunakan dengan jenis isu tertentu.
e. Jenis bingkai tertentu mungkin mengarah pada tipe kesepakatan tertentu.
f. Pihak-pihak kemungkinan menerima sebuah bingkai tertentu karena berbagai
faktor.
2.3 KOGNISI
Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah
masukan-masukan dari indera menjadi pengetahuan (Matsumoto, 2008). Menurut
Tri Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah pemberian kategori pada
setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya. Selain
kedua hal di atas, pemberian kategori juga biasanya didasarkan pada fungsi dari
masing-masing objek tersebut. Proses-proses mental dari kognisi mencakup persepsi,
pemikiran rasional, dan seterusnya. Ada beberapa aspek kognisi, yaitu kategorisasi
(pengelompokkan), memori (ingatan) dan pemecahan masalah (problem solving).
Kognisi adalah aspek yang harus diperhatikan dan dipahami antar negosiator yang
mencakup latar belakang serta minat, target maupun perspektif. Sehingga tercipta
persepsi yang benar dan bukan mispersepsi yang tidak diharapkan tejadi.

4
2.3.1 Bias Kognitif dalam Negosiasi
Kesalahan secara sistematis yang dilakukan oleh negosiator akibat dari
misinterpretasi terhadap informasi yang diperoleh selama proses negosiasi,
sehingga dinilai memiliki kecenderungan menghalangi proses negosiasi dengan
hasil yang kurang optimal.
Bias kognitif dalam negosiasi dan cara mengatasinya
2.3.1.1 Eskalasi komitmen yang irrasional, tindakan yang diambil negosiator yang
sudah tidak mempedulikan apa yang perlu dievaluasi, karena tindakan yang
sama terus dilakukan  tanpa melihat bagaimana hasil yang telah dicapai,
sehingga hasilnya tidak optimal bahkan sia-sia. Hal ini dapat diatasi dengan
adanya penasihat yang dapat memberikan pencerahan bahwa tindakan
tersebut sudah tidak lagi optimal dan hanya membuang sumber daya.
2.3.1.2 Keyakinan pada harga mati (rigid), menganggap bahwa hasil yang dicapai
dalam nnegosiasi tidak sesuai yang diharapkan atau kebuntuan, sehingga
tidak melakukan tindakan lain dengan asumsi bahwa tindakannya akan sia-
sia. Dapat diatasi dengan memberikan dukungan terhadap negosiator dengan
mencari  tindakan alternatif yang diyakini akan berhasil.
2.3.1.3 Pengarahan dan penyesuaian, merupakan penilaian atas input yang diterima
negosiator tersebutbertolak belakang dengan kepentingan awalnya, sehingga
cenderung untuk mengambil tindakan penyesuaian yang berlawanan/
skeptis, atau mempertimbangkan kembali tindakan apa yang perlu diambil,
persiapan dengan bantuan advokat berlawanan atau pemeriksaan realitas
diharapkandapat mencegah bias tersebut.
2.3.1.4 Pembingkaian Isu dan Resiko, dalam menggunakan perspektif saat proses
negosiasi, maka akan ada kemungkinan yang menyebabkan negosiator harus
menghindari tindakan tertentu sehinggga terkesan “cari aman”/ tidak
mengambil resiko, dihindari dengan kepekaan terhadap bias, pemahaman
informasi dan analisa menyeluruh sehingga  diterima bahwa resiko itu pasti
dan pencapaian lebih tinggi dapat dicapai.
2.3.1.5 Ketersediaan Informasi, bahwa informasi yang disampaikan dalam proses
negosiasi harus dapat dengan mudah didapatkan/ diterima oleh negosiator
lawan sehingga juga memudahan dalam evaluasi selanjutnya. Maka dengan
cara penyampaian yang menarik dan atraktif dinilai akan mempermudah
penerimaan serta membuatnya mudah diingat.

5
2.3.1.6 Kutukan pemenang, ketidakpuasan yang muncul atas kemudahan terhadap
keberhasilan selama proses negosiasi, sehingga menganggap apakah
memang dalam negosiasi terlalu banyak power/ resource yang dikeluarkan
terhadap negosiator lawan, atau seharusnya ada kesepakatan yang senderung
lebih baik dan menguntungkan. Untuk mengatasinya,persiapan menyeluruh
dan investigasi terhadap isu hingga opsi alternatif/ keuntungan yang lain
dalam negosiasi yang dinilai cenderung lebih baik.
2.3.1.7 Kepercayaan diri berlebih, memiliki segi positif yaitu menguatkan persepsi
negosiator status/ posisi yang dimiliki, tetapi dampak negatifnya adalah
menganggap terlalu mudah proses negosiasi tersebut dilakukan dan dengan
hasil yang optimal, sehhingga negosiator memiliki kecenderungan untuk
lengah dan hasil yang didapatkan  justru sebaliknya. Maka sebaiknya,
proporsionalitas atas percaya diri, kemampuan, persiapan, dan analisa
terhadap power/ resource perlu dijaga.
2.3.1.8 Hukum angka kecil, dalam melakukan tindakan dan mengambil keputusan
hanya berasal dari pertimbangan yang terlalu sedikit, atau kurangnya aspek/
faktor lain yang perlu diperhatikan serta sampel/ hasil data yang sedikit.
Sehingga mengakibatkan ketidakakuratan tindakan/ keputusan tersebut.
Maka hendaknya mengambil banyak faktor yang perlu diperhatikan serta
analisa yang mendalam supaya hasilnya akurat dalam berbagai kondisi.
2.3.1.9 Bias pelayanan diri, pemberian atribut terhadap tindakan negosiator tertentu
yang berlatarbelakan atas faktor internal yang dialami oleh negosiator
tersebut, sehingga kurang memperhatikan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi tindakan/ sikap yang muncul. Hendaknya sebagaimana
sebelumnya, memperhatikan apa yang ada dari segala aspek sehingga dapat
dianalisa secara dalam dan didapatkan apa yang benar dan merupakan
penyebabnya.
2.3.1.10  Pengaruh dukungan, dengan adanya dukungan akan meningkatkan
keyakinan/ optimis terhadap hasil negosiasi, sehingga akan berakibat
seperti poin kepercayaan diri berlebih diatas, dan mengganggu pencapaian
kesepakatan yang paling baik. Maka dukungan tersebut harusnya disikapi
sebagai motivasi eksternal seorang negosiator dalam mewujudkan
kepentingan, bukan hanya resource yang tersedia.

6
2.3.1.11 Mengabaikan kognisi pihak lain, yaitu dengan sikap negosiator yang
kurang/ tidak memperhatikan pemikiran dan persepsi pihak lai, sehingga
persepsi dirinya terhadap pihak lain akan tidak harmonis sehingga terjadi
kesalahan penafsiran apa sikap/ tindakan yang hendak diambil oleh
negosiator lawannya. Maka seorang negosiator hendaknya berusaha untuk
memahami secara akurat latar belakang baik itu minat, target mauun
perspektif negosiator lawannya.

2.4 EMOSI
Emosi adalah aspek psikologis negosiator yang harus dijaga tetap dalam sisi
yang positif, sehingga menciptakan konsekuensi terjadinya negosiasi yang
lebih integratif dan kesepahaman atas sikap positif satu sama lain.yang
diharapkan, bahwa dengan adanya emosi yang positif sehingga menciptakan
suasana yang nyaman dan kondusif serta dukungan kognisi yang mencakup
berbagai aspek yaitu minat, target maupun perspektif dengan saling
memahami antar pihak negosiator, maka akan menciptakan proses dan hasil
negosiasi yang optimal antara kedua belah pihak.
Seorang negosiator seharusnya menganggap proses negosiasi sebagai
kesempatan untuk berkolaborasi dan memecahkan masalah secara bersama-
sama. Hindarilah penggunaan kata-kata seperti ‘aku’, ‘saya’, ‘kamu’, atau pun
‘anda’, karena itu akan membuat negosiasi terlihat seperti menuju ke arah
kompetitif. Kata-kata ini menunjukkan bahwa saya akan menang dan anda
akan kalah, atau sebaliknya, sehingga akan sulit untuk mencapai hasil win-
win. Maka sebaiknya cobalah untuk menggunakan kata ‘kami’, karena kata
tersebut menggambarkan bahwa kita dan klien berada pada sisi yang sama.
Kata-kata yang kita gunakandalam negosiasisangat mempengaruhi suasana
emosional rekan kita. Hindari kata-kata negatif yang dapat memancing
emosional.
Dua hal yang paling mungkin untuk menggagalkan negosiasi adalah
kemarahan dan ketakutan.
Ada empat tipe dasar ketakutan:
2.4.1 Fear of the unknown. Orang-orang takut terhadap apa yang mereka tidak
tahu. Solusi untuk menghadapi ketakutan ini adalah melakukan persiapan.

7
Pelajari dan kumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan persiapkan
plan B kita secara matang.
2.4.2 Fear of loss. Terkadang ketika seseorang merasa takut kalah, itu menjadi
motivasi mereka sehingga mendapatkan hasil yang positif. Namun, tidak
sedikit pula orang yang mengambil hasil yang buruk dikarenakan mereka
takut kehilangan apa yang telah mereka investasikan. Sehingga sebelum
melakukan negosiasi, kita harus tahu bottom line dan rencana B yang
akan kita gunakan.
2.4.3 Fear of failure. Takut gagal berhubungan dengan emosional, seperti takut
akan reputasinya turun, takut malu atau kehilangan muka. Biasanya
ketakutan akan kegagalan lebih dirasa sulit untuk dihadapi dibandingkan
ketakutan yang lainnya. Solusi untuk menghadapi ketakutan ini adalah
dengan mempersiapkan dan mengecek tim negoisasi kita tentang apa
saja yang akan dibicarakan.
2.4.4 Fear of rejection.Kebanyakan orang, setelah mendengar kata “tidak”
langsung berkecil hati dan menyerah. Mereka menyamakan penolakan
permintaan mereka sebagai penolakan kepada mereka secara pribadi, dan
terkadang mereka hanya tidak ingin mengambil risiko untuk ditolak
untuk kedua kalinya. Untuk mengatasi ketakutan akan penolakan,
ingatkan diri kita bahwa hanya ide kita saja yang sedang ditolak, bukan
diri kita. Penolakan mungkin terjadi karena rekan kita tidak mengerti
permintaan kita, sehingga lanjutkan dengan pertanyaan “mengapa
tidak?” agar kita memahami pemikirannya.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Presepsi adalah adalah suatu proses dimana seseorang melakukan pemilihan,
penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian atas informasi yang
diterimanya dari lingkungan. Merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh
setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya. Dalam negosiasi
sering terjadi apa yang disebut dengan distorsi presepsi. Ketika bernegosiasi ada
kebutuhan, keinginan, motivasi, dan pengalaman pribadi preseptor yang mungkin
menciptakan predisposisi mengenai pihak lain.

3.2 Saran
Kajian-kajian tentang persepsi masih sangat perlu untuk ditingkatkan, karena persepsi
sangat penting bagi guru sebagai tenaga pendidik untuk dapat memahami cara
berpikir peserta didiknya.
3.2.1 Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
3.1.1 berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif.
3.1.2 Selalu belajar serius agar menjadi peserta didik yang nantinya dapat dengan mudah
memahami tentang perkembangan kognitifnya.
3.1.3 Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk
mengawasi perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik.

9
DAFTAR PUSTAKA
http://azifaha.blogspot.com/2018/02/persepsi-kognisi-dan-emosi-dalam.html

http://akehrf.blogspot.com/2013/01/makalah-persepsi-dan-kognisi.html?m=1

https://studylibid.com/doc/6597/persepsi-kognitif-dan-emosi

https://blog.ub.ac.id/adeyr/2013/01/25/negosiasi-kognisi-emosi-persepsi/

10

Anda mungkin juga menyukai