Anda di halaman 1dari 7

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1 Dispensing Obat

Dalam buku Siregar C (2003) mendefinisikan proses dispensing obat adalah proses yang

mencakup berbagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang Apoteker mulai dari penerimaan

resep/order atau permintaan obat bebas dengan memastikan penyerahan obat yang tepat pada

penderita tersebut serta kemampuannya mengkonsumsi sendiri dengan baik. Dispensing

termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu resep/order diterima dan obat atau suplai

(1)
lain yang ditulis disampaikan pada penderita

Dalam buku yang sama disebutkan proses dispensing yang baik adalah suatu proses

praktik yang memastikan bahwa suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, dihantarkan

pada penderita yang benar, dalam dosis dan kuantitas tertulis, dengan instruksi yang jelas dan

dalam suatu kemasan yang memelihara potensi obat.

Berikut ini adalah tahapan kegiatan utama dalam proses dispensing, antara lain :

1. Tahap pertama yaitu menerima dan memvalidasi order/resep

2. Tahapan kedua yaitu mengkaji order/resep untuk kelengkapan

3. Tahapan ketiga yaitu mengerti dan menginterpretasi order/resep

4. Tahapan keempat yaitu menapis profil pengobatan penderita

5. Tahapan kelima yaitu menyiapkan, membuat, atau meracik obat

(1)
6. Tahapan keenam yaitu menyampaikan atau mendistribusikan obat

Komponen dispensing untuk pengambilan obat di Apotek akan menentukan waktu pelayanan

yang diberikan kepada pasien atau keluarga sebagai berikut :

 Jumlah resep dan kelengkapan resep

 Ketersediaan sumber daya manusia yang cukup dan terampil


 Ketersediaan obat yang dapat melayani resep yang diterima

 Sarana dan fasilitas yang dapat menunjang seluruh proses resep

 Partisipasi pasein atau keluarga selama menunggu resep (4)

2.2 Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada Apoteker untuk membuat

atau menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis jelas dan lengkap. Apabila resep

tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, Apoteker harus menanyakan kepada

dokter penulis resep.

Dalam resep harus memuat :

1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan

2. Tanggal penulisan resep (inscriptio)

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau

komposisi obat (invocatio)

4. Aturan pemakaian obat tertulis (signature)

5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku (subscriptio)

2.3 Pelayanan Farmasi yang Baik

Salah satu misi dari praktik farmasi adalah menyediakan obat-obatan, produk

perawatan kesehatan lainnya, memberi pelayanan serta membantu penderita dan

masyarakat dan mengupayakan penggunaan yang terbaik dari sediaan serta

produk tersebut.

Pelayanan farmasi yang luas mencakup keterlibatan dalam berbagai kegiatan

untuk memastikan kesehatan yang baik dan menghindari kesakitan dalam

populasi. Apabila pengobatan kesehatan yang sakit diperlukan mutu dari tiap
proses penggunaan obat penderita harus dipastikan untuk mencapai manfaat terapi

maksimal dan menghindari efek samping yang tidak menguntungkan. Hal ini

mensyaratkan Apoteker menerima tanggung jawab bersama dengan profesional

lain dan dengan penderita untuk mencapai hasil terapi.

Istilah “pharmaceutical care” telah ditetapkan sebagai suatu filosofi praktik,

dengan penderita dan masyarakat sebagai pewaris utama dari kepedulian

Apoteker. Konsep terutama menjadi relevan terhadap kelompok khusus populasi,

seperti lanjut usia, ibu dan anak, penderita kesakitan kronik, serta komunitas

keseluruhan (misalnya, berkenaan dengan penggunaan biaya). Oleh karena konsep

dasar “pharmaceutical care” dan “praktik farmasi yang baik” sebagian besar

adalah identik, dapat dikatakan bahwa “praktik farmasi yang baik” adalah cara

(1)
untuk menerapkan “pharmaceutical care”

2.4 Persyaratan Pelayanan Farmasi Yang Baik (PFB)


Beberapa persyaratan PFB yang dirumuskan oleh WHO sebagai berikut :

1. PFB mensyaratkan bahwa perhatian pertama dari seorang Apoteker

haruslah kesejahteraan/keselamatan penderita di Rumah Sakit

2. PFB mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan IFRS adalah penyediaan

obat-obatan dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan mutu

terjamin informasi dan nasehat yang tepat bagi penderita dan

pemantauan efek dari penggunaannya.

3. PFB mensyaratkan bahwa suatu bagian terpadu dari kontribusi

Apoteker adalah penyempurnaan penulisan order/ resep yang rasional

dan ekonomis serta ketepatan penggunaan obat.


2.5 Mutu
Menurut Juran J.M 1988 seperti yang di kutip oleh Wijono D (2008)

mengemukakan mutu merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang

mempertemukan kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu member kepuasan.

Selain itu Wijono D (2008) juga mengutip hal yang di kemukakan oleh

Feigenbaum tentang mutu yaitu mutu produk atau jasa dapat di definisikan

sebagai sifat sifat gabungan secara keseluruhan dari pemasaran, keahlian teknik,

hasil pabrik dan pemeliharaan di mana produk dan jasa pelayanan dalam

penggunaannya akan bertemu dengan harapan dari pelanggan

2.5.1 Tujuan penigkatan mutu pelayanan

Di dunia bidang jasa pelayanan, mutu merupakan suatu hal yang sangat

menentukan keberhasilan pemasaran dan secara komersial karena :

a. Persaingan dunia usaha makin ketat dan adanya tekanan yang berat

b. Selera konsumen yang semakin meningkat

c. Tiadanya mutu yang baik pada dasarnya merupakan pemborosan yang

tersembunyi

d. Mutu terjamin kelangsungan hidup industry dan usaha

e. Para manajer dan pekerja makin pula menghargai mutu hasil kerjanya

karena mereka akan mendapatkan kepuasan kerja (8)


2.6 Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality Assurance in Health Care)

Menjaga mutu (quality assurance / QA) sering diartikan spula sebagai, menjamin

mutu atau memastikan mutu. Seperti yang disebutkan dalam kata tersebut to assure (=

to conviende, to make sure or certain, to ensure, to secure) yang berarti meyakinkan

orang, mengusahakan sebaik – baiknya, mengamankan atau menjaga.

Penerjemahannya sering dirancukan dalam bahasa belanda “assuranrie”, yang padan

inggrisnya adalah Ansurance = menjamin, sedemikian dimaksudkan dalam

perusahaan asuransi. Perlu di bedakan arti dua kata tersebut. Beberapa definisi Quality

assurance :

1. Dr. Avendis Donabedian, seorang ahli dalam QA pelayanan kesehatan

memberikan beberapa definisi tentang QA dari aspek pelayanan kesehatan

sebagai berikut :

a. Menjaga mutu temasuk kegiatan – kegiatan yang secara periodic atau

kontinyu menggambarkan keadaan di mana pelayanan disediakan.

Pelayanannya sendiri dimonitor dan hasil pelayanannya diikuti (jejaknya).

Dengan demikian kekeurangan – kekuranagan dapat di catat, sebab – sebab

dari kekurangan – kekurangan itu detemukan, dan dibuatkan koreksi yang

diperlukan. Menghasilkan perbaikan pelayanan kesehatan. Qa dalam hal

ini adaalah proses / siklus.

b. “QA adalah semua penataan – penataan dan kegiatan – kegiatan yang

dimaksud untuk menjaga keselamatan, memelihara dan meningkatkan

mutu pelayanan

2. Dr. Heather Palmer (1983) dari universitas Harvard mendefinisikan QA adalah

“suatu proses pengukuran mutu, menganalisa kekurangan yang ditemuakn dan


membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan yang diikuti dengan

pengukuran muku kembali untuk menentukan apakah peningkatan telah dicapai.

Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus kegiatan yang

mempergunakan standart pengukuran.

3. Menurut joint commission on accreditation of hospital (JCAH) badan yang

menyelengarakan akreditasi di amerika, “QA adalah suatu program berlanjut

yang disusun secara objektif dan sistematik, memantau dan menilai mutu dan

kewajaran asuhan (perawatan) terhadap pasien, menggunakan kesempatan untuk

meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah yang terungkap.

4. Definisi QA menurut ISO 8402 adalah “semua kegiatan sistematik dan

direncanakan yang diperlukan untuk memberikan kepercayaan yang memadai

sehingga produk dan pelayanannya memuaskan sesuai dengan syarat – syarat

kualitas

2.6.1 Tujuan QA di Rumah sakit

QA di rumah sakit mempunyai tujuan untuk :

1. Menjaga mutu proses pelayanan kesehatan, agar sesuai dengan standar

operatif prosedur pelayanan kesehatan, meningkatkan kepatuhan petugas

agar dalam melakukan pelayanan senantiasa berpegang pada standar

pelayanan yang seharusnya.

2. Menjaga agar pelayanan kesehatan mutunya tetap terjamin sesuai dengan

harapan dan memberikan kepuasan kepada pelanggan atau pasien.

3. Melihat kekurangan yang ada dalam proses pelayanan dan berusaha

memperbaiki.

4. Meningkatkan mutu struktur, proses dan outcome


2.7 Definisi Operasional
2.7.1 Variabel dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah waktu dispensing obat yaitu

waktu yang diperlukan seorang petugas farmasi untuk menyelesaikan resep mulai
(10)
dari resep masuk hingga diletakkannya obat di tempat penyerahan obat Cara

ukur berupa observasi dengan alat ukur berupa chek list dengan skala ukur

nominal.(10)

2.7.2 Variabel independen


1. Jenis resep adalah resep yang diterima berupa resep racikan, non

racikan maupun campuran dari keduanya. Cara ukur berupa observasi

dengan alat ukur berupa chek list dengan skala ukur nominal

2. Status pasien adalah status pendaftaran pasien yang terdiri dari pasien

umum atau BPJS . Cara ukur berupa observasi dengan alat ukur berupa

chek list dengan skala ukur nominal

Anda mungkin juga menyukai