Kebersihan lingkungan kandang yang tidak dijaga seperti lantai kandang yang
kotor akibat feses dan urin serta ceceran sisa pakan dapat memudahkan perkembangan
bakteri dan bentuk kandang yang buruk akibat kurangnya ventilasi akan menciptakan
kondisi yang nyaman bagi bakteri untuk berkembang biak karena lembabnya kondisi
kandang(Fatonah, dkk. 2020)
3. Tangan pemerah
Pemerahan yang dilakukan oleh orang yang berganti-ganti menyebabkan induk
rentan terhadap mastitis, karena tangan pemerah merupakan sumber S. aureus sebagai
penyebab mastitis. Tangan pemerah berpotensi sebagai perantara penularan S. aureus dari
ambing ke ambing lainnya.(Suwito, dkk. 2014)
Keberadaan bakteri patogen berdasarkan posisi puting juga dapat disebabkan
karena bakteri patogen tersebut dapat menular dari satu puting ke puting yang lain
melalui tangan pemerah. Pemerah umumnya mencuci tangan setiap akan melakukan
pemerahan pada sapi yang berbeda, namun pemerah biasanya tidak mencuci tangan
kembali saat melakukan pemerahan dari satu puting ke puting lainnya pada seekor sapi.
Hal tersebut dapat meningkatkan risiko penularan bakteri patogen penyebab mastitis
subklinis pada puting yang terakhir diperah.(Pisetyani, dkk. 2017)
4. Letak pembuangan limbah
Letak pembuangan limbah juga berperan terhadap timbulnya penyakit pada sapi
perah, misalnya mastitis. Peternak (59%) membuang limbah tidak jauh dari kandang
peternakannya (< 15 meter). Kotoran ternak dibuang dengan menim-bunnya di atas
permukaan tanah atau open dumping yang digunakan sebagai pupuk kandang serta
biogas yang terletak tidak jauh dari kandang.
Jarak yang terlalu dekat antara tempat pembuangan limbah dengan kandang akan
menyebabkan lingkungan kandang menjadi kotor, dan dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan. Hal ini akan menyebabkan bakteri tumbuh subur dan bermigrasi ke kandang
sehingga setiap saat dapat menimbulkan kejadian mastitis subklinis. Tumpukan limbah
peternakan akibat kondisi saluran pembuangan yang tidak baik atau tidak lancar akan
menyebabkan gangguan terhadap lingkungan antara lain berupa bau busuk dan
berkembangnya serangga(Nisa, dkk. 2019)
Dapuss
Pisestyani, H., Sudarnika, E., Ramadhanita, R., Ilyas, A. Z., Basri, C., Wicaksono, A., Nugraha,
A. B., & Sudarwanto1, M. B. 2017. Perlakuan Celup Puting setelah Pemerahan terhadap
Keberadaan Bakteri Patogen, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, dan E. coli
pada Sapi Perah Penderita Mastitis Subklinis di Peternakan KUNAK Bogor. Jurnal Sain
Veteriner. Vol.35(1).
Nisa, H. C., S, B. P., L, T. D., Hariadi, M., Sidik, R., & Harijani, N. (2019). Analisis Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis Subklinis Dan Klinis Pada Sapi Perah Pacet ,
Kabupaten Mojokerto ) Analysis of Factor Affecting Subclinical and Clinical Mastitis in
Dairy Cow ( Case Study in the Cooperative Agribusiness Dana Mul. Ovozoa, 8(1).
Fatonah, A., Harjanti, D. W., & Wahyono, F. 2020. Evaluasi Produksi dan Kualitas Susu pada
Sapi Mastitis. Jurnal Agripet, 20(1), 22–31.
Widodo, S., Sri, N. W., Bambang, S., & Hastuti, W. A. E. T. 2014. Faktor-Faktor Risiko Mastitis
Subklinis pada Kambing Peranakan Etawah di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jurnal
Veteriner. Vol. 15(1): 130–138.