Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH FISIOLOGI PERILAKU HEWAN

“RESPONS SEL”

Oleh:
Kelompok 4

Avisha Putri Sundapa 20177002


Nindya Ananda Latifa 20177010
Tiffany Mantoviana 20177013

Dosen Pengampu
Dr. Dwi Hilda Putri, M.Biomed

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT.karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Respons Sel” sebagai salah
satu tugas mata kuliah Fisiologi Perilaku Hewan.
Penyelesaian penulisan makalah ini tidak terlepas dari kerjasama dan
partisipasi dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Ibu Dr. Dwi Hilda Putri, S.Si., M. Biomed selaku dosen mata kuliah Fisiologi
Perilaku Hewan.
2. Orang tua yang selalu memberikan bantuan moril dan materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.
3. Rekan-rekan kelompok empat yang telah bekerjasama dalam penyelesaian
penulisan makalah.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah, masih banyak kekurangan dan
kesalahan.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif dari pihak manapun demi menunjang kesempurnaan makalah ini untuk
kedepannya. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah
wawasan dan mengembangkan cakrawala pengetahuan terutama mengenai Respon
Sel.

Padang, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Respon Sel............................................................................................3
B. Respon Sinyal pada Diferensiasi Sel....................................................3
C. Respon Sinyal Proliferasi Sel...............................................................5
D. Respon Sinyal pada Survival Sel..........................................................10
E. Respon Sinyal pada Sel Spesifik .........................................................15
F. Faktor yang Mempengaruhi Respons Sel ............................................16
G. Regulasi Persinyalan Sel.......................................................................22
BAB III PENUTUP.........................................................................................27
A. Kesimpulan...........................................................................................27
B. Saran.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Diferensiasi Sel-Sel Otot......................................................................5
2. Pensinyalan Kombinasi Sel..................................................................6
3. Jalur Sinyal Proliferasi Sel....................................................................10
4. Mekanisme Apoptosis..........................................................................11
5. Sinyal Apoptosis ..................................................................................13
6. Apoptosis Jalur Instrinsik Dan Ekstrinsik............................................14
7. Kespesifikan Pensinyalan Sel...............................................................15
8. Mekanisme Reseptor Terhubung Kanal Ion.........................................17
9. Respon Sinyal Tiroksin Kinase............................................................18
10. Jalur Penghambat Regulasi Siklus Sel..................................................19
11. Hormon Steroid Dengan Reseptor Intraseluler.....................................20
12. Pensinyalan Molekul............................................................................22
13. Respon Nukleus Terhadap Sinyal.........................................................23
14. Respon Sitoplasma Terhadap Sinyal....................................................24

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Perbedaan Mekanisme Reseptor Terhubung Protein G .......................18
2. Respon Sel Terhadap camp.................................................................. 21
3. Jenis Protein Efektor Ga....................................................................... 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sel berperan dalam mengatur segala macam aktivitas di dalam tubuh kita.
Selain itu, sel juga berinteraksi antar satu sama lain (komunikasi sel), yaiu
mekanisme yang memungkinkan satu sel mempengaruhi perilaku sel lainnya.
Komunikasi sel dilakukan menggunakan sinyal kimiawi yang beragam dan
menyebabkan respon yang beragam yang dimunculkan oleh sinyal-sinyal tersebut,
namun metode kerja semua sinyal kimiawi sangat mirip.
Menurut Campbell, dkk (2008:226) respons termasuk dalam tahap ketiga dari
pensinyalan sel, dimana sinyal yang ditransduksikan memicu respons selular
spesifik. Respons ini merupakan aktivitas selular apapun yang bisa dibayangkan,
misalnya katalis oleh suatu enzim (misalnya gliserin fosforilase), penyusun ulang
sitoskeleton, atau aktivasi gen-gen spesifik dalam nukleus. Proses pensinyalan
membantu memastikan bahwa aktivitas-aktivitas krusial ini berlangsung dalam sel
yang benar, pada waktu yang tepat, dan dalam koordinasi yang sesuai dengan sel-
sel lain pada organism tersebut.
Pengikatan sinyal kimiawi dengan protein reseptor memicu berbagai
peristiwa kimiawi di dalam sel target sehingga menyebabkan perubahan dalam
perilaku tersebut. Keragaman respons sel target terhadap sinyal kimiawi bergantung
pada sifat dan ciri sel-sel target serta pada jumlah dan afinitas protein reseptor itu
pada permukaan sel atau di dalam sel target. Sel-sel dikatakan tidak responsif
terhadap sinyal tertentu jika sel itu tidak mempunyai reseptor yang tepat
(Campbell, dkk, 2004:133). Pembahasan mengenai respons sel ini difokuskan pada
tiga hal, yaitu tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh
berbeda yang diberikan sel. Selain itu, juga dibahas mengenai sel berbeda dapat
memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama, serta regulasi dari
pensinyalan sel.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan dalam respon sel, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana proses respon sel ?
2. Bagaimana respon sinyal pada diferensiasi sel?
3. Bagaimana respon sinyal pada kombinasi dan proliferasi sel ?
4. Bagaimana respon sinyal pada survival sel?
5. Bagaimana respon sinyal pada sel spesifik?
6. Apa faktor-faktor penyebab respon sel?
7. Bagaimana regulasi persinyalan sel?
C.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui respon sel.
2. Mengetahui respon sinyal pada diferensiasi sel.
3. Mengetahui respon sinyal pada kombinasi dan proliferasi sel.
4. Mengetahui respon sinyal pada survival sel.
5. Mengetahui respon sinyal pada sel spesifik.
6. Mengetahui faktor-faktor penyebab respon sel.
7. Mengetahui regulasi persinyalan sel.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Respon Sel
Pesan itu diterima sel dalam bentuk reaksi molekul dan selanjutnya sel
melakukan respon atau tanggapan. Macam tanggapan sel terhadap hantaran
ransangan yang sesungguhnya telah terprogram. Artinya, tiap ransangan hanya
membawa perintah untuk satu jenis tanggapan dan tanggapan itu adalah spesifik
terhadap ransangan yang spesifik.
Beberapa contoh tanggapan seluler yang spesifik adalah: (1) tanggapan
perubahan pola ekspresi gen, sel target dipicu untuk melakukan transkripsi,
selanjutnya transkripsi di tindak lanjuti dengan translasi menghasilkan protein.
Beberapa protein bertindak sebagai enzim. Jadi tanggapan sel adalah
mengekspresikan gen yang sebelumnya diam menjadi aktif menyatakan fenotip
tertentu. Tanggapan sel target adalah berupa perubahan fungsi seluler yang
sebelumnya tidak mengekspresikan gen yang di kehendaki menjadi sel yang aktif
terkendali mengekspresikan gen-gen tertentu. (2) tanggapan mengaktifkan atau
tidak mengaktifkan jalur metabolisme. Dalam hal ini, tiap reaksi dikatalis oleh
enzim spesifik yang menjadi penentu langkah metabolisme yang diatur secara
alosterik sebagai tanggapan seluler atas pesan sekunder yang diterima. Enzim yang
telah ada dalam sel ada yang perlu diatur oleh pesan sekunder yang asalnya dari
ekstraseluler. (3) tanggapan mengaktifkan dan menonaktifkan enzim-enzim diluar
jalur suatu metabolisme. Misalnya, tanggapan reaksi pembentukan glikogen pada
sel hati dan sel otot diatur oleh hormon insulin melalui mekanisme hantaran
ransang pesan sekunder. Sebaliknya, hormon glukagon dan epinefrim membawa
pesan agar sel melakukan pemecahan glikogen pada sel target (Muslim, 2003:291-
292 ).
B. Respon Sinyal pada Diferensiasi Sel
Karakteristik khusus pertumbuhan sel dan pembelahan sel adalah diferensiasi
sel, yang merujuk pada perubahan sifat fisik dan fungsi sel sewaktu sel
berproliferasi dari embrio untuk membentuk struktur dan organ tubuh yang
berbeda-beda. Penjelasan dari suatu percobaan menarik yang membantu
menjelaskan proses tersebut adalah sebagai berikut (Guyton, 2012: 41).

3
Ketika nucleus dari sebuah sel mukosa usus kodok diimplantasikan melalui
pembedahan ke dalam ovum kodok dengan nucleus ovum awal yang telah
diangkat, hasilnya adalah pembentukan kodok yang normal. Hal ini menunjukkan
bahwa bahkan sel mukosa usus, yang merupakan sel yang berdiferensiasi baik,
membawa semua informasi genetic yang dibutuhkan untuk perkembangan semua
struktur yang dibutuhkan dalam tubuh kodok.
Oleh karena itu, sudah jelas bahwa diferensiasi tidak dihasilkan dari
hilangnya gen tetapi dari penekanan secara selektif operon genetic yang berbeda.
Sesungguhnya dengan mikrofag elekon, dapat diduga bahwa beberapa segmen
untai heliks DNA yang bergelung disekitar inti histon menjadi begitu padat
sehingga untaian heliks DNA tidak akan terurai lagi untuk membentuk molekul
RNA. Satu penjelasan hal ini adalah: diduga bahwa genom sel berawal pada tahap
diferensiasi sel tertentu untuk menghasilkan suatu protein regulator yang akan
selamanya menekan menekan sekelompok gen terseleksi. Oleh karena itu, gen yang
ditekan tidak akan berfungsi lagi. Tanpa memperhatikan mekanismenya, sel
manusia yang matang menghasilkan maksimal 8000 sampai 10.000 proteindan
bukan 30.000 protein atau lebih bila seluruh gen aktif.
Penelitian secara embriologis menunjukkan bahwa sel-sel tertentu didalam
embrio mengatur diferensiasi sel yang berdekatan. Sebagai contoh, korda-
mesoderm primordial disebut sebagai pengatur primer embrio karena korda
tersebut membentuk suatu focus tempat sisa embrio lain disekelilingnya
berkembang. Korda-mesoderm primeordial ini akan berdiferensiasi menjadi aksis
mesoderm berisi somit yang tersusun secara segmental dan sebagai hasil dari
induksi dari jaringan sekitarnya, menyebabkan terbentuknya semua organ penting
di dalam tubuh.
Sebuah contoh lain dari induksi berlangsung saat vesikel mata yang sedang
berkembang berkontak dengan ectoderm kepala dan menyebabkan ectoderm
menebal menjadi lempeng lensa yang akan melipat ke dalam untuk membentuk
lensa mata. Oleh karena itu, sebagian besar perkembangan embrio merupakan hasil
dari induksi semacam itu, yakni satu bagian tubuh memengaruhi bagian yang lain,
dan bagian yang lain tersebut masih memengaruhi bagian yang lain lagi (Guyton,
2012: 41).

4
Menurut Campbell, dkk (2008:396) diferensiasi merupakan proses yang
menjadikan struktur dan fungsi sel-sel menjadi semakin terspesialisasi selama
perkembangan organisme embrio. Terlebih lagi, jenis-jenis sel yang berbeda tidak
tersebar secara acak, namun terorganisasi menjadi jaringan-jaringan dan organ-
organ dalam susunan dimensi tiga tertentu. Diferensiasi bergantung pada ekspresi
gen. Diferensiasi sel terjadi pada sel otot dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diferensiasi sel–sel otot


Diferensiasi sel–sel otot, yang mana sel-sel rangka berasal dari sel-sel embrio
yang mengalami perubahan ekspresi gen. Diferensiasi. Protein MyoD merangsang
gen myoD lebih lanjut dan mengaktivasi gen-gen pengode faktor-faktor transkripsi
spesifik-otot lain, yang kemudian mengaktivasi berbagai gen pengode protein-
protein otot. MyoD juga menyalakan gen-gen yang memblok daur sel, sehingga
menghentikan pembelahan sel. Mioblas yang tidak membelah menyatu menjadi
sel-sel otot multi-nukleus dewasa, disebut juga serat otot (Campbell, dkk
(2008:399).
C. Respon Sinyal pada Kombinasi dan Proliferasi Sel
Setiap sel telah diprogramkan untuk menanggapi terhadap seperangkat
molekul yang membawa sinyal yang khas. Setiap jenis sel dalam organisme
multiseluler dihadapkan kepada sejumlah molekul sinyal yang berlainan mungkin
beratus-ratus dari lingkungannya. Sinyal ini dapat berupa larutan, atau terikat pada
matriks ektraseluler, atau terikat pada sel-sel sekelilingnya, dan sinyal-sinyal
tersebut dapat bertindak dalam ribuan kemungkinan kombinasi. Sel yang
mendapatkan sinyal tersebut harus menanggapi secara selektif mengingat akan ciri

5
kekhasannya sendiri yang telah diperoleh selama perkembangannya menjadi sel
yang terdiferensiasi. Maka sel tersebut mungkin diprogramkan untuk menanggapi
sinyal dalam bentuk diferensiasi, atau meanggapi terhadap seperangkat sinyal lain
dalam bentuk proliferasi, atau terhadap seperangkat sinyal lain dalam bentuk
beberapa fungsi khusus.
Proliferasi, diferensiasi, dan survival dari sel normal diatur oleh angka
terbesar dari suatu jalur yang mana sebagian dihubungkan. Mereka mengirimkan
dan mengintegrasikan sinyal dari factor pertumbuhan, hormone, sel-sel dan
interaksi sel dengan matriks (Schulz, 2005: 113). Menurut Albert, dkk (2008:1339)
perilaku sel yang kompleks, seperti survival, proliferasi atau diferensiasi, umumnya
dirangsang oleh kombinasi spesifik dari sinyal dibandingkan dengan pensinyalan
tunggal yang dapatdilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pensinyalan kombinasi sel


Masing-masing tipe sel menunjukan seperang katreseptor yang
memperbolehkan merespon kumpulan yang sesuai dari pensinyalan molekul yang
dihasilkan oleh sel lain. Pensinyalan molekul ini bekerja dalam kombinasi untuk
mengatur perilaku dari sel. Seperti terlihat disini, banyak sel memerlukan beberapa
sinyal (panah biru) untuk terus hidup dan sinyal tambahan (panah merah) untuk
berkembangbiak, atau sinyal lainnya (panah hijau) untuk berspesialisasi. Jika
kehilangan semua sinyal, sel ini mengalami kematian sel yang diprogram
(apoptosis). (Sumber: Albert, 2008:1345).

6
Sebuah sel yang khas dalam suatu organism menghadapi ratusan sinyal yang
berbeda dalam lingkungan sinyal. Sinyal ini dapat larut, terikat pada matriks
ekstraseluler atau terikat pada permukaan sel tetangga dan mereka dapat bertindak
dalam jutaan sel kombinasi. Sel harus menanggapi sinyal yang selektif, sesuai
dengan karakter spesifik, yang telah diperoleh melalui spesialisasi sel progresif
dalam proses perkembangan. Sel dapat deprogram untuk menanggapi satu
kombinasi perbedaan sinyal, dengan melakukan beberapa fungsi khusus seperti
kontraksi atau sekresi (Albert, dkk.2008).
Sebagian besar sel hewan deprogram untuk tergantung pada suatu kombinasi
spesifik dari sinyal untuk bertahan hidup. Ketika dicabut dari sinyal, sel tersebut
akan mati atau mengakhiri hidupnya, proses ini disebut pengprograman mati sel
atau apoptosis. Karena berbagai jenis sel yang membutuhkan kombinasi yang
berbeda dari sinyal kelangsungan hidup, setiap jenis sel dibatasi oleh lingkungan
yang berbeda dalam tubuh. Pada prinsipnya, ratusan molekul sinyal pada sel hewan
dapat digunakan untuk membuat hampir beberapa jumlah kombinasi sinyal yang
tak terbatas. Penggunaan kombinasi ini mengontrol perilaku sel memungkinkan
hewan untuk mengontrol sel-sel dalam cara yang sangats pesifik dengan
menggunakan keragaman molekul sinyal yang terbatas. (Albert, dkk.2008)
Pertumbuhan jaringan serta organ terjadi karena penambahan ukuran dan
jumlah sel-sel pada populasi sel yang aktif menjalankan siklus sel atau
berproliferasi. Secara mendasar siklus sel adalah program untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel. Siklus sel melibatkan 4 fase yaitu fase G1 (dan G0), S, G2, dan M.
Berbagai fase ini adalah kejadian yang berurutan dan suatu fase dapat terjadi bila
fase sebelumnya telah berjalan baik. Mekanisme pengontrolan ini akan menjamin
bahwa pembelahan sel menghasilkan dua sel anak dengan informasi genetik yang
lengkap.
a. Pensinyalan pada proliferasi

Growth Factors
Faktor-faktor yang mempromosikan organ atau organisme tumbuh secara
operasional dibagi menjadi tiga kelas besar :

7
1. Mitogens, yang menyimulasi pembelahan sel, mula-mula dengan
membebaskan kontrol negatif intraseluler yang dengan kata lain memblok
proses siklus sel.
2. Growth factors, dimana menyimulasi pertumbuhan sel (penambahan masa
sel) dengan mempromosikan sintesis protein dan makromolekul lain dan
dengan meng-inhibisidegradasi sel-sel.
3. Survival factors, dimana mempromosikan kemampuan bertahan sel dengan
menekanapoptosis.

Growth factor adalah suatu peptida yang merangsang pertumbuhan dengan cara
mensintesis DNA dan juga mengatur proses mitosis sel. Bentukan peptida pada
growth factor ini dibagi menjadi 2 yaitu polipeptida dan neuropeptida. Polipeptida
yang mempunyai molekul besar dan bekerja melalui jalur tyrosine kinase.
Polypeptida merupakan faktor pertumbuhan yang akan mengadakn ikatan dengan
reseptor faktor pertumbuhan dalammembran sel. Ikatan ini menimbulkan signal
transduksi yang melalui jalur tyrosin kinase diteruskan ke PKC yang kemudian
diteruskan lagi ke dalam inti sel. Neuropeptida mempunyai molekul kecil bekerja
melalui jalur non tyrosin kinase. Ikatan yang terjadi jugamenimbulkan signal
transduksi melalui jalur tyrosyn kinase dan serine theroine kinase diteruskan ke
dalam inti sel. Adapun macam-macam growth factor antara lain:

a. EGF : epidermal growth factor


b. FGF : fibroblast growth factor
c. IL_3 : interleukin_3
d. IL_6 : interleukin_6
e. PDGFβ : pletelete derived GFβ
f. IGF_1 : insuline growth factor 1
g. IGF_2 : insuline growth factor 2
h. GM_SCF : granulocyt-monocyt colony stimulating factor
Proses pengkodean pembentukan growth factor diatur oleh suatu gen misalnnya c-
sis, myc, abl, int-1, int-2.

8
Growth Factor Reseptor
Growth factor reseptor adalah protein transmembran yang terdapat pada
membran sel yang mempunyai bagian yang menonjol keluar membran dan
menonjol kedalam sitoplasma. Growth factor receptor ada yang mempunyai dan
tidak mempunyai enzim tyrosin kinase. Ada bermacam-macam growth factor
receptor seperti:
a. EGFR : Epidermal growth factor receptor
b. TGFR : Transforming growth factor receptor
c. IGFR : Insuline growth factor receptor
d. CSF-1R : Colony stimulating factor 1 receptor
e. PDGFR : Pletelet derived growth factor receptor
f. NGFR : Nerve growth factor receptor
g. ILGFR : Insuline like growth factor receptor
h. SCGFR : Stem cell growth factor receptor

Growth factors merupakan faktor luar yang berperan dalam siklus sel dan
berhubungan dengan hormonal. Abnormalitas dalam growth factors dapat
menyebabkan protein terlalu terekspresi sehingga siklus sel menjadi terlalu
terstimulasi atau dapat pula dengan ketidakhadiran protein menyebabkan siklus sel
ter-inhibisi. Di setiap membran sel terdapat banyak reseptor. Ketika terdapat
rangsangan dari growthfactor akan menyebabkan membran sel menghasilkan
beberapa macam zat seperti DAG (diacetylglycerol), proteinkinase c dan second
messager yang berupa phospholipid. DAG berfungsi untuk mengaktifkan protein
kinase c, protein kinase c berfungsi untuk mempercepat proses transkripsi RNA.
Setelah terbentuk RNA massanger dari prosestranskripsi, RNA massanger akan
bergerak keluar dari membran inti menuju ke ribosom, kemudian dari ribosom
terjadi proses translasi RNA. Pada proses translasi RNA messanger akan
membentuk anti sense dan kemudian ribosom akan mulai membentuk rantai
polpeptida sesuai dengan kode gen pada RNA messanger. kemudian protein-protein
itu tadi akan masuk kembali kedalam inti untuk keperluan replikasi DNA.

9
Gambar 3. Jalur sinyal proliferasi sel

D. Survival atau Kelangsungan Hidup Sel


Sel membutuhkan sinyal bukan hanya untuk tumbuh dan berproliferasi,
melainkan juga untuk kelangsungan hidup. Jika faktor kelangsungan hidup
berkurang, maka sel akan mengaktivasi apoptosis. Pengaturan memungkinkan sel
dapat survive ketika dan dimana diperlukan. Faktor kelangsungan hidup, seperti
halnya mitogen dan faktor pertumbuhan, biasanya mengikat permukaan sel reseptor
Pengikatan sinyal pada permukaan sel reseptor menggerakkan jalur sinyal
agar menekan program kematian sel, yang diregulasi oleh anggota protein Bcl-2.
Contohnya terdapat beberapa faktor yang menstimulasi peningkatan apoptosis
dengan menekan anggota Bcl-2, sedangkan yang lainnya menghambat apptosis

Apoptosis

Sel di dalam tubuh organisme diatur dengan cara mengontrol laju


pembelahan dan mengontrol laju kematian sel. Jika sel tidak diperlukan, maka sel
akan bunuh diri dengan mengaktivasi program kematian sel secara intraseluler.
Program kematian sel secara terprogram ini dikenal dengan apaptosis. Pada
jaringan dewasa, kematian sel seimbang dengan pembelahan sel, karena jika tidak
demikian dapat menyebabkan terlalu berkembang atau menyusut. Apoptosis
memegang peranan dalam mengontrol homeostatis organisme (Albert, 2008).

Apostosis menyebabkan sel mati dengan rapi, tanpa menimbulkan


kerusakan pada sel tetangga, sel menyusut dan memadat, membran nukleus

10
terbongkar, DNA terpecah menjadi fragmen, Permukaan sel berubah, membentuk
badan apoptotik, menyebabkan cepat difagositosit dengan cepat oleh makrofag (sel
fagositosis khusus), dan tidak terjadi inflamasi yang dapat merusak sel tetangga.

Agar homeostatis dalam tubuh organisme tetap terjaga, maka harus ada
keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. Terlalu banyak apoptosis
menyebabkan antara lain penyakit neurogeneratif seperti parkinson, alzheimer,
atrofi otot dan AIDS. Sedangkan apoptosis yang terlalu sedikit dapat menyebabkan
kanker dan penyakit autoimun (Sharma HP, Amit P, Jain P; 2014).

Sel yang mengalami apoptosis ditandaioleh sel mati dengan rapi, tanpa
menimbulkan kerusakan pada sel tetangga, sel menyusut dan memadat, sitoskeleton
memecah, membran nukleus terbongkar, DNA terpecah menjadi fragmen,
permukaan sel berubah, menyebabkan cepat difagositosit dengan cepat oleh
makrofag (sel fagositosis khusus), sebelum terjadinya kebocoran isi sel.Berbeda
dengan kematian sel akibat nekrosis, apoptosis tidak menimbulkan inflamasi atau
merusak sel tetangga, bengkak dan berhamburan, serta tidak menimbulkan renspon
inflamasi yang berpotensi merusak.

Gambar 4. Mekanisme Apoptosis

11
Apoptosis terjadi setiap hari dalam tubuh kita. Sel dalam tubuh ada yang
berproliferasi (lahir) dan ada yang mati. Penyebab terjadinya apoptosis ada
berbagai macam stimulus yang muncul dari dari luar (jalur Ekstrinsik) dan dari
dalam (Jalur Intrinsik) seperti terikatnya ligan pada reseptor permukaan sel,
ternjadinya kerusakan DNA, pengobatan yang menggunakan obat sitotoksisk atu
irradiasi, kurangnya sinyal kelangsungan hidup (Gewies; 2003).

Yang bertanggung jawab dalam apoptosis serupa di semua sel hewan adalah
caspase yang terdiri dari anggota protease yang memiliki sistein pada sisi aktifnya
dan membelah protein target pada asam aspartat spesifik. Preotein ini disintesis
pada sel oleh prekursor inaktif yang disebut procaspase. Procaspase selanjutnya
diaktifkan menjadi caspase yang mengaktifkan procaspase lainnya untuk
memperkuat caspase cascade. Mekanisme apoptosis terdiri dari jalur ekstrinsik dan
jalur intrinsik.

Apoptosis Jalur Ekstrinsik

Terjadinya apoptosis dipicu oleh faktor luar, tahapan terjadinya apoptosis jalur
Ekstrinsik adalah sebagai berikut :

a. Aktivasi procaspase dapat dipicu dari luar sel melalui aktivasi reseptor
pada permukaan sel.
b. Limfosit pembunuh dapat menginduksi apoptosis dengan memproduksi
protein yang dikenal dengan Fas Ligand yang terikat pada reseptor yang
terdapat pada permukaan sel target.
c. Kumpulan Fas protein merekrut adaptor protein yang mengikat kumpulan
molekul procaspase 8, membelah dan menyebabkan aktifnya molekul
caspase 8.
d. Aktifnya procaspase 8 lalu mengaktifkan procaspase di bagian hilir untuk
menginduksi apoptosis.
Sinyal apoptosis ekstrinsik antara lain dimediasi oleh Tumor Nekrosis faktor
(TNFR), Fas protein melalui aktivasi reseptor kematian dengan merekrut protein
adaptor melalui interaksi Death Domain (DD). Pngikatan FADD ke Fas atau TNFR
melalui TRADD akan mengaktivasi caspase 8.

12
Selain itu Jalur transduksi signal ekstrinsik diinisiasi pula oleh Nuclear Factor-
Kappa yang diaktivasi oleh B Cell yang merupakan protein kompleks untuk proses
transkripsi DNA yang ditemukan di berbagai sel hewan. Protein ini merupakan
reseptor regulator imun terhadap infeksi. Signal NF-kB diinisiai melalui interaksi
TNFR Associated Death Domain (TRADD) dan Tumor Necrosis Factor-Reseptor
Associated Factor (TRAF). NFkB aktif memicu transkripsi protein IAPs yang
merupakan Inhbitor apoptosis. IAPs selanjutnya akan memblok caspase 3, 7 dan 9
seperti pada gambar.

oleh
Gambar 5. Sinyal Apoptosis yang dimediasi oleh TNFR, Fas, atau Mitokondria

Apoptosis Jalur Intrinsik

Kerusakan DNA dapat memicu apoptosis intraseluler yang tahapannya adalah


sebagai berikut :
a. lepasnya sitokrom C ke sitoplasma, respon ini membutuhkan p53, yg
mengaktivasi transkripsi gen, yg mengkode protein untuk melepaskan
sitokrom c dari mitokondria. Protein ini merupakan anggota dari Bcl-2.
b. sitokrom c ke sitoplasma, yg diikat dan diaktivasi oleh adaptor protein yaitu
Apaf-1
c. Aktivasi procaspase melalui Jalur mitokondria yg direkrut pada apoptosis
menginisiasi atau mempercepat dan memperkuat caspase cascade

13
Protein –protein yang bertanggungjawab terhadap regulasi sel dalap apoptosis
adalah famili protein Bcl-2 dan IAP. Anggota Bcl-2 dari protein intraseluler
membantu regulasi aktivasi procaspase. Beberapa anggota seperti Bcl-2 atau Bcl-
XL, menghambat terjadinya apptosis, dengan menghalangi pelepasan sitokrom c
dari mitokndria.Anggota lain Bcl-2 bukanlah penghambat kematian, tetapi
mendukung procaspase adalam mengaktivasi kematian sel.Beberapa promotor
apoptosis seperti Bad, berfungsi dengan mengikat dan menonaktifkan anggota yg
menghambat seperti Bax dan Bak, menstimulasi pelepasan sitokrom c dari
mitokondria. Jika gen yg mengkodekan Bax dan Bak keduanya dalam keadaan
inaktif, sel menjadi resisten terhadap kebanyakan rangsangan apoptosis. Bax dan
Bak diaktifkan oleh pemicu apoptosis dari anggota Bcl-2 seperti Bid(Albert; 2008).

Gambar 6. Apoptosis Jalur ekstrinsik dan Intrinsik

IAP merupakan protein inhibitor apoptosis ,yang bekerja dengan


menghambat apoptosis dengan mengikat beberapa procaspase untuk mencegah
teraktifasinya dan mengikat caspase untuk menghampat aktifitasnya . Protein IAP
semula ditemukan sebagai protein yang diproduksi oleh virus yg menginfeksi
serangga tertentu, untuk mencegah sel yang terinfeksi membunuh dirinya sendiri
sebelum virus bereplikasi.Ketika mitokondria melepaskan sitokrom untuk
mengaktifkan Apaf-1, dilepaskan pula yg memblok IAPs, hal ini meningkatkan
proses aktivasi kematian sel(Albert; 2008).

14
E. Respon Sinyal pada Sel Spesifik
Kespesifikan yang ditunjukkan dalam respon sselular terhadap sinyal sama
saja dengan penjelasan dasar untuk hampir semua perbedaan di antara sel-sel, jenis
sel yang berbeda memiliki koleksi protein yang berbeda (gambar5). (ini disebabkan
karena jenis sel yang berbeda menyalakan kumpulan gen yang berbeda). Respons
sel tertentu terhadap sinyal bergantung pada koleksi tertentu protein reseptor sinyal,
protein relai, dan protein yang dibutuhkan untuk melaksanakan respons. Sel hati,
misalnya akan merespons epinefrin secara tepat karena memiliki protein-protein
yang tercantum pada gambar 7, seperti halnya yang dibutuhkan untuk memproduksi
glikogen (Campbell, dkk, 2008:237).

Gambar 7. Kespesifikan Pensinyalan Sel


Protein-protein tertentu yang dimiliki oleh sel menentukan molekul sinyal apa
yang akan direspon dan seperti apa respons yang diberikan. Keempat sel dalam
diagram ini merespons molekul sinyal yang sama (merah) dalamcara-cara yang
berbeda karena masing-masing memiliki kumpulan protein yang berbeda (bentuk
berwarna ungu dan cokelat muda). Akan tetapi, perhatikan bahwa jenis molekul
yang sama dapat berpartisipasi dalam lebih dari satu jalur. (Sumber: Campbell, dkk
(2008:237).
Menurut Campbell, dkk (2008:238) dengan demikian, dua sel yang merespon
secara berbeda terhadap sinyal yang sama memiliki perbedaan satu atau lebih
protein yang menangani dan merespon sinyal tersebut. Perhatikan gambar4, jalur-
jalur yang berbeda mungkin memiliki beberapa molekul yang sama. Misalnya, sel
A, B, dan C, semuanya menggunakan protein reseptor yang sama untuk molekul
sinyal yang berwarna merah, perbedaan dalam hal protein lainlah yang

15
menyebabkan respons yang diberikan berbeda. Pada sel D, protein reseptor yang
berbeda digunakan untuk molekul sinyal yang sama, menghasilkan respons yang
berbeda pula. Pada sel B, jalur yang dipicu oleh satu jenis sinyal berpisah
menghasilkan dua respons. Jalur bercabang semacam itu sering melibatkan reseptor
tirosin kinase (yang dapat mengaktivasi banyak protein relai) atau pembawa-pesan
kedua (yang dapat meregulasi banyak protein). Pada sel C, dua jalur yang dipicu
oleh sinyal berbeda menyatu untuk memodulasi satu respons tunggal. Percabangan
jalur dancross-talk (persilangan interaksi) di antara jalur-jalur yang berbeda penting
bagi regulasi dan koordinasi respons sel terhadap informasi yang berasal dari
berbagai sumber dalam tubuh. Terlebih lagi, penggunaan beberapa protein yang
sama pada lebih dari satu jalur memungkinkan sel menghemat jumlah protein
berbeda yang harus dibuatnya.
Ambilah contoh dua sel yang berbeda dalam tubuhan dan sel hati dan sel otot
jantung. Keduanya  bersentuhan dengan aliran darah sehingga terpapar terus
menerus kebanyak molekul hormone yang berbeda, dan regulator lokal yang di
sekresikan oleh sel-sel didekatnya. Akan tetapi sel hati hanya akan merespons
beberapa jenis sinyal dan mengabaikan sinyal yang lain; demikian pula pada sel
jantung (ini disebabkankarna jenis sel yang berbeda menyalakan kumpulan gen
yang berbada) dengan demikian, dua sel yang merespons secara berbeda terhadap
sinyal yang sama memiliki perbedaan satu ataulebih perotein yang menangani dan 
merespons sinyal tersebut.
F. Faktor yang Mempengaruhi Respons Sel
Respons sel tertentu terhadap sinyal bergantung pada koleksi tertentu protein
reseptor sinyal, protein relai, dan protein yang dibutuhkan untuk melaksanakan
respons. Sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama.
Molekul sinyal yang sama mengikat molekul ke reseptor protein yang sama.
Namun, menghasilkan respon sangat berbeda dalam jenis berbeda dari sel target.
Sel yang berbeda jenis dapat memberikan tanggapan yangberbeda terhadap sinyal
kimiawi yang berlainan.
Cara khusus sebuah sel beraeaksi terhadap lingkungannya dapat bermacam-
macam, perbedaan bentuk tanggapannya didasarkan pada:

16
1. Seperangkat protein reseptor yang dimiliki sel yang diselaraskan untuk
mendeteksi sinyal yang diterimanya,
2. Perangkat mekanisme yang ada dalam sel untuk mengintegrasikan dan
menginterprestasikan informasi yang diterimanya.

Respons sel juga dipengaruhi oleh hal-lal berikut ini:


1. Respon Tergantung Pada Reseptor Permukaan Sel

Ada dua tipe reseptor yaitu reseptor intraseluler dan reseptor permukaan sel.


Tiga kelas terbesar pada protein reseptor permukaan sel adalah reseptor terhubung
kanal ion, reseptor terhubung-protein G (GPCR), dan reseptor terhubung enzim.

 Reseptor terhubung kanal ion juga dikenal sebagai kanal ion teraktivasi
ligan atau reseptor ionotropik. Reseptor ini membuka atau menutup secara
singkat sebagai respon atas pengikatan suatu neurotransmiter.

Gambar 8. Mekanisme Reseptor Terhubung Kanal Ion

 Reseptor terhubung-protein G (GPCR): memerantarai respon terhadap


berbagai macam molekul isyarat, meliputi hormon, neurotransmiter, dan
perantara lokal. Semua GPCR termasuk famili besar homolog protein 7-pass
transmembrane. Reseptor ini dapat mengaktivasi atau inaktivasi enzim yang
terikat pada membran plasma atau kanal ion melewati protein G secara tidak
langsung.

17
Tabel 1.Perbedaan Mekanisme Reseptor Terhubung-Protein G (GPCR)

 Reseptor terhubung enzim memiliki enam subfamili yaitu reseptor tirosin


kinase, reseptor-terhubung tirosin-kinase, reseptor mirip tirosin fosfatase,
reseptor serine/threonine kinase, reseptor guanilil siklase, dan reseptor
terhubung histidine-kinase. Protein reseptor ini merupakan protein
transmembran dengan domain pengikatan ligan pada permukaan luar membran
plasma.

Gambar 9. Respson Sinyal Tiroksin Kinase

18
2. Respon Sel Tergantung Pada Lingkungan
Menurut Campbell, dkk (2008:406) pada sel kanker, kerusakan DNA (sinyal
intraselular) akibat faktor lingkungan yang disebabkan oleh sinar UV
mengakibatkan sel berespon, dimana dihasilkan protein yang menghambat siklus
sel. Kanker dapat dihasilkan dari kelainan dalam jalur-jalur pensinyalan yang
meregulasi pembelahan, yang mungkin disebabkan oleh mutasi, baik spontan
maupun dipicu oleh lingkungan. Mutasi meliputi tingkan gen, kromosom, dan sel.
Menurut Campbell, dkk (2008:406) pada sel kanker, kerusakan DNA (sinyal
intraselular) akibat faktor lingkungan yang disebabkan oleh sinar UV
mengakibatkan sel berespon, dimana dihasilkan protein yang menghambat siklus
sel. Kanker dapat dihasilkan dari kelainan dalam jalur-jalur pensinyalan yang
meregulasi pembelahan, yang mungkin disebabkan oleh mutasi, baik spontan
maupun dipicu oleh lingkungan. Respon bergantung pada lingkungan dapat dilihat
pada gambar 10.

Gambar 10. Jalur penghambat meregulasi siklus sel, biasanya dengan


memengaruhi transkripsi. Jalur penghambat-daur sel. Dalam
jalur ini, (1) kerusakan DNA merupakan sinyal intraselular yang
diteruskan melalui (2) protein kinase dan menyebabkan aktivasi
(3) p53. p53 yang teraktivasi mendorong transkripsi gen
pengode protein yang menghambat daur sel. Supresi
pembelahan sel yang diakibatkan memastikan bahhwa
kerusakan DNA tidak direplikasi. Mutasi penyebab defisiensi
pada komponen jalur yang mana pun dapat turut berperan dalam
perkembangan kanker. (Sumber: Campbell, dkk (2008:406).

19
3. Alat-alat intraselular
Reseptor intraselular dalam hal ini reseptor testosteron yang bertindak
sebagai faktor transkripsi, juga melaksanakan transduksi sinyal lengkap secara
sendiri sebelum sel berespon. Respon sel yang spesifik oleh ribosom di sitoplasma.
Respon sel yang dihasilkan oleh resptor intraselular dapat dilihat pada gambar

3
Kompleks hormon-
reseptor memasuki nukleus
dan berikatan dengan gen spesifik.

Gambar 11. Hormon Steroid Berinteraksi dengan Reseptor Intraselular

Adenosina monofosfat siklik adalah molekul berbentuk cincin yang dibuat


dari ATP yang merupakan molekul pensinyalan intraseluler yang umum (mesenger
kedua) pada sel eukariota, misalnya dalam sel endokrin vertebrata. Senyawa ini
juga merupakan pengatur beberapa operon bakteri. ATP diubah menjadi cAMP
oleh enzim yang ada di membran plasma yaitu Adenil siklase sebagai respon
terhadap sinyal ekstraseluler. Contoh sinyal ekstraselulernya adalah adrenalin.
Adenil siklase menjadi aktif hanya seelah epinefrin terikat pada protein reseptor
spesifik. Dengan demikian, messenger pertama, hormon tersebut, menyebabkan
enzim mebran mensintesis cAMP, yang memancarkan sinyal ke sitoplasma.
cAMP tidak dapat bertahan lama dalam ketiadaan hormon, karena enzim
lain mengubah cAMP menjadi produk yang inaktif, yaitu AMP. Adrenalin
hanyalah salah satu dari banyak hormon dan molekul sinyal lain yang memicu jalur
yang melibatkan cAMP. Enterotoksin Vibrio cholerae dapat meningkatkan
produksi cAMP secara berlebihan, sehingga ion klorida dan bikarbonat dikeluarkan

20
dalam jumlah banyak dari sel mukosa ke dalam usus. Akibatnya terjadi dehidrasi
yang dapat berujun pada kematian.

Tabel 2. Respon sel terhadap cAMP bervariasi antara sel yang berbeda

4. Asetylcholin (Neurotransmitter)
Asetilkolin merupakan salah satu jenis neurotransmiter (zat kimia penghantar
rangsangan saraf) yang paling umum dikenal. Senyawa neurotransmiter ini dapat
ditemukan di dalam sistem saraf organisme vertebrata. Menurut Albert, dkk
(2008:1334) cara spesifik sel bereaksi terhadap lingkungan itu berbeda. Pertama,
sesuai dengan kumpulan dari protein reseptor sel untuk mendeteksi subset tertentu
dari sinyal yang siap dan, kedua, sesuai dengan alat-alat intraselular yang mana
integrasi dan interpretasi informasi diterima. Molekul pensinyalan tunggal sering
mempunyai akibat yang berbeda pada sel target yang berbeda. Neurotransmitter
asetilkolin sebagai contoh ransangan kontraksi dari sel otot. Hal ini karena protein
reseptor asetilkolin pada sel otot rangka berbeda dari sel kelenjar saliva. Tetapi
perbedaan reseptor tidak selalu memiliki efek yang berbeda. Dalam banyak kasus,
molekul sinyal yang sama akan mengikat protein reseptor yang sama namun
menghasilkan tanggapan yang sangat berbeda dalam berbagai jenis sel target
(gambar 12).

21
Gambar 12. Sinyal molekul yang sama dapat menyebabkan respon berbeda
G. Regulasi Pensinyalan Sel

Eukariota memiliki beberapa protein Gα, Gβ, dan Gγsubunit. Beberapa Gα


subunit mengaktifkan berbagai protein efektor, yang mengarah ke produksi second
messengers tertentu

Tabel 3. Jenis protein efektor Gα

a. Respons di Nukleus dan Sitoplasma

Pada akhirnya, jalur transduksi sinyal mengarah ke regulasi satu atau lebih

aktivitas selular. Respon di ujung jalur mungkin terjadi di nukleus sel atau di

sitoplasma.

22
Growth factor Reception
Receptor

Phosphorylation
cascade Transduction
CYTOPLASM
Inactive
Active
transcription
transcription Response
factor P
DNA factor
Gene
NUCLEUS mRNA

Gambar 13. Respon nukleus terhadap sinyal: aktivitas suatu gen spesifik
oleh faktor pertumbuhan. Diagram ini merupakan representasi
sederhana dari jalur pensinyalan tipikal yang mengarah pada regulasi
aktivitas gen dalam nukleus sel. Molekul sinyal awal, regulator lokal
yang disebut faktor pertumbuhan, memicu kaskade fosforilasi.
(Molekul ATP yang berperan sebagai sumber fosfat tidak
ditunjukkan). Begitu terfosrilasi, kinase terakhir dalam urutan itu
memasuki nukleus dan mengaktivasi suatu protein peregulasi gen,
atau faktor transkripsi. Protein ini merangsang suatu gen spesifik
sedemikian rupa sehingga mRNA disintesis, yang kemudian
mengarahkan sintesis protein teretentu dalam sitoplasma.

Menurut Campbell, dkk (2008:235) terkadang suatu jalur pensinyalan


mungkin meregulasi aktivitas protein, bukan sintesis protein, sehingga
memengaruhi secara langsung protein yang berfungsi di luar nukleus. Misalnya,
suatu sinyal mungkin menyebabkan pembukaan atau penutupan saluran ion dalam
membran plasma atau perubahan metabolisme sel. Misalnya, respon sel hati
terhadap pensinyalan oleh hormon epinefrin membantu meregulasi metabolisme
energi selular dengan cara memengaruhi aktivitas suatu enzim. Langkah terakhir
dalam jalur pensinyalan yang diawali dengan pengikatan epinefrin akan
mengaktivasi enzim yang mengkatalis penguraian glikogen. Gambar 2.7
menunjukkan jalur lengkap yang mengarah pada pelepasan molekul glukosa-1-
fosfat dari glikogen.

23
Reception
Binding of epinephrine to G-protein-linked receptor (1 molecule)

Transduction
Inactive G protein
Active G protein (102 molecules)

Inactive adenylyl cyclase


Active adenylyl cyclase (102)

ATP
Cyclic AMP (104)
Inactive protein kinase A
Active protein kinase A (104)
Inactive phosphorylase kinase
Active phosphorylase kinase (105)

Inactive glycogen phosphorylase


Active glycogen phosphorylase (106)
Response
Glycogen
Glucose-1-phosphate
(108 molecules)

Gambar 14. Respon sitoplasma terhadap sinyal: perangsangan penguraian


glikogen oleh epinefrin. Dalam sintesis pensinyalan ini, hormon
epinefrin bekerja melalui reseptor terkopel-protein G untuk
mengaktivasi serangkaian molekul relai, terrmasuk cAMP dan dua
protein kinase. Protein terakhir yang diaktivasi adalah enzim giloken
fosforilase, yang menggunakan fosfat anorganik untuk melepaskan
monomer glukosa dari glikogen dalam bentuk molekul glukosa-1-
fosfat. Jalur ini mengamplifikasi sinyal hormonal, karena satu
protein reseptor dapat mengaktivasi sekitar 100 molekul protein G,
sedangkan setiap enzim dalam jalur, begitu teraktivasi, dapat bekerja
pada banyak molekul substrat, yaitu molekul berikutnya dalam
kaskade molekul. Jumlah molekul teraktivasi yang diberikan di
setiap langkah adalah perkiraan. (Sumber: Campbell, dkk
(2008:235).

Menurut Campbell, dkk (2008:236) selain regulasi enzim, peristiwa

pensinyalan juga mungkin memengaruhi sifat selular lain, misalnya bentuk sel

secara keseluruhan. Contohnya regulasi ini dapat ditemukan pada aktivitas yang

mengarah pada perkawinan sel khamir tidaklah motil. Proses perkawinan

bergantung pada pertumbuhan penjuluran lokal pada salah satu sel ke arah sel

dari tipe perkawinan yang berbeda.

24
Reseptor sinyal, molekul relai, dan pembawa-pesan kedua berpartisipasi

dalam beraneka ragam jalur, yang mengarah pada respons di nukleus maupun

sitoplasma. Beberapa jalur ini mengarah pada pembelahan sel. Pembawa pesan

molekular yang menginisiasi jalur pembelahan-sel mencakup faktor

pertumbuhan serta hormon tumbuhan dan hewan tertentu. Kegagalan fungsi dari

jalur faktor pertumbuhan seperti yang ditunjukkan pada peraga 2.6 dapat

berkontribusi dalam perkembangan kanker (Campbell, dkk, 2008:237).

b. Penajaman (Fine-Tuning) Respons


Tanpa melihat apakah respons terjadi di dalam nukleus atau di dalam

sitoplasma, respons ini dipertajam (fine-tunep) di berbagai titik. Jalur

pensinyalan dengan banyak langkah antara peristiwa pensinyalan di permukaan

sel dan respons sel memiliki dua manfaat penting: jalur itu mengamplifikasi

sinyal (dan responya juga) serta menyediakan titik-titik yang berbeda, tempat

respons sel dapat diregulasi. Ini memungkinkan koordinasi jalur pensinyalan

dan juga berkontribusi dalam kespesifikan respons. Efisiensi keseluruhan

respons juga dapat ditingkatkan oleh protein perancah. Terakhir, titik krusial

penajaman respons adalah pemutusan sinyal (Campbell, dkk, 2008:237).

c. Amplifikasi Sinyal
Kaskade enzim yang rumit mengamplifikasi respons sel terhadap suatu

sinyal. Pada setiap langkah katalik dalam kaskade ini, jumlah produk yang

teraktivasi jauh lebih besar daripada tahap sebelumnya. Misalnya, dalam jalur

yang terpicu epinefrin pada gambar, setiap molekul adenilil siklase

mengkatalisis pembentukan banyak moleklul cAMP, setiap molekul protein

kinase A memfosforilasi banyak molekul kinase berikutnya dalam jalur, dan

25
seterusnya. Efek amplifikasi berasal dari fakta bahwa protein-protein ini berada

dalam bentuk aktif yang cukup lama untuk mengolah banyak molekul substrat

sebelum menjadi inaktif kembali. Sebagai akibat dari amplifikasi sinyal,

sejumlah kecil molekul epinefrin yang berikatan dengan reseptor pada

permukaan sel hati atau sel otot dapat menyebabkan pelepasan ratusan juta

molekul glukosa dari glikogen (Campbell, dkk, 2008:237).

d. Pemutusan Sinyal
Menurut Campbell, dkk (2008:239) agar sel dari suatu organisme

multiselular tetap waspada dan mampu merespon sinyal-sinyal yang datang.

Setiap perubahan molekular dalam jalur pensinyalannya harus berlangsung

hanya dalam waktu singkat. Seperti yang kita lihat pada contoh kolera, jika satu

komponen jalur pensinyalan terkunci dalam suatu kondisi, baik itu aktif

maupun inaktif, organisme dapat merasakan akibat yang sangat gawat.

Kunci kemampuan sel untuk bisa terus-menerus menerima regulasi oleh

sinyal adalah perubahan yang disebabkan oleh sinyal itu harus bersifat dapat-

balik (reversibel). Pengikatan molekul sinyal ke reseptor bersifat dapat-balik,

semakin rendah konsentrasi molekul sinyal, semakin sedikit pula yang akan

terikat dalam suatu saat. Ketika molekul sinyal meninggalkan reseptor, reseptor

kembali ke bentuk inaktif. Melalui cara yang bervariasi, molekul relai

kemudian kembali ke bentuk inaktif: aktifitas GTPas yang merupakan bagian

intrinsik dari protein G akan menghidrolisis GTP yang terikat, enzim

fosfodiesterase mengubah cAMP menjadi AMP, protein fosfatase

menginaktivasi kinase terfosforilasi dan protein-protein lain, demikian

seterusnya. Akibatnya sel segera siap merespons sinyal baru (Campbell, dkk,

2008:239).

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh berbeda
yang diberikan sel. Sel yang berbeda memiliki koleksi protein yang berbeda (ini
disebabkan karena jenis sel yang berbeda menyalakan kumpulan gen yang
berbeda). Respons sel tertentu terhadap sinyal bergantung pada koleksi tertentu
protein reseptor sinyal, protein relai, dan protein yang dibutuhkan untuk
melaksanakan respons.
Sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama.
Molekul sinyal yang sama mengikat molekul ke reseptor protein yang sama.
Namun, menghasilkan respon sangat berbeda dalam jenis berbeda dari sel target
Regulasi dari pensinyalan sel. Respon di ujung jalur transduksi sinyal
mengarah ke regulasi satu atau lebih aktivitas selular yang terjadi di nukleus sel
atau di sitoplasma.

B. Saran
Makalah respon sel ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dengan itu
kami mengharapkan kritik dan sarannya bagi pembaca agar dapat lebih baik lagi
pada penulisan makalah berikutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Albert, B., A. Johnson, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, P. Walter. 2008. Molecular


Biology of The Cell. New York: Garland Science, Taylor & Francis Group.

Azhar, Tauhid Nur. 2008. Dasar-dasar Biologi Molekular. Bandung: Widya


Padjadjaran.

Campbell, N. A., J. B. Reece. 2008. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Gewies A. 2003. Introduction to Apoptosis.

Guyton, Arthur. C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Kedokteran


EGC.

Harvey Lodish, Arnold Berk, S Lawrence Zipursky, Paul Matsudaira, David


Baltimore, and James Darnell. 2000. Molecular Cell Biology, 4th edition
New York: W. H. Freeman; ISBN-10: 0-7167-3136-3.

Raven, dkk. 2004. BIOLOGY Seventh Edition. Boston: Mc Graw Hill.

Schulz, W. A. 2005. Molecular Biology of Human Cancers. New York: Springer.

Sharma HP, Amit P, Jain P. 2014. Apoptosis (Program Cell Death) A-Review.
Albert.

Yatim, Wildan. 1996. Biologi Sel Lanjut. Bandung: Tarsito.

28

Anda mungkin juga menyukai