Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

METODOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI


“Lesson Study, Keterampilan Sains, Dan Literasi Sains”

DISUSUN OLEH

AVISHA PUTRI SUNDAPA 20177002


DINIA ANJELINA 20177005
RHAVY FERDYAN 20177011

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak
ceramah di hadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Pelajaran
yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak
menyenangi pelajaran. Paradigma pembelajaran di kelas dewasa ini telah mengalami
pergeseran orientasi. Semula, orientasi pembelajaran itu tidak lebih sekedar penyampaian
informasi kepada peserta didik. Namun sekarang, pembelajaran lebih diutamakan untuk
menggali potensi peserta didik, sehingga memancar daripadanya pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif) dan keterampilannya (psikomotor). Strategi yang digunakan pun tidak lagi
sekedar pemberian materi, tetapi juga menstimulasi peserta didik agar mampu merumuskan
sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya.
Adanya pergeseran paradigma itu menjadikan peran guru di kelas berubah, dari
peran yang hanya penyampai informasi (transformator) kepada peran sebagai perantara
Dengan kata lain, pergeseran  teacher centered  ke student centered.  Adanya pergeseran
paradigma tersebut, menuntut guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya, baik sebagai
seorang profesionalisme maupun sebagai seorang craftmant (tenaga ahli dan terampil).
Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study , keterampilan sains
dan literasi sains. sehingga guru dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas ialah:
1. Bagaimana model pendekatan Lesson study?
2. Bagaimana model pendekatan keterampilan sains?
3. Bagaimana model pendekatan literasi sains?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah berdasarkan rumusan masalah diatas ialah:
1. Untuk mengetahui model pendekatan Lesson study
2. Untuk mengetahui model pendekatan keterampilan sains
3. Untuk mengetahui model pendekatan literasi sains
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lesson Study
1. Pengertian Lesson Study
Lesson study (LS) yaitu terjemahan dari bahasa jepang yaitu Jugyokenkyu, yang
berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran dan kenkyu yang
berarti study atau pengkajian. Dengan demikian LS merupakan study atau pengkajian
terhadap pembelajaran (Rusman, 2011).
LS  adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan belajar bersama (mutual learning) untuk membangun masyarakat belajar
(learning community. Dengan demikian, LS bukan metoda atau strategi pembelajaran
tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai
dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. LS dapat dilakukan oleh
sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu
perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi
(reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran (Lufri, 2007).
Hampir sama dengan Lufri, Rusman (2011) juga mengemukakan
bahwa, LS  merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning serta membangun learning community. LS termasuk
model terbaru dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan
upaya sosialisasi secara serius dan berkelanjutan agar model tersebut bisa diterapkan oleh
guru di sekolah. Dalam implementasinya, ada tiga tahapan yang mesti dilakukan,
yakni plan (merencanakan), do (  melaksanakan) dan see (merefleksikan). 
2. Ciri-ciri dan manfaat Lesson Study
Menurut Catherine Lewis (2004) dalam Rusman 2011, ciri-ciri utama
dari LS berdasarkan hasil observasi beberapa sekolah di Jepang adalah sebagai berikut.
a. Tujuan bersama untuk jangka panjang. LS didahului adanya kesepakatan dari para
guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka
panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan
kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa,
pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang
menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
b. Materi pelajaran yang penting. LS memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran
yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta
sangat sulit untuk dipelajari siswa.
c. Studi tentang siswa secara cerma Fokus yang paling utama dari LS adalah
pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya apakah siswa
menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam
kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta
hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak
lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya
dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas
sekolah.
d. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan
merupakan jantungnya LS. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran
yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau hanya melihat dari tayangan video,
namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan
melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran
akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat
digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas
pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
  Adapun manfaat LS  adalah sebagai berikut:
a. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan
Pembelajaran, Materi Pokok, dan Bidang Studi
LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau
satu pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi
pokok dan bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam
jangka panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS,
guru sering (a) menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b)
memilih topik yang bagi guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini,
misalnya aspek kebaharuan segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d)
memusatkan perhatian pada hal terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap
pembelajaran lainnya (misalnya bahasa dan matematika).
b. LS Memungkinkan Guru Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik
yang Dapat Dikembangkan
Melalui LS, guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik, misalnya guru mampu menghasilkan produk buku. Buku-buku tersebut
memuat tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut,
rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil
refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis
bagi guru lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru yang
lain tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih penting mereka
sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka
lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran.
c. LS Memungkinkan Guru Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok Yang
Diajarkan
LS juga memperdalam pengetahuan guru mengenai materi pokok yang
diajarkan. Dengan melaksanakan LS, guru dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi
informa siapa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang
menjadi fokus kajian dalam LS. Melalui LS guru secara bersama-sama berkesempatan
untuk memikirkan pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka
ketahui mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan
untuk membelajarkan siswa.
d. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Secara Mendalam Tujuan Jangka Panjang
Yang Akan Dicapai Yang Berkaitan dengan Siswa
LS dapat memberi kesempatan kepada guru untuk mempertimbangkan
kualitas ideal yang ingin dikuasai oleh siswa pada saat mereka lulus, kualitas apa
yang dimiliki siswa saat sekarang, dan bagaimana mengatasi kesenjangan yang ada di
antaranya. Guru sering menerjemahkan kualitas ideal yang diharapkan dimiliki oleh
para siswa itu adalah dalam bentuk kecakapan hidup. Kecakapan-kecakapan hidup
yang dimaksud, misalnya sikap menghargai persahabatan, mengembangkan
perspektif, dan cara berpikir dalam menikmati sains.
e. LS Memungkinkan Guru Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif
LS memberi kesempatan kepada guru secara kolaboratif merancang
pembelajaran. Rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10 pembelajaran yang
diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif sangat
menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada guru
untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan
pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling
membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge.
f. LS Memungkinkan Guru Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta
Tingkah Laku Siswa
LS memberi kesempatan kepada guru untuk mengkaji secara cermat cara dan
proses belajar serta aktivitas siswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada peningkatan
pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa. Pengamatan
tersebut bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar
dan kegiatan berpikir siswa, bukan pada kegiatan guru. Oleh sebab itu,
aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan guru atau mengkritik kesalahan guru.
Di dalam LS, guru perlu mencari bukti bahwa siswa memang belajar, termotivasi, dan
berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, guru dapat melihat
pembelajarannya melalui tanggapan siswa. Untuk memperoleh respon siswa tersebut,
pertanyaan yang dapat diajukan, adalah: bagaimana pemahaman siswa mengenai
materi pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka
memperhatikan ide siswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal penting terkait dengan
data siswa yang perlu dikumpulkan,yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan
persepsi, tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam
proses pembelajaran.
g. LS Memungkinkan Guru Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh
Daya
LS dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan
pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus
menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran
yang dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Guru dapat secara terus
menerus memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh
siswa dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa
untuk mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan
bagaimana menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam
diskusi dan bagaimana mendorong siswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan
melakukan refleksi diri.
h. LS Memungkinkan Guru Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa
dan Tanggapan Para Kolega
LS memberi kesempatan kepada guru melihat hasil pembelajarannya sendiri
melalui respon siswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh kolega
menjadi “cermin” bagi guru yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu guru
mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, menghitung jumlah siswa yang
angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan jawaban guru. Guru pelaksana LS dapat
pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi siswa, misalnya difokuskan pada
interaksi 3 orang siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, dan
menilai karya mereka. Dengan cara ini, guru dapat melihat bagaimana siswa
mengalami pembelajaran yang efektif.
3. Tahap-tahap Lesson Study
LS merupakan salah satu strategi pengembangan profesi guru. Kelompok guru
mengembangkan pembelajaran secara bersama-sama, salah seorang guru ditugasi
melaksanakan pembelajaran, guru lainnya mengamati belajar siswa. Proses ini
dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Pada akhir kegiatan, guru-guru
berkumpul dan melakukan tanya jawab tentang pembelajaran yang dilakukan, merevisi
dan menyusun pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil diskusi.
Berkenaan dengan tahapan LS ada beberapa pendapat, diantaranya menurut
Rusman (2011) ada tiga tahap LS, yaitu (1) tahap perencanaan (Plan), (2) tahap
pelaksanaan (Do), dan (3) tahap refleksi (See).
a. Tahap Perencanaan
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang
diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi
siswa dalam pembelajaran. Pada tahap ini, para guru yang tergabung
dalam LS berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan
dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, selanjutnya bersama-sama pula
mencari solusi untuk memecahkan masalah yang ditemukan. Kesimpulan dari analisis
kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam
penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat
matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan
terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti
sampai dengan tahap akhir pembelajaran. Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi
perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat
pembelajaran yang terdiri atas:
1) Rencana Pembelajaran (RP).
2) Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran (Teaching Guide).
3) Lembar Kerja Siswa (LKS).
4) Media atau alat peraga pembelajaran.
5) Instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran.
6) Lembar observasi pembelajaran.
Pada tahap ini ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen yang diperlukan
dalam pengamatan. Langkah pertama untuk memulai LS adalah pembentukan
kelompok atau tim LS. Kelompok ini dapat dibentuk di tingkat sekolah, tingkat
wilayah, atau tingkat yang lebih luas sesuai dengan keperluan dan kemungkinan
keterlaksanaannya. Heterogenitas anggota kelompok perlu dipertimbangkan dalam
pembentukan kelompok LS. Keanggotaan yang beragam dari segi usia, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman mengajar akan lebih memperkaya tim dan anggota
kelompok saling memperoleh keuntungan karena terjadinya proses saling belajar antar
anggota kelompok. Anggota kelompok LS tersebut di antaranya 5 – 6 guru, kepala
sekolah, dan pakar dari perguruan tinggi. Pembentukan kelompok LS dapat juga
diprakarsai oleh kepala sekolah, dinas pendidikan, atau pakar dari perguruan tinggi
yang memandang perlunya peningkatan kualitas pembelajaran melalui LS.
Pembentukan kelompok LS dapat pula diprakarsai oleh salah seorang guru yang
mempunyai masalah terkait pembelajaran yang telah dilakukan. Pembentukan
kelompok LS dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan
kualitas pembelajaran tersebut. Masalah-masalah dalam pembelajaran perlu
diidentifikasi dengan jelas untuk memudahkan penyelesaiannya. Masalah-masalah
tersebut diantaranya terkait dengan aktivitas siswa, hasil belajar siswa, respon siswa
terhadap kegiatan pembelajaran, dan sebagainya. Masalah-masalah yang terdaftar
tersebut kemudian diseleksi dan diurutkan berdasarkan skala prioritas dalam
mengatasinya, kemudian secara bersama-sama dicarikan solusi untuk mengatasi
masalah tersebut. Seorang guru yang mempunyai metode, strategi, atau media
pembelajaran baru yang dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
dapat juga memprakarsai terbentuknya kelompok LS. Pembentukan kelompok
dimaksudkan untuk mendukung implementasi ide guru tersebut, menyempurnakannya,
selain dimaksudkan untuk menyebarluaskan. Setelah kelompok terbentuk, selanjutnya
perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan. Perangkat
pembelajaran dimaksud di antaranya adalah silabus, rencana pembelajaran, lembar
kegiatan siswa (LKS), buku siswa, dan buku guru. Perlu juga disiapkan instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengambil data untuk kepentingan penelitian atau
sebagai dasar untuk melakukan refleksi. Instrumen penelitian tersebut di antaranya
adalah lembar observasi kegiatan pembelajaran, angket tanggapan siswa, dan tes hasil
belajar jika dianggap perlu.
Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian tersebut disusun secara
bersama-sama oleh anggota kelompok. Pembagian tugas perlu dilakukan demi
efisiensi. Perangkat pendukung lainnya yang perlu disiapkan, jika memungkinkan,
adalah kamera video yang digunakan untuk mendokumentasikan pelaksanaan
pembelajaran. Pendokumentasian dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan
refleksi, selain dapat juga untuk menyebarluaskan hasil LS.
Rencana pembelajaran perlu disusun secermat dan sejelas mungkin agar
mempermudah guru model yang akan mengimplementasikannya. Dalam hal ini
rencana pembelajaran (RP) diartikan sebagai rencana kegiatan guru yang berisi
skenario pembelajaran tahap demi tahap mengenai hal-hal yang akan dilakukan guru
bersama siswa terkait topik atau pokok bahasan yang akan dipelajari demi mencapai
kompetensi standar yang telah ditentukan. Rencana pembelajaran tidak diartikan
sebagai laporan yang harus disusun dan dilaporkan kepada kepala sekolah atau pihak
lain, melainkan sebagai rencana “individual” guru yang memuat langkah-langkah
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Karena lebih bersifat individual, maka
tidak ada format rencana pembelajaran yang baku. Rencana pembelajaran dapat
difungsikan sebagai pengingat bagi guru mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan,
mengenai media apa yang akan digunakan, strategi pembelajaran yang dipilih, sistem
penilaian yang akan ditentukan, dan hal-hal teknis lainnya.
Setelah semua perangkat pembelajaran, instrumen penelitian, dan perangkat
pendukung lainnya disiapkan, selanjutnya memilih salah satu guru yang akan dijadikan
guru model, yang akan mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah
disusun. Selain itu, perlu juga dipilih kelas yang akan dijadikan tempat
mengimplementasikan. Perlu dicatat bahwa kelas yang dipilih tidak harus sama dengan
kelas yang biasanya diajar oleh guru model.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai
pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada
penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa
dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap
perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.
Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, guru model
melaksanakan pembelajaran di kelas yang telah ditentukan, sementara anggota lain
bertindak sebagai observer, yang mengamati proses pembelajaran dengan
menggunakan instrumen penelitian yang telah dikembangkan. Dengan demikian,
bersamaan dengan dilaksanakannya proses pembelajaran, dilakukan pengambilan data
yang diperlukan unutk kepentingan refleksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
1) Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
2) Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar
dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya
program LS.
3) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan
mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru
maupun siswa.
4) Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa,
siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan
instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-
sama.
5) Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk
mengevalusi guru.
6) Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo
digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan
perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
7) Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama
pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan
diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses
konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat
berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam
RPP.
c. Kegiatan Refleksi
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan
pelaksanaan pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari
pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan
dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa
merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif
dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.Segera
setelah proses pembelajaran berakhir, dilakukan postclass discussion atau kegiatan
refleksi. Refleksi diikuti oleh semua anggota kelompok yang dimaksudkan untuk
mengkaji hasil pengamatan setiap anggota kelompok dan hasil rekaman proses
pembelajaran. Menurut Widjajanti (2006) dalam Rusman 2011, dengan pemahaman
bahwa LS adalah forum untuk saling belajar dalam upaya mengembangkan
kompetensi masing masing anggota tim, maka semangat dalam tahap refleksi ini
adalah secara bersamasama menemukan solusi untuk masalah yang muncul agar
pembelajaran berikutnya dapat dipersiapkan dan dilaksanakan dengan lebih baik.
Dengan demikian, perlu dipahami bahwa kegiatan refleksi bukan dimaksudkan untuk
menilai kemampuan mengajar guru model.
Meskipun semangat yang terkandung dalam LS adalah saling belajar, namun
mengingat budaya kita yang belum terbiasa dan tidak mudah untuk menerima kritik
secara langsung, maka disarankan fokus evaluasi adalah pada bagaimana respon siswa
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru lain sebagai
pengamat diharuskan untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat setiap
tanggapan siswa secara rinci dan teliti. Diharapkan, guru model dapat menarik
simpulan atas pembelajaran yang ia laksanakan, berdasarkan hasil evaluasi terhadap
respon siswa dari hasil pengamatan guru lain dan dari hasil rekaman video. Dengan
memperhatikan bagaimana siswa belajar, diharapkan guru yang bersangkutan dapat
mengidentifikasi kelebihannya dan kekurangannya dalam melaksanakan pembelajaran.
d. Tahap Tindakan
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-
keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada
tataran individual, maupun menajerial.
4. Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran
LS dapat meningkatkan profesinalisme guru, maka pelaksanaan LS secara
berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran sehari-
hari. Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan bermuara pada peningkatan kualitas
proses dan hasil belajar siswa. Dalam praktik pembelajaran secara operasional LS dapat
dilaksanakan melalui enam tahapan yaitu:
a. Membentuk kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan,
sebagai berikut.
1) Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati
pendidikan.
2) Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau
mengimplementasikan LS.
3) Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan
beragam.
4) Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil
keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota
kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk
bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi.
5) Memfokuskan LS
6) Menyepakati tema penelitian untuk LS. Tema penelitian dipilih dengan
memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat
sekarang. Kedua, apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa
mendatang. Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual
para siswa yang menjadi sasaran LS.
7) Memilih mata pelajaran untuk LS. Sebagai panduan memilih mata pelajaran
dapat menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling
sulit bagi siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru.
Ketiga, mata pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai
dan dipahami oleh guru.
8) Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah
topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit
diajarkan atau tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah
topik dipilih selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan
topik ini ditetapkan beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan
topik tersebut.
9) Merencanakan research lesson
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan
sebagai berikut.
a) Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada.
b) Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk
memandu siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran,
pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul
selama LS
c) Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan). Pakar bisa dari guru,
dosen, atau peneliti yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi dan atau
bagaimana membelajarkannya.
10) Membelajarkan dengan mengamati research lesson
RL yang telah direncanakan sudah dapat diimplementasikan dan diamati.
Salah satu guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran
(lesson) yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai
pengamat. Pengamat berbagi tugas dan tugas utamanya adalah hanya untuk
mempelajari pembelajaran yang berlangsung, bukan membantu siswa. Untuk
mendokumentasikan research lesson  dapat dilakukan dengan
menggunakn audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan
observasi naratif.
11) Mendiskusikan dan menganalisis research lesson
RL yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis.
Diskusi dan analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi
instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang
data dari RL.
12) Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah
berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu
diperbaiki. Selanjutnya perlu juga dipikirkan apa yang harus dilakukan
kelompok LS.
Terkait dengan penyelenggaraan LS, dua tipe penyelenggaraan LS,
yaitu LS berbasis sekolah dan LS berbasis MGMP. LS berbasis sekolah
dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah
yang bersangkutan dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari
semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan.
Sedangkan LS berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu,
dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran
tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin
bisa lebih diperluas lagi.
B. Keterampilan Sains
1. Pengertian Ketrampilan Proses Sains
Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah
(baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada
sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan
(falsifikasi) (Indrawati, 1999: 3)
Menurut Anitah (2007) Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-
keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan
produk sains.
2. Jenis Ketrampilan Proses Sains

Menurut Rustaman (2005:76), ketrampilan proses terdiri atas sejumlah


ketrampilan yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan, namun ada penekanan khusus
dalam masing-masing keterampilan tersebut. Ketrampilan proses tersebut adalah
ketrampilan untuk melakukan pengamatan, mengelompokan (klasifikasi, menafsirkan,
meramalakan, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan atau
penyelidikan, menggunakan alat, menerapkan konsep/prinsip dan berkomunikasi.

Ketrampilan-ketrampilan proses tersebut dapat dituangkan atau dijabarkan


menjadi beberapa indikator,:

No. Ketrampilan Proses Indikator


- Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
1 Mengamati
- Mengumpulkan/menggunakan fakta yang
relevan
Mengelompokkan/ - Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
2
Klasifikasi - Mencari perbedaan, persamaan
- Mengontraskan ciri-ciri
- Membandingkan
- Mencari dasar pengelompokkan atau
penggolongan
- Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
3 Menafsirkan
- Menemukan pola dalam suatu seri
pengamatan
- Menyimpulkan
- Menggunakan pola- pola hasil pengamatan
4 Meramalkan
- Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi
pada keadaan yang belum diamati
- Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana.
5 Mengajukan
- Bertanya untuk meminta penjelasan.
Pertanyaan
- Mengajukan pertanyaa yang berlatar
belakang hipotesis.
- Mengetahui bahwa ada lebih dari satu
6 Merumuskan
kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian.
hipotesis
- Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu
diuji kebenarannya dengan memperoleh
bukti lebih banyak atau melakukan cara
memecahkan masalah
- M enent kan alat/bahan/sumber yang akan
7 Merencanakan
digunakan
Percobaan
- Mentukan variabel/ faktor penentu.
- Menetukan apa yang akan diukur, diamati,
dicatat.
- Menentukan apa yang akan dilaksanakan
berupa langkah kerja
- Memakai alat/bahan
8 Menggunakan alat/
- Mengetahui alasan mengapa menggunakan
bahan
alat/bahan.
- Mengetahui bagaimana menggunakan alat/
bahan.
- Menggunakan konsep yang telah dipelajari
9 Menerapkan konsep
dalam situasi baru
- Menggunakan konsep pada pengalaman
baru untuk menjelaskan apa yang sedang
terjadi
- Mengubah bentuk penyajian
10 Berkomunikasi
- Menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan grafik
atau tabel atau diagram
- Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis
- Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
- Membaca grafik atau tabel atau diagram.
- Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai
suatu masalah atau suatu peristiwa.

Dari Jenis-jenis keterampilan proses sains diatas dapat dideskripsikan sebagai


berikut:
1. Mengamati
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa
dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati,
siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar,
merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-
fakta yang relevan dan memadai.
Ketrampilan mengamati memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Akan
bersifat kualitatif apabila proses pengamatanya hanya menggunakan pancaindara
untuk memperoleh informasi dan akan bersifat kualitatif apabila tidak hanya
menggunakan pancaindra saja tetapi menggunakan perangkat lain yang memberikan
informasi yang khusus dan tepat.
2. Mengelompokan
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk
menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses
mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari
perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar
penggolongan.
3. Menafsirkan
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data
yang dicatatnya. Susiwi (2009) berpendapat bahwa hasil-hasil pengamatan tidak akan
berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat
setiap pengamatan secara terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil
pengamatan itu. Selanjutnya siswa mencoba menemukan pola dalam suatu seri
pengamatan, dan akhirnya membuat kesimpulan. Contohnya, perubahan gambar ke
dalam penafsiran berbentuk konteks kata atau kalimat. Kata kerja operasional yang
menunjukan proses penafsiran adalah menerjemahkan, menguraikan dengan kata-
kata sendiri, menggambarkan dan membuktikan.
4. Meramalkan
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan
yang reliabel (Firman, 2000). Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil
pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang
belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses
meramalkan
5. Mengajukan pertanyaan
Bertanya adalah ketrampilan proses yang perlu dilatihkan. Keterampilan
proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan mengajukan pertanyaan
apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan atau pertanyaan
yang berlatar belakang hipotesis.
6. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu
kejadian atau pengamatan tertentu, sehingga mampu menyatakan dugaan yang
dianggap benar.
7. Merencanakan Percobaan
Agar siswa dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka
siswa tersebut harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
percobaan. Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel,
menentukan variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah.
Demikian pula siswa perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau
ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula
menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
8. Menggunakan alat/ bahan
Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan
sendirinya siswa harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat
memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, siswa harus mengetahui mengapa dan
bagaimana cara menggunakan alat dan bahan
9. Menerapkan Konsep
Keterampilan menerapkan konsep dikuasai siswa apabila siswa dapat
menggunakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan
konsep itu pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang
terjadi.
10. Berkomunikasi
Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram
dari hasil percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau
diagram juga termasuk berkomunikasi. Menurut Firman (2000), keterampilan
berkomunikasi adalah keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya
kepada orang lain.
3. Evaluasi Ketrampilan Proses Sains
Menurut Onwu dalam Monica (2005) mengemukakan bahwa metode tradisional
dalam menilai ketrampilan proses adalah hanya dengan cara kerja praktikum, terutama
dalam konteks belajar dan pembelajaran sains pada skala kelas besar. Prosedur kegiatan
praktikum (Hand-on activity) merupakan cara yang tept dalam menilai ketrampilan
proses. Akan tetapi jika dalam skala kelas besar hal tersebut akan menjadi kendala. Cara
lain untuk menilai ketrampilan proses yaitu dengan menggunakan format tes tertulis yang
tidak membutuhkan biaya yang banyak sehingga dapat mengukur kemampuan siswa
dalam menciptakan arti dan susunan dari pengalaman dan informasi baru.
Adapun butir soal tes ketrampilan proses berbeda dari pokok uji penguasaan
konsep. Pokok uji ketramplan proses memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:
a. Pokok uji ketrampilan proses tidak boleh dibebani konsep (non concept burdan).
Hal ini dimaksudkan agar pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran
penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks. Konsep yang terlibat harus
diyakini oleh penyusunan pokok uji sudah dipelajari siswa atau sudah tidak asing
lagi bagi siswa (kontekstual)
b. Pokok Uji ketrampilan proses mengandung sejumlah informasi yang harus diolah
oleh responden atau siswa. Informasi dalam pokok uji ketrampilan proses dapat
berupa gambar, diagram, grafik data dalam tabel atau uraian obyek lainya. Seperti
pada pokok uji pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh pokok uji ketrampilan
proses harus jelas dan hanya mengandung satu aspek. Misalnya aspek interpretasi.
Selain itu, ada beberapa kaidah yang khas dalam penyusunan pokok uji
ketrampilan proses untuk tiap jenis ketrampilan proses. Berikut kaidah khas dalam
penyusunan pokok uji ketrampilan proses untuk tiap jenis ketrampilan proses menurut
Rustaman (2005).
Jenis Ketrampilan proses Kaidah
Mengamati Harus dari obyek atau peristiwa
sesungguhnya
Menafsirkan Harus menyajikan sejumlah data untuk
menunjukan pola
Menerapkan konsep Harus memuat konsep/prinsip yang akan
diterapkan tanpa menyebutkan nama
konsepnya
Meramalkan Harus jelas pola/kecenderungan untuk
dapat mengajukan ramalan/ dugaan
Merencanakan percobaan Harus memberi kesempatan untuk
mengajukan atau mengusulkan gagasan
berkenaan dengan alat/bahan yang akan
digunakan, urutan prosedur yang harus
ditempuh, menentukan peubah (variabel),
mengendalikan peubah
Mengkomunikasikan Harus ada bentuk penyajian tertentu untuk
diubah ke penyajian lainya. Misalnya,
bentuk uraian ke bentuk bagan atau
bentuk tabel ke bentuk grafik.

Adapun untuk pemberian skor pada pokok uji ketrampilan proses adalah sama
dengan uji pokok pada umumnya. Pokok uji ketrampilan proses perlu diberi skor
dengan cara tertentu. Cara pemberian skor pada pokok uji ketrampilan proses ini
menggunakan skema penskoran (Scoring scheme) yang berdasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Temiz et.al (2006). Jawaban dari pengamatan siswa diberi kode
(2), (1), atau (0) berdasarkan kelengkapan dari jawaban yang diharapkan. Kode (2)
dinotasikan jika jawaban lengkap. Kode (1) jika hanya sebagian jawaban yang sesuai.
Dan kode (0) dinotasikan jika tidak ada jawaban, tidak sukses dijawab atau jawaban
salah. Jawaban yang diharapkan akan dikaitkan dengan setiap pertanyaan dalam tes.
4. Kelebihan dan Kekurangan Keterampilan Sains
a. Kelebihan Keterampilan Sains
1) Dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.
2) Mengalami sendiri proses untuk mendapatkan konsep-konsep pengetahuan.
3) Mengembangkan sikap ilmiah dan merangsang rasa ingin tahu siswa.
4) Mengurangi ketergantungan siswa terhadap orang lain dalam belajar.
5) Menumbuhkan motivasi intrinsik pada diri siswa.
6) Memiliki keterampilan-keterampilan dalam melakukan suatu kegiatan ilmiah
sebagaimana yang biasa dilakukan para saintis.
b. Kekurangan Keterampilan Sains
1) Membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melakukannya.
2) Jumlah siswa dalam kelas harus relatif kecil, karena setiap siswa memerlukan
perhatian guru.
3) Memerlukan perencanaan dengan sangat teliti.
4) Tidak menjamin bahwa setiap siswa akan dapat mencapai tujuan sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
5) Sulit membuat siswa turut aktif secara merata selam berlangsungnya proses
pembelajaran
C. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Secara harfiah literasi berasal dari “literacy” yang berarti melek huruf atau
gerakan pemberantasan buta huruf. PISA mendefinisikan literasi sains sebagai
kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan
menggunakan bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari (PISA, 2006). Toharudin, dkk
(2013) mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan seseorang untuk memahami
sains, mengomunikasikan sains (lisan dan tulisan), serta menerapkan pengetahuan sains
untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap
diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan sains. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya
dengan cara siswa itu dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan
masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung
pada teknologi dan kemajuan, serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Laugksch dalam Toharudin, dkk (2013) menyatakan bahwa pada dasarnya literasi
sains meliputi dua kompetensi utama. Pertama, kompetensi belajar sepanjang hayat
(longlife education), termasuk membekali para siswa untuk belajar di sekolah yang lebih
lanjut. Kedua, kompetensi dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi oleh perkembangan sains dan
masyarakat. Literasi sains berfokus pada implikasi dari problematika yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat yang bersifat lokal, regional, dan nasional.
2. Aspek-aspek Literasi Sains
Definisi literasi sains PISA untuk tujuan penilaian, dapat dicirikan oleh empat
aspek yang saling terkait, yaitu aspek konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap sains
(OECD, 2012). Aspek konteks mengarahkan siswa untuk dapat mengenali situasi dalam
kehidupan yang melibatkan sains dan teknologi. Hal ini bertujuan agar siswa dapat
memahami bahwa ilmu pengetahuan memiliki nilai tertentu bagi individu dan masyarakat
dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dan dalam pengembangan
kebijakan publik. Asessmen literasi sains PISA tidak menilai konteks, tetapi menilai
kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang berhubungan dengan konteks (OECD, 2012).
Aspek pengetahuan mengarahkan siswa untuk dapat memahami alam atas dasar
pengetahuan ilmiah yang mencakup pengetahuan alam dan pengetahuan tentang ilmu
pengetahuan itu sendiri. Tujuannya adalah untuk menggambarkan sejauh mana siswa
dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan kehidupan
mereka. Oleh karena itu, penilaian pengetahuan akan dipilih dari bidang utama fisika,
kimia, biologi, ilmu bumi dan ruang angkasa, serta teknologi (OECD, 2012).
Aspek kompetensi dalam literasi sains PISA memberikan prioritas terhadap
beberapa kompetensi, yaitu: (1) mengidentifikasi masalah ilmiah, yaitu mengenai
masalah yang mungkin diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk
informasi ilmiah, mengenal ciri khas penyelidikan ilmiah; (2) menjelaskan fenomena
ilmiah, yaitu mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan,
mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan, meng-
identifikasi deskripsi, eksplanasi, dan prediksi yang sesuai.; dan (3) menggunakan bukti
ilmiah, yaitu menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan, memberikan alasan
untuk mendukung atau menolak kesimpulan dan mengidentifikasikan asumsi-asumsi
yang dibuat dalam mencapai kesimpulan, mengomunikasikan kesimpulan terkait bukti
dan penalaran dibalik kesimpulan dan membuat refleksi berdasarkan implikasi sosial dari
kesimpulan ilmiah (OECD, 2012).
Aspek sikap sains menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan untuk
penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap,
misalnya, sumber daya alam dan lingkungan. Perhatian PISA untuk sikap terhadap ilmu
pengetahuan didasarkan pada keyakinan bahwa literasi sains seseorang mencakup sikap
tertentu, kepercayaan, orientasi motivasi, rasa self efficacy, nilai-nilai, dan tindakan
utama. Merujuk pada PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori,
yaitu: (1) mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung
jawab terhadap sumber daya lingkungan (OECD, 2006).

3. Penilaian Literasi Sains


Literasi sains dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan. Pertama, fungsional literacy
yang merujuk pada kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep dalam kehidupan
sehari- harinya terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia seperti
pangan, kesehatan, dan perlindungan. Kedua, civic literacy yang merujuk pada
kemampuan seseorang untuk berpartisipasi secara bijak dalam bidang sosial mengenai isu
bidang sains dan teknologi. Ketiga, cultural literacy yang mencakup usaha ilmiah dan
persepsi bahwa sains merupakan aktivitas intelektual yang utama (Rustaman, 2011).
Penilaian dalam literasi sains harus memperhatikan beberapa hal yaitu; penilaian
literasi sains siswa tidak ditujukan untuk membedakan seseorang literat atau tidak, dan
pencapaian literasi sains harus kontinu dan terus menerus. Adapun dalam penilaian
literasi sains dalam bentuk soal-soal berbeda dengan soal-soal lainnya, karena memiliki
karakteristik soal yaitu 1) soal-soal yang mengandung konsep yang lebih luas karena
tidak hanya terkait dengan konsep-konsep dalam kurikulum; 2).soal-soal harus memuat
informasi atau data dalam berbagai bentuk penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan
menjawabnya; 3) soal-soal literasi sains harus membuat siswa dapat mengolah informasi
dalam soal; 4). Soal-soal dapat dibuat beberapa variasi bentuk soal (pilihan ganda, essay,
isian); 5). Soal harus mencakup konteks aplikasi.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menilai tingkat literasi sains siswa.
Pertama, penilaian literasi sains tidak ditujukan untuk membedakan seseorang literat atau
tidak. Kedua, pencapaian literasi sains merupakan proses yang berkelanjutan dan terus
menerus berkembang sepanjang hidup manusia (life long learning). Penilaian literasi
sains selama pembelajaran di sekolah tidak dilakukan untuk mengukur tingkat literasi
sains dan teknologi siswa. Melainkan hanya bertujuan untuk mengukur efektifitas
pendidikan sains dalam membentuk sikap, nilai, kemampuan dasar, pengetahuan dan
pemahaman sains (OECD, 2006).

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. LS merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
2. LS dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, meliputi : (a) tahapan
perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (check); dan (d) tindak lanjut (act).
3. Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik
kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep
atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya,
ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).
4. Jenis keterampilan proses (a) mengamati (b) mengelompokkan (c) menafsirkan (d)
meramalkan (e) mengajukan pertanyaan (f) merumuskan hipotesis (g) merencanakan
percobaan (h) menggunakan alat/bahan (i) menerapkan konsep (j) berkomunikasi.
5. Literasi sains sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan
fenomena secara ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari
6. Aspek dalam literasi sains (a) Aspek pengetahuan (b) kompetensi (c) sikap.

DAFTAR PUSTAKA

 
Anitah, Sri, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta. Universitas Terbuka
Dimyati dan Mujiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta
Indrawati. (1999) Model-Model Pembelajaran IPA. Bandung. Depdikbud Ditjen Dikmen PPPG
IPA
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang.
OECD. 2006. PISA 2012 Assessing Scientific, Reading, and Mathematical Literacy, OECD
Publishing. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1787/ 9789264190511-en (Diakses 21
Oktober, 2019)

OECD. 2012. PISA 2012 Results in Focus What 15-year-olds know and what they can do with
what they knot. Tersedia pada: http://www.oecd.org/ pisa/keyfindings/pisa-2012-
resultsoverview.pdf (Diakses 21 Oktober, 2019)

Rustaman, N.Y. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang. Universitas Negeri
Malang (UM Press)
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sagala, S. (2006) Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai