Anda di halaman 1dari 19

GLIKOSIDA

Dosen Pengampu :

Apt.,Septian Maulid Wicahyo, M.Farm.

Di susun Oleh :

Ruri Ispamungkassiwi

Nim : FG07019020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DUTA GAMA KLATEN

PROGRAM STUDI D3 FARMASI KELAS G BLORA

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul
“Glikosida” tepat pada waktunya. Tanpa berkat dan rahmat-Nya mustahil makalah ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dosen Farmakognosi , apt. Septian Maulid Wicahyo, M. Farm. yang telah memberikan
bimbingan dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan
tugas makalah ini. Makalah ini disusun secara sistematis dalam memaparkan pengertian obat
tradisional, pengertian simplisia, dan simplisia yang mengandung glikosida. Tentu, isi makalah
ini sudah kami kaji dari sumber-sumber yang terpercaya. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar
nantinya bermanfaat bagi mahasiswa program studi Farmasi pada khususnya untuk lebih mudah
memahami mata kuliah Farmakognosi dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, besar harapan
penulis kepada pembaca untuk dapat memberikan saran dan kritik yang membangun mengenai
makalah ini. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna sebagai tambahan ilmu
pengetahuan dan bisa bermanfaat bagi pembaca.

Blora, Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………. i

Daftar Isi ……... ……...………………………………………………………. ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………………


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………
C. Tujuan …………………..………………………………………….

BAB II : PEMBAHASAN

A.1 Pengertian dan Sejarah Obat Tradisional………………………………

A.2 Peraturan Pemerintah Mengeanai Obat Tradisional………………..

A.3 Jenis Obat Tradisional ………………………………………………..

B Simplisia

B.1 Definisi……………………………………………………………….

B.2 Jenis Simplisia……………………………………………………….

B.3 Parameter Simplisia ……………………………………………………

C Glikosida

C.1 Definisi …………………………………………………………………

C.2 Pembagian Glikosida ………………………………………………….

BAB III PENUTUP

Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………..

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang
berasal dari tanaman dan zat-zat aktif lainnya, termasuk yang berasal dari mineral dan hewan.
Saat ini, peranan ilmu farmakognosi sangat banyak diperlukan terutama dalam sintesis obat.
Tidak semua tanaman dapat dijadikan sebagai bahan obat. Tanaman-tanaman yang dijadikan
obat tentu saja adalah tanaman yang memiliki kandungan zat-zat yang dapat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh.

Perkembangan zaman membuat ilmu pengetahuan semakin berkembang, begitu pula


dengan ilmu kefarmasian. Ditemukan begitu banyak senyawasenyawa aktif alamiah yang dapat
dimanfaatkan keberadaannya untuk sarana pengobatan berbagai macam penyakit. Salah satu
diantaranya adalah glikosida. Glikosida banyak terdapat dalam alam. Glikosida merupakan salah
satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Didalam
tanaman, glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami
peruraian akibat pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara).
Senyawa glikosida biasa dipakai untuk menyimpan senyawa aktif agar tidak bereaksi sehingga
tidak rusak sebelum dipakai. Secara umum, arti penting glikosida bagi manusia adalah untuk
sarana pengobatan dalam arti luas yang beberapa diantaranya adalah sebagai obat jantung,
pencahar, pengiritasi lokal, analgetikum dan penurunan tegangan permukaan. Oleh karena itu
disusun makalah ini untuk mengetahui definisi, kegunaan, sifat dan reaksi identifikasi dari
glikosida.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obat tradisional ?
2. Apa yang dimaksud dengan simplisia ?
3. Apa yang dimaksud dengan glikosida ?
4. Apa saja contoh simplisia yang mengandung glikosida ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian obat tradisional
2. Untuk mengetahui pengertian simplisia
3. Untuk mengetahui pengertian glikosida
4. Untuk mengetahui simplisia apa saja yang mengandung glikosida

BAB II
PEMBAHASAN

A. Obat Tradisional

A.1 Pengertian obat tradisional dan sejarah

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (BPOM, 2014). Ciri
dari obat tradisional yaitu bahan bakunya masih berupa simplisia yang sebagian besar belum
mengalami standardisasi dan belum pernah diteliti. Bentuk sediaan masih sederhana berupa
serbuk, pil, seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan data empiris.
Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
(Anggraeni dkk, 2015).

Pemakaian herbal sebagai obat-obatan tradisional telah diterima luas di negara-negara


maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia
terhadap obat-obatan tradisional meningkat, baik di negara yang sedang berkembang maupun
negara-negara maju. World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia
menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara maju menggunakan pengobatan
tradisional dan obat-obat dari bahan alami (Kemenkes RI, 2007). Indonesia merupakan negara
besar yang terkenal karena keanekaragamannya, salah satunya adalah keanekaragaman hayati
(megabiodiversity) khususnya tumbuhan. Selain itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman
etnis yang memiliki berbagai macam pengetahuan tentang obat tradisional yang menggunakan
bahan-bahan dari tumbuhan. Banyak dari jenis tumbuhan itu telah ribuan tahun digunakan oleh
nenek moyang bangsa Indonesia dan dokter sebagai bahan obat atau jamu tradisional untuk
berbagai macam penyakit dan memberikan hasil yang baik bagi pemeliharaan kesehatan serta
pengobatan (Mills, 1996).

Di bumi ini diperkirakan terdapat 40.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah tersebut sekitar
30.000 spesies hidup di kepulauan Indonesia dan sekurang-kurangnya 9.600 spesies diketahui
berkhasiat obat, tetapi baru 300 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat
tradisional dan industri obat tradisional (Kemenkes RI, 2007). Keragaman zat kimia penyusun
tumbuh-tumbuhan atau zat yang dihasilkan tumbuhan merupakan kelebihan tanaman, sehingga
sebagai tanaman obat dapat menghasilkan aktivitas yang luas dan memiliki sisi positif pada
tubuh karena tidak memiliki efek samping seperti halnya obatobat kimiawi (Mills, 1996). Obat-
obat kimiawi seringkali dapat membahayakan kesehatan dan tidak berhubungan langsung dengan
hasil pengobatan yang diharapkan (Mills, 1996). Itulah salah satu alasan Menteri Kesehatan
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.381/MENKES/SK/III /2007
menetapkan kebijakan obat tradisional nasional (Kotranas) yang antara lain bertujuan untuk
mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan
(sustainable use) untuk digunakan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Sebagai
implementasi dari kebijakan tersebut Menteri Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan
No. 003/MENKES/PER/I/2010 tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan
kesehatan. Menurut peraturan tersebut pada pasal 1 diterangkan bahwa saintifikasi jamu adalah
pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, sedangkan jamu
diartikan sebagai obat tradisional Indonesia. Sementara itu obat tradisional adalah bahan atau
ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik),
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang ada.

A.2 Peraturan pemerintah mengenai obat tradisional

A.2.1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional

Permenkes ini mengatur tentang registrasi obat tradisional yang mencakup industri :

- IOT (Industri Obat Tradisional) adalah industri yang dapat membuat semua bentuk sediaan
obat tradisional
- UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional ) adalah usaha yang dapat membuat semua bentuk
sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan effervescent
- UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional) adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat
tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.

A.2.2 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan
Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional
Peraturan BPOM dalam pasal 3 menyebutkan bahwa :

1. Pelaku usaha wajib menjamin keamanan dan mutu obat tradisional yang dibuat, diimpor,
dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan selama beredar.
2. Untuk menjamin keamanan dan mutu obat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan keamanan dan mutu.
3. Persyaratan keamanan dan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
persyaratan untuk bahan baku dan produk jadi.

A.3 Jenis obat tradisional

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik


Indonesia, Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia, obat tradisional yang ada di Indonesia dapat dikategorikan :

1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun temurun. Jamu
harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Contoh : Tolak Angin® , Antangin® , Woods’ Herbal® , Diapet Anak® , dan Kuku
Bima Gingseng® .

Gambar 1. Logo dan Penandaan Jamu

2. Obat Herbal Terstandar


Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan bahan
bakunya telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau
praklinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi. Contoh : Diapet® , Lelap® , Fitolac® , Diabmeneer® , dan Glucogarp® .

Gambar 2. Logo dan Penandaan Obat Herbal Terstandar

3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada
hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,
klaim khasiat dibuktikan dengan uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan
baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh: Stimuno® , Tensigard® ,
Rheumaneer® , X-gra® dan Nodiar® .

Gambar 3. Logo dan Penandaan Fitofarmaka

B. Simplisia
B.1 Definisi

Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan
simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM, 2008). Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami
perubahan bentuk (Gunawan, 2010). Jadi simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral (Melinda, 2014).

B.2 Jenis simplisia

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman (Nurhayati, 2008). Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau
zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya (Melinda, 2014).

Simplisia hewani yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan (Meilisa, 2009) dan belum berupa zat kimia murni (Nurhayati Tutik,
2008). Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan, 2010).

Simplisia mineral Simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah
atau yang telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Meilisa, 2009).
Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).

B.3 Parameter simplisia


Parameter spesifik, meliputi :
1. Identitas simplisia
2. Organoleptis
3. Mikroskopik
4. Kadar sari larut air
5. Kadar sari larut etanol
6. Kadar kumarin total
Parameter non spesifik, meliputi :
1. Kadar susut pengeringan
2. Kadar abu total
3. Kadar abu tidak larut asam

C. Glikosida
C.1 Definisi glikosida

Glikosida merupakan salah satu senyawa jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa
metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dan hewan yang memiliki atom nitrogen (Hartati,
2010). Glikosida terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula yang disebut dengan gliko
dan bukan gula biasa disebut aglikon. Glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini
sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas (Rahayu dan Hastuti,
2008). Struktur kimia glikosida dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Glikosida (Sumber: Sumardjo, 2006)


Jembatan atau ikatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini sangat
mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila semakin panas
lingkungannya, maka glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat glikosida terhidrolisis
maka ikatan glikosida akan terputus sehingga molekul akan pecah menjadi dua bagian yaitu
glikon dan aglikon. Sifat-sifat dari glikosida yaitu mudah menguap, mudah larut dalam pelarut
polar seperti air, mudah terurai dalam keadaan lembab dan lingkungan asam (Gunawan dan
Mulyani, 2002).

C.2 Pembagian glikosida

Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan bukan gula.
Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan gula dikenal sebagai aglikon.
Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan penting di dalam kehidupan tumbuhan dan terlibat
di dalam pertumbuhan dan perlindungan tumbuhan tersebut. Beberapa glikosida mengandung
lebih dari satu jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida. Semua glikosida alam dapat
terhidrolisis menjadi gula dan bukan gula dengan cara mendidihkannya bersama asam mineral.
Biasanya, glikosida juga dapat terhidrolisis dengan mudah oleh enzim yang terdapat dalam
jaringan tumbuhan yang sama. Pengelompokan glikosida berdasarkan struktur bukan gula
terbagi atas : glikosida jantung, glikosida antrakinon, glikosida saponin, glikosida sianogenik,
glikosida isotiosianat, glikosida flavonol, glikosida alkohol, glikosida alkohol, glikosida
aldehida, glikosida lakton, glikosida fenol dan tanin (Tyler et al, 1988).
Pengelompokan glikosida berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
1. O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O, contohnya : salisin.
2. S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S, contohnya sinigrin.
3. N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N, contohnya
kronotosida.
4. C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C, contohnya : barbaloin
(Farnsworth, 1966).

D. Simplisia yang mengandung glikosida


1. Tanaman Andong (Bogoriani, 2008)
Tumbuhan andong (Cordyline terminalis Kunth) merupakan salah satu tumbuhan perdu
familia Liliaceae, yang secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat diare dan disentri.
Pendekatan etnobotani ini memberikan suatu asumsi bahwa pada daun andong terdapat senyawa
aktif terhadap diare dan disentri, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (Heftmann,
1974; Lajis, 1985; Mahato, et al., 1982; Hostettmann and Marston, 1995; Silverstein, et al.,
1991).
Dari hasil penelitian sebelumnya telah dipublikasikan senyawa saponin yang pertama
dari daun andong. Jenis saponin yang dikandungnya adalah saponin steroid yang merupakan
senyawa mayor ditinjau dari kestabilan busa yang terbentuk (Bogoriani, 2001) dan senyawa
saponin steroid spirostananol dengan berat 7,5 mg berdasarkan data kromatogram kromatografi
cair kinerja tinggi dengan struktur pada atom C25 dan C27 merupakan suatu ikatan rangkap dua
(gugus elesometilin) yang mempunyai berat molekul 866 dan golongan senyawa ini mempunyai
sifat toksik terhadap Larva Udang (Artenia salina Lich) yang diidentifikasikan berkorelasi positif
terhadap senyawa antitumor (Bogoriani, et al., 2007).
Serbuk kering daun andong kira-kira 0,5 kg diekstraksi dengan cara maserasi selama 24
jam menggunakan pelarut n-heksana untuk mengekstraksi lipid. Selanjutnya resedu dikeringkan
pada suhu kamar sampai bebas nheksana, ditimbang, kemudian dimaserasi dengan metanol
dengan cara berulang-ulang sampai terekstraksi sempurna, kemudian diuapkan. Ekstrak kental
metanol yang diperoleh dipartisi antara air dan n-butanol, kemudian fraksi n-butanol diuapkan,
dicuci dengan dietileter, dilarutkan dalam methanol, dan disaring. Filtrat metanol kemudian
ditambahkan dietileter berlebih. Endapan yang terbentuk disaring (Heftmann, 1974). Endapan
saponin selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan. Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan
dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom dan kromatografi cair kinerja tinggi.
Metode penapisan saponin dan steroid mengikuti metode yang dikembangkan oleh Webb (Lajis,
1985). Setelah proses pemisahan dan pemurnian, isolat murni, selanjutnya dilakukan elusidasi
struktur dengan teknik spektrometri.
2. Tanaman Gebang (Zahira dan Kamila, 2017)
Tumbuhan Gebang (Corypha utan) banyak dijumpai dikawasan pantai, tumbuh
menyendiri, berbatang lurus, tingginya mencapai 30 m. daunnya besar, bundar dan kaku.
Bunganya majemuk terletak diujung batang. Batang bagian luar, keras dan gambarnya lunak
sehingga orang sering menggunakannya untuk membuat bedug. (Hartono, 1995). Glikosida pada
tanaman biasanya terdapat dalam bentuk βglikosida. Glikosida yang berkhasiat obat dapat
digolongkan menjadi glikosida jantung, antrakinon, saponin, sianofor, tiosianat, flavonol,
aldehid, alkohol, lakton dan fenol. (Indah, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Jufra Daud
Johanis Abanat (2012), tentang “Pengaruh Fraksi Volume Serat Pelepah Gebang (Corypha utan)
terhadap Sifat Mekanik pada Komposit Bermatrik Epoksi” menyatakan bahwa kekuatan tarik
komposit meningkat dengan meningkatkan fraksi volume serat hingga 70% serat yaitu sebesar
51.993 MPa. Dampak kekuatan juga meningkat hingga fraksi volume serat 70% dan kekuatan
dampak maksimum terjadi adalah 6953 J. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka akar gebang
berpotensi ,memiliki senyawa glikosida.
Sampel akar Gebang dibersihkan, dicuci dengan air yang mengalir, selanjutnya
dipotong - potong kecil lalu dikering anginkan. Simplisia yang telah diangin – anginkan
ditimbang sebanyak 200 gram. Kemudian diekstraksi secara refluks dengan menggunakan
pelarut metanol sebanyak 500 ml. Kemudian Simplisia tersebut dimasukkan kedalam bejana labu
alas bulat ditambahkan metanol hingga terendam, cairan penyari dipanaskan hingga mendidih.
Uap cairan akan naik dan akan diembunkan kembalidengan pendingin tegak. Cairan penyari
akan turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia, ekstraksi berlangsung selama 4 jam.
Selanjutnya saring filtrat dan ampasnya lalu diekstraksi kembali. Ulangi hingga 3 kali perlakuan
atau sampai zat aktif dalam simplisia terekstraksi dengan baik. Ekstrak metanol yang diperoleh
dikumpulkan kemudian diuapkan hingga kental atau kering, lalu ekstrak metanol kering sebagian
dikromatografi lapis tipis. Penapisan dengan pelarut dietil eter. Ekstrak metanol yang telah
diuapkan disuspensikan dengan air 50 ml, dimasukkan ke dalam corong pisah. Selanjutnya
dilakukan penapisan dengan pelarut dietil eter. Dikocok hingga homogen dan didiamkan sampai
terbentuk dua lapisan yang memisah, lapisan air ditampung dalam wadah yang berbeda lalu
lapisan eternya di buang. Lapisan air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan diekstraksi
kembali dengan n-Butanol. Ekstraksi dengan pelarut n-Butanol Lapisan air yang diperoleh
tersebut diatas, kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut n-Butanol sebanyak 50 ml dalam
corong pisah. Penyarian dilakukan hingga 3 kali, sebagian ekstrak n-Butanol yang sudah di pisah
dengan lapisan air diambil 6-8 tetes lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk Uji Busa dan
sebagian lagi di tampung dan diuapkan hingga kering, kemudian dikromatografi lapis tipis. Uji
Busa Uji Busa pada Ekstrak n-Butanol dilakukan untuk menunjukkan adanya senyawa Glikosida
Saponin yang ditandai dengan adanya busa stabil pada pengocokan. Pemisahan dan pemurnian
komponen kimia Kromatografi lapis tipis Ekstrak Metanol dan n-Butanol dianalisa secara
kromatografi lapis tipis menggunakan penampak noda sinar lampu UV 254 nm dan H2SO4 10%
dengan cairan pengelusi : Ekstrak metanol dengan cairan pengelusi Kloroform – Metanol (8 : 2),
Ekstrak nButanol dengan cairan pengelusi Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) dan Kloroform –
Metanol – Air (15 : 5 : 1) Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Persiapan lempeng KLT
Preparatif Pada metode kromatografi Lapis Tipis Preparatif, digunakan lempeng sintetik dengan
ukuran 20 x 20 cm. Diberi tanda pada sisi atas sebagai jarak elusi dan sisi bawah sebagai tempat
penotolan sampel. Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Ekstrak n-Butanol
ditotolkan secara tegak lurus pada permukaan lempeng yang telah diberi tanda, lalu masukkan
kedalam bejana kromatografi yang berisi eluen Kloroform – Metanol (8:2) yang telah dijenuhkan
dengan posisi berdiri. Kemudian bejana kromatografi ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi,
setelah itu lempeng dikeluarkan dan diangin – anginkan hingga kering, kemudian diamati
penampakan nodanya pada sinar Lampu UV 254 nm. Pita – pita yang terbentuk dikeruk dari plat
dan ditampung kedalam vial sesuai dengan fraksinya. Tampakan noda dengan H2SO4 10 %
Lempeng sintetik yang telah diamati dengan menggunakan lampu UV 254 nm, disemprot dengan
H2SO4 10% lalu diangin – anginkan kemudian dipanaskan. Noda yang tampak kemudian
digambar diatas kertas karkil dan diberi keterangan dan warna sesuai dengan penampakan yang
terjadi. Penentuan dengan spektrofotometri UV – Vis Senyawa murni dari fraksi dilarutkan
dengan pelarut metanol yang sebelumnya telah dilakukan blanko, kemudian larutan cuplikan
ditempatkan diantara sumber radiasi dan monokromator, spectrum yang dihasilkan dicatat.

3. Biji rambutan (Nephelium lappaceum L.)


Nephelium lappaceum merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis
kawasan Asia Tenggara. Nephelium lappaceum menghasilkan buah yang dikenal lezat. Biji buah
N. lappaceum secara tradisional dapat menyembuhkan penyakit seperti diabetes mellitus. Efek
farmakologi kulit buah N. lappaceum antara lain sebagai penurun panas sedangkan bijinya
memiliki efek hipoglikemia sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Hariana, 2006).
Biji buah N. lappaceum yang telah kering dibersihkan dari kulit arinya sehingga
diperoleh massa 5,6 kg. Biji buah N. lappaceum kemudian diserbukkan dengan cara diblender
hingga halus dan diperoleh massa 5 kg. Penghalusan bertujuan untuk memperbesar luas
permukaan dari biji buah N. lappaceum sehingga ketika diekstraksi senyawa metabolit sekunder
yang ada di biji buah N. lappaceum dapat keluar secara maksimal. Maserasi serbuk biji buah N.
lappaceum dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut metanol yang sudah
didestilasi terlebih dahulu. Destilasi metanol bertujuan untuk memisahkan pengotornya yang
berupa asam dan air yang dapat mengganggu proses isolasi serta dapat merusak senyawa
metabolit sekunder. Metanol memiliki sifat polar sehingga dengan sifatnya dapat melarutkan
semua komponen baik yang bersifat polar maupun nonpolar (Harbourne, 1987). Maserat yang
diperoleh dengan cara dipekatkan dengan rotary evaporator sebanyak 318,6575 g. Selama
pemekatan terdapat dua lapisan, lapisan atas berupa lemak dan lapisan bawah berupa maserat
metanol. Kedua lapisan dipisahkan sehingga didapat massa lemak sebesar 189,0142 g sedangkan
massa maserat metanol sebesar 129,6433 g. Maserat yang diperoleh kemudian dilanjutkan ke
tahap partisi.
Sebanyak 129,6433 g ekstrak metanol dipartisi dengan n-heksana sebanyak dua kali.
Fraksi n-heksana ditampung dalam botol coklat sedangkan fraksi metanol dipartisi dengan
pelarut etil asetat. Fraksi nheksana yang diperoleh dipekatkan dengan cara dikering anginkan,
sehingga diperoleh massa 1,162 g. Fraksi etil asetat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary
evaporator, sehingga diperoleh massa 36,764 g. Fraksi terlarut dalam metanol didapat sebanyak
54,038 g.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan
simplisia tidak lebih dari 600C. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam
yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.
Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan bukan gula.
Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan gula dikenal sebagai aglikon.
Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan penting di dalam kehidupan tumbuhan dan terlibat
di dalam pertumbuhan dan perlindungan tumbuhan tersebut. Beberapa glikosida mengandung
lebih dari satu jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida.
Contoh tanaman yang mengandung glikosida adalah tanaman Andong (Cordyline
terminalis Kunth) yang secara trdisional digunakan sebagai obat diare dan disentri. Tumbuhan
Gebang (Corypha utan) banyak dijumpai dikawasan pantai, tumbuh menyendiri, berbatang lurus,
tingginya mencapai 30 m. daunnya besar, bundar dan kaku. Bunganya majemuk terletak diujung
batang. Batang bagian luar, keras dan gambarnya lunak sehingga orang sering menggunakannya
untuk membuat bedug. rambutan (Nephelium lappaceum L.). Kemudian tanaman Nephelium
lappaceum merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis kawasan Asia Tenggara.
Nephelium lappaceum menghasilkan buah yang dikenal lezat. Biji buah N. lappaceum secara
tradisional dapat menyembuhkan penyakit seperti diabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKA
Bogoriani, N. W., 2001, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari Daun Andong
(Cordyline terminalis Kunth), Review Kimia, 4, (3) : 92-97

Bogoriani, N. W., Sri Rahayu Santi, dan I. A. R. Astiti Asih, 2007, Isolasi Senyawa Sitotoksik
dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth), Jurnal Kimia, 1 (1) : 1-6

BPOM RI, 2019. Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019, Indonesia

BPOM RI, 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia,
Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta; p.1-4.

Gunawan, D. dan Mulyani, S. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya.
Jakarta

Hartono,S., 1995. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya. Jakarta.

Harlia., Rusdiyansyah, dan Siti Nurhajar Sukmawati, 2017, Karakterisasi Struktur Senyawa
Kumarin Glikosida Dari Biji Buah Rambutan (Nephelium lappeceum L.), JKK, Vol 6(3) :
1-5

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. ITB,
Bandung.

Hariana, A., 2006, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Jilid ke-3, Penebar Swadaya, Hlm:7.

Heftmann, E., 1974, Review functions of steroids in plants, Phytochemistry, 14 : 891-901

Hostettmann, K. and Marston, A., 1995, Chemistry and Pharmacology of Natural Products :
Saponins, Cambridge University Press, Sydney

Indah,P,L., 2012. Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun antidesma neurocarpium dengan
Metode DPPH dan Identifikasi Golongan senyawa Kimia dari Fraksi Teraktif. Pdf.
Diakses 26 Januari 2021
Kemenkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.


003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Lajis, N. Hj., 1985, The phytochemical survey, Proceedings of a workshop, Department of


Chemistry, Universiti Pertanian Malaysia, Serdang Selangor, Malaysia, 138-139

Mahato, S. B., Ganguly, A. N., and Sahu, N. P., 1982, Review: steroid saponins, Phytochemistry,
21 (5) : 959-978

Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional.

Mills, Simon., 1996. Pengobatan Alternatif (Alternative in Healing). Dialih bahasakan oleh P.
Boentaran. Jakarta. Dian Rakyat

Silverstein, R. M., Bassler, G. C., Morrill, T. C., 1991, Spectroscopic Identification of Organic
Coumpound, John Wiley & Sons, Inc, New York

Tyler, V.E, et al. 1988. Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger. Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai