Anda di halaman 1dari 3

1) Menurut para ahli, cinta merupakan kesenangan jiwa, pelipur hati, membersihkan akal, dan

menghilangkan rasa gundah gulana. Cinta menurut pandangan islam bisa dikatakan seperti
halnya keimananan, yakni yang sudah diyakini dalam hati, kemudian diucapkan dengan lisan,
dan juga sudah dibuktikan dengan perilaku.
2) Tujuan pernikahan dalam Islam, menurut Azzam dan Hawwas (2011:39-43), tidaklah sekadar
pada pemenuhan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan
aspek sosial, psikologi, dan agama. Di antara tujuan pernikahan yang terpenting adalah
sebagai berikut:
a. Memelihara keberlangsungan manusia
b. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh
c. Mengontrol hawa nafsu

3) Rasulullah melarang umatnya untuk hidup membujang. Rasul bahkan memerintahkan umatnya
untuk menikah. Dalam sebuah hadis, Rasul pernah melarang seorang pemuda untuk hidup
membujang.

" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk
tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan
bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” [HR. Bukhari
dan Muslim].

Dalam riwayat lain disebutkan ada tiga pemuda yang berniat untuk tetap hidup membujang.
Mereka akan memperbanyak ibadah selama hidupnya. Namun, Rasul tetap melarang mereka
dan memerintahkan untuk menikah.

" Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah
yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku
salat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku." [HR Bukhari dan Muslim]

4) Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan
bahwa, “Sesuatu yang dinisbatkan kepada Islam artinya ia diajarkan oleh Islam atau memiliki
landasan dari Islam.” Oleh karena itu, istilah ‘pacaran islami’ sendiri sejatinya tidak benar
karena Islam tidak pernah mengajarkan pacaran dan tidak ada landasan pacaran Islami dalam
syariat. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam melarang kegiatan-kegiatan yang ada dalam pacaran,
atau singkatnya, Islam melarang pacaran.
Sehingga kita definisikan pacaran Islami adalah kegiatan bercintaan atau berkasih-kasihan
yang sedemikian rupa dipoles sehingga terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam
prakteknya, batasan pacaran Islami pun berbeda-beda menurut pelakunya. Di antara mereka
ada yang beranggapan pacaran Islami itu adalah aktifitas pacaran selama tidak sampai zina,
ada juga yang beranggapan ia adalah aktifitas pacaran selama tidak bersentuhan, atau pacaran
selama tidak dua-duaan, dan yang lainnya.
5) a. Keuntungan pacaran

• Belajar mengenal karakter lawan jenis.


• Mendapatkan perhatian lebih dari orang lain, yakni pacar.
• Mudah menemukan tempat menyampaikan keluhan, unek-unek, atau curhat berbagai
permasalahan yang dihadapi kepada pacar.
• Memiliki tempat berbagi di saat suka maupun duka.
• Tidak kesepian karena ada yang setia menemani kapanpun dan di manapun.
• Ada yang mentraktir makan, minum, pulsa, dan sebagainya.

b. kerugian pacaran
• Mengurangi waktu untuk diri sendiri.
• Menghambat kinerja otak karena hanya memikirkan satu obyek saja (pacar).
• Mendorong orang untuk berbohong agar tidak merugikan dirinya.
• Menghabiskan uang, seperti untuk beli pulsa, bensin, makanan, jalan-jalan.
• Menghambat cita-cita, karena waktu dan pikiran banyaktecurah kepada pacar
• Beternak dosa. Hampir semua aktivitas dalam pacarana menimbulkan dosa.
6) a. menikah karena agama
b. berdiri di atas aqidah
c. memiliki semangat kebersamaan yang tinggi
d. memelihara kualitas ibadah
e. saling tolong-menolong dalam kebaikan
f. memiliki anak shalih
g. hubungan antara orang tua dan anak penuh keakraban
7) a. Sebelum Menikah
➢ Menata niat menikah, yaitu untuk meraih ridho Allah
➢ Tidak berpacaran. Mencari calon pendamping hidup melalui cara yang diperbolehkan
ajaran Islam, misalnya ta‟aruf.
➢ Memilih calon pendamping hidup yang sesuai dengan pedoman Islam sebagaimana telah
diajarkan Rasulullah SAW.
➢ Menyiapkan diri secara fisik dan psikis, termasuk ilmu berumah tangga.
➢ Bermusyawarah dengan orang tua agar memperoleh restu dan dukungan.
b. Saat akad nikah
➢ Menjaga agar niat tetap lurus, yakni menikah untuk meraih ridho Allah.
➢ Minta didoakan orang tua dan orang-orang sholeh. Doa orang tua untuk anaknya dan doa
orang-orang sholeh umumnya dikabulkan Allah SWT.
➢ Memenuhi syarat dan rukun pernikahan agar sah menurut agama.
c. Saat Menjalani Kehidupan Rumah Tangga
➢ Mempertahankan motivasi menjalani pernikahan untuk beribadah.
➢ Menjadikan ridho Allah sebagai pedoman dalam berumah tangga
➢ Nafkah yang halal, dan diupayakan diperoleh di negaranya sendiri.
➢ Suami dan istri menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Tugas pokok suami
adalah mencari nafkah, dan mengurus rumah tangga merupakan tugas utama istri.
➢ Saling membantu dalam mengerjakan urusan rumah tangga. Istri membantu suami, dan
sebaliknya suami juga membantu istri.
8) Dalam konteks Indonesia, praktik nikah mut’ah dinilai MUI bertentangan dengan Kompilasi
Hukum Islam dan UU Perkawainan No 1 Tahun 1974. Padahal, ujar MUI, menaati peraturan
pemerintah adalah sebuah kewajiban sesuai dengan kaidah fikih, “Keputusan pemerintah
mengikat dan menghilangkan perbedaan.”

Komisi Fatwa MUI yang saat itu diketuai Prof KH Ibrahim Hosen memberi pertimbangan jika
mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut Suni dan menolak ajaran mut’ah dalam
paham Syi’ah secara umum.

MUI menegaskan kembali dalam Munas MUI tahun 2010 tentang nikah wisata. Nikah wisata
juga dinyatakan haram karena hanya diniatkan untuk kebutuhan sesaat. Nikah wisata adalah
salah satu bentuk dari nikah mut’ah. Dasar keharaman dalam hadis disebutkan dari Ali bin
Abi Thalib RA, bahwa Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah pada perang Khaibar, juga
melarang memakan daging keledai peliharaan (Muttafaq ‘alaih).

Anda mungkin juga menyukai