Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN AGAMA
Agama memiliki istilah lain yaitu religion dalam bahasa Eropa, religio atau religi
dalam bahasa Latin, dan din dalam bahasa Arab. Dari istilah-istilah tersebut di
Indonesia sendiri lebih populer dengan istilah agama. Dalam bahasa sangsekerta
“agama” berasal dari a yang berarti tidak dan gam yang berarti pergi. Sehingga kata
tersebut berarti tetap ditempat atau tidak pergi. Akan tetapi dalam jiwa kerohaniannya
definisi agama ialah dharma atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan
kehidupan manusia.
Pengertian agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atau arti. Oleh
karena itu agar kita memiliki pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian
dari bermacam-macam agama yang ada. Definisi agama sendiri sangat ditentukan oleh
sudut pandang yang berbeda-beda, maka tidak mengherankan kalau dapat menimbulkan
bermacam-macam rumusan atau pengertian.
Istilah “agama” yang digunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari lingkungan
keagamaan Hindu dan Budha. Agama mengandung arti tradisi sakral mengenai ajaran
dan ritual-ritual. Karena istilah ini digunakan oleh beberapa aliran yang berbeda, maka
dari sinilah agama sendiri tidak dapat disimpulkan adanya suatu hakekat umum
dibelakang kenyataan agama-agama atau ajaran serta ritus yang berbeda beda.
Sedangkan religion atau religi, menurut Olaf Schuman berasal dari kata religare
yang berarti “mengikat kembali”. Menurut Sidi Gazaliba agama berasal dari kata gam,
yang kemudian mendapat awalan dan akhiran a sehingga menjadi a-gam-a. Gam
memiliki arti pergi dan setelah mendapat awalah dan akhiran a memiliki arti menjadi
jalan. Agama sendiri ialah peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja.
Ada pendapat lain juga yang mengatakan bahwa agama tersusun dari dua kata a yang
berarti tidak dan gam yang berarti pergi, jadi agam diartikan tidak pergi, tetap ditempat,
diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian.
Adapun agama atau al-din menurut Quraish Shihab, dari bahasa Arab terdiri dari
huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa dibaca dengan dain yang belarti hutang,
dan dengan din yang mengandung arti agama ialah menguasai, menundukkan, patuh,
kebiasaan dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut sama-sama menunjukan adanya dua
pihak yang berbeda. Pihak pertama berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan
disegani oleh pihak kedua. Dan begitu pun menurut Harun Nasution bahwa din dalam
bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Agama memang membawa peraturan-
peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi.
Sedangkan agama menurut terminologinya, agama, din dan religi adalah sistem
credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar
manusia dan satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap Yang
Mutlak, menurut Endang Saifuddin. Menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh
Prof. Dr. Ahmad Tafsir mendefinisikan agama sebagai suatu peraturan tentang tata cara
hidup lahir bathin. Dan menurut E. B . Taylor mendefinisikan agama sebagai
kepercayaan terhadap adanya wujud-wujud spritual.Sedangkan menurut Yenger, ahli
sosiolog Amerika dengan definisi fungsionalnya, mengatakan bahwa agama merupakan
sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam
kehidupan manusia.

Adapun pengertian agama menurut masing-masing agama itu sendiri yaitu;


 Agama menurut agama Hindu
Agama ialah Kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia.
Dan juga agama mengandung pengertian satya, arta, diksa, tapa, brahma dan
yajna yang berarti perundang-undangan, penyucian, emua perbuatan suci, dan
doa.
 Agama menurut agama Budha
Agama ialah Suatu badan dari pelajaran kesusilaan dan pengakuan berdasarkan
keyakinan terhadap pelajaran yang diakui baik.
 Agama menurut Islam
 Menurut Prof KHM. Taib Thahir Abdul Mu’in, agama adalah suatu
peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, untuk
mencapat kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak di akhirat.
 Menurut Hadijah Salim, Agama adalah peraturan Allah SWT yang
diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya, yang berisi suruhan, larangan dan
sebagainya yang wajib ditaati oleh umat manusia dan menjadi pedoman agar
selamat dunia dan akhirat.
 Menurut H Agus Salim, Agama adalah Ajaran tentang kewajiban dan
kepatuhan terhadap aturan, petunjuk, perintah yang diberikan Allah kepada
manusia melalui utusan-utusan-Nya
 Agama menurut agama Kristen
Agama ialah segala bentuk hubungan manusia dengan Yang Suci

Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah yang diungkapkan diatas ialah ikatan.
Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.Ikatan
ini mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-
hari. Dari semua itu Harun Nasution menyimpulkan definisi- definisi agam sebagai
berikut;
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus
dipatuhi
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pda suatu
bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar
diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan ghaib
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban kewajiban yang diyakini bersumber pada
suatu kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbuldari perasaan lemah dan perasaan
taku terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui rasul-Nya

B. FUNGSI DAN TUJUAN AGAMA

Menurut Abuddin Nata ada tiga alasan perlunya manusia terhadap agama, yakni:
Pertama, latar belakang fitrah manusia. Ditegaskan dalam ajaran Islam bahwa agama
adalah kebutuhan manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Rum (30:30).

“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa beragama sudah menjadi fitah manusia. Dijelaskan
oleh Muzayyin Arifin bahwa komponen-komponen potensial fitrah adalah :

a. Kemampuan dasar untuk beragama Islam. Faktor ini merupakan inti beragama
manusia. Muhammad Abduh, Ibn Qayyim, Abu A’la Al-Maududi, Syyaid
Quttub berpendapat bahwa fitrah mengandung kemampuan asli untuk beragama
Islam, karena Islam adalah agama fitrah atau identik dengan fitrah. Factor
keturunan psikologis orang tua merupakan aspek dari kemampuan dasar itu.
b. Mawahib (bakat) dan qabiliyat (tendensi atau kecenderungan) yang mengacu
kepada keimanan kepada Allah SWT. Dengan adanya bakat dan kecenderungan
untuk beriman kepada Allah maka “fitrah” telah mengandung komponen
psikologis yang merupakana keimanan tersebut. Karena bagi seorang mukmin
iman merupakan elan vitale (daya penggerak utama) untuk selalu mencari
kebenaran hakiki dari Allah.
c. Naluri dan kewahyuan. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, fitrah dapat
dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi naluri pembawaan manusia atau sifat-sifat
Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir, dan yang kedua, dilihat dari
segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi-nabi-Nya.

Kedua, kelemahan dan kekurangan manusia. Karena keterbatasan akal manusia


untuk menentukan hal-hal yang di luar kekuatan pikiran manusia itu sendiri maka
manusia membutuhkan suatu pegangan/petunjuk untuk memecahkan semua persoalan.
Selain itu karena manusia merupakan makhluk dhaif (lemah) yang sangat membutuhkan
agama sebagai pedoman menjalankan kehidupannya.

Ketiga, tantangan manusia. Karena dalam kehidupan ini akan banyak sekali
tantangan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Tantangan tersebut berupa
hawa nafsu dan upaya-upaya menusia yang sengaja berupaya memalingkan manusia
dari Tuhan. Untuk itu beragama dan taat beragama sangat penting untuk kita miliki.

Semua agama hadir menawarkan janji-janji pada manusia untuk membangun


kehidupan yang beradab, sejahtera, dan bahagia di dunia maupun di akhirat.
Konsekuensinya adalah semua agama harus siap diuji oleh sejarah dimana jika ternyata
gagal dalam memenuhi setiap janji-janjinya maka agama tersbut pasti akan ditinggalakn
oleh calon pemeluknya. Selain itu agama juga bagaikan kacamata, yang dengannya
seseorang yang beriman memandang dunia sekitarnya dan menafsirkan realitas dunia.
Ditinjau dari segi tujuannya, agama berfungsi untuk membimbing manusia agar hidup
tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat.

Menurut Murtadha Muthahari ada tiga bagian pengaruh manfaat keyakinan


keagamaan terhadap manusia. Pertama, memperoleh kebahagiaan dan kegembiraan .
Kemampuan dalam menciptakan kebahagiaan dan kegembiraan adalah sikap optimise
untuk menapak jagat raya. Dalam hal ini yang dimaksudkan optimis dalam menapak
jagat raya adalah cara pandang dan pemikiran yang optimistic terhadap segala bentuk
penciptaan dan aturan-aturan yang mengaturnya. Orang-orang yang telah menjalin
kaitan dengan jagat raya melalui keyakinan keagamaan akan memiliki kenyamanan dan
kemudahan dalam berurusan dengan jagat raya.

Hasil keyakinan keagamaan yang lain dilihat dari kemampuan menciptakan


kebahagiaan, adalah kebahagiaan yang disebut sebagai kenikmatan ruhaniah. Ada dua
jenis kebahagiaan; peryama, kebahagiaan eksternal yang beruhubungan dengan
indrawinya dengan objek eksternal, seperti kabahgiaan karena mengucapakn sesuatu,
kebahagiaan melihat suatu objek dan sebagainya yang melalu indera seperti perabaan
seperti kontak fisik. Kedua, kebahagiaan yang tidak dihasilkan melalui alat indera
ataupun melalui kontak fisik. Kebahagiaan ini diperolah dari hubungan manusia dengan
Tuhan maupun dengan manusianya itu sendiri. Seperti berkat kemurah hatian dan sikap
saling tolong menolong hingga kebahagiaan menyembah Tuhan. Kebahagiaan tersebut
tidak ada hubungannya dengan indera dan tidakdipengaruhi secara langsung oleh faktor-
faktor eksternal.

Pengaruh kedua keyakinan keagamaan adalah dalam masalah hubungan social


kemasyarakatan. Pengaruh ini memaksa orang-orang dan pihak-pihak yang
bersangkutan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah disepakati bersama.
Dalam hal ini Murtadha Muthahari mengatakan bahwamanusia dilahirkan sebagai
makhluk social ysng tidak dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendri
sehingga diperlukannya kerjasama dan tolong molong dengan sesame manusia serta
perlunya mempererat hubungan-hubungan social.

Dalam hubungan social dan kemasyarakatan menurut Elizabeth K. Nottingham


posisi agama dalam hal tersebut adalah; pertama, agama telah membantu mendorong
terciptanya system-sistem nilai social yang terpadu dan utuh. Agama telah membantu
mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban social
mereka. Kedua, agama telah memainakan peranan vital dalam memberikan kekuatan
memaksa yang mendukung dan memperkuat adat-istiadat. Dalam hal ini peranan agama
adalah menerapkan sikap mengagungkan rasa hormat, terutama yang berkaitan dengan
adat-istiadat yang berlaku.

Pengaruh yang ketiga adalah sebagai penawar bagi tekanan jiwa. Tekanan jiwa yang
dimaksudkan seperti sedang gelisah, stress, atau gundah gulana. Dalam kehidupan ini
mau tidak mau ataupun suka tidak suka kita harus tetap menjalaninya. Kehidupan ini
mengandung penderritaan-penderitaan, kesedihan, kegagalan, kehilangan, kepahitan,
dan kekecewaan sebagaimana adanya kegembiraan, kebahgaiaan, keceriaan, dan
keberhasilan. Oleh karena itu keyakinan keagamaan menciptakan dalam diri manusia
kekuatan dan keyakinan untuk tetap bertahan dan dapat menjelmakan kepahitan dalam
rasa manis. Seseorang yang beriman akan mengetahui bahwa segala sesuatu di dunia ini
berada dalam syatu pola aturan tertentu. Sehingga ia akan yakin bahwa dalam suatu
kesulitan aka nada jalan meskipun sebelumnya jalan tersebut nampak mustahil. Untuk
itu keyakinan keagamaan dan ketaatan terhadap agama itu sendiri diperlukan gai setiap
individu.

Fungsi Agama Secara Umum


1. Memberi pandangan dunia kepada manusia
Agama dikatakan memberikan pandangan dunia kepada manusia karena setiap
agama senatiasa memberikan penerangan dan gambaran mengenai dunia sebagai
suatu keseluruhan, dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dan
gambaran dalam hal ini tidak semuanya dapat dicapai dengan pemikiran dan
indera manusia melainkan dapat dicapai dari keyakinan-keyakinan dalam
menganut agama yang didalamnya akan ada sumber-sumber yang akan lebih
meyakinkan kita sebagai pemeluk agama tersebut.

2. Menjawab setiap persoalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia


Kehidupan ini tidak terlepas dari persoalan-persoalan hidup yang bermacam-
macam. Persoalan hidup tersebut ada yang dapat diselesaikan langsung oleh
setiapindividu ataupun kelompok namun ada pula persoalan dan pertanyaan-
pertanyaan yang penyelesaian dan jawabannya tidak terpikiran oleh akal pikiran
manusia itu sendiri. Untuk itu agama berfungsi sebagai acuan ataupun sumber
dalam menyelesaian setiap masalah yang ada.

3. Memberi rasa kebersamaan/kekitaan kepada satu kelompok manusia


Agama merupakan salah satu factor pembentukan kelompok manusia. Karena
itu dalam satu keyakinan agama setiap manusianya akan memiliki bukan saja
kepercayaan yang sama melainkan tingkah laku, dan pandangan yang sama.
Sehingga dalam hal ini agama akan memberikan rasa kekitaan yang satu oada
setiap individu yang menganut agama tersebut.
4. Memainkan fungsi peranan sosial
Selain mengatur tentang keyakinan, mengatur tentang pedoman kehidupan, dan
pandangan hidup manusia. Agama juga memainkan fungsi peranan sosial, ini
berarti dalam setiap ajaran agama telah ditentukan kode etik dalam kehidupan
social yang harus dilakukan oleh penganutnya.

Fungsi Sosial Agama


Secara sosiologis pengaruh agama dapat dilihat dari dua sisi; yang pertama
adalah oengaruh positive yaitu npengaruh yang mempersatukan (integrative) dan
pengaruh negative yaitu pengaruh yang merusah dan memecah-belah
(disintegrative).

Fungsi integratif agama merupakan peranan social agama dalam hal


menciptakan suatu ikatan bersama baik dalam satu keyakinan maupun dengan
yang lainnya dalam hal kewajiban untuk mempersatukan semua individu
masyarakat.

Fungsi disintegratif agama. Selain memiliki fungsi integrative sebagai


pemersatu masyarakat di saat itu pula agama memiliki fungsi disintegrative yang
bertindak sebagai perusak, memecah-belah dan mencerai-beraikan masyarakat.
Hal ini merupakan konsekuensi dari kuatnya agama dalam hal mempersatukan
setiap pemeluknya.

Tujuan Agama Secara Umum


Semua agama yang ada sudah sangat sempurna dan setiap-setiap agama itu
memiliki tujuan yang baik bagi setiap pemeluknya, karena setiap agama
menuntun umatnya untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang baik serta
dibenarkan. Namun adapula keburukan-keburukan umat beragama dalam prilaku
dan penyampaiannya merupakan ketidaktahuan dan kesalahpahaman pemeluk
agama tersebut dalam memahami tujuan agamanya. Berikut beberapa tujuan
agama secara umum :

– Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa

– Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan 


baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin,
dunia dan akhirat.

– Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan kepada Tuhan

– Menyempurnakan akhlak manusia


– Membentuk jiwa yang ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik
dengan Tuhan-Nya maupun lingkungan masyarakat

C. UNSUR-UNSUR AGAMA

            Dengan pemahaman yang terbentuk dari berbagai istilah terkait “agama” diatas,
lantas menunjukkan bahwa setiap agama memiliki unsur-unsur yang sama dan identik.
Unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama itu antara lain adalah sebagai berikut:
[14]

1. Kekuatan gaib: manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib
itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia harus mengadakan
hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik itu dapat
diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat
tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud.
Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari
akan hilang pula.
3. Respons yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu biasa mengambil
bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitive, atau
perasaan cinta, seperti yang etrdapat dalam agama-agama monoteisme.
Selanjutnya respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam
agama-agama primitive, atau pemujaan yang terdapat adalam agama-agama
monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu juga mengambil bentuk cara hidup
tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam
bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan dan
dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

Terkait unsur pertama yang ada dalam agama, yakni kekuatan gaib, Prof. Rasjidi
mengkritik bahwa dalam Islam seorang mukmin tidak hanya percaya kepada kekuatan
gaib tetapi pada alam gaib yang tidak terjangkau oleh panca indra. Lebih dari itu Allah
dalam Islam, bukan sekedar sebuah kekuatan. Ia merupakan oknum atau zat yang
memiliki sifat-sifat tertentu yang menunjukkan superioritasnya. Dengan demikian Allah
bukan sekedar sebuah kekuatan melainkan pemilik kekuatan itu sendiri.

            Pada bagian kedua, Harun berupaya menekankan bahwa kesejahteraan manusia
tergantung pada adanya hunungan dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Menurut
Rasjidi, ungkapan ini memberi kesan bahwa kekuatan gaib yang bersangkutan bersifat
autoritatif, sebab menghajatkan agar manusia menyesuaikan diri untuk menghadapi
kekuatan gaib yang bersangkutan. Hal ini merupakan gambaran umum yang biasa
disampaikan oleh kesarjanaan Barat dalam memandang fenomena yang disebut agama.
Selanjutnya agama dianggap sebagai genus yang memiliki spesies-spesies yang
bermacam-macam.

            Sedangkan tentang respon emosional manusia, Harun justru menunjukkan


bahwa dirinya terpengaruh dengan gaya berfikir agama Masehi. Kristianitas
menganggap bahwa agamanya merupakan ajaran monoteis namun pada saat yang sama
justru mengakui adanya tiga oknum tuhan yang dimanifestasikan melalui konsep
trinitas. Dalam kekristenan cinta merupakan suatu kata kunci. Manusia cinta Tuhan dan
Tuhan cinta manusia, bahkan Tuhan adalah cinta. Hal yang terakhir ini tentu saja
merupakan hasil pergulatan teologis yang tumbuh dalam aliran sejarah.

            Islam dalam pandangan Rasjidi, justru menunjukkan bahwa sikap manusia
terhadap Allah bukan sekedar cinta melainkan juga takut yang diwujudkan dalam
penggunaan kata khasyah dan khauf. Jadi sikap takut bukan hanya terdapat dalam
agama primitif saja tetapi jelas bisa ditemukan dalam Islam. Meski demikian konsep
takut dalam Islam jauh lebih tinggi dan lebih halus dari takut dalam agama primitif.

D. SEJARAH AGAMA DI DUNIA


Sejarah agama menunjukkan kejadian yang menarik daripada sifat bermacam
agama. Sosiologi agama memusatkan penyelidikannya pada daya kekuatan kepercayaan
bentuk masyarakat. Psikologi agama menyelidiki pengaruh kebenaran keagamaan pada
kehidupan rohani. Melalui ketiga jalan ini orang telah mencoba mendekati rahasia
daripada agama. Inti agama dengan bentuk-bentuk gejala lambat laun mulai menjadi
terang.

Untuk mendapatkan pandangan yang sesungguhnya tentang kepercayaan, orang


akan terpaksa memberi keterangan melalui fenomenologi agama. Karena ilmu
pengetahuan ini yang dapat membuka hakekat (wezen) dan struktur agama.

Fenomenologi agama menegaskan bahwa semua gejala tanpa terikat oleh


tuntutan terhadap kenyataan tidak ada artinya. Fenomenologi agama tidak membedakan
dirinya dengan macam-macam agama. Fenomenologi agama mencari-mencari di antara
fakta obyektif dan nilai-nilai subyektif untuk mendapatkan yang ketiga yaitu arti,
pengertian gejala keagamaan.

Fenomenologi agama memberikan penjelasan tentang gejala kontradiksi dengan


uraian tarikhi yang kompleks. Mengenal yang termasuk gejala keagamaan seperti
korban, sakramen, pendeta, dan ahli sihir. Fenomenologi agama mencoba (mencari)
sejumlah besar keagamaan dalam kaitan-kaitan ideal dan persamaan struktur yang tidak
terikat oleh tempat dan waktu. Singkatnya bahwa fenomenologi agama itu terletak
secara terbuka, lapisan dasar sosiologi agama dan latar belakang gejala-gejala
keagamaan secara psikologis.

Selain itu, selain menggunakan fenomenologi agama, sejarah agama dapat


dilakukan melalui pendekatan-pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Historis

2. Pendekatan Psikologis

3. Pendekatan Sosiologis

4. Pendekatan Fenomenologis

1. Pendekatan Historis
Hampir semua studi ilmiah terhadap agama-agama mensyaratkan adanya
beberapa pengetahuan tentang sejarah. Maka pendekatan sejarah untuk
mengkaji agama tidaklah unik atau tidak khas dalam perhatiannya
terhadap ketelitian atau terhadap sejarah suatu agama. Ia adalah khas
karena anggapan dasar, bahwa jika sesorang ingin memahami atau
menjelaskan agama, orang itu harus tahu sejarah asal-usulnya. Arti
agama dapat dijumpai dalamsejarahnya dan tugas besar dari pendekatan
ini adalah mengikuti jejak tradisi agama kembali pada asalnya.
Studi tentang asal-usul agama telah mencapai puncaknya dengan
lahirnya teori evolusi dan teori antropologi yang terdapat dalam karya-
karya sarjana besar: Tylor,Muller, Frazer, dan Schmidt, dan studi
terhadap agama-agama menjadi identic dengan studi tentang evolusi
kemanusiaan.
Menurut Tylor, Sejarah Agama adalah rekor dari perkembangan
rasionalitas. Agama dapat dikembalikan kepada asal-usulnya, yaitu
animisme, tingkatan terendah agama, atau tingkatan pertama agama.
Agama berkembang melalui beberapa tingkatan mulai dari animism ke
naturalism terus ke politeisme langsung ke monoteisme dan metafisik.
Masing-masing urutan tingkat semakin rasional dan semakin abstrak, dan
tingkat yang paling akhir/tinggi mencapai puncaknya pada ilmu dan etika
Barat.
Problem dasar dari pendekatan ini adalah bahwa suatu penjelasan
tentang sebuah agama yang hidup tidak akan pernah sempurna atau
berakhir. Selalu ada hari esok yang bias membawa perubahan, dan usaha
merujukkan kembali agama keaslinya akan selalu tetap bersifat rabaan.

2. Pendekatan Psikologis

Menurut Freud, uraian psikologis tentang agama biasanya


mencari kepercayaan agama itu dan juga praktek-prakteknya, yang
dianggap berasal dari masa kanak-kanak. Persamaan antara tingkah-laku
mereka yang mendapat gangguan kejiwaan dengan orang-orang yang
menganut suatu kepercayaan, menyebabkan Freud dan para pengikutnya
mengambil kesimpulan bahwa kedua hal tersebut (agama
dangangguankejiwaan) dapat dijelaskan dengan mekanisme represi yang
terjadi pada masa awal kanak-kanak. Psiko analisis ini diterangkan Freud
dalam bukunya Totem ung Taboo. Baginya agama adalah gangguan jiwa
yang universal dari kemanusiaan (obbessional neurosis).

3. Pendekatan Sosiologis
Perbedaan antara pendekatan psikologis dengan pendekatan
sosiologis terhadap agama dapat ditemukan dalam asumsi-asumsinya
mengenai kehidupan agama itu sendiri. Studi-studi psikologis terhadap
agama menekankan fungsi agama sebagai proyek sisimbolis dari konflik
kejiwaan atau stress kejiwaan yang tidak disadari. Sedang dari
pandangan sosiologis, agama adalah symbol yang mencerminkan
kehidupan social.
Menurut Durkheim, sejarah agama bukanlah sejarah yang tanpa
makna, palsu, dan khalayan. Agama adalah sebuah manifestasi simbolik
dari masyarakat. Terdapat banyak sekali kenyataan dalam kehidupan
sosial, dan agama adalah salah satu dari fakta yang nyata itu. Oleh sebab
itu, agama tidak bias diteliti terpisah dari kehidupan bersama. Karena
agama adalah sungguh-sungguh merupakan fenomena sosial, maka studi
agama berarti studi tentang kenyataan sosial.

4. Pendekatan Fenomenologis
Kebanyakan ahli fenomenologi menganggap semua pendekatan
semacam itu sebagai mereduksi agama menjadi semata-mata aspek sejarah, atau
aspek social atau aspek kejiwaan.
Menurut pendekatan ini, agama adalah sebuah ekspresi simbolik tentang
yang suci, maka tugas pendekatan ini adalah mendeskripsikan, mengintegrasikan
atau menyusun tipologi dari semua data yang diperoleh dari seluruh agama
dunia. Sakralatau Suci, menurut pandangan ini adalah suatu realitas yang
transenden dan metafisik, yang sering disebut juga Whooly Other, Ultimate
Reality, Absolute, berada di luar waktu dan sejarah. Otto, van der Lecuw, Eliade,
dan Krintensen, adalah tokoh-tokoh tangguh dalam bidang ini.

E. PENGGOLONGAN AGAMA

Secara umum, penggolongan agama ialah sangat banyak dan merumitkan.


Semua agama mengklaim agama merekalah yang paling benar. Ada berbagai
pengelompokan yang dibuat oleh para ahli agama. Ada yang menggolongkan agama
wahyu dan agama bumi, ada yang menggolongkannya dari segi rasial dan geografikal,
ada juga yang menggolongkannya dari segi dakwah ataupun sebagainya.

Menurut Drs. H. Achmad Gholib, MA dalam bukunya yang berjudul Studi


Islam, mengelompokkan agama berdasarkan 3 segi, yaitu :

1. Berdasarkan sumber ajarannya


2. Berdasarkan kitab sucinya
3. Berdasarkan kepercayaannya

1. Penggolongan agama berdasarkan sumber ajarannya


Maksud dari pengelompokkan agama berdasarkan sumber ajarannya ialah
agama dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu :

a. Kelompok agama – agama thabi’i atau yang sering disebut dengan


agama bumi (din al-ardhi) memiliki arti agama yang tidak
memandang essensial penyerahan manusia kepada tata-aturan Ilahi
dan tidak ada sangkutan apa-apa dengan ras semitik, yang terdiri dari
agama – agama seperti Hindu, Budha, Shinto, Konfusianisme,
Taoisme, Jainisme, Sikhisme Zoroasterianisme.
b. Kelompok agama – agama samawi (agama langit) yang sering
disebut dengan agama wahyu ataupun revealed religion memiliki arti
agama yang menghendaki iman kepada Tuhan dan kepada Kitab-
kitab-Nya serta pesannya untuk disebarkan kepada segenap umat
manusia, yang terdiri dari agama – agama seperti Yahudi, Nasrani,
dan Islam.

2. Penggolongan agama berdasarkan kitab sucinya


Berdasarkan pengelompokkan agama yang berdasar kitab suci ini dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu :
a. Agama – agama yang memiliki kitab suci yaitu agama – agama yang
memiliki tuntunan yaitu Islam dengan Al Qura’annya, Yahudi
dengan Tauratnya, dan Kristen dengan Injilnya.
b. Agama – agama yang tidak jelas atau tidak memiliki tuntunan kitab
suci seperti Majusi dan Manawiyah.

3. Penggolongan agama berdasarkan segi kepercayaannya


Dilihat dari segi kepercayaannya, para ahli perbandingan agama membedakan
agama menjadi empat jenis yaitu :
a. Dinamisme adalah agama yang mengandung kepercayaan kepada
kekuatan ghaib yang misterius. Ada benda – benda yang mempunyai
kekuatan ghaib yang berpengaruh baik maupun buruk dalam
kehidupan manusia. Kekuatan ghaib ini disebut mana oleh orang
Makanesia atau tuah dan sakti dalam masyarakat Indonesia. Orang
Jepang menyebutnya kami, orang India menyebut oudah dan orang –
orang Indian Amerika menyebutnya dengan wakan, orenda, dan
maniti. Mana memiliki 5 sifat yaitu kekuatan, tidak dapat dilihat,
tidak mempunyai tempat yang tetap, pada dasarna tidak mesti baik
dan tidak mesti pula buruk, terkadang dapat dikontrol dan kadang
tidak bisa dikontrol. Dengan demikian, mana tidak bisa dilihat,
namun bisa dirasakan efeknya. Kepercayaan dinamisme terdapat
pada masyarakat primitif yang mana hidupnya berada dalam
kesederhanaan alam dalam berbagai aspek.
b. Animisme berasal dari kata latin, anima yang berarti jiwa atau roh.
Kepercayaan ini mengajarkan bahwa tiap – tiap benda bernyawa
ataupun tidak bernyawa pasti mempunyai roh. Roh dalam paham
animisme masih tersusun dalam bentuk materi yang mendekati atai
menyerupai uap dan udara. Tujuan beragama dalam ajaran animisme
adalah mengadakan hubungan sebaik mungkin dengan roh – roh
yang ditakuti dan dihormati dengan cara berusaha menyenangkan
hati para roh tersebut dengan menyediakan sesajian.
c. Politiesme adalah kepercayaan yang penyembahannya tidak
langsung pada benda tersebut tetapi melalui abstraksi atau fungsi
benda itu yang disembah dan ditakuti. Tuhan dalam paham
politiesme bisa bertambah dan berkurang.
d. Monoteisme adalah paham yang berkeyakinan bahwa hanya ada satu
Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta, agama Tauhid.
Perbedaan dari keyakinan ini adalah bahwa Tuhan tidak lagi
merupakan Tuhan nasional, tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua
bangsa didunia ini, bahkan Tuhan alam semesta (rabb al-alamin).
Tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme adalah
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan Pencipta semesta alam
dengan patuh pada perintah dan larangan-Nya. Dengan kata lain
agama monoteisme dengan ajaran – ajaran bermaksud untuk
membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti luhur.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat disimpulkan bahwa agama itu merupakan
kebutuhan bagi setiap manusia. Karena agama merupakan sebuah ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia agar kita selamat dunia dan akhirat.
Untuk itu kita semua sebagai mahkluk sosial harus memiliki satu agama untuk
menjadi pedoman daam menjalankan kehidupan kita.

2. Saran
Perlunya pembaca mencari pengetahuan lebih lanjut tentang agama agar
pembaca lebih mengetahui agama secara keseluruhan.
Daftar Pustaka

Gholib, Ahmad. 2005. Studi Islam. Jakarta: Faza Media.


Nasution, Harun. 1996. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek. Jakarta: UI Press.
Daja, Burhannudin. Sejarah Agama-agama.

Anda mungkin juga menyukai