Anda di halaman 1dari 3

Mewujudkan Ketahanan Pangan Indoensia dengan Penerapan Pertanian Berlanjut.

I. Latar Belakang
Kebutuhan akan bahan pangan pasti akan terus meningkat, karena bahan pangan
merupakan kebutuhan wajib bagi kita. Semakin bertambahnya jumlah penduduk pasti
bertambah juga akan kebutuhan pangannya.  jumlah penduduk Indonesia per 30 Juni 2016
sebanyak 257.912.349 jiwa. Adapun jumlah wajib KTP per 31 Desember 2015 yakni
182.588.494 jiwa. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini masih di angka
1,49 persen. Maka dalam satu tahun penduduk indonesia bertambah sekitar 4 juta jiwa,
sebagaimana dikatakan Kepala BKKBN Pusat dr Surya Chandra. Artinya, di bulan Juli 2017
jumlah penduduk Indonesia lebih dari 262 juta jiwa. Dari sini kita telah mengetahuinya
bahwa lebih dari 262 juta jiwa yang ada di Indonesia, jika kita rata rata kebutuhan pangan di
Indoensia 5kg saja per satu orang maka Indonesia harusnya menyediakan 1400 juta kg.
Namun bukan berarti gelar “Agraris” yang di miliki Indonesia dapat menyelesaikan
masalah pangan ini. Kondisi ketahanan pangan indonesia pada saat ini semakin memburuk,
dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di indonesia. pemerintah indonesia
seharusnya lebih sensitif terhadap kondisi ini, bukan hanya permasalahan lahan, seperti yg
dipostingFAO (Food and Agriculture Organisation), Indonesia berada di level serius dalam
indeks kelaparan global. Hal ini diprediksi akan terus memburuk dengan terus
bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Di masa depan diprediksi akan terjadi
kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan,
konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Belum lagi
adanya Washington Consensus yang kini menjadi boomerang bagi Indonesia. Selama
Indonesia masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu juga Indonesia tidak bisa
mandiri secara pangan. Menurut Herry Priyono, Konsensus Washington membuat Rakyat
Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka,
tak heran jika ketahanan pangan Indonesia lemah. Tidak heran jika rakyat yang miskin di
Indonesia malah semakin miskin dan akan ada banyak yang kehilangan pekerjaan. Akibat
Konsensus Washington, liberalisasi pasar akan menguasai cara pasar Indonesia.
II. Isi
World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan,
yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan
adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses
pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk
mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam
memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara
proporsional. FAOmenambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga
komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang. Kurun waktu yang panjang bisa di
artikan beberapa tahun ke depan. Indonesia yang melimpah akan sumber daya alamnya pun
harus kelabakkan bila harus menyiapakan lebih dari 1400 juta kilo bahan pangan tersebut.
Masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah karena kelangkaan
beras atau nasi. Sebenarnya dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap semua daerah di
Indonesia tidak mengonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga
berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah
jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya mempunyai makanan utamanya sagu. Dan beras
adalah makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sualwesi
walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan
utama. Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah orde baru dengan
Swasembada Berasnya secara tidak langsung memaksa orang yang bisaa mengkomsumsi
bahan makanan non beras untuk mengkonsumsi beras. Yang terjadi selanjurnya adalah
muncul lonjakan konsumsi/kebutuhan beras nasional sampai sekarang sehingga memaksa
pemerintah untuk impor beras. Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan
utama masing-masing maka tidak akan muncul kelangkaan dan impor bahan makanan
pokok beras. Efek lainpun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia.
Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia
terlenyapkan demi progran Swasembada Beras.

Sungguh ironi bila Indonesia ini harus mengimpor beras, negeri yang menyandang
tittle “Agraris” harus mengimpor beras ke negara lain, negeri yang sebagian penduduknya
berprofesi sebagai petani harus makan beras dari negara lain. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Kamis (16/3/2017), beras impor yang masuk
sepanjang periode Januari-Februari 2017 yakni sebesar 14.473 ton dengan nilai US$ 11,94
juta. Impor tersebut naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di
mana impornya tercatat sebesar 2.000 ton dengan nilai US$ 1,08 juta. Lebih dari 14 ton
beras masuk ke indonesia. Tak hanya beras kini Indonesia pun harus mengimpor garam,
negeri yang sebagian besar laut sekali lagi harus makan dari garam negara lain. Pemerintah
akan mengimpor 75.000 ton garam dari Australia. Tujuannya untuk mengatasi masalah
kelangkaan garam agar tak makin melebar. Kenaikan harga garam dirasakan hingga ke
Pontianak, Kalimantan Barat."Di Pontianak itu garam Rp1.000 per kilogram, sekarang
Rp4.500 sampai Rp5.000 per kilogram. Kalau kita jual dengan harga Rp4.500 ke pengasinan
ikan, harganya nggak masuk. Mau jual berapa ikan asin ke konsumen?" kata Haji Sulaiman,
pengusaha garam. Rahma, seorang ibu rumah tangga di kawasan Pasar Rumput, Jakarta
Selatan, mengaku harus mengeluarkan Rp3.000 untuk sebungkus garam. Padahal, sebelum
perayaan Idul Fitri, harga garam merek yang sama hanya mencapai Rp1.000. Dia tidak habis
pikir mengapa garam begitu mahal dan langka. "Indonesia kan negara maritim, negara
kepulauan. Kok bisa garam mahal?" negeri maritim yang garamnya dan berasnya harus
makan dari negara lain.

Menurut FAO yang disebut Pertanian Berkelanjutan adalah setiap prinsip, metode,
praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara lingkungan dapat
dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara sosial budaya
sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan pendekatan holistik. Menurut
Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai praktek-praktek pertanian yang secara
ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung-
jawabkan. Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang
mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural
Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang
diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan
prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan
keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan
tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak
bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan
kendala alam lainnya. Jika pemerintah tidak mau mengimpor bahan pangan lain maka
pemerintah harus memaksimlkan sumber daya yang ada di Indonesia ini, harus memenuhi
kebutuhan para petani bukan mencekiknya dengan mahalnya kebutuhan pertanian serta
murahnya hasil pertanian.
Diversifikasi Pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman
pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Salah satunya
agar tak tergatungan pada hasil pertanuan dengan cara :
Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga
beternak ayam dan beternak ikan.
Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam
jagung juga ditanam padi ladang. Penggunaan mesin pertanian modern adalah usaha
meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian modern.
Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar Pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian
luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi
tenaga utama. Rehabilitasi Pertanian adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang
semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau
mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih produktif.
Bukan hanya itu pemerintah juga harus memberikan modal yang signifikan agar kegiatan
pertanian bisa maksimal.

III. Kesimpulan

Kita sebagai generasi penerus bangsa harus terus belajar karena esok kita yang akan
memimpin Indonesia ini, juga kita harus memaksimalkan Sumber Daya Alam kita dan
mengembalikan nama “Indonesia Agraris” ke dalam negeri tercinta ini. Suatu saat nanti kita
pasti akan ekspor SDA kita dan di kembali di juluki sebagai Negerinya Rempah-Rempah. Juga
kita harus ingat akan kekusaan yang mengemban amanah rakyat bukan mengambil uang
rakyat.

Anda mungkin juga menyukai