Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

“ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN ELIMINASI PADA KLIEN DENGAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE”

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Dasar

Dosen Pembimbing : Metti Verawati, M. Kes

Disusun Oleh :

MOH. DZAKIY NASHRULLOH

NIM : 19613293

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Moh. Dzakiy Nashrulloh

NIM : 19613293

Prodi / Fakultas : D3 Keperawatan/ Fakultas Ilmu Kesehatan

Institusi : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Judul Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan Pada Klien Diagnosa Keperawatan


Gangguan Eliminasi Urine

Telah diterima dan disahkan oleh pembimbing Institusi atas Asuhan Keperawatan Dasar
yang telah diikuti selama Praktik Klinik Keperawatan Dasar yakni pada tanggal 4-9 Januari
2021.

Ponorogo, Januari 2021

Pembimbing Institusi Mahasiswa

(Metti Verawati, M.Kes) (Moh. Dzakiy Nashrulloh)


LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN ELIMINASI

1. KONSEP DASAR

1.1. Definisi Masalah

Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting
dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi adalah pelepasan sisa-sisa
metabolisme tubuh. Secara umum sisa-sisa metabolisme dibagi menjadi dua yaitu
eliminasi fekal (buang air besar/defekasi) dan eliminasi urine (buang air kecil / BAK )
(Haryono, 2012).

Eliminasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolime berupa feses
atau urine yang berasal dari saluran pencernaan dan kencing melalui anus atau uretra
(Tarwoto & Wartonah, 2004).

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolime tubuh baik berupa urine atau
bowel (feses) (Dianawuri,2009).

Jadi, eliminasi adalah sisa metabolisme yang disaring melalui saluran pencernaan atau
saluran kencing yang berupa feses dan urine.

Sedangkan eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi
dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk
difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urine. Sebagian besar hasil filtrasi akan
diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto &
Wartonah, 2010).

Dalam kondisi normal urine yang dikeluarkan sebanyak 1400-1500cc/24 jam atau
sekitar 30-50 ml/jam pada orang dewasa, bayi 60-400 ml/ hari, anak-anak 500-1000ml/
hari.

1.2. Etiologi

Penyebab umum masalah masalah ini adalah :

- Obstruksi

- Pertumbuhan jaringan abnormal

- Batuk

- Infeksi

a. Retensi Urine
1. Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri

2. Menyebabkan distensi kandung kemih

3. Normal urine berada di kandung kemih 250-450 ml

4. Urine merangsang reflex untuk berkemih

5. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak


3000-4000 ml urine

Tanda-tanda klinis retensi urine :

1. Benigna Prostat Hiperplasia

2. Pembengkakan perineal

3. Cidera medulla spinalis

4. Rektokel

5. Tumor di saluran kemih

b. Inkontinensia Urine

1. Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai toilet

2. Pasien sering mengompol

3. Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia sampai
inkontinensia sebagian penyebab inkontinensi :

- Proses ketuaan

- Pembesaran kelenjar prostat

- Spasme kandung kemih

- Menurunya kesadaran

c. Urgency

1. Perasaan seseorang untuk berkemih

2. Tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih

3. Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter


eksternal
d. Dysuria

1. Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

2. Dapat terjadi karena : striktura, infeksi perkemihan, trauma pada kandung


kemih dan uretra

e. Urinary Suppresi

1. Berhenti mendadak produksi urine

2. Secara normal urine diproduksi ginjal pada kecepatan 60-12- ml/jam (720-1440
ml/hari) dewasa

3. Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oelh ginjal disebut oliguria
misalnya 100-500 ml/hari

4. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar

1.3. Klasifikasi

A. Gangguan Eliminasi urine

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine
yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.

b. Aktivitas

Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine


membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat
yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara
terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah
merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktivitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih
besar metabolisme darah.

c. Obstruksi ; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra.

d. Infeksi

e. Kehamilan
f. Penyakit ; pembesaran kelenjar ptostat

g. Trauma sumsum tulang belakang

Cedera pada sumsum tulang belakang dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien
untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan
toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau
seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya
fungsi dari spinkter ani.
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak  peristaltic
dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama
dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras. Obat-obatan
beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal.

i. Umur

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.


Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan
lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari
otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut
yang juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter
ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi.
j. Penggunaan obat-obatan.

B. Gangguan Eliminasi Fekal

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna

Makanan adalah factor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya


selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltic di colon.

b. Makanan

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya


selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak  bisa dicerna. Ketidak
mampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur
dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang
tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan
pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas peristaltik di
colon.
c. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.

Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran contohnya urine,


muntah yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika lewat di sepanjang colon. Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chime
di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.
d. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah
lagi orang yang depresi bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak
pada konstipasi.
1.3. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nuraarif A.H.,& Kusuma, H (2015)

a. Pemeriksaan USG

b. Pemeriksaan foto rontgen

c. Pemeriksaan laboratorium urine dan feses


1.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Retensi Urine menurut Neil & Piere (2007) mencakup :


- Medikamentosa :
1. Ubah asupan cairan oral, kurangi konsumsi kafein
2. Alpha blocker (suatu antagonists, misalnya fenoksibenzamin)
3. Katerisasi
- Pembedahan
1. Transurethral resection of the prostate atau TUR-P
2. Prostatectomy
3. Retropubic prostatektomy
1.5. Faktor yang mempengaruhi

a. Eliminasi Urine

- Pertumbuhan dan perkembangan

• Bayi dan balita belum mampu mengeluarkan urine secara efektif. Warna
urine kuning muda atau jenrih. Anak-anak memgeluarkan urine lebih
banyak dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang lebih kecil.

• Dewasa atau remaja volume urine normal sekitar 1600 ml/hr. ginjal
telah mampu mengolah urine secara efektif sehingga urine yang
dihasilkan berwarna normal. Saat malam hari normalnya produksi
urine menurun karena terjadi penurunan aliran darah selama istirahat.

• Manula atau orang dengan penyakit kronik atau mengalami


ketidak seimbangan cairan dapat berakibat kesulitan BAK atau
gangguan dalam BAK seperti Nocturia, hal tersebut terjadi karena
penurunan kapasitas dan tonus otot pada vesika urinaria yang
dapat berakibat meningkatnya frekuensi berkemih sehingga
keinginan berkemih tidak dapat diprediksi.

- Sosiokultural

Kebiasaan social seperti budaya, kelaurga mempenagruhi kebiasaan BAK.


Harapan social juga mempengaruhi sesorang dalam berkemih.

Contoh : anak sekolah diharapkan menunggu sampai bel istirahat untuk


ijin BAK.
Perawat harus mempertimbangkan sosial dan budaya saat pendekatan
kebutuhan eliminasi pasien.

Contoh : pasien yang memerlukan privacy saat BAK, jadi perawat


berusaha untuk tidak mengganggu kliensaat BAK.

- Psikologis

Kecemasan dan sress emosi tidak merubah karakteristik urine dan feses tapi
merubah pola, misanya menjadi lebih sering

- Kebiasaan seseorang

Keadaan essensial bagi individu kebanyakan selama proses berkemih. Individu


membutuhkan distraksi untuk meningkatkan relaksasi, seperti : membaca atau
bernyanyi

- Tonus otot

Kelemahan otot perut dan pelvis mengganggu kontraksi Vesika


urinaria dan kontrol dari sprinter ureter eksterna. Biasanya terjadi pada
klien dengan immobilisasi, luka saat melahirkan,atropi otot pada
menoupouse, kerusakan otot akibat trauma (pemasangan kateter yang
lama)

- Intake cairan dan makanan

Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin banyak urine yang
diproduksi. Kopi, tea, coklat dan soft drik yang mengandung kafein
meningkatkan diuresis sehingga meningkatkan frekuensi kencing begitu juga
dengan sayur dan buah-buahan

- Kondisi penyakit

Gagal ginjal kronik atau akut menurunkan volume urine. Infeksi pada vesika
urinaria dapat berakibat kecing tidak tuntas. Pembesaran kelenjar prostat
berakibat terhambatnya atau obstruksi aliran urine.

- Pembedahan

Pembedahan di abdomen membawa trauma pada jaringan system perkemihan.


Respon stress terhadap pembedahan antara lain dalam menurunya hormone
aldosterone dapat berpengaruh terhadap penurunan jumlah urine dan
meningkatkan cairan darah.
- Pengobatan

- Pemeriksaan diagnostic

Prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti


IVY (Intra Venus Pyelogram) yang membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine.

b. Eliminasi fekal

- Usia

- Diet

- Intake cairan

- Aktivitas

- Fisiologis

- Pengobatan

- Gaya hidup

- Prosedur diagnostic

- Penyakit

- Anastesi dan pembedahan

- Nyeri

- Kerusakan sensorik dan motoric

1.6. Tanda dan Gejala Gangguan Eliminasi Urine

Subjektif

Mayor :

1. Desakan berkemih

2. Urine menetes (dribbling)

3. Sering buang air kecil

4. Nokturia

5. Mengompol
6. Enuresis

Objektif :

Mayor :

1. Distensi kandung kemih

2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)

3. Volume residu urine meningkat

Kondisi Klinis Gangguan Eliminasi Urine

1. Infeksi ginjal dan saluran kemih

2. Hiperglikemi

3. Trauma

4. Kanker

5. Cidera/ tumor/ infeksi medulla spinalis

6. Neuropati diabetikum

7. Neuropati alkoholik

8. Stroke

9. Parkinson
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIAGNOSA KEPERAWATAN
GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama
Usia berhubungan dengan perkembangan
Alamat
Agama
Pekerjaan berhubungan dengan social ekonomi
Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan
Penanggung jawab :
Nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan pasien
b. Keluhan Utama
Keluhan utama diambil saat pasien belum masuk rumah sakit dan setelah masuk
rumah sakit. Keluhan utama merupakan pernyataan pasien mengenai masalah atau
penyakit yang mendorong pasien memeriksakan diri atau keluhan yang paling
dirasakan klien saat sebelum masuk rumah sakit dan sesudah masuk rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji status kesehatan klien saat dilakukan pengkajian pada gangguan
eliminasi urine
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit dulu yang pernah diderita oleh pasien
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga baik itu penyakit menular, dan
menurun
f. Anamnesa
Kebiasaan berkemih
1. Bagaimana kebiasaan berkemih?
2. Adakah hambatan?
3. Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau kesempatan?
Pola berkemih
1. Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam?
2. Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih?
3. Disruria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan untuk berkemih?
4. Poliuria, apakah urine yang keluar berlebihan, tanpa ada peningkatan masukan
cairan?
5. Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi urine yang berhenti
mendadak?
6. Volume urine, berapa banyak jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24
jam?
7. Keadaan urine, bagaimana warna, bau, kejernihan dan adakah darah yang
keluar saat berkemih?
g. Pola kesehatan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Pola asupan makanan pasien meliputi, pola makan, minum, dan kecukupan
gizi pasien
2. Pola eliminasi
Pola pasien dalam BAK dan BAB yang meliputi, warna, frekuensi,
konsistensi.
3. Pola aktivitas
Gerakan pasien meliputi, pekerjaan pasien yang dapat mengendorkan otot,
kebiasaan tidur dan istirahat pasien
4. Personal hygiene
Kebiasaan pasien menjaga kebersihan tubuh, kulit kepala, rambut, gigi, dan
genetalia, dengan cara mandi, keramas, menggosok gigi, dan lain-lain.
h. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan pasien saat datang ke RS meliputi kesadaran, keadaan emosional,
tekanan darah, suhu, nadi, respirasi.
2. Pemeriksaan kepala
- Inspeksi
Bentuk kepala, kulit kepala, rambut pasien (peryebaran, keadaan rambut,
warna rambut, tekstur rambut ), wajah pasien (warna kulit, struktur wajah)
- Palpasi
Ubun-ubun (datar / cekung / cembung), nyeri tekan
3. Pemeriksaan mata
- Inspeksi dan Palpasi
Kesimetrisan mata, pertumbuhan alis dan bulu mata, warna konjungtiva,
reflek pupil terhadap cahaya
4. Pemeriksaan telinga
- Inspeksi dan palpasi
Bentuk telinga, amati lubang telinga dengan otoskop, identifikasi
ketajaman pendengaran
5. Pemeriksaan hidung
- Inspeksi
Bentuk hidung, amati lubang hidung dengan spekulum hidung
6. Pemeriksaan mulut
- Inspeksi
Amati mukosa bibir, rongga mulut, gusi dan kelengkapan gigi, periksa
ketajaman indra perasa,
7. Pemeriksaan leher
- Inspeksi dan palpasi
Bentuk leher, pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
a. Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi :
1. Perhatikan secara keseluruhan : Bentuk thorax, Ukuran dinding
dada, kesimetrisan, Keadaan kulit, Klavikula, fossa supra dan
infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada kedua sisi, Ada
bendungan vena atau tidak, Pemeriksaan dari belakang perhatikan
bentuk atau jalannya vertebra, bentuk scapula
2. Amati pernafasan pasien : Frekuensi pernafasan, dan gangguan
frekuensi pernafasan, Ada tidaknya penggunaan otot bantu
pernafasan (tanda sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi
suprasternal, pernafasan cuping hidung(pada bayi), Adanya nyeri
dada, Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering.
Sputum mengandung darah / tidak, Amati adanya gangguan irama
pernafasan
Palpasi :
Memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri dada, Palpasi
posisi costa, Palpasi Vertebra, Palpasi getaran suara paru (Traktil /
Vokal Fremitus)
Perkusi :
Perkusi paru-paru anterior, perkuri paru-paru posterior,
Auskultasi :
Dengarkan suara nafas pasien, identifikasi adanya nafas tambahan
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi dan palpasi :
1. Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan
pulmonal), lalu amati ada tidaknya pulsasi
2. Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal sinister (area
ventrikel kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi,
Palpasi :
Untuk memeriksa batas jantung :
1. ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada sebelah
kiri)
2. ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau ventrikel
kanan)
3. ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
4. Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
Batas-batas jantung normaladalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
Auskultasi :
Dengarkan BJ I pada :
1. ICS V garis midsternalis kiri (area katup trikuspid)
2. ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar
LUB lebih keras akibat penutupan katub mitral dan trikuspid
Dengarkan BJ II pada :
1. ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
2. ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar DUB
akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
Dengarkan adanya Murmur (bising jantung)
c. Pemeriksaan abdomen
Palpasi :
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah dan pada area pinggang.
Kandung kemih tidak teraba
Inspeksi :
Permukaan perut, bentuk perut, gerakan dinding perut
Auskultasi :
Suara abdomen, Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama
1 menit dan perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal
frekuensi peristaltik 5-35 x/menit, Dengarkan suara vaskuler dari :
aorta (di epigastrium), arteri hepatika (di hipokondrium kanan), arteri
lienalis : di hipokondrium kiri
Perkusi :
Identifikasi adanya, pembesaran organ, adanya udara bebas, cairan
bebas di dalam rongga perut, perkusi hepar, perkusi limpa
Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak,
periksa adanya massa abdomen, palpasi hepar, palpasi limpa, palpasi
ginjal
8. Pemeriksaan neurologis
Periksa tingkat kesadaran, periksa respon verbal dan non verbal
9. Pemeriksaan sistem intergumen
Identifikasi warna kulit, adanya lesi, dan tekstur kulit
10. Pemeriksaan ekstermitas
Pergerakan ekstermitas atas dan bawah, kekuatan otot
11. Pemeriksaan genetalia
Amati rambut pubis, adanya nyeri tekan, adanya massa
i. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine
- Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (N : jernih kekuningan)
 Penampilan (N : jernih)
 Bau (N : beraroma)
 PH (N : 4,5 – 8,0)
 Berat jenis (N : 1,005 – 1.030)
 Glukosa (N : negatif)
 Keton (N : negatif)
- Kultur urine (N : kuman patogen negatif)
j. Penatalaksanaan
Sebuah proses menyelesaikan masalah klinis, membuat suatu keputusan dan
memberi perawatan, yang telah berakar pada tindakan keperawatan.
2. Analisa Data

Subjektif Objektif

a. Klien mengeluh nyeri pada a. Klien tampak pucat


perut bagian bawah dan
b. Klien tampak memegangi
menembuh ke belakang
perutnya
b. Klien mengeluh sering bolak
c. Klien tampak tidak dapat
balik ke kamar mandi untuk
menahan diri saat akan buang
buang air kecil
air kecil
c. Klien mengatakan urinenya
d. Urine klien berwarna kuning
berwarna kuning keruh
keruh 
d. Klien mengatakan susah
melakukan buang air kecil e. Klien tampak meringis
dan saat buang air kecil terasa
nyeri, tetapi berkemih hingga
habis
e. Saat buang air kecil klien
merasa kesakitan seperti
tertusuk-tusuk

3. Diagnose yang mungkin mucul


Gangguan Eliminasi Urine
4. Perencanaan

Diagnose Tujuan & kriteria Intervensi Rasional


hasil
D.0040 L.04034 1.04152 - Agar bisa
mengetahui
Gangguan Eliminasi Urine Setelah dilakukan Definisi :
adanya
intervensi
Definisi : Mengidentifikasi ketidaknor
keperawatan maka
dan mengelola malan saat
Pengosongan kandung kemih retensi urine
gangguan pola berkemih
yang tidak lengkap. didapatkan hasil
eliminasi urine. - Agar
ekspetasi membaik
Penyebab : mengetahui
Tindakan :
Dengan kriteria tanda dan
- Penurunan kapasitas
kandung kemih (tonus hasil : Observasi : gejala pasti
otot lemah) dari retensi
- Sensasi - Identifikasi
- Iritasi kandung kemih urine
berkemih tanda dan
(batuk) - Agar
meningkat gejala
- Penurunan kemampuan mengetahui
(skala : 5) retensi atau
menyadari tanda-tnada interval
- Desakan inkontinen
gangguan kandung berkemih
berkemih sia urine
kemih selanjutnya
(urgensi) - Identifikasi
- Efek tindakan medis - Agar klien
menurun factor yang
dan diagnostic (mis. mengetahui
(skala : 5) menyebabk
Operasi ginjal,operasi kegunaan
- Distensi an retensi
saluran kemih) dan tujuan
kandung atau
- Kelemahan otot pelvis dari
kemih inkontinen
- Ketidakmampuan pemasanga
menurun sia urine
mengakses toilet (mis. n kateter
(skala : 5) - Monitor
Imobilisasi ) - Agar
- Berkemih eliminasi
- Hambatan lingkungan perawat
tidak tuntas urine
- Imaturitas (pada anak mengetahui
menurun
usia < 3 tahun) Terapeutik : intake dan
(skala : 5)
output
- Frekuensi - Catat
cairan dan
BAK waktu dan
karakteristi
membaik haluaran
k cairan
(skala : 5) berkemih
- Karakteristi - Batasi
k urine asupan
membaik cairan
(skala : 5) - Ambil
sample
urine
tengah
Edukasi :

- Mengajark
an tanda
dan gejala
infeksi
saluran
kemih
- Mengajark
an
mengurang
i minum
menjelang
tidur
- Mengajark
an
mengukur
asupan
cairan
danhaluara
n urine

Kolaborasi :

Kolaborasi
pemberian obat
supositora uretra
5. Perumusan Masalah

Prosedur bedah Usia Konsumsi obat

Pemberian analgesic Tidak mampu merasa Menurunya fungsi Obat diuretik


narkotik & anatesi berkemih sfingter

Melambat laju filtrasi Otot sfingter tidak Otot sfingter tidak Mencegah
glomelurus merespon keinginan merespon keinginan reabsorbsi
berkemih berkemih air

Mengurangi haluan
urine Urine keluar tanpa Urine
disadari menumpuk
dikandung
Retensi Urine kemih

Inkontinensia Urine
Fungsional

Inkontinensia Urine
Refleks

GANGGUAN ELIMINASI URINE


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria
hasil NOC. Jakarta : EGC.
Hidayat, AAA., Musifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC.
Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC.
Kircher & Callanan (2003),Near Death Experiences and DeathAwareness in the Terminally.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Andre, Terence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Karisma Publising
Group.
Carpenito & Linda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: ECG.
Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai