Anda di halaman 1dari 3

Cahaya dari Tanah Jawa

Kala pagi itu, suasana nan tenang tengah meliputi Pondok Pesantren Tebuireng, para Santri melakukan
aktivitas hariannya, diantara mereka ada yang tengah berdiskusi, hingga ada sebagian yang asik
bersenda gurau ( guyon bahasa jawanya), suasana ria tersebut tiba - tiba berubah tatkala Jepang
mengirimkan beberapa kompi asukan prajurit, mobil beserta para pasukannya berduyun - duyun
bergiliran mendatangi Pesantren Tebu ireng, pasukan Jepang tersebut turun lalu menodong para santri
dengan senjata mereka, sayut - sayut tembakan terdengar pecah di telinga, para Santripun terdiam
ketakutan, tembakan terus saja di gemakan oleh para pasukan.

Tiba - tiba terdengar suara tegas

"Apa begini cara tuan - tuan bertamu ke rumah orang,"

ucap Kiai Hasyim Asy'ari yang baru saja datang lewat pintu utama pesantren.

"Anda Hasyim Asyari?", tanya pemimpin pasukan kepada Kiai.

"Ya saya Hasyim Asyari", jawab Kiai.

Pemimpin pasukan Jepang bertanya,

"Anda yang telah menghasut rakyat hingga terjadi kerusuhan di pabrik cukir dan melarang sekerei."

"Saya tidak tahu apa apa tentang cukir, tapi saya tidak akan mau melakukan sekerei, karena itu
perbuatan yang haram" jawab kyai dengan nada tegas dan berani.

Mendengar perkataan tersebut pemimpin Jepang merasa terendahkan, dia pun menyuruh beberapa
pasukan untuk menangkap Kiai

"Tangkap!" ujarnya dengan nada yang tinggi.

Alih - alih pasukan menangkap Kiai, para santri pun menghalangi, seorang santri yang begitu berani naik
ke lantai dua pesantren seraya menyerukan

"Santri - santri semua, akidah kita telah terinjak oleh kaum kafir ini, tidak ada jalan lain selain jihad
pilihannya, intanashrullaha yanshurukum, Allahuakbar!!" Seru seorang santri dari lantai dua Pesantren.

Seketika seluruh Santri terpengaruh oleh seruan yang penuh keberaniaan itu, suasana kembali ricuh
ketika Santri mulai memberontak, Namun ketika pemimpin pasukan Jepang memerintahkan pasukan
untuk menembakan tembakan peringatan, para Santripun kembali terdiam karena merasa tak mampu
melawan disebabkan persenjataan yang tidak memadai. Kemudian pemimpin pasukan Jepang
memerintahkan pasukan untuk menyiramkan bahan bakar, sementara itu sebuah korek telah di
nyalakan dalam gengaman pemimpin pasukan, tak kuasa melihatnya tiba - tiba Kyai Hasyim Asy'ari
menyerahkan dirinya kepada pasukan jepang, kemudian pasukan Jepang membawa Kiai ke penjara
Jombang. Tangis jerit para santri membuat suasana pesantren menjadi pedih tatkala melihat Sang Kyai
yang ditangkap oleh Jepang.

Kepedihan perjuangan melawan ketidakperikemanusiaan penjajah dirasakan betul oleh Kiai Hasyim
Asy’ari tatkala dipenjara dan mengalami siksa pedih dari tentara Jepang untuk alasan yang tidak pernah
diperbuatnya. Selama di penjaranya Kiai Hasyim Asy’ari telah memantik perlawanan dari ribuan
Santrinya, mereka ramai - ramai menggeruduk penjara Jepang di Jombang sehingga mereka terpaksa
harus memindahkan ayah Kiai Abdul Wahid Hasyim itu ke Mojokerto. Langkah tersebut sekaligus
disadari oleh Jepang bahwa langkah mengurung Kiai Hasyim merupakan kesalahan besar sehingga
langkah diplomasi perlu dilakukan.

KH Wahid Hasyim, salah satu putra beliau mencari jalan diplomasi untuk membebaskan KH Hasyim
Asyari. Berbeda dengan Harun, salah satu santri KH Hasyim Asy'ari yang percaya cara kekerasanlah yang
dapat menyelesaikan masalah tersebut. Harun menghimpun kekuatan santri untuk melakukan demo
menuntut kebebasan KH Hasyim Asyari.

Pagi hari para santri berkumpul di penjara Jombang tempat Kiai Hasyim Asy'ari di tahan, tatkala para
santri tiba di depan gerbang terdengar suara pukulan, lalu tak lama kemudian diikuti suara kh hasyim
asyari dan dari speaker gedung dengan tiang yang menjulang tinggi,

"Astagfirullahaadzim.." sahut Sang Kiai dengan nada yang lirih kesakitan.

beberapa pasukan menyiksa Kiai, selama dalam tahanan ini, banyak penyiksaan fisik yang diterima Kiai
Hasyim Asy’ari, bahkan salah satu jarinya patah hingga tidak dapat digerakkan. Para Santri yang
berkumpul tak tega mendengarnya, mereka berusaha masuk dengan menerobos gerbang yang tertutup,
berupaya untuk menyelamatkan Kiai, namun lagi lagi, pasukan Jepang yang memiliki persenjataan
mampu memukul mundur pasukan Santri

Sementara itu, sebagian Santri yang memilih ikut bersama KH Wahid Hasyim untuk berdiplomasi, tengah
berkumpul di depan gedung pada malam harinya, mereka melantunkan istigfar serta sholawat di depan
pasukan Jepang.

"Astagfirullah robbal barooyaa astagfirullah minal khotoya, robbigfirli 'ilman naafi'an wawa fi'ni 'amalan
sholihan. Ya rasullallah salamun alaaiiik ya rofii asyaaniwaddaroji atfatayyajii rotal 'alamii ya uuhailaljuud
niwal karomi," seru para Santri.
Meski mengalami beragam kekerasan di dalam penjara, Kiai tidak pernah merubah dan menyurutkan
sedikit pun semangat menegakkan agama Allah dengan tetap melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan
mengulang hafalan hadits-hadits dalam kitab Al-Bukhari dan menolak dengan tegas agar hormat
menghadap matahari sebagai sikap tunduk dan patuh kepada Kaisar Jepang. Kisah keteguhan hati Kiai
Hasyim Asy’ari dengan tetap menghafal Al-Qur’an dan Kitab Hadits Al-Bukhari sebagai
wiridan (kebiasaan rutin) selama dipenjara oleh Jepang diriwayatkan oleh Komandan Hizbullah wilayah
Jawa Tengah, KH Saifuddin Zuhri saat berbincang dengan KH Wahid Hasyim dalam sebuah kesempatan
sesaat setelah Kiai Hasyim Asy’ari dibebaskan oleh Jepang melalui diplomasi KH Abdul Wahab
Chasbullah dan Gus Wahid sendiri.

“Bagaimana kabar Hadlratussyekh setelah keluar dari tahanan Nippon?” tanya Kiai Saifuddin Zuhri
mengawali obrolan dengan Kiai Wahid Hasyim.

Kiai Wahid Hasyim menjelaskan bahwa kesehatan ayahnya justru semakin membaik. Bahkan salah satu
perumus dasar negara Indonesia itu mengabarkan bahwa ayahnya selama di penjara mampu
mengkhatamkan Al-Qur’an dan Kitab Hadits Al-Bukhari berkali-kali.

“Alhamdulillah, kesehatannya justru semakin membaik. Selama dalam penjara, Hadlratussyekh bisa
mengkhatamkan Al-Qur’an dan Kitab Hadits Al-Bukhori berkali-kali,” terang Kiai Wahid kepada Saifuddin
Zuhri.

Langkah diplomasi sekuat tenaga dilakukan oleh Jepang, Kiai Abdul Wahab Chasbullah, dan Kiai Wahid
Hasyim, Tujuan utama Kiai Wahid agar bisa membebaskan ayahnya atas tuduhan mengada-ada para
tentara Jepang yang memicu perlawanan para santri dan rakyat Indonesia ketika itu. Hal ini menjadi
kekhawatiran Jepang sendiri akan munculnya perlawanan yang lebih besar bangsa Indonesia terhadap
kolonialismenya. 

Akhirnya kesepakatan diperoleh, Jepang mau membebaskan Kiai Hasyim Asy’ari dengan syarat ia mau
diangkat sebagai Shumubucho, Kepala Jawatan Agama yang dulunya dijabat oleh seorang Jepang
Kolonel Horie.

"Assalamun alaik ya hadrlotussyaikh, assalamun alaik ya hadrlotussyaikh. Allahumma sholli ala


muhammad. Allahumma sholli alaih," ucap para Santri yang telah menunggu kepulangan Kiai dari depan
gerbang penjara. Sang Kiaipun keluar dari gerbang penjara lalu mendatangi kerumunan para Santri, tak
mampu menahan rindunya, para santri meluapkan segala emosi kebahagiannya pada saat itu, mereka
memeluk serta menciumi tangan Kiai, bukti Ta'dzim dan mahabbah mereka kepada Sang Kiai.

Anda mungkin juga menyukai