DASAR TEORI
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butir yang halus,
berwarna keabu-abuan yang terbawa bersama gas buang melalui cerobong (stack)
dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Fly ash yang dihasilkan dari suatu
power plant dari suatu daerah dengan daerah lain berbeda dengan tergantung pada
tipe dan kandungan mineral didalam batubara, suhu dari pembakaran batubara,
jenis tungku pembakaran dan proses pembakarannya.
Proses dari pembentukan fly ash dari skema proses pembakaran PLTU
dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini :
4
Sumber: https://imambudiraharjo.wordpress.com, 2009.
5
2.4.1 Fluidized Bed Combustion(FBC)/ Pembakaran lapisan mengambang
Pada pembakaran dengan metode ini, batubara diremuk terlebih dulu
dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25 mm.
Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan
menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga
membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan
menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi
batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik
dan mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi
bahan bakar yang akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode
pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus
untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan
kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun
dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika
batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di
permukaannya (free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain
kelebihan di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat peremuk
batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat diperkecil
dan dibuat kompak.
Suhu pembakaran berkisar antara 850 – 900℃ sehingga
kadar thermal NOx yang timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme
pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih
dikurangi lagi.
Dalam metode ini proses desulfurisasi dapat terjadi bersamaan dengan
proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara mencampur batu
kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara kemudian secara bersamaan
dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses pembakaran, akan
bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat). Selain untuk
proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai media untuk fluidized
6
bed karena sifatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger tube)
yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.
7
diturunkan hingga sekitar 250 – 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan
SOx, masih diperlukan tambahan fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.
8
Sumber: https://imambudiraharjo.wordpress.com, 2009.
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas
F, dan kelas C. Perbedaan utama dari kelas F dan kelas C adalah banyaknya
calcium, silika, aluminium, dan kadar besi.
9
kelas F disebut juga Low-calcium fly ash, yang tidak mempunyai sifat
cementitious dan mempunyai sifat pozzolanic. Sifat cementitious(sifat
mengikat)dapat diperoleh dengan menambahkan quick lime, hydrated lime,
atau semen.Kandungan fly ash kelas F antara lain:
Fly ash kelas C merupakan fly ash yang mengandung CaO diatas 10%
yang dihasilkan dari pembakaran batubara lignit atau subbituminus. Fly ash
kelas F disebut juga High-calcium fly ash,karena kandungan CaO yang cukup
tinggi. Selain itu, fly ash kelas C mengandung sifat pozzolan dan sifat
cementitious. Kandungan yang terkandung dalam fly ash jenis ini antara lain
10
Sumber : lauwtjunnji.weebly.com, 2012
Tabel 2.1 Kandungan senyawa pada fly ash berdasarkan ASTM C168
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia dari fly ash
antara lain tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe
pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan.
11
fly ash. Semakin kecil partikel fly ash maka bentuknya akan semakin bulat
(spherical).
12
Pozzolanic activity merupakan kemampuan komponen silika dan
alumina dari fly ash untuk bereaksi dengan calcium hydroxide jika
ditambahkan air untuk menghasilkan highly cementitious water insoluble
products. Pozzolanic activity ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
fineness, unsur yang tak berbentuk (amorphous matter), komposisi kimia dan
minerl serta karbon yang tidak terbakar atau LOI (Loss on Ignition) dari fly
ash.
g. Warna
Fly ash berwarna abu-abu hingga hitam tergantung pada jumlah
karbon yang tidak terbakar dalam abunya. Semakin cerah warnanya akan
semakin rendah kandungan karbonnya. Fly ash kelas C berwarna lebih terang
bila dibandingkan dengan kelas F yang warnanya lebih gelap. Hal ini
dikarenakan jumlah karbon yang tidak terbakar di dalam fly ash kelas C lebih
sedikit daripada kelas F. Warna fly ash dipengaruhi oleh waktu pembakaran
pada tungku pembakaran yang menggunakan batubara. Apabila warna fly ash
semakin muda maka hasil pembakaran semakin sempurna dan mutunya
semakin baik.
Tabel 2.2 Komposisi kimia fly ash dari beberapa jenis batubara
13
Komponen (%) Bituminus Subbituminus Lignit
SiO2 20-60 40-60 15-45
Al2O3 5-35 20-30 20-25
Fe2O3 10-40 4-10 4-15
CaO 1-12 5-30 15-40
MgO 0-5 1-6 3-10
SO3 0-4 0-2 0-10
Na2O 0-4 0-2 0-6
K2O 0-3 0-4 0-4
Sumber : Haryadi,Gunawan Dwi, 2006
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa fly ash yang berasal dari
batubara jenis sub-bituminus dan lignit (fly ash tipe C) mempunyai
kandungan alumina, calcium oxide dan magnesium oxide lebih banyak bila
dibandingkan dengan fly ash yang berasal dari jenis bituminus (fly ash tipe F).
Sedangkan fly ash tipe F memiliki kandungan silika dan iron oxide yang lebih
banyak dibandingkan tipe C.
14