Anda di halaman 1dari 18

NAMA : FRISCHILLA BERTA VALENSIA

NPM : C1C019014

RESUME MODEL MODEL KESEIMBANGAN


1. CAPITAL ASSET PRICING MODEL
CAPM pertama kali dikenalkan oleh Sharpe, Lintnes dan Mossin pada pertengahan tahun
1960-an. CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return yang diharapkan
dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang.
CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz. Berdasarkan
model Markowitz, masing-masing investor diasumsikan akan mendiversifikasikan portofolionya
dan memilih portofolio yang optimal atas dasar preferensi investor terhadap return dan risiko,
pada titik-titik portofolio yang terletak di sepanjang garis portofolio efisien. Di samping asumsi
itu, ada beberapa asumsi lain dalam CAPM yang dibuat untuk menyederhanakan realitas yang
ada, yaitu:
1.    Semua investor mempunyai distribusi probabilitas tingkat return di masa depan yang identik,
karena mereka mempunyai harapan atau ekspektasi yang hampir sama. Semua investor
menggunakan sumber informasi seperti tingkat return, varians return dan matriks korelasi yang
sama dalam kaitannya dengan pembentukan portofolio yang efisien.
2.    Semua investor mempunyai satu periode waktu yang sama, misalnya satu tahun.
3.    Semua investor dapat meminjam (borrowing) atau meminjamkan (lending) uang pada tingkat
return yarg bebas risiko (risk-free rate of return).
4.    Tidak ada biaya transaksi.
5.    Tidak ada pajak pendapatan.
6.    Tidak ada inflasi.
7.    Terdapat banyak sekali investor, dan tidak ada satu pun investor yang dapat mempengaruhi
harga suatu sekuritas. Semua investor adalah price-taker.
8.    Pasar dalam keadaan seimbang (equilibrium).
Asumsi-asumsi di atas memang terlihat tidak realistis, misalnya tidak adanya biaya
transaksi, inflasi, pajak pendapatan dan hanya ada satu periode waktu. Asumsi tersebut memang
sulit kita temui dalam dunia senyatanya. Jika demikian, mengapa kita perlu membahas CAPM?
Kita perlu mempelajari CAPM karena model CAPM, merupakan model yang bisa
menggambarkan atau memprediksi realitas di pasar yang bersifat kompleks, meskipun bukan
kepada realitas asumsi-asumsi yang digunakan. Oleh karena itu, CAPM sebagai sebuah model
keseimbangan bisa membantu kita menyederhanakan gambaran realitas hubungan return dan
risiko dalam dunia nyata yang terkadang sangat kompleks.
Jika semua asumsi di atas terpenuhi maka akan terbentuk suatu pasar yang seimbang.
Dalam kondisi pasar yang seimbang, investor tidak akan bisa memperoleh return abnormal
(return ekstra) dari tingkat harga yang terbentuk, termasuk bagi investor yang melakukan
perdagangan spekulatif. Oleh karena itu, kondisi tersebut akan mendorong semua investor untuk
memilih portofolio pasar, yang terdiri dari semua aset berisiko yang ada. Portofolio pasar
tersebut akan berada pada garis permukaan efisien (efficient frontier) dan sekaligus merupakan
portofolio yang optimal.

2. PORTOFOLIO PASAR
Seperti dijelaskan di atas, bahwa pada kondisi pasar yang seimbang, semua investor akan
memilih portofolio pasar, yaitu portofolio yang terdiri dari semua aset-aset berisiko yang juga
merupakan portofolio yang optimal. Berdasarkan teori Portofolio Markowitz, portofolio yang
efisien adalah portofolio yalng berada di sepanjang kurva efficient frontier, seperti terlihat dalam
Gambar 6.1 di bawah ini.

Gambar (2.1) Portofolio yang Efisien dan Portofolio yang Optimal

Titik M pada Gambar 2.1. di atas merupakan titik persinggungan antara garis yang ditarik
dari RI (tingkat return bebas risiko) dengan efficient frontier yang terdiri dari portofolio aset-aset
berisiko. Titik M ini merupakan titik yang memiliki sudut tangen tertinggi dibanding titik-titik
lainnya di sepanjang garis efficient frontier, sehingga jika garis RF-L dihubungkan dengan garis
efficient frontier, maka titik persinggungan akan berada di titik M. Dalam kondisi pasar yang
seimbang, semua investor akan memilih portofolio pada titik M sebagai portofolio yang optimal
(terdiri dari aset-aset berisiko). Seperti telah disebutkan di atas, dalam pasar yang seimbang,
terdapat asumsi bahwa semua investor menggunakan analisis Markowitz yang sama dalam
pemilihan portofolio, sehingga semua pilihan portofolio investor akan mengarah pada satu
portofolio aset berisiko yang sama (titik M), dan portofolio inilah yang disebut dengan portofolio
pasar.
Meskipun investor bisa saja memilih titik yang berbeda di sepanjang garis R F-L (terdiri
dari titik-titik portofolio yang merupakan gabungan aset berisiko dan aset bebas risiko), misalnya
di titik C, semua investor diasumsikan akan berinvestasi pada portofolio aset berisiko yang sama
yaitu titik M. Perbedaannya bahwa di titik M hanya terdiri dari portofolio pasar yang merupakan
gabungan aset-aset berisiko saja, sedangkan titik C merupakan kombinasi antara aset bebas
risiko dengan portofolio aset berisiko. Portofolio pada titik M akan selalu terdiri dari semua aset
berisiko, sehingga bisa disimpulkan bahwa pada CAPM, poitofolio pasar adalah portofolio aset
berisiko yang optimal. Karena portofolio pasar terdiri dari semua aset berisiko, maka portofolio
tersebut merupakan portofolio yang sudah terdiversifikasi dengan baik. Dengan demikian, risiko
portofolio pasar hanya akan terdiri dari risiko sistematis saja, yaitu risiko yang tidak dapat
dihilangkan oleh diversifikasi. Risiko sistematis ini terkait dengan faktor-faktor ekonomi makro
yang bisa mempengaruhi semua sekuritas yang ada.
Apa bisa dijadikan ukuran portofolio pasar? Berdasarkan model CAPM, portofolio pasar
seharusnya meliputi semua aset berisiko yang ada, baik itu aset finansial (obligasi, opsi, future
dan sebagainya) maupun aset riil (emas, real estat). Tetapi dalam kenyataannya hal itu sulit
dilakukan karena jumlahnya yang banyak sekali dan tidak mungkin diamati satu per satu. Untuk
itu, diperlukan suatu proksi portofolio pasar, yang bisa diwakili oleh portofolio yang terdiri dari
semua saham yang ada di pasar. Proksi ini bisa diwakili oleh nilai indeks pasar, seperti indeks
Pasar Gabungan (IHSG) ataupun LQ 45, untuk kasus di Indonesia. Untuk selanjutnya indeks
pasar inilah yang digunakan sebagai portofolio pasar. Portofolio tersebut merupakan portofolio
yang terdiri dari aset berisiko, dan risiko portofolio itu akan diukur dengan menggunakan nilai
standar deviasi pasar (m).

3. GARIS PASAR MODAL (CAPITAL MARKET LINE)


Setelah pembahasan asumsi-asumsi CAPM dan pengertian portofolio pasar di atas,
selanjutnya kita akan membahas hubungan antara risiko dan return suatu investasi dalam kondisi
pasar yang seimbang. Untuk memahami hubungan risiko dan return tersebut kita bisa
menggunakan konsep capital market line atau garis pasar modal dan security market line atau
garis pasar sekuritas. Pembahasan pertama akan difokuskan pada garis pasar modal, dan
kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan garis pasca sekuritas.
Garis pasar modal, mengambarkan hubungan antara return yang diharapkan dengan risiko
total dari portofolio efisien pada pasar yang seimbang. Berdasarkan Gambar 2.1. di atas, terlihat
bahwa titik M merupakan titik persinggungan antara garis R f-L dengan kurva efficient frontier.
Asumsinya, pada pasar yang seimbang semua investor akan berinvestasi pada portofolio M,
karena portofolio M merupakan portofolio aset berisiko yang optimal. Selanjutnya, jika kita tarik
garis dari titik Rf ke titik L dan menyinggung titik M, maka pilihan investor akan berada pada
titik-titik tertentu di sepanjang garis RF-M. Pilihan masing-masing investor bisa berbeda-beda
tergantung dari kombinasi porsi dana yang akan diinvestasikan pada aset berisiko dan aset yang
bebas risiko. Jika pilihan investor berada pada titik RF berarti 100% dana investor akan
diinvestasikan pada aset bebas risiko. Sebaliknya, jika pilihan investor berada pada titik M,
berarti 100% dana investor diinvestasikan pada aset berisiko Sedangkan, jika pilihan investor
berada pada titik-titik setelah titik M (antara titik M dan L), berarti investor menginvestasikan
lebih dananya pada aset berisiko dengan porsi yang melebihi 100%. Tindakan ini sering disebut
sebagai short-selling, yaitu meminjam sejumlah dana sebagai tambahan dana untuk
diinvestasikan pada aset berisiko (sehingga total dana yang diinvestasikan adalah 100% plus
porsi pinjaman). Untuk pembahasan CML kali ini, kita asumsikan bahwa investor tidak
melakukan short-selling sehingga pilihan portofolio investor akan berada pada titik-titik di
sepanjang garis RF-M.
Jika kurva efficient frontier dalam Gambar 2.1. di atas kita hilangkan dan hanya kita ambil
titik M saja sebagai portofolio aset berisiko yang optimal, maka akan kita dapatkan garis R F-L,
yang selanjutnya akan disebut sebagai garis CML. Dengan demikian, garis pasar modal (CML)
bisa digambarkan seperti dalam Gambar 2.2

Gambar 2,2.Garis Pasar Modal (CML)


Gambar 2.2. merupakan gambar garis pasar modal dengan tidak menampilkan efficient
frontier. Garis CML tersebut memotong sumbu vertikal pada titik R F. Selisih antara tingkat
return yang diharapkan dari portofolio pasar (E(R m)) dengan tingkat return bebas risiko
merupakan tingkat return abnormal (ekstra) yang bisa diperoleh investor, sebagai kompensasi
atas risiko portofolio pasar (M) yang harus ditanggungnya. Selisih return pasar dan return
bebas risiko ini disebut juga dengan premi risiko portofolio pasar (E(RM)-R F) Besarnya
risiko portofolio pasar ditunjukkan oleh garis putus-putus horisontal dari R F sampai M.
Kemiringan (slope) CML pada gambar di atas, menunjukkan harga pasar risiko (market
price of risk) untuk portofolio yang efisien atau harga keseimbangan risiko di pasar.
Besarnya slope CML akan mengindikasikan tambahan return yang di isyaratkan pasar
untuk setiap 1% kenaikan risiko portofolio. Slope CML dihi tung dengan menggunakan
rumus:
E(Rm)- RF
a m S l o p e C M L ( 2 . 1 )
Contoh: Dalam kondisi pasar yang seimbang, return yang diharapkan pada portofolio
pasar adalah 15% dengan standar deviasi sebesar 20%. Tingkat return bebas risiko sebesar
8%.
Maka Slope CML akan sebesar:
(0,15 - 0,08) : 0,20 =0,35
Dengan demikian, slope CML sebesar 0,35 ini dapat diartikan bahwa setiap
terjadi kenaikan 1% risiko portofolio, maka tambahan return yang disyaratkan oleh pasar
sebesar 35%.
Dengan mengetahui slopa CML dan garis intersep (R F) tersebut, maka kita dapat
membentuk persamaan CML tersebut menjadi:
MT, ) = RE + E(R ")— R "
P
(5
M
di mana:

E (Rr) = tingkat return yang diharapkan untuk suatu portofolio yang efisien pada
(2v1L
RF= tingkat return pada aset yang bebas risiko
E(R•= tingkat return portofolio pasar (M)
am= standar deviasi return pada portofolio pasar
or= standar deviasi portofolio efisien yang ditentukan
Dari persamaan 2.2. tersebut, terlihat bahwa tingkat return yang diharapkrn dari setiap
portofolio yang efisien pada CML adalah penjumlahan tingkat return bebas risiko (R F)
dengan hasil perkalian antara harga pasar risiko (slope CML) dan risiko portofolio (p)
tersebut.
Dari uraian di atas, beberapa hal penting yang dapat disimpulkad dari pen jelasan
mengenai garis pasar modal (CML) adalah:
1.   Garis pasar modal terdiri dari portofolio efisien yang merupakan kombinasi dari asetyang
berisiko dan aset yang bebas risiko. Portofolio M, merupakan portofolio yang terdiri dari aset
yang berisiko, atau disebut dengan portofolio pasar. Sedangkan titik R F, merupakan pilihan
aset yang bebas risiko. Kombinasi atau titik-titik portofolio di sepanjang garis R F— M ini,
selanjutnya merupakan portofolio yang efisien bagi investor.
2.   Slope CML akan cenderung positif karena adanya asumsi bahwa investor bersifat risk
averse. Artinya, investor hanya akan mau berinvestasi pada aset yang berisiko, jika
mendapatkan kompensasi berupa return yang diharapkan yang lebih tinggi. Dengan
demikian, semakin besar risiko suatu investasi, semakin besar pula return yang diharapkan.
3.   Berdasarkan data historis, adanya risiko akibat perbedaan return aktual dan
return yang diharapkan, akan bisa menyebabkan slope CML yang negatif. Slope negatif ini
terjadi bila tingkat return aktual portofolio pasar lebih kecil dari tingkat keuntungan
bebas risiko.
4.   Garis pasar modal dapat digunakan untuk menentukan tingkat return yang diharapkan
untuk setiap risio portofolio yang berbeda.

4. GARIS PASAR SEKURITAS (SECURITY MARKET LINE)


Dalam penjelasan garis pasar modal (CML) di atas, bisa disimpulkan bahwa CML
mampu memberikan gambaran tentang hubungan risiko dan return pada pasar yang
seimbang, untuk portofolio-portofolio yang efisien. Tetapi, bagaimana halnya dengan
kasus portofolio yang tidak efisien ataupun aset-aset individual? Untuk
menggambarkan hubungan risiko dan return dari aset-aset individual ataupun
portofolio yang tidak efisien, kita bisa menggunakan Garis Pasar Sekuritas (Security Market
Line).
Garis pasar sekuritas atau security market line (SML) adalah garis yang meng-
hubungkan tingkat return yang diharapkan dari suatu sekuritas dengan risiko sistematis
(beta). SML digunakan untuk menilai sekuritas secara individual pada kondisi pasar yang
seimbang. SML dapat digunakan untuk menilai keuntungan suatu aset individual pada
kondisi pasar yang seimbang. Sedangkan CML, seperti telah dijelaskan di depan, bisa
dipakai untuk menilai tingkat return diharapkan dari suatu portofolio yang efisien, pada
suatu tingkat risiko tertentu (M).
Bagaimana cara menghitung kontribusi risiko sekuritas individual terhadap risiko
portofolio? Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 4, untuk menghitung risiko
portofolio yang terdiri dari berbagai jenis aset, kita bisa menggunakan standar deviasi suatu
portofolio . Rumus ini juga bisa kita pakai untuk menghitung standar deviasi portofolio
pasar. Misalnya suatu portofolio pasar terdiri dari n sekuritas, maka standar deviasinya
adalah:
CYM = Cov (R 1 R m ) + W2 Coy (R2, R M ) +....+ W n Cov(R,,, Rm)) 112 (6.3)
= (Kontribusi sekuritas 1 terhadap varian portofolio + Kontribusi sekuritas 2
terhadap varian portofolio +....+ Kontribusi sekuritas n terhadap varian portofolio) t12
Dari persamaan di atas, bisa diketahui bahwa kontribusi masing-masing aset
terhadap standar deviasi portofolio pasar dipengaruhi oleh besarnya kovarian sekuritas
tersebut terhadap portofolio pasar, sehingga pada kondisi pasar yang seimbang, ukuran
risiko sekuritas yang dianggap relevan adalah kovarian sekuritas tersebut dengan portofolio
pasar. Sedangkan besarnya kontribusi sekuritas terhadap risiko portofolio pasar adalah:
(1N.1
di mana,n, m adalah kovarian sekuritas tersebut dengan portofolio pasar.
Dengan memasukkan kontribusi sekuritas terhadap risiko portofolio dalam
persamaan CMLmaka kita dapat menghitung return diharapkan suatu sekuritas dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
E(Rd. R F E t R ni RiF 'Jul)
am G
E(R )+ R_
E(R, Rp t s 1 (aim
LM
Dengan demikian, return yang diharapkan dan suatu sekuritas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
E(Rd= RF -1-(3; RERM)-RF )1
Garis Pasar Sekuritas (SN1L)
Risiko sekuritas dalam gambar di atas ditunjukkan dengan beta, karena pada pasar
yang se,imbang portofolio yang terbentuk sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko
yang relevan adalah risiko sisternatis (beta). Beta merupakan ukuran risiko sistematis suatu
sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Beta menunjukkan
sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu
sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. Sebagai ukuran
sensitivitas return saham, beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko
sistematis antara satu saham dengan saham yang lain. Gambar 6.4. berikut ini
memperlihatkan perbandingan beta dari berbagai sekuritas.
Gambar 6.4.
Perbandingan Beta Beberapa Sekuritas

Pada gambar di atas ditunjukkan adanya tiga sekuritas yang mempunyai beta yang
berbeda. Sekuritas A mempunyai beta sebesar 1,5 artinya setiap ada kenaikan (penurunan)
return pasar sebesar 1% maka return sekuritas akan mengalami kenaikan (penurunan)
sebesar 1,5%. Sedangkan sekuritas C dengan beta sebesar 0,5 berarti setiap ada perubahan
return pasar sebesar 1 % maka return B hanya berubah sebesar 0,5% dengan arah yang
sama. Untuk sekuritas M, perubahan return yang dialami sama besarnya dengan
perubahan return pasar yang terjadi. Mungkinkah beta suatu sekuritas benilai negatif?
Secara teoritis bisa saja terdapat beta sekuritas yang bernilai negatif, tetapi dalam praktek,
jarang ditemui adanya sekuritas yang mempunyai beta negatif (jika return pasar naik, return
sekuritas justru turun, dan sebaliknya)
Dalammodel keseirnbangan CAPM, nilai beta sangat rnempengaruhi tingkat return
yang diharapkan pada suatu sekuritas (seperti yang terlihat pada persamaan 6 8).
Semakin tinggi nilai beta dan return pasar maka akan semakin tinggi tingkat return yang
disyaratkan oleh investor.
Berdasarkan hubungan tingkat return dengan beta yang sudah dijelaskan di atas, maka
bisa disimpulkan bahwa return yang diharapkan dari sekuritas i terdiri dari dua komponen
utama peayusun tingkat return yang disyaratkan investor (required rate of return), yaitu:
tingkat return bebas risiko dan premi risiko. Tingkat return yang disyaratkan adalah jumlah
minimum return yang disyaratkan investor untuk berinvestasi pada suatu sekuritas
tertentu. Secara matematis, hubungan tersebut bisa digambarkan dalam persamaan berikut
ini.
k i = tingkat risiko aset bebas risiko + premi risiko
= RF+RJ[E(RM)-RFj (6.8)
di mana:
kJ= tingkat return yang disyaratkan investor pada sekuritas i
E(R M ) = return portofolio pasar yang diharapkan
13.= koeiisien beta sekuritas i
Rr= tingkat return bebas risiko
Dari persamaan 6.8 kita juga bisa mengetahui besamya premi risiko untuk sekuritas i
(risk premium). Premi risiko sekuritas i dapat dihitung dengan mengalikan beta sekuritas
tersebut dengan premi risiko pasar (market risk premium). Sedangkan premi risiko pasar
adalah selisih antara return yang diharapkan pada portofolio pasar (E(RM)) dengan tingkat
return bebas risiko (RF).
Premi risiko sekuritas i = i (market trisk premium)
= I {E(RM) - RF )} (6.9)
Contoh: Diasumsikan beta saham PT Gudang Garam adalah 0,5 clan tingkat return bebas
risiko (RF) adalah 1,5%. Tingkat return pasar yang diharapkan diasumsikan sebesar 2%.
Dengan demikian, maka tingkat keuntungan yang disyaratkan investor untuk saham PT
Gudang Garam adalah:
ki = 0,015 + 0,5 (0,02 - 0,015)

= 1,75 %
Sekuritas yang undervalued atau overvalued. Dari uraian di atas kita dapat me-
nyimpulkan bahwa pada kondisi pasar yang seimbang, harga sekuritas-sekuritas seharusnya
berada pada SML karena titik-titik pada SML menunjukkan tingkat re turn yang diharapkan
pada suatu tingkat risiko sistematis tertentu. Tetapi terkadang bisa terjadi suatu sekuritas tidak
berada pada SML, karena sekuritas tersebut undervalued atau overvalued. Dengan mengetahui
besamya beta suatu sekuritas maka kita dapat menghitung tingkat return yang diharapkan pada
sekuritas tersebut. Jika tingkat return yang diharapkan tidak berada pada SML, maka sekuritas
tersebut undervalued atau overvalued.
Contoh: Seorang analis fundamentalis menganalisis tingkat return yang diharapkan
dari sekuritas A dan sekuritas B. Hasil analisis tersebut kemudian digambarkan pada SML
seperti pada Gambar 6.5. berikut
Pada gambar di atas, telihat bahwa sekuritas A terletak di atas SML dan dinilai sebagai
sekuritas yang undervalued karena tingkat return yang diharapkan E(R A') Iebih besar dari
return yang disyaratkan investor E(R A). Dari gambar tersebut, terlihat bahwa dengan beta A
sebesar (A), sehingga besamya return yang disyaratkan oleh investor adalah E(RA). Tetapi
ternyata menurut analis, sekuritas A akan memberikan return yang diharapkan sebesar E(R A').
Gambar 6.5. Menilai Sekuritas yang Undervalued atau Overvalueddengan Menggunakan
SML
Selanjutnya, investor yang mengetahui bahwa sekuritas A undervalued, akan tergerak untuk
melakukan pembelian sekuritas A tersebut. Dengan demikian, permintaan sekuritas A akar naik
dan sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, selanjutnya harga sekuritas A juga akan
terdorong naik pula. Sebaliknya return sekuritas A akan turun sarnpai dengan tingkat yang
diindikasikan oleh SML yaitu E(RA).
Sedangkan sekuritas B menurut analis fundamental terletak di bawah SML, sehingga
sekuritas B dikatakan overvalued. Hal ini dikarenakan tingkat return yang diharapkan E(R B’)
Iebih kecil dari return yang disyaratkan oleh investor E(R B). Investor yang mengetahui bahwa
sekuritas B overdervalued akan berusaha untuk menjual, sehingga jumlah penawaran sekuritas B
akan naik dan menyebabkan harganya menjadi turun. Selanjutnya, return sekuritas B akan naik
sampai dengan return yang diisyaratkan oleh investor E(RB).
Dari gambaran situasi sekuritas yang undervalued atau overvalued seperti di atas, kita
bisa melihat bagaimana mekanisme penyesuaian return yang terjadi sehingga akhirnya dicapai
kembali posisi keseimbangan (terletak di garis SML).
Estimasi garis pasar sekuritas. Untuk membentuk persamaan SML, investor perlu
mengestimasi tiga variabel, yaitu: tingkat return bebas risiko, tingkat return yang diharapkan oleh
pasar (diwakili oleh indeks pasar) dan besarnya beta untuk masingmasing sekuritas. Umumnya
estimasi return bebas risiko menggunakan data return obligasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah, misalnya untuk Indonesia digunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sedangkan
estimasi return pasar umumnya menggunakan data indeks pasar, seperti Indeks Harga Saham
Cabungan (IHSG) ataupun LQ 45.
Beta sekuritas, sebagai komponen ketiga, merupakan variabel yang penting dalam
proses estimasi CAPM. Dalam teori CAPM, beta merupakan satu-satunya faktor risiko yang
relevan untuk mengukur risiko sekuritas. Estimasi terhadap beta perlu dilakukan untuk setiap
sekuritas. Sedangkan, untuk estimasi variabel return bebas risiko dan return pasar hanya perlu
dilakukan sekali saja dan bisa dipakai untuk mengestimasi SML setiap sekuritas.
Estimasi beta. Untuk mengestimasi besarnya koefisien beta, bisa digunakan market
model. Market model pada dasarnya hampir sama dengan single index model, hanya saja
market model tidak digunakan asumsi bahwa error term untuk setiap sekuritas tidak
berkorelasi satu dengan lainnya. Oleh karena itu, persamaan market model bisa dituliskan juga
seperti persamaan single index model seperti di bawah ini:
Ri = a; + {3,1ZI,/ e; (6.10)
di mana:
Pi = return sekuritas
Rta = return indeks pasar a; = interseja
Ri = slope
ei = random residual error
Persamaan market model di atas bisa digunakan untuk mengestimasi return sekuritas.
Lalu, bagaimana cara mengestimasi persamaan market model di atas? Persamaan market model
bisa diestimasi dengan melakukan regresi antara return sekuritas yang akan dinilai dengan
return indeks pasar. Regresi tersebut akan menghasilkan nilai i (merupakan ukuran return
sekuritas i yang tidak terkait dengan return pasar) dan i (menunjukkan besarnya slope yang
mengindikasikan peningkatan return yang diharapkan pada sekuritas i untuk setiap kenaikan
return pasar sebesar 1%). Persamaan regresi market model tersebut selanjutnya juga bisa
dipakai untuk membentuk garis karakteristik (characteristic line), yaitu garis yang meng-
hubungkan total return sekuritas dengan return pasar, dengan cara meletakkan (plottiny) titik-
titik return total suatu saham dalam suatu periode tertentu terhadap return total indeks pasar.
Garis karakteristik juga bisa dibentuk dengan menggunakan excess return, dengan
mengurangkan rnasing-masing return total sekuritas maupun return pasar dengan return bebas
risiko. Analisis terhadap garis karakteristik yang dibentuk dengan menggunakan excess return,
pada dasarnya akan sama dengan analisis persamaan regresi di atas. Dengan demikian, persamaan
regresi di atas dapat dimodifikasi menjadi:
( R , — R F ) = a , + 0 , ( R , , , ( 6 . 1 1 )
Dalam bentuk excess return, nilai akan menunjukkan besarnya excess return sekuritas pada
saat excess return pasar nol. Sedangkan ,atau slope dari garis karakteristik, akan menunjukkan
sensitivitas excess return sekuritas terhadap portofolio pasar.
Dariuraian estimasi persamaan regresi di atas, kemudian akan timbul satu pertanyaan
tentang sejauh manakah keakuratan hasil estimasi beta sebagai ukuran sensitivitas return suatu
saham terhadap return pasar. Hal ini terkait dengan adanya kemungkinan bahwa indeks pasar yang
digunakan dalam regresi tersebut tidak bisa menggambarkan portofolio pasar yang sebenarnya.
Selain itu, ada beberapa hal lainnya yang bisa membuat kita ragu terhadap keakuratan hasil
estimasi beta tersebut, yaitu:
1.    Estimasi beta tersebut menggunakan data historis. Hal ini secara implisit berarti bahwa
kita menganggap apa yang terjadi pada beta masa lalu, akan sama dengan apa yang terjadi pada
beta masa datang. Padahal dalam kenyataannya, apa yang terjadi di masa lalu mungkin akan jauh
berbeda dengan apa yang teriadi masa depan.
2.    Garis karakteristik dapat dibentuk oleh berbagai observasi dan periode waktu yang berbeda, dan
tidak ada satu pun periode dan observasi yang dianggap tepat. Dengan demikian, estimasi beta
untuk satu sekuritas dapat berbeda karena observasi dan periode waktunya yang digunakan
berbeda.
3.    Nilai  dan  yang diperoleh dari hasil regresi tersebut tidak terlepas dari adanya error,
sehingga bisa jadi estimasi beta tidak akurat karena dan tidak menunjukkan nilai yang
sebenarnya.
4.    Beta merupakan risiko sistematis yang juga bisa berkaitan dengan perubahan perusahaan
secara khusus. Jika terjadi perubahan pada kondisi perusahaan (misalnya adanya perubahan
pendapatan, utang) maka betanya pun akan berubah. Oleh karena itu beta tidak bersifat
stasioner sepanjang waktu.

5. PENGUJIAN TERHADAP CAPM


Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan mengenai CAPM tersebut adalah:
1.      Risiko dan return berhubungan positif, artinya semakin besar risiko maka semakin besar
pula returnnya.
2.      Ukuran risiko sekuritas yang relevan adalah ukuran 'kontribusi' risiko sekuritas terhadap risiko
portofolio.
Untuk menguji validitas CAPM perlu dilakukan penelitian-penelitian empiris mengenai
CAPM tersebut. Jika CAPM valid, maka hasil penelitian empiris yang di lakukan akan
menunjukkan bahwa return yang terjadi (realized return) akan sama dengan estimasi return
dengan menggunakan CAPM. Pengujian CAPM dapat menggunakan persamaan berikut:
R,=a,+a,13, (6.12)
di mana:
Ri= rata-rata return sekuritas i dalam periode tertentu
f3; = estimasi beta untuk sekuritas i
Jika CAPM valid, maka nilai a 1 akan mendekati nilai rata-rata return bebas risiko selama
periode pengujian dan nilai a 2 akan mendekati rata-rata premi risiko pasar selama periode
tersebut. Elton dan Grubei (1995), mendokumentasikan kesimpulan dari hasil-hasil penelitian
empiris pengujian CAPM, yaitu:
1.     SML yang terbentuk cenderung linier.
2.    Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa intersep SMLlebih besar dari return bebas
risiko (RF).
3.    Slope CAPM (a2) yang dihasilkan cenderung lebih kecil dari slope hasil perhitungan dari
teori CAPM.
4.    Meskipun hasilnya beragam, tetapi dapat disimpulkan bahwa investor hanya akan
mendapatkan return berdasarkan risiko sistematis yang diasumsikan.
Masalah utama pengujian CAPM adalah bagaimana memformulasikan sesuatu yang belum
terjadi (ex ante) berdasarkan data masa lalu (ex post). Di samping itu kita juga tidak akan
pernah tahu secara pasti mengenai harapan investor di masa depan. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pengujian CAPM akan menghasilkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang
diestimasikan dalam teori CAPM. Meskipun demikian, dalam kenyataannya hasil pengujian
empiris CAPM cukup mendukung teorinya. Studi dengan menggunakan data beberapa tahun
telah menunjukkan bahwa harga pasar sekuritas akan didasari oleh hubungan antara return dan
risiko sistematis. Sedangkan risiko nonsistematis (risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi) mempunyai peran yang kecil dalam mekanisme penentuan harga suatu
sekuritas.

ABRITAGE PRICING THEORY


Salah satu alternatif teori model keseimbangan selain CAPM adalah Arbritage Pricing
Theory (APT). Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan return,
tetapi dengan menggunakan asurnsi dan prosedur yang berbeda. Estimasi return yang
diharapkan dari suatu sekuritas dengan menggunakan APT, tidak terlalu dipengaruhi
portofolio pasar seperti hanya dalam CAPM. Pada CAPM, portofolio pasar sangat berpengaruh
karena diasumsikan bahwa risiko yang relevan adalah risiko sistematis yang diukur dengan beta
(menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar). Sedangkan pada
APT, return sekuritas tidak dipengaruhi oleh portofolio pasar karena adanya asumsi bahwa
return yang diharapkan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi oleh beberapa sumber risiko
lainnya (tidak hanya diukur dengan beta).
Di samping itu, APT juga tidak menggunakan asumsi-asumsi yang dipakai dalam CAPM,
seperti:
1.      Adanya satu periode waktu tertentu, misalnya satu
2.      Tidak ada pajak,
3.      Investor bisa meminjam dan menginvetasikan dananya pada tingkat return bebas risiko (RF),
serta,
4.      Investor memilih portofolio berdasarkan return yang diharapkan dan variannya.

Asumsi-asumsi CAPM yang masih digunakan adalah :


1.       Investor mempunyai kepercayaan yang bersifat homogen,
2.       Investor adalah risk-averse yang berusaha untuk memaksimalkan utilitas,
3.       Pasar dalam kondisi sempurna,
4.       Return diperoleh dengan mengunakan model faktorial.

APT didasari oleh pandangan bahwa return yang diharapkan untuk suatu sekuritas akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut akan menunjukkan kondisi
ekonomi secara umum, dan bukan merupakan karakteristik khusus perusahaan. Faktor-faktor
risiko tersebut harus mempunyai karakteristik seperti berikut ini:
1.        Masing-masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham-saham di
pasar. Kejadian-kejadian khusus yang berkaitan dengan kondisi perusahaan, bukan
merupakan faktor risiko APT.
2.        Faktor-faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return yang diharapkan. Untuk itu perlu
dilakukan pengujian secara empiris, dengan cara menganalisis return saham secara statistik,
untuk melihat bagaimana faktor-faktor risiko tersebut berpengaruh secara luas terhadap return
saham.
3.        Pada awal periode, faktor risiko tersebut tidak dapat diprediksikan oleh pasar karena faktor-
faktor risiko tersebut mengandung informasi yang tidak diharapkan atau bersifat
mengejutkan pasar (ada perbedaan antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang sebenarnya).
Dengan demikian, hal penting yang perlu diamati adalah besarnya penyimpangan (deviasi)
nilai aktual faktor risiko tersebut dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jika suku bunga
diperkirakan naik 19% pertahun, dan temyata kenaikan tingkat suku bunga yang terjadi
adalah 30%, maka penyimpangan sebesar 11% inilah yang akan mempengaruhi return aktual
selama periode tersebut.
Model APT. Dari uraian di atas, diketahui bahwa APT mengasumsikan investor percaya
bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n•faktor risiko.
Dengan demikian, kita dapat menentukan return aktual untuk sekuritas i dengan
menggunakan rumus 6.13 berikut ini.
Ri = E(R ;) + b tft + la i2f2 +...+ b infn + e i (6.13)

di mana: R, =
E(Ri ) = f bi tingkat return aktual sekuritas i
return yang diharapkan untuk sekuritas i
deviasi faktor sistarn atis F dari nilai yang dTharapkan sensitivitas sekuritas i terhadap faktor i
random error

ei

Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa nilai yang diharapkan pada masingmasing faktor
risiko (F) adalah nol, sehingga tingkat return aktual suatu sekuritas i akan sama dengan return
yang diharapkan, jika faktor risiko berada pada tingkat yang diharapkan.
Model faktorial di atas tidak memberikan penjelasan mengenai kondisi keseimbangan.
Untuk itu kita perlu mengubah persamaan 6.13 ke dalam model keseimbangan, sehingga return
yang diharapkan untuk suatu sekuritas adalah:
E(RI) = a o + b a F, + b i2 F 2 (6.14)
di retti. n yang dil.arapkan Jai: seKuntas :
mana: return yang diharapkan dari sekuritas bila risiko
as sisternatis sebesar nol koefisien yang menujukkan
ba, = besarnya pengmh faktor n terhadap return sekuritas i

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dalam APT, risiko didefinisikan sebagai


sensitivitas saham terhadap faktor-faktor ekonomi makro (b i) dan besarnva return yang
diharapkan akan dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut. Ukuran sensitivitas dalam APT (b i)
akan mempunyai interpretasi yang sama dengan nilai sensitivitas dalam CAPM (), karena bi
dan  tersebut sama-sama merupakan ukuran sensitivitas return sekuritas terhadap suatu premi
risiko. Kesimpulan tersebut bisa kita tarik atas dasar perbandingan hubungan return dan
sekuritas dari kedua model tersebut (APT dan CAPM). Seperti telah dijelaskan di depan,
hubungan return dan risiko pada CAPM adalah :
E(R.)= RF 13, (premi risiko pasar)

Sedangkan hubungan return dan risiko pada APT adalah:


E(Ri) RF+(premi risiko untuk faktor 1) + bi2 (premi risiko untuk faktor
2) +... + b, (premi risiko untuk faktor n)
Dari perbadingan tersebut, terlihat bahwa pada CAPM, nilai i merupakan ukuran
sensivitas return sekuritas terhadap premi risiko pasar (tingkat return pasar dikurangi R F)
sedangkan pada APT, nilai b i juga merupakan sensitivitas relatif return sekuritas terhadap
premi risiko untuk suatu faktor risiko. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa CAPM pada
dasarnya merupakan model APT yang hanya mempertimbangkan satu faktor risiko yaitu risiko
sistematis pasar.
Salah satu kritik atas model APT adalah adanya kesulitan dalam menentukan faktor-faktor
risiko yang relevan, karena faktor-faktor tersebut merupakan data exante. Untuk
mengimplementasikan APT, kita perlu menemukan faktor-taktor resiko yang relevan bagi
tingkat return sekuritas, yang dalam kenyataannya belum ada kesepakatan mengenai faktor-
faktor risiko apa saja yang relevan dan berapa jumlahnya. Oleh karena itu, dalam penerapan
model APT, berbagai faktor risiko bisa saja dimasukkan sebagai faktor risiko.
Beberapa penelitian empiris, pernah menggunakan tiga sampai lima faktor risiko yang
mempengaruhi return sekuritas. Sebagai misal, Chen, Roll dan Ross (1986),
mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
1.       Perubahan tingkat inflasi
2.       Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
3.       Perubahan premi risk-aefault yang tidak diantisipasi
4.        Perubahan struktur tingkat suku bunga yang tidak diantisipasi.
Menurut Chen, Roll dan Ross, dua faktor pertama akan mempengaruhi aliran kas pada
perusahaan, sedangkan dua faktor lainnya akan mempengaruhi tingkat diskonto.
Penelitian lain ada yang menggunakan lima variabel ekonomi makro yang
mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
1.          Default risk
2.           Struktur tingkat bunga
3.           Inflasi atau deflasi
4.          Pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
5.          Risiko pasar residual
Dengan demikian, APT mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan
mempunyai sensitivitas terhadap taktor-faktor risiko sistematis yang berbeda pula. Masing-
masing investor mempunyai perilaku terhadap risiko yang berbeda, sehingga investor dapat
membentuk portofolio tergantung dari preferensinya terhadap risiko, pada masing-masing
faktor risiko. Dengan mengetahui harga pasar dari faktor-faktor risiko yang dianggap relevan,
dari sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan pada faktor tersebut, maka kita dapat
menentukan estimasi return yang diharapkan untuk berbagai sekuritas.

    Kesimpulan
Sebelum melakukan transaksi, investror harus terlebih dahulu menjadi nasabah di salah satu
perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Setelah nasabah membuka deposit di sebuah
perusahaan efek dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan efek tersebut baru dapat
dilakukan transaksi saham. Transaksi efek diawali dengan pemesanan (order) untuk harga
tertentu. Pesanan tersebut dapat berupa surat maupun melalui telepon yang disampaikan kepada
perusahaan efek melalui sales (dealer). Pesan tersebut harus menyebutkan jumlah yang akan
dibeli atau dijual dengan menyertakan harga yang ingin diinginkan.
Scripless Trading adalah suatu mekanisme perdagangan di pasar modal, dimana saham-
saham yang biasanya diperdagangkan dalam bentuk kertas-kertas saham dan dilakukan dalam
bentuk manual, maka dengan sistem ini perdagangan ini dilakukan secara elektronik seperti yang
ada pada rekening perbankan.
Pasar modal merupakan pasar bagi instrumen finansial jangka panjang (lebih dari satu tahun
jatuh temponya). Yang dimaksud instrumen dalam pasar modal ini, yaitu semua surat-surat
berharga (sekuritas) yang diperdagangkan di bursa.

Anda mungkin juga menyukai