Rhinosinusitis Lapsus Nanda
Rhinosinusitis Lapsus Nanda
RHINOSINUSITIS
Oleh:
Pendamping:
2019
Kasus
Topik : Rhinosinusitis
yang lalu. Selain itu pasien juga sering mengeluh bersin-bersin dipagi hari
dan juga mengeluh nyeri di bagian pipi kiri dan kanan dan berlanjut ke
rasa nyeri sangat terasa memberat bila kepala ditundukkan. Pasien juga
mengaku ada gangguan pada hidung seperti sulit bernafas terutama saat
tidur dan mengeluarkan cairan kental jernih yang hilang timbul, keluhan
sering timbul di pagi hari atau dipicu oleh debu. Pasien juga pernah
merasa seperti tertelan ingus. Demam (-) batuk (-), nyeri menelan (-),
2
Bahan Bahasan : Kasus
Umur : 18 thn
1. Diagnosis
Rhinosinusitis
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit
hidung tersumbat dikedua hidung sejak 5 bulan yang lalu. Selain itu
pasien juga sering mengeluh bersin-bersin dipagi hari dan juga mengeluh
nyeri di bagian pipi kiri dan kanan dan berlanjut ke bagian kepala,
keluhan dirasakan hilang timbul dan semakin memberat rasa nyeri sangat
gangguan pada hidung seperti sulit bernafas terutama saat tidur dan
timbul di pagi hari atau dipicu oleh debu. Pasien juga pernah merasa
seperti tertelan ingus. Demam (-) batuk (-), nyeri menelan (-), gangguan
Alergi(+)
3
Keluhan serupa (-)
5. Lain-lain :
a. Pemeriksaan Fisik
SpO2 99%
Thorax :
rhonki (-/-)
Status lokalis
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, telinga dan tenggorok
kavum nasi kiri dan kanan, krusta (-), sekret (-), massa (-), konka inferior
terdapat post nasal drip. Pada pemeriksaan cavum oris dalam batas normal, tonsil
4
palatina T1/T1, mukosa faring hiperemis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan foto
maksila.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kerja
RHINOSINUSITIS
2. Subyektif
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara rujukan poli THT dengan keluhan hidung
tersumbat dikedua hidung sejak 5 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga sering
mengeluh bersin-bersin dipagi hari dan juga mengeluh nyeri di bagian pipi kiri
5
dan kanan dan berlanjut ke bagian kepala, keluhan dirasakan hilang timbul dan
semakin memberat rasa nyeri sangat terasa memberat bila kepala ditundukkan.
Pasien juga mengaku ada gangguan pada hidung seperti sulit bernafas terutama
saat tidur dan mengeluarkan cairan kental jernih yang hilang timbul, keluhan
sering timbul di pagi hari atau dipicu oleh debu. Pasien juga pernah merasa seperti
tertelan ingus. Demam (-) batuk (-), nyeri menelan (-), gangguan pada telinga (-).
infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti
infeksi bakteri.
terkena ialah sinus maksila dan etmoid, sedangkan sinus frontal lebih
jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinusitis dapat menjadi
6
Amerika Serikat diperkirakan sebesar 14,1 % dari populasi orang dewasa.
Kasus rinosinusitis kronis itu sendiri sudah masuk data rumah sakit
tahunnya
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama
jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,
atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas
4. Gambaran Klinis
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
7
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak.
dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis.
tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala
akibat kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada
sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala lebih sering
unilateral dan meluas kesisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus
akan meningkat jika membungkukkan badan kedepan dan jika badan tiba-
tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat
istirahat ataupun saat berada dikamar gelap. Nyeri kepala pada sinusitis
kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang
mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga
8
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
d. Gangguan penghidu
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah
fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada
penghidu.
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal
5. Tatalaksana
IVFD RL 20 tpm
9
a. Medikamentosa
1. Antibiotika
sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada
terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin
siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada
Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus
10
Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan
hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama
yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine,
keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius
hilang .
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat
merata.16
b. Penatalaksanaan Operatif
11
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan
bedah.
normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga
dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan
sangat terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya
Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan
12
Kesimpulan
dokter sehari sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang
13
Gejala yang paling sering di keluhkan ialah nyeri kepala, obstruksi hidung
dan adanya sekret hidung berupa serosa, dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan
nyeri tekan pada sinus yang terkena. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior di
temukan mukosa livide, dan konka hipertropi. Dan pada pemeriksaan rontgen
SPN tampak gambaran radio opak pada sinus yang terkena. Penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
14
4. 4. Stammberger, H., Lund, V.J., 2008. Anatomy of the nose and paranasal
sinuses. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1318-
1320.
5. Broek, P.V.D, Feenstra L., 2010. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal.
Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 99-100.
6. Soepardi EA., Iskndar N., Baharuddin., Restuti 2010 Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
7. Benninger, M.S., 2008. Rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-
Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great
Britain: Hodder Arnold, 1439-1445.
8. Fokkens W, et al, 2007. European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps. Rhinology 45 Supplement 20.
10. Lane., A.P. and Kennedy, D.W., 2003. Sinusitis and Polyposis. In:
Snow.,J.B.
11. Manor, Y. et al., 2010. Late signs and symptoms of maxillary sinusitis
after sinus augmentation, School of Dental Medicine, Tel-Aviv
University
12. Triolit Z, 2004. Hubungan Kelainan anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Dengan Gejala Klinis Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Gambaran CT-
Scan Sinus Paranasal dan Temuan Durante Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional. Dalam: Tesis Bagian THT-KL FK Universitas Sumatera Utara
Medan.
15
18. Giannoni, C.M. and Weinberger D.G., 2006. Complications of
Rhinosinusitis. In: Bailey, B.J., et al. Head & Neck Surgery -
Otolaryngology. 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 495-504.
16