DisusunOleh:
Kelompok 1 (A3)
Bila dua macam pelarut yang tidak bercampur dimasukkan kedalam sebuah
bejana, maka akan terlihat suatu batas yang menunjukkan bahwa kedua pelarut itu
tidak saling bercampur. Distribusi adalah penyebaran aktivitas zat terlarut yang
dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Koefisien distribusi
didefenisikan sebagai suatu perbandingan ke larutan suatu zat (sampel) didalam dua
pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur. Percobaan ini bertujuan untuk
menentukan konsentrasi kesetimbangan suatu zat terlarut terhadap dua pelarut yang
tidak bercampur, dan menentukan derajat disosiasi zat terlarut dalam pelarut
tersebut. Pada percobaan yang dilakukan, larutan yang di gunakan adalah asam
asetat dengan konsentrasi 1,15 N dan 2,4 N sebanyak 25 ml yang dicampurkan
dengan kloroform masing-masing 25 ml untuk tiap konsentrasi dimasukkan
kecorong pemisah setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan air yang mengandung asam
asetat diambil dan dititrasi dengan NaOH 1 N. NaOH untuk titrasi CH3COOH awal
diperoleh nilai rata-rata 0,65 ml untuk 1,15 N dan 0,75 ml untuk 2,4 N sedangkan
NaOH untuk titrasi CH3COOH sisa akstrasi diperoleh nilai 0,25 ml untuk 1,15 N
dan 0,55 ml untuk 2,4 N.
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperatur
yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang
konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantung
pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah
dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Dogra,
1990).
Bila suatu zat terlarut tidak saling bercampur maka akan membentuk 2 fasa
dan diantara fasa tersebut ada hubungannya dengan konsentrasi zat terlarut dalam
dua fasa pada kesetimbangan. Hukum distribusi kadang disebut hukum nernst. Bila
substansi ekstraksi pelarut mengambil bagian dan kesetimbangan-kesetimbangan
lain dalam salah satu (atau kedua) fasa itu, suatu angka banding Dapat
dimanfaatkan, dimana konsentrasi dijumlahkan untuk semua spesies yang relevan
dalam kedua fasa itu (Underwood, 2002).
Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi (α) dapat
diganti c, hingga:
C1
K= ..............................................................................................(1)
C2
Dimana:
K : Koefisien distribusi
C1 : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik
C2: pada pelarut organik
Hukum koefisien distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivasi zat terlarut dalam
pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama
lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantranya:
1. Temperatur yang Digunakan
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai K.
2. Jenis Pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan
mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya
mempengaruhi harga K. Pelarut adalah zat yang dapat melarutkan bahan-
bahan tertentu, adapun macam-macam pelarut seperti air, benzena, heksana,
kloroform, etil asetat, etanol, metanol dan lain-lain.
3. Jenis Terlarut
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap/higroskopi,
maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya
mempengaruhi harga K.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi suatu zat yang terlarut makin besar pula harga K
(Ayu Maulina Sugianto, 2013). Harga K akan tetap jika berat molekul zat
terlarut dalam pelarut I sama dengan berat molekul dalam berat molekul I.
Jika molekulnya tidak sama, maka akan terisosiasi atau asosiasi zat terlarut
dalam salah satu pelarut, contohnya:
Cn→nC
𝐂
𝐊=
𝐂𝐧
Dimana; C= 1 mol
C
Cn = n
C (air)
Jadi; K = C
(organik)
n
C
maka log K = n Log C(air) − log n (organik)
C
log K = n log C(air) − log (organik) + log n
n
Hukum distribusi Nernts hanya berlaku untuk spesi molekul yang sama di
kedua larutan: jika terlarut terisolasi mejadi ion-ionnya atau molekul yang lebih
sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka
hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada konsentrasi totalnya di kedua fase
melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua fasa. (Sri
Mulyani, 2014: 23).
Dari rumus tersebut jika harga Kd besar, solut secara kuantitatif akan
cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula terjadi
sebaliknya. Sebagai ukuran keberhasilan untuk suatu proses ekstraksi sering
digunakan besaran berupa faktor pisah (FP) yakni perbandingan antara koefisien
distribusi suatu unsur dengan koefisien distribusi unsur yang lainnya. Persamaan
untuk memperoleh FP adalah: C2 Co Kd = atau Kd = (2) C1 Ca Kd1 adalah
koefisien distribusi unsur 1dan Kd2 adalah koefisien distribusi unsur 2. Efektifitas
dalam proses ekstraksi dapat dinyatakan dengan persen solut yang terekstrakyang
dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: Kd1 FP = (3) Kd2 dengan E
adalah efisiensi ekstraksi (%), C2 adalah konsentrasi solut dalam fasa organik, dan
F adalah konsentrasi umpan untuk ekstraksi (Purwani, dkk, 2008).
2.3 Kesetimbangan
Keadaan setimbang atau reaksi kesetimbangan merupakan kecepatan reaksi
ke kanan dan ke kiri adalah sama. Berdasarkan arahnya, reaksi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
b. Reaksi berlangsung dari dua arah, yaitu dari kiri ke kanan dan dari kanan ke
kiri.
c. Reaksi tidak pernah berhenti karena komponen zat tidak pernah habis.
Reaksi irreversible yaitu zat pereaksi yang dapat berubah menjadi hasil
sedangkan zat hasil zat tidak dapat membentuk kembali zat pereaksi. Ciri-cirinya:
b. Reaksi baru berhenti apabila salah satu atau semua reaktan habis.
Ada tiga faktor yang dapat mengubah kesetimbangan kimia, antara lain :
Jika konsentrasi salah satu zat ditambah, maka sistem akan bergeser dari
arah zat tersebut. Jika konsentrasi salah satu zat dikurangi, maka sistem akan
bergeser ke arah zat tersebut.
2. Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Kesetimbangan
Secara kualitatif pengaruh suhu dalam kesetimbangan kimia terkait
langsung dengan jenis reaksi eksoterm atau reaksi endoterm. Reaksi eksothermis
adalah reaksi bersifat spontan, tidak memerlukan energi melainkan justru
menghasilkan energi(H reaksi negatif), sedangkan Reaksi endothermis adalah
reaksi yang membutuhkan energi/ kalor untuk bisa bereaksi(H positif). Sistem
kesetimbangan yang bersifat eksothermis ke arah kanan dan endothermis ke arah
kiri. Jika suhu dinaikkan, maka reaksi akan bergeser ke kiri yaitu reaksi yang
bersifatendothermis. Sebaliknya bila suhu reaksi diturunkan maka reaksi akan
bergeser ke kanan yaitu reaksiyang bersifat eksothermis. Menaikan suhu, sama
artinya kita meningkatkan kalor atau menambah energi ke dalam sistem, kondisi ini
memaksa kalor yang diterima sistem akan dipergunakan, oleh sebab itu reaksi
semakin bergerak menuju arah reaksi endoterm. Begitu juga sebaliknya.
4. Katalisator
Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia,sering dipergunakan zat
tambahan lain yaitu katalisator. Dalam sistem kesetimbangan, katalisator tidak
mempengaruhi letak kesetimbangan, katalisator hanya berperan mempercepat
reaksi yang berlangsung, mempercepat terjadinya keadaan setimbang, pada akhir
reaksi katalisator akan terbentuk kembali. Katalis tidak dapat menggeser
kesetimbangan kimia.
Apakah pengaruhnya jika suatu reaksi yang sudah dalam keadaan stimbang
ditambahkan katalus ke dalamnya. Katalis akan mempercepat laju pembentukan
NH3, tetapi juga akan sekaligus mempercepat laju penguraian menjadi gas N2 dan
gas H2. Pengaruh ini sama kuatnya. Katalisator dalam dunia industri umumnya
logam, namun dalam makhluk hidup katalisator didapat dari dalam tubuhnya yang
dikenal dengan dengan biokatalisator atau enzim.
2.4 Pelarut
Perlarut dapat didefenisikan sebagai medium bagi zat terlarut yang dapat
berperan sebagai media ikut serta dalam reaksi kimia pada larutan atau untuk
meninggalkan larutan karena proses pengendapan atau penguraian. Larutan
terbentuk dengan melalui percampuran antar dua atau lebih zat murni yang
molekulnya berintraksi secara langsung dalam keadaan bercampur (Sastromidjojo,
2001).
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode
pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan
menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi pelarut menyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solute) di antara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
“bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat
digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis
kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam
bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium. Alat yang
digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet
sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current Craig” (Alimin, 2007).
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tak dapat
bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah pelarut air dan pelarut organik antara
lain seperti kloroform, eter atau n-heksan. Garam-garam anorganik, asam-asam dan
basa-basa yang dapat larut dalam air serta senyawa-senyawa organik dapat larut
dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut-
pelarut yang kurang polar (Arsyad, 2001).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat bercampur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi
yang konstan antara kedua pelarut itu dan angka banding distribusi itu tak
bergantung pada spesi molekul lain yang mungkin ada. Harga angka banding
berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut dan temperatur
(Svehla, 1985).
Banyak pemisahan penting ion logam dikembangkan pada pembentukan
senyawaan sempit dengan aneka reagensia organik. Reagensia harus membentuk
molekul yang netral, tak larut dalam air, larut dalam kloroform atau karbon
tetraklorida dengan ion logam. Kemampuan ekstraksi suatu logam merupakan
gabungan faktor yang mencakup baik kecenderungan terbentuknya senyawaan
sempit dan kelarutan relatifnya dalam kedua fase, sepanjang pH yang wajar.
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat
bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam
kedua fase pada kesetimbangan. Nernst memberikan pernyataan tentang hukum
distribusi ketika dia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya
antara dua cairan yang tak dapat bercampur sedemikian rupa, sehingga angka
banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur
tertentu (Day, 1986).
n
V
Wn = Wo Kd.V + S
…...………………………………………………(4)
Di mana: Wn = jumlah zat terlarut
Wo = jumlah zat terlarut mula-mula
V = jumlah volume fase air yang mengandung zat terlarut
S = jumlah pelarut organik yang dipakai
n = jumlah n kali proses
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik dalam larutan (biasanya
dalam air) dibuat bersentuhan dengan pelarut (biasanya pelarut organik), yang pada
hakekatnya tak tercampurkan dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat
terlarut (solute). Pemisahan yang dapat dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat,
dan mudah. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam corong
pemisah selama beberapa menit (Basset, 1994).
2.6 Titrasi
1. Titrasi Redoks
Titrasi redoks sesuai namanya merupakan jenis titrasi dengan reaksi redoks.
Secara umum ada tiga macam reaksi redoks. Pertama, titrasi iodometri. Merupakan
titrasi redoks dengan menggunakan I2dan merupakan jenis reaksi tidak langsung.
Karena I2 yang akan bereaksi harus dibuat terlebih dahulu dengan reaksi redoks
sebelumnya. Kedua, titrasi iodimetri. Merupakan titrasi redoks dengan I2 juga.
Bedanya dengan iodometri, I2 yang digunakan langsung dalam wujud I2 sehingga
disebut juga reaksi langsung. Ketiga, titrasi permanganometri. Merupakan reaksi
titrasi dengan memanfaatkan ion Mn2+. Indikator yang digunakan biasanya amilum
yang dapat membentuk kompleks dengan I2 yaitu iodo-amilum berwarna biru.
Selain itu bisa juga menggunakan autoindikator. Dimana kelebihan larutan standar
yang menetes pada larutan hasil reaksi utama yang telah stoikiometris akan
menunjukkan gejala tertentu seperti perubahan warna yang menandai titrasi harus
dihentikan.
2. Titrasi Kompleksasi
Titrasi kompleksasi merupakan jenis titrasi dengan reaksi kompleksasi atau
pembentukan ion kompleks. Biasanya digunakan untuk menganalisa kadar logam
pada larutan sampel yang dapat membentuk kompleks dengan larutan standar yang
biasanya merupakan ligan. Indikator yang digunakan biasanya akan bereaksi
dengan kelebihan titran (sama-sama membentuk ion kompleks) dan menunjukkan
perubahan warna. Pada titrasi jenis ini ada banyak hal yang harus ditimbang dan
diperhatikan mengingat pembentukan ion kompleks adalah spesifik pada kondisi
tertentu. Misalnya pada pH tertentu sehingga larutan sampel harus didapar dengan
buffer pH tertentu pula.
3. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan metode analisis kuantitatif yang berdasarkan
reaksi asam basa. Sesuai persamaan umum reaksi asam basa: asam + basa
menghasilkan garam + air. Indikator yang biasa digunakan adalah indikator yang
dapat memprofilkan perubahan warna pada trayek pH tertentu.
4. Titrasi Argentometri
Titrasi argentometri adalah jenis titrasi yang digunakan khusus untuk reaksi
pengendapan. Prinsip umumnya adalah mengenai kelarutan dan tetapan hasil kali
kelarutan dari reagen-reagen yang bereaksi. Secara umum, metode titrasi
argentometri ada tiga macam. Pertama, metode Mohr. Pada metode ini tidak ada
indikator yang digunakan. Sehingga untuk menandai titik akhir titrasi adalah tingkat
kekeruhan dari larutan sampel. Ketika larutan standar telah mengalami reaksi
stoikiometris dengan larutan sampel, maka ml larutan standar berikutnya yang
menetes pada larutan sampel akan menghasilkan endapan karena larutan hasil
reaksi titrasi telah jenuh. Namun, dapat juga digunakan indikator yang dapat
bereaksi dengan kelebihan larutan standar dan membentuk endapan dengan warna
yang berbeda dari endapan reaksi utama. Kedua, metode Volhar
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.1 Alat-alat
3.1.2 Bahan-bahan
3.2.1 ProsedurKerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini sebagai berikut:
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Volume Titrasi
4.2 Pembahasan
Dari praktikum yang telah kami lakukan maka dari percobaan ini yang pertama
adalah larutan CH3COOH 1,15N dan 2,4N yang masing–masing ditambahkan
clorofrom dan dimasukkan dalam corong pemisah, setelah itu dikocok selama 20
menit secara homogen agar terjadi kesetimbangan kosentrasi pada zat yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan larutan tersebut. Apabila pada larutan ini dilakukan
ekstraksi bertahap bila dua pelarut yang tidak saling bercampur maka dimasukkan
solute yang dapat larut dan akan terjadi pembaagian dua lapisan CH3COOH dan
clorofrom dicampurkan akan terjadi penurunan temperatur maka larutan akan terasa
dingin. Dan apabila dilakukan pengocokan dapat menghasilkan gas.
Pemisahan itu terjadi karena CH3COOH dan kloroform adalah dua pelarut
yang tidak saling bercampur dikarenakan perbedaan densitas antar kedua pelarut
tersebut. Saat dicampurkan, air akan berada di atas kloroform disebabkan densitas
kloroform lebih besar daripada air. Bila suatu zat terlarut membagi dirinya antara
dua pelarut yang tidak bercampur, ada suatu hubungan pasti antara konsentrasi zat
terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Zat terlarut akan membagi dirinya
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga angka banding konsentrasi
adalah konstanta pada temperatur tetap. Kemudian diteteskan dua tetes indikator PP
dan dilakukan titrasi dengan NaOH 1 N. Kemudian terjadi perubahan warna larutan
dari bening menjadi merah muda yang juga merupakan tanda tercapainya titik
ekivalen. Penggunaan indikator dari kedua percobaan ini berguna utuk mendeteksi
titik akhir titrasi, di mana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah
muda.
Indikator fenolftalein (pp) merupakan asam diprotik dan tidak berwarna.
Saat direaksikan, indikator pp terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion
terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Pada percobaan ini titrasi yang
terjadi merupakan titrasi asam basa di mana asamnya yaitu asam asetat
(CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai
titran. Volume titrasi menggunakan konsentrasi CH3COOH 1,15 N didapatkan
sebanyak 0,3 ml, pada pengulangan menghasilkan 0,2 ml dan rata- rata 0,25 ml.
Sedangkan pada konsentrasi 2,4 N CH3COOH menghasilkan volume titrasi 0,5 ml,
pada pengulangan 0,6 ml dan rata-ratanya 0,55 ml.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Alimin MS, Yunus M & Idris I. 2007. Kimia Analitik. Makassar: UIN
Alauddin Makassar
Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku : EGC. Jakarta.
Day, A.R. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke 4. Erlangga. Jakarta.
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga: Jakarta.
Dogra, SK dan Dogra, S.1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UI
press.
Kasmiyatun. 2008. Ekstrasi Asam Sitrat Dan Asam Oksalat : Pengaruh
Trioctylamine Sebagai Extracting Power Dalam Berbagai Solven
Campuran.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2014. Kimia Fisika II. Bandung: UPI.
Wahyudi. 2000. Jurnal Kimia dan Larutan. Jurusan Kimia UNESA,
Surabaya.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
PERHITUNGAN
𝑛 𝑛 log(𝐶𝐻𝐶𝑙3)
𝐶𝑛 = 𝐶 log 𝐶 = 𝑛
log( )
𝑘
1 1 log (0,2)
= 1,15 = 1
log
0,76
−0,698
= 0,87 = 0,119
𝑛/𝑐
𝐾 = = −5,865
𝐶
0,87
= 1,15
= 0,76
= 0,25 − 0,2
= 0,05
𝑛 𝑛 log(𝐶𝐻𝐶𝑙3)
𝐶𝑛 = 𝐶 log 𝐶 = 𝑛
log( )
𝑘
1 1 log (0,15)
= 2,4 = 1
log
0,173
−0,823
= 0,416 = 0,761
𝑛/𝑐
𝐾 = = −1,081
𝐶
0,416
= 2,4
= 0, 173
= 0,2 − 0,15
= 0,05
Buatlah grafik log Cair vs Ceter, maka didapat harga n sebagai slope
dan interseptnya log (n/K) Jawab :
GRAFIK
3
2,494368452
2
1
0
-1 0 0,5 1 1,5 2 2,5
-2 -1,860034782 Intercept dan
-3 Slope
Log C
air
Grafik Intercept dan Slope antara Log Cair dengan Log Ckloroform
LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT
No Gambar Fungsi
1. Corong pemisah Untuk memisahkan campuran larutan yang
memiliki kelarutan yang berbeda. Biasanya
digunakan dalam proses ekstraksi.