Anda di halaman 1dari 14

KHUSYU DALAM SHOLAT

I. TUJUAN UMUM
1. Melakukan proses pensucian jiwa, peningkatan akhlaq dan prilaku dan memiliki
kebiasaan yang Islami pada individu dan masyarakaatnya.
2. Mampu mengontrol diri dengan kebebasan yang dimiliki dan menjauhkan diri
dari sikap berlebihan serta tidak mengumbar hawa nafsu hanya karena dirinya.
3. Meningkatkan kemampuan menerapkan hukum Islam dan arahannya pada diri
seorang muslim
4. Mendidik pribadi muslim agar memiliki rasa tangggung jawab yang besar serta
kasih sayang kepada manusia, memperhatikan secara adil konsep berinteraksi
dengan manusia, menghormati harta secara umum dan khusus pola hidup
ekonomis dan mengembangkan harta serta menjaganya.
5. Mendidik pribadi muslim dalam melawan tradisi asing yang kering dari semangat
Islam pada diri, keluarga dan masyarakat.

II. Tujuan Kognitif


1. Menjelaskan tentang urgensi khusyu’ dalam shalat
2. Menunjukan dalil tentang urgensi khusyu dalam shalat
3. Mejelaskan kiat –kiat khusyu’ dalam shalat
4. Menjelaskan dua cara untuk meraih khusyu’ dalam shalat
5. Menceritakan contoh praktek dan ucapan para salafus shalih tentang khusyu
dalam shalat

III. Tujuan Afektif dan Psikomotor


1. Termotivasi untuk meraih khusyu dalam shalat
2. berusaha merasakan kelezatan ibadah

IV. Pilihan Kegiatan


Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah :
1. Kegiatan Pembuka
Mengkomunikasikan tujuan kajian tazkiyah
2. Kegiatan Inti:
a. Kajian tentang khusyu dalam shalat
b. Berdiskusi dan tanya jawab seputar tema kajian (lihat tujuan kognitif,
afektif dan psikomotor)
c. Penekanan dari murobbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung dalam
kajian tersebut

3. Kegiatan Penutup:
a. Tugas mandiri (kegiatan pendukung)
b. Evaluasi

V. PILIHAN KEGIATAN

1
1. Mengumpulkan ayat-ayat tentang pentingnya mengkaji materi khusyu dalam
shalat
2. Mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan hal di atas
3. Menulis makalah tentang pentingnya mengkaji khusyu dalam shalat
4. Mengumpulkan perkataan-perkataan orang muslim dan lainnya yang obyektif
tentang pentingnya mengkaji khusyu dalam shalat
5. Menonton Film yang berhubungan dengan tema

VI . SARANA EVALUASI DAN MUTABAAH


1. Tes akademis melalui pertanyaan, diskusi dan dialog
menggunakan metode pencatatan untuk meyakinkan (menegaskan) tercapainya
tujuan
2. Tes kemampuan untuk membandingkan sejauh mana tujuan
telah tercapai
3. Mempersiapkan soal-soal untuk didiskusikan sebagai
penegasan batas pemahamannya dan komitmennya
4. Mengumpulkan informasi yang menjelaskan komitmennya
pada tazkiyatun nafs.
5. Mengawasi komitmennya pada setiap aktivitas lainnya
6. Mengawasi ucapan dan perilaku ketika ia bersentuhan
dengan masyarakat
7. Memberikan sikap dengan informasi yang ada yang
berhubungan dengan akhlaqnya

VII . TUJUAN TARBIYAH DZATIYYAH


1. Menjelaskan makna khusyu dalam shalat
2. Menunjukkan dalil kewajiban khusyu dalam shalat
3. Menjelaskan sebab-sebab yang dapat merusak khusyu dalam shalat
4. Menjelaskan buah dari khusyu dalam shalat

VIII. MARAJI’ TARBIYAH DZATIYAH


1. Akhlaq muslim Muhammad al-ghazali
2. Nuzhatl Muttaqin Syarh Riyadussolihin Mustafa al-Banna
3. As-suluk Al-Ijtima’i Hasan Ayyub
4. Ihyaa ulumuddin abu hamid alghazali

IX. MUHTAWA

2
Khusyu’ dalam Shalat
a. Rasmul Bayan

‫اخْلُ ُش ْوعُ ِم ْرآةُ الْ َعْب ِد‬


‫الصالَِة‬
َّ ‫ِج‬ َ ‫َخار‬
ِ ُ‫صيبة‬
‫املؤم ِن‬ ِ
َْ ‫َع َد ُم اخْلُ ُش ْو ِع ُم‬ ‫الصالَِة‬
َّ ‫أمَهِّيَةُ اخْلُ ُش ْو ِع ىِف‬
‫املؤ ِمن‬ ِ ‫اخلشوع قِ َّمةُ جم‬
ْ ‫اه َدة‬ ََ ُ ُْ ُ
‫آن َع ِن اخْلُ ُش ْو ِع‬ ِ ‫آيات الْ ُقر‬
ْ ُ َ ُ‫اخلُ ُش ْوع‬
‫ث َع ِن اخْلُ ُش ْو ِع‬ ِ ‫الصالَِة‬
ُ ْ‫األحادي‬
َ َّ ‫ىف‬
‫مَنُْو َذ ٌج ِم ْن ُخ ُش ْو ِع الْعُلَ َم ِاء‬
ِ ‫الذ‬
‫ات‬ َّ ‫ْاع َد ُاد‬ ‫ذَ ُّم َتْر ِك اخْلُ ُش ْو ِع‬
ِ ‫الص‬
‫الة‬ َّ ‫َع َو ِام ُل اخْلُ ُش ْو ِع ىِف‬
‫ْاع َد ُاد اجْلَ َس ِد‬

b. Penjelasan Rasmul Bayan

Shalat adalah ibadah utama dalam Islam. Selain ikhlas, khusyu’ dalam shalat
menjadi syarat diterimanya ibadah shalat oleh Allah Ta’ala. Jadi, khusyu’ dalam
shalat sangat urgen dalam Islam. Di antara sisi urgensinya karena ia merupakan:
a. Khusyu’ dalam shalat adalah cermin seorang hamba di luar shalat.
b. Meninggalkan khusyu’ merupakan bencana bagi seorang hamba.
c. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang hamba.

Al-Qur’an dan hadits banyak berbicara tentang khusyu’ dalam shalat.


Bagaimana realisasi khusyu’ shalat, contoh praktek dan ucapan para salafus shalih
bisa kita jadikan sebagai parameter. Ada dua cara untuk khusyu’, yang pertama
kesiapan secara batin dan spiritual dan kesiapan fisik.

3
c. Narasi
Jika semua ibadah disampaikan pewajibannya kepada Nabi melalui malaikat
Jibril. Tidak demikian halnya dengan shalat, ibadah ini disampaikan secara langsung
oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami seorang hamba, Isra’ dan Mi’raj.
Shalat adalah ibadah paling utama dalam Islam. Bahkan ia adalah amal pertama yang
akan ditanyakan Allah ketika seseorang masuk ke dalam kuburnya. Begitu penting
shalat di antara amal ibadah ini maka seorang muslim diwajibkan mengerjakannya
lima kali sehari semalam, di tambah lagi dengan shalat-shalat sunnah. Jika pada
ibadah lain kewajibannya disyaratkan adanya istitha’ah (kemampuan) seperti haji dan
zakat. Pada ibadah puasa, kalau seseorang tidak mampu melaksanakannya karena
sakit atau uzur lainnya, ia boleh mengganti puasa di hari lain atau bahkan boleh
menggantinya dengan fidyah jika benar-benar tidak mampu melakukannya, seperti
jika seseorang sakit parah atau berusia lanjut. Maka dalam shalat uzur yang membuat
uzur fisik yang menjadikan seseorang boleh meninggalkannya sampai ia bertemu
dengan Allah.

 Urgensi Khusyu’ dalam Shalat

1. Khusyu’ dalam shalat adalah cermin kekhusyu’an seseorang di luar shalat.


Khusyu’ dalam shalat adalah sebuah ketundukan hati dalam dzikir dan
konsentrasi hati untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar shalat.
Olerh karena itulah Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’
dalam shalatnya.
ِ ‫قَ ْد أَْفلَح الْم ْؤ ِمنُو َن الَّ ِذين هم يِف صاَل هِتِم خ‬
‫اشعُو َن‬ َ ْ َ ُْ َ ُ َ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam
shalatnya selalu khusyu’” (Al-Mu’minun:1-3).
Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga
jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah berfirman,

‫َوأَقِ ِم الصَّاَل ةَ إِ َّن الصَّاَل ةَ َتْن َهى َع ِن الْ َف ْح َش ِاء َوالْ ُمْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر اللَّ ِه أَ ْكَب ُر َواللَّهُ َي ْعلَ ُم‬
‫صَنعُو َن‬
ْ َ‫َما ت‬
“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan
munkar” (Al-Ankabut:45).

Sebaliknya, orang yang melaksanakan shalat sekedar untuk menanggalkan kewajiban


dari dirinya dan tidak memperhatikan kualitas shalatnya, apalagi waktunya, maka
Allah dan Rasul-Nya mengecam pelaksanaan shalat yang semacam itu. Allah
berfirman,
‫اهو َن‬ ِ‫َفويل لِْلمصلِّني الَّ ِذين هم عن هِت‬
ُ ‫صاَل ْم َس‬
َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ُ ٌَْ
“Maka celakalah orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya”
(Al-Maun: 4-5)

4
Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya orang-orang munafik. Seperti
yang Allah firmankan,

‫ني خُيَ ِادعُو َن اللَّهَ َو ُه َو َخ ِادعُ ُه ْم َوإِ َذا قَ ُاموا إِىَل الصَّاَل ِة قَ ُاموا ُك َساىَل‬ ِِ
َ ‫إِ َّن الْ ُمنَافق‬
‫َّاس َواَل يَ ْذ ُك ُرو َن اللَّهَ إِاَّل قَلِياًل‬
َ ‫يَُراءُو َن الن‬
“Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas)
menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-
malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak
mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142).

Rasulullah saw. bersabda :


ِ ِِ
ِ َ‫ت ب َقر الشَّيط‬
‫ان قَ َام‬ ْ ْ‫س َحىَّت إِ َذا َكانَ ْ َنْي َ ْ يَن‬
َ ‫َّم‬
ْ ‫ب الش‬ ُ ُ‫س َيْرق‬ ُ ‫صاَل ةُ الْ ُمنَافق جَيْل‬ َ ‫ك‬ َ ‫تِْل‬
‫َفَن َقَر َها أ َْر َب ًعا اَل يَ ْذ ُك ُر اللَّهَ فِ َيها إِاَّل قَلِياًل‬
“Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika
berada di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian mematok empat kali, ia
tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam
Bukhari).

2. Hilangnya kekhusyu’an adalah bencana bagi seorang mukmin.


Hilangnya kekhusyu’an dalam shalat adalah musibah (bencana) besar bagi
seorang mukmin. Ini bisa memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan agamanya,
karena shalat adalah tiang penyangga tegaknya agama. Maka Rasulullah saw.
berlindung kepada Allah, “Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak
menangis, dan do’a yang tidak diijabahi”

3. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang mukmin


Khusyu’ adalah puncak mujahadah dalam beribadah, hanya dimiliki oleh
mukmin yang selalu bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah. Khusyu’
bersumber dari dalam hati yang memiliki iman kuat dan sehat. Maka khusyu’ tidak
dapat dibuat-buat atau direkayasa oleh orang yang imannya lemah. Pernah ada
seorang laki-laki berpura-pura shalat dengan khusyu’ di hadapan umar bin Khatthab
ra. dan ia menegurnya, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak
berada di leher namun berada di hati.”

 Ayat-ayat tentang khusyu’ dalam shalat:

ِ َّ ِِ ِ ِ َّ ‫الصب ِر و‬ ِ ِْ ‫و‬
‫ين يَظُنُّو َن أ ََّن ُهم‬ َ ‫الصالَة َوإَِّن َها لَ َكب َيرةٌ إِالَّ َعلَى الْ َخاشع‬
َ ‫﴾ الذ‬٤٥﴿ ‫ين‬ َ ْ َّ ‫استَعينُواْ ب‬ َ
﴾٤٦﴿ ‫اجعُو َن‬ ِ ‫ُّمالَقُوا ربِّ ِهم وأ ََّن ُهم إِلَْي ِه ر‬
َ ْ َْ َ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Yaitu) orang-orang yang

5
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).

ِ ‫﴾ الَّ ِذين هم يِف صاَل هِتِم خ‬١﴿ ‫قَ ْد أَْفلَح الْم ْؤ ِمنُو َن‬
﴾٢﴿ ‫اشعُو َن‬ َ ْ َ ُْ َ ُ َ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang
khusyu' dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2).

﴾٢٣٨﴿ ‫ني‬ِِ ِ ِ ُ‫والصالَِة الْوسطَى وق‬ ِ َّ ‫حافِظُواْ علَى‬


َ ‫ومواْ للّه قَانت‬
ُ َ ْ ُ َّ ‫الصلَ َوات‬ َ َ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” (Al-Baqarah: 238).
Al-Mujahid berkata, “Di antara bentuk qunut adalah tunduk, khusyu’, menundukkan
pandangan, dan merendah karena takut kepada Allah.

﴾٨﴿ ‫ب‬ َ ِّ‫﴾ َوإِىَل َرب‬٧﴿ ‫ب‬


ْ ‫ك فَ ْار َغ‬ ْ ‫انص‬ َ ‫فَِإ َذا َفَر ْغ‬
َ َ‫ت ف‬
“Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap.” (Al-Insyirah: 7-8)

Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan dunia segeralah malakukan shalat,
jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada Allah.”

 Hadits-hadits dan atsar anjuran tentang shalat khusyu’

‫ك‬َ ِ‫ص الَت‬ َ ‫ت ىِف‬


ِ
َ ‫ص لَّى اهلل َعلَْي ه َو َس لَّ َم " أُْذ ُك ِر الْ َم ْو‬
ِ
َ ‫ قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬:‫ال‬ َ َ‫َنس َر ِض َي اهللُ َعْن هُ ق‬ ٍ ‫َع ْن أ‬
ِ ٌّ ‫ص الَتِِه حَلَ ِر‬
ُ‫ص الََة َر ُج ٍل الَ يَظُ ُّن أَنَّه‬َ ‫ص لَّى‬ َ ‫ص الَتَهُ َو‬ َ ‫ي أَ ْن حُيْس َن‬ َ ‫ت ىِف‬ َ ‫الر ُج َل إِ َذا ذَ َك َر الْ َم ْو‬
َّ ‫فَِإ َّن‬
" ُ‫اك َو ُك ُّل أ َْم ٍر يُ ْعتَ َذ ُر ِمْنه‬
َ َّ‫صالًَة َغْيَر َها َوإِي‬ َ ‫صلِّى‬َ ُ‫ي‬
‫رواه الديلمي ىف مسند الفردوس وحسنه احلافظ ابن حجر و تابعه األلباين‬/
Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah akan kematian dalam shalatmu
karena jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya tentu lebih mungkin bisa
memperbagus shalatnya dan shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira
bahwa bisa shalat selain shalat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu meminta
ampunan darinya.” (Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz Ibnu Hajar
menilainya hasan lalu diikuti Albani.

‫ال ِعظْيِن َوأ َْو ِج ْز‬


َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َف َق‬
َ ِّ ‫ َج اءَ َر ُج ٌل إِىَل النَّيِب‬:‫ي قَ َال‬
ِّ ‫ص ا ِر‬ َ ُّ‫َع ْن أَيِب أَي‬
َ ْ‫وب اأْل َن‬
ِ ِ ٍ ِ َّ َ ِ‫ص اَل ت‬
‫اس‬ ِ
َ َ‫ص اَل َة ُم َو ِّد ٍع َواَل تَ َكل ْم بكَاَل م َت ْعتَ ذ ُر مْن هُ َغ ًدا َوامْج َ ْع اإْل ي‬َ ‫ص ِّل‬َ َ‫ك ف‬ َ ‫ت يِف‬ َ ‫ال إِ َذا قُ ْم‬
َ ‫َف َق‬
‫رواه أمحد وحسنه األلباين‬/ . ‫َّاس‬ ِ ‫مِم َّا يِف يَ َد ْي الن‬

6
Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
“Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan
shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang
membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di
angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).

‫ص ْد ِر ِه أَ ِز ٌيز َك أَ ِزي ِز‬ ِ ِ َ ‫ال رأَيت رس‬ ِِ ٍ


َ ‫صلِّي َويِف‬
َ ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ي‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ُ ْ َ َ َ‫َع ْن ُمطَِّرف َع ْن أَبيه ق‬
‫رواه أبو داود و الرتمذي‬/ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ َّ
َ ‫الر َحى م ْن الْبُ َكاء‬
Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat Rasulullah saw shalat dan di dadanya
ada suara gemuruh bagai gemuruhnya penggilingan akibat tangisan.” (Diriwayatkan Abu
Dawud dan Tirmidzi).

ِ ِ ‫عن ع ْقب ةَ بن ع ِام ٍر ر ِض ي اهلل عْن ه ع ِن النَّيِب قَ َال‬


ُ ‫"ما م ْن ُم ْس ل ٍم َيَت َوضَّأ َفيُ ْس بِ ُغ الْ ُو‬
‫ض ْوءَ مُثَّ َي ُق ْو ُم‬ َ ِّ َ ُ َ ُ َ َ َ َْ َ ُ ْ َ
‫رواه احلاكم وصححه األلباين‬/ .ُ‫صالَتِِه َفَي ْعلَ ُم َما َي ُق ْو ُل إِالَّ ا ْنَت َف َل َو ُه َو َكَي ْوِم َولَ َدتْهُ أ ُُّمه‬
َ ‫ىِف‬
Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda, “Tidaklah seorang muslim
berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan shalat dan mengetahuai apa
yang dibacanya (dalam shalat) kecuali ia terbebas (dari dosa) seperti di hari ia dilahirkan
ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani).

 Khusyu’nya para Salafus Shalih

Abu Bakar
Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin Zubair ketika shalat, seolah-
olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar juga demikian.

Umar bin Khathab


Juga diriwayatkan ketika Umar melewati satu ayat (dalam shalat). Ia seolah tercekik oleh
ayat itu dan diam di rumah hingga beberapa hari. Orang-orang menjenguknya karenanya
mengiranya sedang sakit.

Utsman bin Affan


Muhammad bin Sirin meriwayatkan, istri Utsman berkata bahwa ketika Utsman
terbunuh, malam itu ia menghidupkan seluruh malamnya dengan Al-Qur’an.

Ali bin Abi Thalib


Dan adalah Ali bin Abi Thalib, ketika waktu shalat tiba ia begitu terguncang dan
wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa dengan dirimu wahai Amirul Mukminin?”
ia menjawab, “Karena waktu amanah telah datang. Amanah yang disampaikan kepada
langit, bumi, dan gunung, lalu mereka sanggup memikulnya dan aku sanggup.”

Zainal Abidin bin Ali bin Husain

7
Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah
dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu
ia menjawab, “Tahukan anda di hadapan siapa anda berdiri?”

Hatim Al-Asham
Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi nasihat kepada orang lain. Orang itu
berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat
dengan baik?”
“Ya.”
“Bagaimana kamu shalat?”
“Aku berdiri karena perintah Allah.
Aku berjalan dengan tenang.
Aku masuk masjid dengan penuh wibawa.
Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah.
Aku membaca ayat dengan tartil.
Aku duduk tasyahud dengan sempurna.
Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan shalatku kepada Rabbku.
Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang hidupku.
Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri.
Aku takut kiranya shalatku tidak diterima.
Aku berharap kiranya shalatku diterima.
Jadi, aku berada di antara harap dan takut.
Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku dan mengajarkan kepada orang
yang bertanya.
Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku.
Muhammad bin Yusuf berkata,
“Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.”

 Kecaman Bagi yang Meninggalkan Kekhusyukan

Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat, sementara orang yang lalai
dan tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat orang-orang munafik.
Allah berfirman,

َّ ‫ني خُيَ ِادعُو َن اللّهَ َو ُه َو َخ ِادعُ ُه ْم َوإِ َذا قَ ُامواْ إِىَل‬


‫الصالَِة قَ ُامواْ ُك َساىَل‬ ِِ
َ‫َّاس َوال‬
َ ‫يَُر ُآؤو َن الن‬ َ ‫إِ َّن الْ ُمنَافق‬
‫ض لِ ِل‬
ْ ُ‫َه ُـؤالء َو َمن ي‬ ‫ك الَ إِىَل َه ُـؤالء َوالَ إِىَل‬ ِ
َ ‫ني َبنْي َ َذل‬
ِ
َ ِ‫﴾ ُّم َذبْ َذب‬١٤٢﴿ ً‫يَ ْذ ُك ُرو َن اللّ هَ إِالَّ قَليال‬
﴾١٤٣﴿ ً‫اللّهُ َفلَن جَتِ َد لَهُ َسبِيال‬

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah yang (membalas)
menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka melaksanakannya dengan malas dan
ingin dilihat manusia serta tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka
dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada
golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang

8
kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk)
baginya.” (An-Nisa’ : 142-143).

Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang sangat mulia, shalat. Ini
disebabkan pada diri mereka tidak ada niat, rasa takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat
lahiriyah mereka adalah malas dan sifat batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang
lain. Seperti firman Allah yang lain,

َّ ‫َو َم ا َمَن َع ُه ْم أَن ُت ْقبَ َل ِمْن ُه ْم َن َف َق ا ُت ُه ْم إِالَّ أَن َُّه ْم َك َف ُرواْ بِاللّ ِه َوبَِر ُس ولِِه َوالَ يَ أْتُو َن‬
‫الص الََة إِالَّ َو ُه ْم‬
﴾٥٤﴿ ‫ُك َساىَل َوالَ يُ ِنف ُقو َن إِالَّ َو ُه ْم َكا ِر ُهو َن‬
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54).

Dalam kondisi apapun mereka tidak melakukan shalat selain bermalas-malasan.


Karena tidak ada pahala yang mereka harapkan dan tidak ada yang mereka takutkan.
Maka dengan shalat itu mereka hanya ingin menampakkan sebagai orang Islam dan demi
kepentingan dunia semata.

Rasulullah pernah mengingatkan orang yang nampak tidak khusyu’ dalam


shalatnya bahkan menyusuh orang itu untuk mengulanginya. Abu Hurairah meriwatkan,

ِ ِ
ِّ ‫ص لَّى مُثَّ َج اءَ فَ َس لَّ َم َعلَى النَّيِب‬
َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َد َخ َل الْ َم ْس ج َد فَ َد َخ َل َر ُج ٌل ف‬ َّ ‫أ‬
َ َّ ‫َن النَّيِب‬
ِ َ ‫الس اَل م َف َق‬ ِ ِ ِ
ْ‫َّك مَل‬ َ ‫ص ِّل فَِإن‬َ َ‫ال ْارج ْع ف‬ َ َّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َعلَْي ه‬ َ ُّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َف َر َّد النَّيِب‬ َ
ِ َ ‫تُص ل فَص لَّى مُثَّ ج اء فَس لَّم علَى النَّيِب ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم َف َق‬
‫ص ِّل‬ َ ُ‫َّك مَلْ ت‬َ ‫ص ِّل فَِإن‬ َ َ‫ال ْارج ْع ف‬ َ َ َ َْ ُ َ ِّ َ َ َ َ َ َ ِّ َ
ْ‫ت إِىَل الصَّاَل ِة فَ َكِّب ْر مُثَّ ا ْق َرأ‬ ِ ‫ك بِاحْل ِّق فَما أ‬ ِ َ ‫ثَاَل ثًا َف َق‬
َ ‫ُحس ُن َغْيَرهُ َف َعلِّ ْميِن قَ َال إِ َذا قُ ْم‬
ْ َ َ َ َ‫ال َوالَّذي َب َعث‬
‫اس ُج ْد َحىَّت‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫ما َتي َّسر مع‬
ْ َّ‫ك م ْن الْ ُق ْرآن مُثَّ ْار َك ْع َحىَّت تَطْ َمئ َّن َراك ًعا مُثَّ ْارفَ ْع َحىَّت َت ْعتَد َل قَائ ًما مُث‬ ََ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ك يِف‬ َ ‫اس ُج ْد َحىَّت تَطْ َمئِ َّن َس اج ًدا مُثَّ ا ْف َع ْل ذَل‬ ْ َّ‫تَطْ َمئ َّن َس اج ًدا مُثَّ ْارفَ ْع َحىَّت تَطْ َمئ َّن َجال ًس ا مُث‬
ِ
‫ك ُكلِّ َها‬َ ِ‫صاَل ت‬ َ
Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia
shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan
bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat.” Serta merta orang itu
pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau besabda, “Kembalilah
dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang
mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.”
Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah

9
bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang
dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang
dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah
sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.”

Abu Darda’ meriwatkan dari Nabi saw. yang bersabda,


ِ ‫أ ََّو ُل َشي ٍئ يرفَع ِمن ه ِذ ِه األ َُّم ِة اخْل ُشوع حىَّت الَ َترى فِيها خ‬
‫اش ًعا‬ َ َْ َ َ ُ ْ ُ َ ْ ُ ُْ ْ
“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak
menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih
oleh Albani).

Thalq bin Ali Al-Hanafi ra berkata, Rasulullah saw bersabda,


‫ص ْلبَهُ َبنْي َ ر ُك ْو ِع َها َو ُس ُج ْو ِد َها‬ ِ ٍ ‫الَ يْنظُر اهلل صالَة‬
ُ ‫َعْبد الَ يُ ْقي ُم فْي َها‬
َ َ ُ ُ َ
“Allah tidak akan melihat shalat seseorang hamba yang tidak tegak tulang sulbinya antara
tuku’ dan sujudnya.” (Diriwayatkan Thabrani dan dishahihkan Albani).

ِ ِ ‫َن رسو َل اهلل صلَّى اهلل‬ ِ ِ


ُ‫ِعلَْيه َو َسلَّ َم َرأى َر ُجالً الَ يُت ُّم ُر ُك ْو َعه‬ َ َ ْ ُ َ َّ ‫َع ْن أَيِب َعْبد اهلل األَ ْش َع ِري أ‬
ِ ِ ِِ ِ
‫ات َه َذا َعلَى‬ َ ‫ "لَ ْو َم‬: ‫صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ ُ‫َويْنق ُر ىِف ُس ُج ْوده َو ُه َو ي‬
َ ‫صلِّي َف َق‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم" َمثَ ُل الَّ ِذي الَ يُتِ ُّم ُر ُك ْو َعهُ َو َيْن ِق ُر‬ ٍ ِِ
َ ‫ات َعلَى َغرْيِ ملَّة حُمَ َّمد‬
ِ ِ ِِ
َ ‫َحاله َهذه َم‬
ِ ‫ يأ ُكل التَّمر َة أَ ِو التَّمرَت ِ الَ ي ْغنِي‬، ‫ىِف سجو ِد ِه مثل اجْل اِئع‬
"‫ان َعْنهُ َشْيئًا‬ َ ُ ‫ْ َ نْي‬ َْ ُ َ َ ُ َ ُْ ُ
Abu Abdullah Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat seseorang yang
tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya dalam shalatnya.
Rasulullah saw bersabda, “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti ini tentu ia mati di
luar agama Muhammad saw.” Lalu beliau bersabda lagi, “Perumpamaan orang yang tidak
menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya bagai orang lapar lalu ia
makan satu atau dua biji kurma namun tidak merasa kenyang sedikit pun.” (Diriwayatkan
Thabrani di Al-Kabir, Abu Ya’la, dan Khuzaimah. Albani menilainya hasan).

 Atsar tentang ancaman bagi mereka yang mengabaikan khusyu’ dalam


shalat.

Umar bin Khatthab


Umar bin Khatthab ra pernah melihat seseorang yang mengangguk-anggukkan kepalanya
dalam shalat lalu ia berkata, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak
berada di leher namun berada di hati.”

Ibnu Abbas
“Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain apa yang kamu mengerti
darinya.”
“Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamul-lail namun
hatinya lalai.”

10
Salman
“Shalat adalah takaran. Barangsiapa memenuhi takaran itu akan dipenuhi (pahalanya) dan
barangsiapa curang ia akan kehilangan (pahalanya). Kalian telah tahu apa yang Allah
katakan tentang orang-orang yang curang terhadap takaran.”
Hudzaifah
“Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu’an munafik.” Ada yang bertanya, “Apa yang
dimaksud dengan kekhusyu’an munafik itu?” Ia menjawab, “Yaitu orang yang kamu lihat
jasadnya khusyu’ namun hatinya tidak khusyu’.”

Said bin Musayyib


Ia melihat seseorang yang main-main dalam shalatnya lalu berkata, “Kalau hati orang ini
khusyu’ tentu raganya juga khusyu’.”

Ibul Qayyim
Lima tingkatan manusia dalam shalat:
1. Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam
hal wudhu’nya, waktu-waktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya.
2. Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun
lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap
bisikan-bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu.
3. Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun
lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan
dalam shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa
dalam shalat dan dalam jihad.
4. Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-rukunnya,
dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-
batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya
sedikitpun. Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana
mestinya, secara sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan
shalat dan penyembahann kepada Tuhannya.
5. Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah
meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya,
merasa diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah
ia melihat da menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi
kecil dan tidak berarti da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya
dalam shalatnya. Hijab yang lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi.
Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama Tuhannya yang telah menjadi penyejuk
matanya.

Tingkatan pertama Mu’aqab (disiksa karena kelalaiannya), yang kedua Muhasab


(dihisab), yang ketiga Mukaffar ‘Anhu (dihaspus kesalahannya), yang ketiga Mutsab
(mendapatkan pahala), dan yang kelima Muqarrab min Rabbihi (yang didekatkan kepada
Tuhannya) karena ia mendapatkan bagian dalam hal dijadikannya shalat sebagai
penyejuk mata. Barangsiapa yang dijadikan kesenangannya pada shalatnya di dunia ia
akan didekatkan kepada Tuhannya di akhirat dan di dunia ia diberi kesenangan. Lalu

11
barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah dijadikan semua orang senang
kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan mendapatkan
kegelisahan di dunia.

 Contoh Kekhusyu’an Salafus Shalih

Mujahid berkata, “Jika Ibnu Zubair shalat, ia seperti kayu.” Tsabit Al-Banani juga
berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Zubair sedang shalat di belakang Maqam, ia seperti
kayu yang disandarkan, tidak bergerak sama sekali.”

Ma’mar, muazzinnya Salman At-Tamimi berkata, “Salman shalat Isya’ di sampingku lalu
aku mendengarnya membaca Tabaraka al-ladzi bi yadihi al-Mulku, ketika sampai pada
ayat ini, fa lamma raawhu zulfatan siiat wajuhul ladzina kafaru... Ia mengulang-ulang
ayat tersebut samapai orang-orang yang berada di masjid ketakutan dan mereka pun
bubar. Aku juga keluar meninggalkannya.”

 Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat

A. Mempersiapkan kondisi batin


1. Menghadirkan hati dalam shalat sejak mulai hingga akhir shalat.
2. Berusaha tafahhum (memahami) dan tadabbur (menghayati) ayat dan do’a yang
dibacanya sehingga timbul respon positif secara langsung.
a. Ayat yang mengandung perintah: bertekad untuk melaksanakan.
b. Ayat yang mengandung larangan: bertekad untuk menjauhi.
c. Ayat yang mengandung ancaman: muncul rasa tajut dan berlindung kepada
Allah.
d. Ayat yang mengandung kabar gembira: muncul harapan dan memohon
kepada Allah.
e. Ayat yang mengandung pertanyaan: memberi jawaban yang tepat.
f. Ayat yang mengandung nasihat: mengambil pelajaran.
g. Ayat yang menjelaskan nikmat: bersyukur dan bertahmid
h. Ayat yang menjelaskan peristiwa bersejarah: mengambil ibrah dan
pelajarannya.
3. Selalu mengingat Allah dan betapa sedikitnya kadar syukur kita.
4. Merasakan haibah (keagungan) Allah ketika berada di hadapan-Nya, terutama saat
sujud. Rasulullah bersabda,

َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬


ُ ‫ال أَْقَر‬
‫ب َما يَ ُكو ُن الْ َعْب ُد‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْيَر َة أ‬
ِ ِ ِ ِ
َ ‫م ْن َربِّه َو ُه َو َساج ٌد فَأَ ْكث ُروا الد‬
َ‫ُّعاء‬
Dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sedekat-dekat
seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah
doa.” (Riwayat Muslim)

12
5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari.
6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan sebenar-benar haya’.
Rasulullah bersabda,
ٍ‫احْلَيَاء اَل يَأْيِت إِاَّل خِب َرْي‬
ُ

“Rasa malu tidak akan mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih).

Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit
untuk meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-
nyiaan) hak orang lain dan hak Allah.”

B. Mempersiapkan kondisi lahiriyah:


1. Menjauhi yang haram dan maksiat lalu banyak bertaubah
kepada Allah.
2. Memperhatikan dan menunggu waktu-waktu shalat.
Rasulullah saw. bersabda,

ْ ‫صاَل ٍة َما َكا َن يِف الْ َم ْس ِج ِد َيْنتَ ِظ ُر الصَّاَل َة َما مَلْ حُيْ ِد‬
‫ث‬ َ ‫اَل َيَز ُال الْ َعْب ُد يِف‬
“Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam
masjid menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim).
3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
‫صاَل ٍة َما َد َام‬ ِ ِ
َ ‫ضوءَهُ مُثَّ َخَر َج َعام ًدا إِىَل الصَّاَل ة فَِإنَّهُ يِف‬ ُ ‫َح َس َن ُو‬ْ ‫ضأَ فَأ‬َّ ‫َم ْن َت َو‬
ِ
ْ ‫ب لَهُ بِِإ ْح َدى ُخطْ َوَتْيه َح َسنَةٌ َومُيْ َحى َعْنهُ بِاأْل‬ ِ ِ ِ ِ
‫ُخَرى‬ ُ َ‫َي ْعم ُد إىَل الصَّاَل ة َوإنَّهُ يُ ْكت‬
ِ ِ
ْ ‫َح ُد ُك ْم اإْلِ قَ َامةَ فَاَل يَ ْس َع فَِإ َّن أ َْعظَ َم ُك ْم أ‬
‫َجًرا أ َْب َع ُد ُك ْم َد ًارا قَالُوا‬ َ ‫َسيِّئَةٌ فَإ َذا مَس َع أ‬
‫َج ِل َك ْثَر ِة اخْلُطَا‬ ِ َ َ‫مِل يا أَبا هرير َة ق‬
ْ ‫ال م ْن أ‬ َْ َ ُ َ َ َ
“Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar untuk tujuan shalat. Maka
orang itu berada dalam shalat selama ia bertujuan menuju shalat. Setiap satu
langkahnya ditulis kebaikan dan langkah lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat
Imam Malik).
4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya.
َ َ‫الس ِكينَ ِة وََال َتْأُتوَْها َوأنُْتْم تَ ْس َع ْو َن فََما أدَْركُْتْم ف‬
‫صُّلْوا‬ َّ ِ‫الَة فََعَلْيُكمْ ب‬
َ َّ‫ِإَذا َأَتْيُتُم الص‬
‫وََما َفَاتُكمْ َفَأِتمُّْوا‬
“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang janganlah kalian berangkat
shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya shalatlah dan jika ketinggalan maka
sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

13
5. Menempatkan diri pada shaf depan.
6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan.
7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya.

---oo0oo---

14

Anda mungkin juga menyukai