I. TUJUAN UMUM
1. Melakukan proses pensucian jiwa, peningkatan akhlaq dan prilaku dan memiliki
kebiasaan yang Islami pada individu dan masyarakaatnya.
2. Mampu mengontrol diri dengan kebebasan yang dimiliki dan menjauhkan diri
dari sikap berlebihan serta tidak mengumbar hawa nafsu hanya karena dirinya.
3. Meningkatkan kemampuan menerapkan hukum Islam dan arahannya pada diri
seorang muslim
4. Mendidik pribadi muslim agar memiliki rasa tangggung jawab yang besar serta
kasih sayang kepada manusia, memperhatikan secara adil konsep berinteraksi
dengan manusia, menghormati harta secara umum dan khusus pola hidup
ekonomis dan mengembangkan harta serta menjaganya.
5. Mendidik pribadi muslim dalam melawan tradisi asing yang kering dari semangat
Islam pada diri, keluarga dan masyarakat.
3. Kegiatan Penutup:
a. Tugas mandiri (kegiatan pendukung)
b. Evaluasi
V. PILIHAN KEGIATAN
1
1. Mengumpulkan ayat-ayat tentang pentingnya mengkaji materi khusyu dalam
shalat
2. Mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan hal di atas
3. Menulis makalah tentang pentingnya mengkaji khusyu dalam shalat
4. Mengumpulkan perkataan-perkataan orang muslim dan lainnya yang obyektif
tentang pentingnya mengkaji khusyu dalam shalat
5. Menonton Film yang berhubungan dengan tema
IX. MUHTAWA
2
Khusyu’ dalam Shalat
a. Rasmul Bayan
Shalat adalah ibadah utama dalam Islam. Selain ikhlas, khusyu’ dalam shalat
menjadi syarat diterimanya ibadah shalat oleh Allah Ta’ala. Jadi, khusyu’ dalam
shalat sangat urgen dalam Islam. Di antara sisi urgensinya karena ia merupakan:
a. Khusyu’ dalam shalat adalah cermin seorang hamba di luar shalat.
b. Meninggalkan khusyu’ merupakan bencana bagi seorang hamba.
c. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang hamba.
3
c. Narasi
Jika semua ibadah disampaikan pewajibannya kepada Nabi melalui malaikat
Jibril. Tidak demikian halnya dengan shalat, ibadah ini disampaikan secara langsung
oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami seorang hamba, Isra’ dan Mi’raj.
Shalat adalah ibadah paling utama dalam Islam. Bahkan ia adalah amal pertama yang
akan ditanyakan Allah ketika seseorang masuk ke dalam kuburnya. Begitu penting
shalat di antara amal ibadah ini maka seorang muslim diwajibkan mengerjakannya
lima kali sehari semalam, di tambah lagi dengan shalat-shalat sunnah. Jika pada
ibadah lain kewajibannya disyaratkan adanya istitha’ah (kemampuan) seperti haji dan
zakat. Pada ibadah puasa, kalau seseorang tidak mampu melaksanakannya karena
sakit atau uzur lainnya, ia boleh mengganti puasa di hari lain atau bahkan boleh
menggantinya dengan fidyah jika benar-benar tidak mampu melakukannya, seperti
jika seseorang sakit parah atau berusia lanjut. Maka dalam shalat uzur yang membuat
uzur fisik yang menjadikan seseorang boleh meninggalkannya sampai ia bertemu
dengan Allah.
َوأَقِ ِم الصَّاَل ةَ إِ َّن الصَّاَل ةَ َتْن َهى َع ِن الْ َف ْح َش ِاء َوالْ ُمْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر اللَّ ِه أَ ْكَب ُر َواللَّهُ َي ْعلَ ُم
صَنعُو َن
ْ ََما ت
“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan
munkar” (Al-Ankabut:45).
4
Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya orang-orang munafik. Seperti
yang Allah firmankan,
ني خُيَ ِادعُو َن اللَّهَ َو ُه َو َخ ِادعُ ُه ْم َوإِ َذا قَ ُاموا إِىَل الصَّاَل ِة قَ ُاموا ُك َساىَل ِِ
َ إِ َّن الْ ُمنَافق
َّاس َواَل يَ ْذ ُك ُرو َن اللَّهَ إِاَّل قَلِياًل
َ يَُراءُو َن الن
“Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas)
menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-
malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak
mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142).
ِ َّ ِِ ِ ِ َّ الصب ِر و ِ ِْ و
ين يَظُنُّو َن أ ََّن ُهم َ الصالَة َوإَِّن َها لَ َكب َيرةٌ إِالَّ َعلَى الْ َخاشع
َ ﴾ الذ٤٥﴿ ين َ ْ َّ استَعينُواْ ب َ
﴾٤٦﴿ اجعُو َن ِ ُّمالَقُوا ربِّ ِهم وأ ََّن ُهم إِلَْي ِه ر
َ ْ َْ َ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Yaitu) orang-orang yang
5
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).
ِ ﴾ الَّ ِذين هم يِف صاَل هِتِم خ١﴿ قَ ْد أَْفلَح الْم ْؤ ِمنُو َن
﴾٢﴿ اشعُو َن َ ْ َ ُْ َ ُ َ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang
khusyu' dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2).
Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan dunia segeralah malakukan shalat,
jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada Allah.”
6
Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
“Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan
shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang
membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di
angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).
Abu Bakar
Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin Zubair ketika shalat, seolah-
olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar juga demikian.
7
Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah
dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu
ia menjawab, “Tahukan anda di hadapan siapa anda berdiri?”
Hatim Al-Asham
Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi nasihat kepada orang lain. Orang itu
berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat
dengan baik?”
“Ya.”
“Bagaimana kamu shalat?”
“Aku berdiri karena perintah Allah.
Aku berjalan dengan tenang.
Aku masuk masjid dengan penuh wibawa.
Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah.
Aku membaca ayat dengan tartil.
Aku duduk tasyahud dengan sempurna.
Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan shalatku kepada Rabbku.
Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang hidupku.
Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri.
Aku takut kiranya shalatku tidak diterima.
Aku berharap kiranya shalatku diterima.
Jadi, aku berada di antara harap dan takut.
Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku dan mengajarkan kepada orang
yang bertanya.
Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku.
Muhammad bin Yusuf berkata,
“Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.”
Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat, sementara orang yang lalai
dan tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat orang-orang munafik.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah yang (membalas)
menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka melaksanakannya dengan malas dan
ingin dilihat manusia serta tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka
dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada
golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang
8
kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk)
baginya.” (An-Nisa’ : 142-143).
Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang sangat mulia, shalat. Ini
disebabkan pada diri mereka tidak ada niat, rasa takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat
lahiriyah mereka adalah malas dan sifat batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang
lain. Seperti firman Allah yang lain,
َّ َو َم ا َمَن َع ُه ْم أَن ُت ْقبَ َل ِمْن ُه ْم َن َف َق ا ُت ُه ْم إِالَّ أَن َُّه ْم َك َف ُرواْ بِاللّ ِه َوبَِر ُس ولِِه َوالَ يَ أْتُو َن
الص الََة إِالَّ َو ُه ْم
﴾٥٤﴿ ُك َساىَل َوالَ يُ ِنف ُقو َن إِالَّ َو ُه ْم َكا ِر ُهو َن
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54).
ِ ِ
ِّ ص لَّى مُثَّ َج اءَ فَ َس لَّ َم َعلَى النَّيِب
َ َص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َد َخ َل الْ َم ْس ج َد فَ َد َخ َل َر ُج ٌل ف َّ أ
َ َّ َن النَّيِب
ِ َ الس اَل م َف َق ِ ِ ِ
َّْك مَل َ ص ِّل فَِإنَ َال ْارج ْع ف َ َّ ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َعلَْي ه َ ُّ ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َف َر َّد النَّيِب َ
ِ َ تُص ل فَص لَّى مُثَّ ج اء فَس لَّم علَى النَّيِب ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم َف َق
ص ِّل َ َُّك مَلْ تَ ص ِّل فَِإن َ َال ْارج ْع ف َ َ َ َْ ُ َ ِّ َ َ َ َ َ َ ِّ َ
ْت إِىَل الصَّاَل ِة فَ َكِّب ْر مُثَّ ا ْق َرأ ِ ك بِاحْل ِّق فَما أ ِ َ ثَاَل ثًا َف َق
َ ُحس ُن َغْيَرهُ َف َعلِّ ْميِن قَ َال إِ َذا قُ ْم
ْ َ َ َ َال َوالَّذي َب َعث
اس ُج ْد َحىَّت ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ما َتي َّسر مع
ْ َّك م ْن الْ ُق ْرآن مُثَّ ْار َك ْع َحىَّت تَطْ َمئ َّن َراك ًعا مُثَّ ْارفَ ْع َحىَّت َت ْعتَد َل قَائ ًما مُث ََ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
ك يِف َ اس ُج ْد َحىَّت تَطْ َمئِ َّن َس اج ًدا مُثَّ ا ْف َع ْل ذَل ْ َّتَطْ َمئ َّن َس اج ًدا مُثَّ ْارفَ ْع َحىَّت تَطْ َمئ َّن َجال ًس ا مُث
ِ
ك ُكلِّ َهاَ ِصاَل ت َ
Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia
shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan
bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat.” Serta merta orang itu
pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau besabda, “Kembalilah
dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang
mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.”
Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah
9
bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang
dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang
dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah
sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.”
Ibnu Abbas
“Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain apa yang kamu mengerti
darinya.”
“Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamul-lail namun
hatinya lalai.”
10
Salman
“Shalat adalah takaran. Barangsiapa memenuhi takaran itu akan dipenuhi (pahalanya) dan
barangsiapa curang ia akan kehilangan (pahalanya). Kalian telah tahu apa yang Allah
katakan tentang orang-orang yang curang terhadap takaran.”
Hudzaifah
“Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu’an munafik.” Ada yang bertanya, “Apa yang
dimaksud dengan kekhusyu’an munafik itu?” Ia menjawab, “Yaitu orang yang kamu lihat
jasadnya khusyu’ namun hatinya tidak khusyu’.”
Ibul Qayyim
Lima tingkatan manusia dalam shalat:
1. Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam
hal wudhu’nya, waktu-waktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya.
2. Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun
lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap
bisikan-bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu.
3. Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun
lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan
dalam shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa
dalam shalat dan dalam jihad.
4. Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-rukunnya,
dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-
batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya
sedikitpun. Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana
mestinya, secara sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan
shalat dan penyembahann kepada Tuhannya.
5. Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah
meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya,
merasa diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah
ia melihat da menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi
kecil dan tidak berarti da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya
dalam shalatnya. Hijab yang lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi.
Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama Tuhannya yang telah menjadi penyejuk
matanya.
11
barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah dijadikan semua orang senang
kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan mendapatkan
kegelisahan di dunia.
Mujahid berkata, “Jika Ibnu Zubair shalat, ia seperti kayu.” Tsabit Al-Banani juga
berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Zubair sedang shalat di belakang Maqam, ia seperti
kayu yang disandarkan, tidak bergerak sama sekali.”
Ma’mar, muazzinnya Salman At-Tamimi berkata, “Salman shalat Isya’ di sampingku lalu
aku mendengarnya membaca Tabaraka al-ladzi bi yadihi al-Mulku, ketika sampai pada
ayat ini, fa lamma raawhu zulfatan siiat wajuhul ladzina kafaru... Ia mengulang-ulang
ayat tersebut samapai orang-orang yang berada di masjid ketakutan dan mereka pun
bubar. Aku juga keluar meninggalkannya.”
12
5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari.
6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan sebenar-benar haya’.
Rasulullah bersabda,
ٍاحْلَيَاء اَل يَأْيِت إِاَّل خِب َرْي
ُ
Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit
untuk meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-
nyiaan) hak orang lain dan hak Allah.”
ْ صاَل ٍة َما َكا َن يِف الْ َم ْس ِج ِد َيْنتَ ِظ ُر الصَّاَل َة َما مَلْ حُيْ ِد
ث َ اَل َيَز ُال الْ َعْب ُد يِف
“Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam
masjid menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim).
3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
صاَل ٍة َما َد َام ِ ِ
َ ضوءَهُ مُثَّ َخَر َج َعام ًدا إِىَل الصَّاَل ة فَِإنَّهُ يِف ُ َح َس َن ُوْ ضأَ فَأَّ َم ْن َت َو
ِ
ْ ب لَهُ بِِإ ْح َدى ُخطْ َوَتْيه َح َسنَةٌ َومُيْ َحى َعْنهُ بِاأْل ِ ِ ِ ِ
ُخَرى ُ ََي ْعم ُد إىَل الصَّاَل ة َوإنَّهُ يُ ْكت
ِ ِ
ْ َح ُد ُك ْم اإْلِ قَ َامةَ فَاَل يَ ْس َع فَِإ َّن أ َْعظَ َم ُك ْم أ
َجًرا أ َْب َع ُد ُك ْم َد ًارا قَالُوا َ َسيِّئَةٌ فَإ َذا مَس َع أ
َج ِل َك ْثَر ِة اخْلُطَا ِ َ َمِل يا أَبا هرير َة ق
ْ ال م ْن أ َْ َ ُ َ َ َ
“Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar untuk tujuan shalat. Maka
orang itu berada dalam shalat selama ia bertujuan menuju shalat. Setiap satu
langkahnya ditulis kebaikan dan langkah lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat
Imam Malik).
4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya.
َ َالس ِكينَ ِة وََال َتْأُتوَْها َوأنُْتْم تَ ْس َع ْو َن فََما أدَْركُْتْم ف
صُّلْوا َّ ِالَة فََعَلْيُكمْ ب
َ َِّإَذا َأَتْيُتُم الص
وََما َفَاتُكمْ َفَأِتمُّْوا
“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang janganlah kalian berangkat
shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya shalatlah dan jika ketinggalan maka
sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
13
5. Menempatkan diri pada shaf depan.
6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan.
7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya.
---oo0oo---
14