Anda di halaman 1dari 5

Tafakur

Mochamad Bugi

Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu


fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang
Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas ini menurut
Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu
Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.

Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari
makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan
kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan
kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami
kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.

Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya
tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan,
ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai,
Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur.
Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan
Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan
mampu menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita
kepada kesesatan dan kebinasaan.

FADHAAILUT TAFAKKURI (KEUTAMAAN TAFAKUR)

Setidaknya ada empat keutamaan tafakur, yaitu:

1. Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berdzikir dalam


setiap situasi dan kondisi dengan menceritakannya secara khusus dalam Al-Qur’an di
surat Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil
Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini kita memahami bahwa kemampuan akal
tidak akan terwujud kecuali dengan perpaduan antara dzikir dan pikir pada diri
manusia. Apabila kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan
seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan pikir dalam
menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya
mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara dzikir dan pikir di awal
perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal,
mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”

2. Tafakur termasuk amal yang terbaik dan bisa mengungguli ibadah. Ada atsar
yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi, “Berpikir sesaat lebih utama daripada
ibadah setahun.” Kenapa begitu? Karena, berpikir bisa memberi manfaat-manfaat
yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu
Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid pernah ditanya tentang amalan yang
paling utama, ia menjawab, “Tafakur.” Dengan tafakur seseorang bisa memahami
sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan
tafakur, kita bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri
kita, mengetahui tipu daya setan, dan menyadari bujuk rayu duniawi.

1
3. Tafakur bisa mengantarkan kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab
bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaknyalah
ia memperbanyak tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenungi perumpamaan,
bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingat-ingat nikmat Allah, bertambahlah
kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.”
Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam,
dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berpikir.”
(lihat Mau’idhatul Mu’minin)

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan. Ibnul Qayyim berkata, “Berpikir akan


membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan yang
terjadi pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan
melahirkan amal perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal
ini bisa menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahwasanya
tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat sampai-sampai
dikatakan, ‘Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Tafakur bisa
mengubah dari kelalaian menuju kesadaran, dan dari hal-hal yang dibenci Allah
menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan
qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan
menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia
menuju kesembuhan ruhani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli,
dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman tentang Allah,
dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan
keimanan yang menentramkan.” (Miftah Daris Sa’adah: 226).

NATAAIJUT TAFAKKURI (BUAH TAFAKUR)

1. Kita akan mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di


langit dan bumi sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. [Ar-Ruum, 8]

2. Kita bisa membedakan mana yang bermanfaat sehingga bersemangat untuk


meraihnya, mana yang berbahaya hingga berusaha mengindarinya.

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (Al-Baqarah: 219)

3. Kita bisa memiliki keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan menghindari
diri dari sikap ikut-ikutan terhadap opini yang berkembang.

Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja,


yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri;

2
kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun
pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum
(menghadapi) azab yang keras. (Saba: 46)

4. Kita bisa memperhatikan hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan,


sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri
sendiri.

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan
diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka
tidaklah kamu berpikir? (Al-Baqarah: 44)

5. Kita bisa memahami bahwa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana
untuk membangun kebahagiaan akhirat.

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan
wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di
muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang
mendustakan Rasul), dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Yusuf: 109)

Dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup
duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih
kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60). [1130]
Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat kekayaan
keturunan dan sebagainya.

6. Kita bisa menghindari diri dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-
orang sebelum kita.

Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka
dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah
menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-
akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

7. Bisa menghindari diri dari siksa neraka karena bisa memahami dan
mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa,
terutama syirik.

Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan


itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
(Al-Mulk: 10)
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu
tidak memahami? (Al-Anbiyaa’ : 67)

DHAWABITHUT TAFAKKURI (BATASAN TAFAKUR)

Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa semua yang ada di alam semesta, selain
Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun
memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan

3
keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, karena
seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis
sebelum menuliskan sepersepuluhnya saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”
Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali
satu ikatan saja, yaitu tafakur mengenai Dzat Allah.

Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan,


menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat destruktif dan
menumbuhkembangkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Berhasil
tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:
1.     Kedalaman ilmu
2.     Konsentrasi pikiran
3.     Kondiri emosional dan rasional
4.     Faktor lingkungan
5.     Tingkat pengetahuan tentang objek tafakur
6.     Teladan dan pergaulan
7.     Esensi sesuatu
8.     Faktor kebiasaan

KENAPA KITA DILARANG TAFAKKUR MENGENAI DZAT ALLAH SWT.?

Setidaknya ada dua alasan, yaitu:

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi
Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal
dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika
Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahayaNya.

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Asy-syuuraa:
11)

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (Al-An’am: 103)

Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-
Nya terhalang oleh tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu bisa membayangkan
keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimunti oleh
sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap ghulluw
(berlebihan). Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali r.a.
Sebaliknya, memberlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini sikap taqshir.
Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah yang mengatakan Allah

4
memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk,
dan seterusnya. Semoga kita bisa terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai