Anda di halaman 1dari 17

Analisis Peran dan Pengaruh Pelayanan Gizi pada Anak

Wasting di Puskesmas dan Posyandu di Masa Pandemi


COVID-19

Pendahuluan

COVID-19 merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jenis baru


coronavirus yaitu Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus-2 (SARS-CoV-
2) yang menyebar dengan nama penyakitnya yaitu Coronavirus Disease 2019
(Covid-19) (WHO, 2020). Di Indonesia per tanggal 07 Juni 2020, COVID-19
telah menyebabkan setidaknya 1.851 kematian. Penyebaran virus yang begitu
cepat dengan penambahan korban yang pesat sehingga menjadi fokus semua
masyarakat dan pemerintah Indonesia. Presiden Republik Indonesia telah
menyatakan status Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2020 dan menetapkan
Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui Kepres no 11 tahun 2020 dan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19
(Peraturan Pemerintah, 2020). Terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia
dengan kebijakan PSBB akan menimbulkan dampak yang sangat signifikan bagi
masyarakat dan kondisi ekonomi negara karena sebagian besar masyarakat
Indonesia bekerja pada sektor informal.
Dengan demikian, kondisi tersebut dikhawatirkan akan sangat
berpengaruh terhadap penurunan akses pemenuhan pangan serta daya beli
masyarakat terhadap pangan bergizi, sehingga jika hal tersebut tidak diantisipasi
maka akan terjadi
kerawanan pangan dan menyebabkan masalah gizi terutama di wilayah-wilayah
yang teridentifikasi memiliki risiko tinggi terjadi masalah wasting (gizi kurang
dan gizi buruk) jika penetapan tanggap darurat COVID-19 ini berlangsung dalam
waktu yang cukup lama (prolonged emergency situation) (Kemenkes RI, 2020).
Pada tahun 2017, secara global kejadian wasting masih terus berlanjut dan
mengancam kehidupan 7,5 persen atau 50,5 juta anak-anak di bawah umur 5
tahun (Unicef, 2018), sedangkan di Indonesia pada tahun 2018, proporsi balita
gizi wasting yaitu 17,7% (Kementrian kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Pembatasan kegiatan sebagaimana yang dimaksud PP Nomor 21, pada ayat
(1) huruf c, dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar
penduduk, diantaranya adalah kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-
hari serta kebutuhan pelayanan kesehatanmasyarakatyang dilaksanakan di tingkat
Puskesmas yang didalamnya termasuk pelayanan gizi yang menjadi salah satu
Upaya Kesehatan Masyarakat esensial (UKM esensial) (Kemenkes RI, 2019; PP,
2020). Pada saat pandemik seperti ini Pemerintah Indonesia tetap melakukan
upaya untuk menurunkan angka kekurangan gizi (stunting dan wasting) melalui
pelayanan gizi sebagaimana yang tercantum dalam dalam RPJMN 2020-2024
(Kemenkes RI, 2019).
Kegiatan pelayanan gizi utama yang dilakukan pada anak wasting terdiri
dari edukasi dan konseling ibu hamil, pemantauan pertumbuhan balita,
suplementasi gizi balita (makanan tambahan balita gizi kurang), penanganan
balita gizi buruk dan pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Pelayanan gizi ini
bertujuan untuk mengurangi kejadian wasting pada anak balita dan meningkatkan
mutu gizi perseorangan dan masyarakat dengan prioritas pada kelompok rawan,
yaitu bayi dan balita, ibu hamil dan ibu menyusui pada situasi pandemi COVID-
19.
Tujuan dari artikel ilmiah ini adalah untuk menganalisis peran dan
pengaruh pelayanan gizi pada anak wasting di puskesmas dan posyandu di masa
pandemi COVID-19.
Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah literature
review. Yaitu sebuah pencarian literatur baik internasional maupun nasional yang
dilakukan dengan menggunakan database EBSCO, ScienceDirect, dan Google
Scholar. Pada tahap awal pencarian artikel dan jurnal, diperoleh 1 buku yang
ditunjukan untuk tenaga kesehatan yang berjudul Pedoman Pelayanan Gizi Pada
Masa Tanggap Darurat COVID-19 diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesiayang menjadi buku acuan penulis dalam literature review ini
terkait analisis peran dan pengaruh pelayanan gizi pada anak wasting di
puskesmas dan posyandu pada masa pandemi COVID-19. Metode pembuatan
sitasi dan daftar pustaka pada penulisan artikel ilmiah ini dengan menggunakan
aplikasi Mendeley yang dilakukan dengan cara mengelompokan dan memasukan
semua jurnal terkait kedalam aplikasi.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder.Data sekunder meliputi
program pelayanan gizi yang diperoleh dari studi literatur jurnal, makalah, buku
dan artikel yang berhubungan dengan topik. Data yang diperlukan kemudian di
kelompokkan berdasarkan topik yang sama dan kemudian semua data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan memaparkan
menganaslisis hasil peraturan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh
KementrianKesehatan dan data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk
narasi.

Pembahasan

Kerangka Unicef merupakan salah satu konsep strategi dalam


menanggulangi permasalahan gizi. Permasalahan gizi disebabkan oleh penyebab
langsung, penyebab tidak langsung dan akar masalah (Unicef, 1998) dan dalam
penanggulangan diperlukan kerjasama lintas sektor yang dilakukan melalui upaya
intervensi gizi sensitif dan spesifik. Intervensi sensitif merupakan kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan masyarakat umum sebagai sasarannya.
Intervensi spesifik ditujukan langsung pada kelompok sasaran tertentu seperti
balita, ibu hamil, remaja putri yang dilakukan melalui kegiatan posyandu.
Program yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan dalam penanganan balita
wasting pada masa pandemik COVID-19 dengan intervensi spesifik adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) Ibu Hamil
Pemberian TTD pada ibu hamil bertujuan untuk mencegah kejadian
anemia pada masa kehamilan karena nemia akan menurunkan daya tahan tubuh
sehingga rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk infeksi COVID-19. Selain
itu, anemia pada ibu hamil akan meningkatkan kejadian bayi berat lahir rendah,
sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya stunting.
Program yang dilakukan sesuai dengan Pedoman Penatalaksanaan
Pemberian Tablet Tambah Darah (Kemenkes, 2015) yaitu dengan memberikan
minimal 90 TTD selama kehamilan. Pada masa pandemik saat ini, bagi daerah
dengan penerapan PSBB program pemberian TTD tetap dilaksanakan saat
pemeriksaan kehamilan di Fasyankes sesuai jadwal kunjungan atau melalui
kunjungan rumah yang di prioritaskan bagi ibu hamil yang berisiko anemia dan
belum mendapatkan TTD. TTD dapat diperoleh melalui bidan desa atau tenaga
pengelola gizi melalui Fasyankes, saat kunjungan ke rumah atau keluarga ibu
hamil dapat membantu untuk memperoleh TTD pada bidan desa atau tenaga
gizi. Membentuk kelompok ibu hamil secara daring yang disertai dengan
konseling gizi, menyampaikan informasi kepada ibu hamil mengenai
pentingnya asupan gizi seimbang dan efek samping yang mungkin timbul
akibat mengkonsumsi TTD serta melakukan edukasi kepada masyarakat
melalui media daring, media cetak seperti poster maupun media eletronik
seperti radio.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati, kelemahan dari
program pemberian TTD yang dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya adalah
kurangnya upaya sosialisasi dan promosi TTD pada ibu hamil karena
keterbatasan dana yang dianggarkan sehingga sosialisasi yang dilakukan tidak
sepenuhnya menjangkau ibu hamil(Rahmiati, 2019), padahal sosialisasi yang
baik sangat berperan menentukan mau atau tidaknya ibu hamil mau
mengkonsumsi TTD (Priya et al., 2016).
Kelebihan program ini adalah mengurangi morbilitas penduduk sehingga
meminimalisasikan transmisi virus COVID-19. Program ini memanfaatkan
teknologi informasi secara maksimal dan meningkatkan peran petugas
kesehatan
dan kader.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Briawan et.al (2015)
yang menyebutkan bahwa pengetahuan petugas kesehatan yang baik (>90%)
yang dibuktikan pada saat kegiatan anenatal care petugas kesehatan
menganjurkan untuk mengkonsumsi TTD 1 kali per hari, dan tidak dikonsumsi
bersamaan dengan air teh yang dapat menurunkan efektivitas penyerapan zat
besi dalam TTD akan sangat berperan terhadap keberhasilan program ini
(Briawan et al., 2015).
Dampak dari program pemberian TTD ini menurut penelitian yang
dilakukan oleh Rizki (2017) di puskesmas Air Dingin, Kota Padang,
menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara suplementasi TTD dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil trisemester
III (Rizki et al., 2018).
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Bumil Kurang Energi
Kronis (KEK)
Tujuan dari program ini adalah untuk mencegah peningkatan kejadian KEK
pada ibu hamil karena KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada kehamilan yang akan meningkatkan risiko anak stunting. PMT
yang diberikan guna untuk memenuhi kecukupan gizi ibu hamil, baik melalui
PMT berbasis pangan lokal, maupun MT produksi pabrik (biskuit) dengan
kandungan 11 vitamin dan 7 mineral.
Pada situasi pandemik seperti ini, pemberian MT tetap dilakukan saat
pemeriksaan kehamilan di Fasyankes sesuai jadwal oleh bidan desa atau tenaga
gizi dan pemberian MT saat kunjungan kerumah yang di prioritaskan bagi ibu
hamil KEK. Konseling dan edukasi gizi mengenai pentingnya konsumsi MT
untuk tumbuh kembang janin, makanan gizi seimbang dengan porsi yang lebih
banyak dari sebelum hamil, mitos tentang food tabu selama kehamilan dan
edukasi perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan secara daring untuk
memperbaiki pola makan ibu hamil.
Kelemahan dari program PMT ini belum memberikan hasil sesuai
harapan, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
perbaikan status gizi ibu hamil KEK diantaranya adalah pola makan, konsumsi
makanan, status ekonomi, status kesehatan dan faktor internal yang meliputi
pekerjaan dan
pengetahuan hal ini ditandai dengan sedikitnya jumlah ibu hamil KEK yang
mengalami perubahan status gizi menjadi normal.
Kelebihan dari program ini menurut hasil penelitian Chandradewi (2015)
yaitu PMT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan berat
badan ibu hamil KEK dan dampak dari program intervensi PMT pemulihan
selama 90 hari pada ibu hamil dengan KEK terbukti mampu meningkatkan
asupan energi total, berat badan ibu, dan status gizi ibu hamil dengan KEK
berdasarkan LILA (Chandradewi, 2015).
3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang
Balita gizi kurang merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat
penanganan untuk perbaikan status gizinya. Tujuan dari pemberian MT adalah
agar status gizi balita gizi kurang tidak semakin memburuk.Salah satu
penanganan masalah gizi kurang adalah dengan pemberian makanan tambahan
(MT) yangdapat berupa pangan lokal atau biskuit dengan kandungan 10
vitamin dan 7 mineral.
Pada masa pandemik seperti sekarang ini program pemberian MT tetap
dilaksanakan namun secara terbatas yaitu melalui kunjungan rumah atau saat
kunjungan ke Fasyankes (kesepakatan tenaga kesehatan dan ibu dengan balita
gizi kurang). MT diberikan saat kunjungan kerumah oleh tenaga kesehatan.
Sasaran utama pemberian MT ini adalah balita gizi kurang dan semua balita
untuk pencegahan risiko gizi kurang. Konseling atau edukasi gizi kepada ibu
yang dilakukan dengan pembuatan kelompok ibu balita gizi kurang secara
daring dengan memanfaatkan saluran komunikasi guna untuk mengedukasi
masyarakat.Mengingatkan ibu membuat catatan harian konsumsi MT untuk
dilaporkan ke kader/bidan atau tenaga gizi.
Kelemahan dari program ini adalah dengan membuat kelompok ibu balita
gizi buruk secara daring kurang efektif, karena tidak semua ibu melek akan
media sosial misalnya di daerah-daerah tertentu yang berada di
pedesaan.Kendala dari program ini menurut penelitian Aryani (2019) di
Puskesmas Welahan 1 adalah masih banyak balita sasaran tidak menyukai MT
tersebut dan anggota keluarga lain ikut mengonsumsi MT serta tidak
tersedianya tempat penyimpanan atau gudang sendiri sehingga menggunakan
tempat ruang konseling(Aryani, 2019). Keuntungan dari program ini
yaitumengurangi morbilitas masyarakat sehingga memperkecil kemungkinan
penyebaran virus corona, mempermudah tenaga gizi dalam pemantauan
konsumsi harian MT.
Dampak dari program ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Iskandar (2017), yang menyebutkan bahwa setelah pemberian MT diperoleh
bahwa sebanyak 6 dari 22 balita gizi kurang mengalami peningkatan status
gizimenjadi lebih baik dan penurunan jumlah kejadian balita status gizi buruk
dari 7 orang menjadi 3 orang (Iskandar, 2017).
4. Penanganan Gizi Buruk Balita
Gizi buruk pada balita memiliki dampak jangka pendek dan panjang yang
berupa gangguan tumbuh kembang, gangguan fungsi kognitif dan risiko
penyakit degeneratif hingga kematian. Tujuan dari program ini adalah untuk
memastikan gizi balita tetap optimal dan mencegah kejadian gizi buruk.
Program ini dilaksanakan sesuai dengan protokol Pedoman Pencegahan
dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes, 2019). Bagi daerah
dengan penerapan PSBB, program ini tetap dijalankan dengan pelayanan
diberikan secara terbatas yaitu melalui kunjungan rumah dan kunjungan ke
Fasyankes. Memastikan semua balita gizi buruk dengan komplikasi medis
tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu dirujuk ke fasilitas rawat inap
dan balita tanpa komplikasi medis (rawat jalan) tetap diperiksa di Puskesmas
atau Poskesdes atau Pustu setelah jadwal kunjungan satu kali dalam satu bulan
yang telah dijanjikan.
Dalam program ini, ibu balita gizi buruk akanmendapatkan F-100 atau
produk terapi gizi lain sesuai dengan pedoman dari bidan desa atau tenaga gizi
yang diberikan setiap hari dengan dosis sesuai berat badan anak.
Berkoordinasi dengan kader dalam memberikan konseling kepada ibu balita
gizi buruk untuk memastikan konsumsi F-100 atau produk terapi gizi lain
sudah digunakan sesuai pedoman dan dikonsumsi sesuai kebutuhan dan dosis
per harinya. Proses konseling gizi dilakukan melalui sambungan telepon, SMS
atau aplikasi chat satu minggu sekali kepada ibu balita gizi buruk atau
pengasuh dan membuat kelompok ibu balita dengan gizi buruk di grup media
sosial secara daring.
Program penapisan gizi buruk balita bagi daerah yang menerapkan PSSB
sangat diharapkan bagi keluarga yang memiliki balita untuk dapat memantau
kesehatan, tumbuh kembang dan status gizi balita di rumah masing-masing
mengacu pada buku KIA. Memberikan informasi dan tanda-tanda balita gizi
buruk melalui media. Tenaga kesehatan melakukan identifikasi anak gizi
buruk usia 6-59 bulan melalui kunjungan rumah jika masih menerapkan
pembatasan pelaksanaan Posyandu. Identifikasi balita berisiko masalah gizi
dilihat dari data Posyandu terakhir, yaitu balita yang berat badannya tidak naik
atau terlihat kurus dan BGM.
Hasil penelitian Murwati (2016) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
status gizi balita sebelum dan sesudah pemberian F-100 di wilayah Puskesmas
Sukoharjo dengan nilai p = 0,000.Penelitian yang dilakukan kepada 26 balita
berstatus gizi buruk dengan nilai rata-rata z-score -3,481 dengan nilai terendah
-4,7 dan tertinggi sebesar -3,1 dengan SD sebesar 0,5269. Status gizi balita
sesudah pemberian F-100 mengalami perubahan, dilihat dari nilai rata-rata z-
score sebesar -2,623 terendah -3,9 dan tertinggi sebesar -1,7 serta SD sebesar
0,5316 (Murwati & Devianti, 2016).
5. Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
Upaya deteksi dini masalah gizi pada balita dapat dilakukan dengan
kegiatan pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Kegiatan sebagai langkah
awal untuk mendeteksi balita yang mengalami gangguan pertumbuhan
sehingga dapat segera dirujuk ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan
penanganan sesegera mungkin.
Pada situasi pandemi COVID-19, pemantauan pertumbuhan balita tetap
dilaksanakan melalui berbagai upaya alternatif untuk memastikan tumbuh
kembang balita tetap dapat dipantau. Kegiatan ini tetap dilaksanakan dengan
mematuhi prinsip pencegahan infeksi dan physical distancing, yaitu :
1. Pembersihan dan memastikan area pelayanan Posyandu steril sebelum
dan sesudah pelayanan sesuai dengan prinsip pencegahan penularan
infeksi.
2. Mengatur jarak meja (minimal 1-2 meter) tidak berdekatan.
3. Tenaga kesehatan/kader membuat jadwal bergilir dengan waktu yang
jelas untuk ibu dan balita agar antrian tidak panjang karena maksimal
dalam satu Posyandu hanya terdiri dari 10 orang.
4. Menghimbau orang tua/pengasuh bayi dan balita membawa kain atau
sarung sendiri untuk penimbangan atau bayi ditimbang bersama orang
tua.
5. Kader membantu memastikan bahwa balita dan orang tua/pengasuh
dalam keadaan sehat.
6. Pengunjung yang masuk ke area pelayanan diatur sebaik mungkin agar
tidak banyak orang berkumpul dalam satu ruangan (maksimal 10 orang
di area pelayanan termasuk petugas).
7. Sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan
desinfektan yang tersedia di area Posyandu.
8. Penerapan prinsip safety injection yaitu sebelum pulang, anak yang
sudah diimunisasi (disuntik) diminta menunggu di sekitar (di luar) area
pelayanan sekitar 30 menit di tempat terbuka.

Kesimpulan

Kesimpulan dari artikel ilmiah ini adalah berdasarkan hasil analisis


program pelayanan kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia masih
banyak kelemahan yang menjadi kendala untuk mencapai keberhasilan program
tersebut dan banyak kelebihan serta dampak positif dari program tersebut
diantaranya adalah :

1. Program TTD

Kelebihan dari program TTD bagi ibu hamil adalah dapat mencegah
meningkatnya kejadian anemia pada ibu hamil.

2. Program PMT balita gizi kurang

Kelebihan program PMT yang memberikan dampak positif yaitu perubahan


status gizi balita menjadi lebih baik.
3. Program penanggulangan balita gizi buruk

Program penanggulangan balita gizi buruk dengan pemberian F-100


berdampak positif pada status gizi balita.

4. Program pemantauan pertumbuhan balita

Kelebihan dari program ini adalah di masa pandemik seperti ini program ini
tetap dilaksankan dengan menerapkan prinsip physical distancingsehingga
meminimalisasikan penyebaran virus COVID-19.

Saran

Melalui penulisan artikel ilmiah ini, diharapkan menjadi acuan bagi tenaga
kesehatan untuk lebih berkoordinasi dalam melaksanakan program dan dapat
menjadi masukan bagi pemerintah dalam menyusun pembuatan program
pelayanan kesehatan diantaranya adalah: 1) Program pemberian TTD, diharapkan
pemerintah terus meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dan sosialisasi
dalam penyuluhan TTD. 2) Program PMT balita gizi buruk, perlunya
menyediakan ruang penyimpanan khusus MT dan meningkatkan edukasi PMT. 3)
Penanggulangan balita gizi kurang, diharapkan pemerintah tetap dapat
meningkatkan program pemberian F-100. 4) Pemantauan pertumbuhan balita di
posyandu, diharapkan petugas pelayanan kesehatan tetap menerapkan protokol
kesehatan dan memperbanyak titik-titik saranan cuci tangan dan handsanitizer di
area pelayanan.
Daftar Pustaka

Aryani, N. A. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberian Makanan


Tambahan Pemulihan ( PMT-P ) Untuk Penderita Balita Gizi Buruk (Studi
Kasus di Puskesmas Welahan I Kabupaten Jepara ). Universitas Negeri
Semarang.

Briawan, D., Amalia, L., Madanijah, S., & Dain, N. C. (2015). Pengetahuan,
Praktik Tenaga Kesehatan dan Ibu Hamil Tentang Suplementasi Besi di
Wilayah Dengan Angka Kematian Ibu yang Tinggi. I, 67–80.

Chandradewi, A. (2015). Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan terhadap Berat


Badan Ibu Hamil KEK di Wilayah Kerja Puskesmas Labuan Lombok. Jurnal
Kesehatan Prima, 9(1), 1391–1402.

Iskandar. (2017). Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Modifikasi Terhadap


Status Gizi Balita (Effect of supplementary feeding modification on
nutritional status of toddler). 2(November), 120–125.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan


Dasar (RISKESDAS). Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical,
44(8), 1–200. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Mentri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. In Problem Set 2 (Vol. 23, Issue 3).

Murwati, M., & Devianti, T. (2016). Peningkatan Status Gizi Balita Dengan Gizi
Buruk Melalui Pemberian Formula 100. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan
Tradisional, 1(1), 1–8. https://doi.org/10.37341/jkkt.v1i1.51

Peraturan Pemerintah. (2020). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


21 Tahun 2O2O Tentang (Vol. 2019, Issue 022868).

Priya, Sh., Datta, S., Bahurupi, Y., Narayan, K., Nishanthini, N., & Ramya, M.
(2016). Factors influencing weekly iron folic acid supplementation
programme among school children: Where to focus our attention? Saudi
Journal for Health Sciences, 5(1), 28. https://doi.org/10.4103/2278-
0521.182863

Rahmiati, B. F. (2019). Strategi Perbaikan Program Tablet Tambah Darah Di


Kabupaten Tasikmalaya. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan UM.
Mataram, 4(2), 53. https://doi.org/10.31764/mj.v4i2.695

Rizki, F., Lipoeto, N. I., & Ali, H. (2018). Hubungan Suplementasi Tablet Fe
dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air
Dingin Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 502.
https://doi.org/10.25077/jka.v6.i3.p502-506.2017

Unicef. (1998). The State of the World ’S Children 1998. Oxford University Press.

Unicef. (2018). Levels and Trends in Child Malnutrition, UNICEF / WHO /


World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates. Midwifery, 12(3),
154–155. https://doi.org/10.1016/S0266-6138(96)90067-4

World Health Organization. (2020). WHO Director-General’s remaks at the


media briefing on 2019-nCoV on 11 February 2020. Cited Mei 13rd
2020.

https://www.researchgate.net/publication/274712464_ANALISIS_KEBIJAKAN_PENANGAN_
MASALAH_GIZI_DI_KALIMANTAN_TIMUR_BERDASARKAN_PENGALAMAN_BERB
AGAI_NEGARA
LAMPIRAN 1

Poster Program TTD ibu Hamil


LAMPIRAN 2

Leaflet Program Pelayanan Gizi


LAMPIRAN 3

Mempertahankan Pola Makan Sehat Selama Pandemi COVID-


19
LAMPIRAN 4
Hasil pengecekan plagiasi dengan turnitin

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai