Anda di halaman 1dari 93

ASUHAN KEPERAWATAN

RSUD KABUPATEN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
BRONKOPNEUMONIA

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada
parenkim paru ( Betz C, 2002 )
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada
parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi
Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan
pada jaringan paru terutama alveoli atau parenkim
yang sering menyerang pada anak - anak

Etiologi Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari


penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang
terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman
yang dapat menimbulkan pneumonia sedang
timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang
dapat menyebabkan timbulnya.
 Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan
pneumonia bakteri adalah steprokokus
pneumonia, streptococcus aureus dan
streptococcus pyogenis.
 Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang
paling umum ini disebabkan oleh virus influenza
yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus yang merupakan sebagai
penyebab utama pneumonia virus.
 Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti
histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung.
 Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami
imunosupresi seperti pada pasien yang
mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.

Patofisiologi Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan


alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan
stapilococcus aurens, H. Influenza dan streptococcus
pneumoniae bakteri.
Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada
multipel lobus. Terjadinya destruksi sel dengan
menanggalkan debris celluler ke dalam lumen yang
mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan
nafas.
Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik
misal pad AIDS, Cystic Fibrosis, aspirasi benda asing
dan congenital yang dapat meningkatkan risiko
pneumonia.

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Masuk alveoli

Eksudat dan serous masuk


alveoli melalui pembuluh Penumpukan cairan
darah dlm alveoli

Peningkatan suhu
tubuh
Gg pertukaran
SDM dan Lekosit PMN gas
Gg fungsi otak mengisi alveoli

Keringat berlebihan

kejang
Lekosit dan fibrin mengalami
Resti kekurangan konsolidasi dalam paru
vol. cairan

Resti
injury

PMN meningkat Konsolidasi jaringan paru

Sputum mengental Kompliance paru turun

Bersihan jalan
Gangguan pola nafas
nafas
Manifestasi Klinik  Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan
kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
 Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise
sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
 Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak

Pemeriksaan 1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya


Penunjang infeksi di paru dan status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui
status kardiopulmoner yang berhubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis:
digunakan untuk menetapkan adanya anemia,
infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti
mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk
mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap
pengobatan
6. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada
pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk
mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas
dan beratnya penyakit dan membantu
memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji
jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk
menetapkan agen penyebab seperti
virus

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian - Kaji status pernafasan
- Kaji tanda- tanda distress pernafasan
- Kaji adanya demam, tachicardia, malaise,
anoreksia, kegeisahan
-

Diagnosa 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


Keperawatan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan
meningkatnya sekresi dan akumulasi exudat
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan demam, menurunnya intake dan tachipnea
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif pemasangan infus
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit
berhubungan dengan bed rest total
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan
kejang

Rencana Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


dengan penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam jalan nafas menjadi
bersih
Kriteria:
- Suara nafas bersih tidak ada ronkhi
atau rales, wheezing
- Sekret di jalan nafas bersih
- Cuping hidung tidak ada
- Tidak ada sianosis

Intervensi:
- Kaji status pernafasan tiap 2 jam
meliputi respiratory rate, penggunaan
otot bantu nafas, warna kulit
- Lakukan suction jika terdapat sekret di
jalan nafas
- Posisikan kepala lebih tinggi
- Lakukan postural drainage
- Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk
melaakukan fisiotherapi dada
- Jaga humidifasi oksigen yang masuk
- Gunakan tehnik aseptik dalam
penghisapan lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
adanya penumpukan cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pertukaran gas dalam alveoli
adekuat.
Kriteria:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Keluarkan lendir jika ada dalam jalan
nafas
- Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter
per menit
- Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/
sianosis
- Awasi tingkat kesadaran klien

3. Risiko kekurangan volume cairan


berhubungan dengan demam, menurunnya intake
dan tachipnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume
cairan.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda dehidrasi
- Suhu tubuh normal 36,5-37 0C
- Kelopak mata tidak cekung
- Turgor kulit baik
- Akral hangat
Intervensi:
- Kaji adanya tanda dehidrasi
- Jaga kelancaran aliran infus
- Periksa adanya tromboplebitis
- Pantau tanda vital tiap 6 jam
- Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia
suhu diatas 38 C
- Pantau balance cairan
- Berikan nutrisi sesuai diit
- Awasi turgor kulit
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif pemasangan infus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi akibat
pemasangan infus.
Kriteria hasil:
- Aliran infus lancar
- Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan
infus
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tromboplebitis
Intervensi:
- Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat
pemasangan infus
- Jaga kelancaran aliran infus
- Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus
- Jaga tempat pemasangan infus tetap kering
- Tutup tempat pemasangan infus dengankasa
betadin
- Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam

5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit


berhubungan dengan bed rest total
Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas
kulit
Kriteria hasil:
- Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang
tertekan
- Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia,
kemerahan
Intervensi:
- Lakukan massage pada kulit tertekan
- Monitor adanya luka dekubitus
- Jaga kulit tetap kering
- Berikan kamfer spiritus pada punggung dan
daerah tertekan
- Jaga kebersihan dan kekencangan linen

6. Risiko tinggi terjadi cedera


berhubungandengan kejang
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam tidak terjadi injuri
akibat kejang
Kriteria hasil:
- Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi
kejang
- Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya
- Orang tua melapor jika terjadi kejang
- Tempat tidur terpasang pengaman
Intervensi:
- Pasang pengaman di sisi tempat tidur
- Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi
kejang
- Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien
- Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan
diazepam
- Berikan obat sesuai program
- Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali

Referensi
1. Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta: CV Sagung Seto;2001
2. Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak, Buku
Kuliah 3. Jakarta:
3. Infomedika;2000

4. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC;


1997
5. Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan
Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002
6. Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of
Pediatric Nursing. Philadelphia:

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
TASIKMALAYA 1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

DHF

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala
demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan syock, nyeri otot dan sendi dan
kematian (Cristianti,1995). Penyakit ini ditularkan lewat
nyamuk Aides aegepty yang menbawa virus dengue (antropad
bone virus) atau disebut arbo virus
Etiologi Virus Dengue serotipe 1,2,3,4 yang ditularkan melalui
vektor nyamuk Aedes Aegypti.

Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh,


pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena
viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar
getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan
berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi
cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah
ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan
dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum,
pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera
teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic
dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati
yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi
system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/
DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

Manifestasi Klinis KLASIFIKASI


WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat ( >120x/mnt ) tekanan nadi sempit (
 120 mmHg ), tekanan darah menurun, ( 120/80 
120/100  120/110  90/70  80/70  80/0  0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut
jantung  140x/mnt ) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

TANDA & GEJALA


Tanda dan gejala bervariasi menurut umur dan dari
penderita.
Pada bayi dan anak kecil (muda) penyakit ini
mungkin tidak terdiferensiasi atau ditandai oleh demam 1-
5 hari, radang faring, rhinitis dan batuk ringan. Pada
wabah sebagian besar yang terinfeksi adalah anak yang
lebih tua.
Sesudah masa inkubasi 1-7 hari, ada demam
yang dimulai mendadak, yang ringan cepat naik sampai
39,4-41,10C, biasanya disertai dengan nyeri frontal.
Kadang-kadang, nyeri punggung mendahului demam.
Ruam sementara, menyeluruh yang memucat pada
penekanan dapat dilihat selama 24-48 jam pertama
demam. Frekuensi nadi mungkin lambat relatif terhadap
tingkat demam. Dari demam hari 2-6, limfadenopati
menyeluruh, hiperanestesia kulit, penyimpangan rasa,
mual dan muntah dan anoreksia yang menonjol terjadi
Epistaksis, petekie dan lesi purpura tidak biasa
tetapi dapat terjadi pada setiap stadium. Darah yang
tertelan dari epistaksis dimuntahkan atau lewat melalui
rektum, mungkin secara salah diinterpretasi sebagai
perdarahan saluran cerna.
Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya
bendungan positif dan bentuk lain (petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis
atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai
tekanan nadi menurun, TD menurun disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,
jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis
disekitar mulut.

Pemeriksaan o Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai


Penunjang hematokrit > 20 %. Meningginya hematokrit sangat
berhubungan dengan beratnya renjatan.
Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan
darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit
secara berkala dapat menentukan sat yang tepat
penghentian pemberian cairan atau darah.
o Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit
sampai dibawah 100.000 mm3
o sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang
menandakan terjadinya hemolisis
o Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik
disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag
dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
o Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi
karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya
keringat, muntah dan intake yang kurang
o Hiperkalemi , asidosis metabolic
o Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma
menurun,
o Serum transaminasi meningkat.

Pengkajian a. IDENTITAS
DHF dapat terjadi pada siapa saja dari anak-anak sampai
orang dewasa dan pada semua jenis kelamin, kebanyakan
penyakit ini ditemukan pada anak perempuan daripada anak
laki-laki (Rampengan, 1997). Tempat atau daerah yang bisa
terjangkit adalah disemua tempat baik dikota ataupun didesa,
biasanya nyamuk pembawa vector banyak ditemukan pada
daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang
lembab.

b. RIWAYAT KEPERAWATAN
2. Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
terdapat petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi,
neyri epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sering menunjukan sakit kepala, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, panas, sakit saat menelan, lemah, nyeri
uluhati(epigastrium), mual, muntah, nafsu makan
menurun.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Ada kemungkinan anak yang telah terinfeksi penyakit
DHf bisa terulang terjangkit DHF lagi, tetapi penyakit ini
tak ada hubungan dengan penyakit yang perna
diderita dahulu.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit DHF dibawah oleh nyamuk jadi bila terdapat
anggota keluarga yang menderita penyakit ini dalam
satu rumah besar kemungkinan tertular karena
penyakit ini ditularkan lewat gigitan nyamuk.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat
tinggal nyamuk ini adalah lingkungan yang kurang
pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan
air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas
tempat penampungan air, botol dan ban bekas.
Tempat –tempat seperti ini biasanya banyak dibuat
sarang nyamuk Janis ini. Perlu ditanyakan pula apakah
didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena inipun
juga dapat terulang kapan-kapan.

7. Riwayat Tumbuh Kembang


C. Pengkajian Per Sistem
1. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan
dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris,
perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
2. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi
penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat trjadi DSS
3. Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III
dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat,
lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung
dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba
dan tekanan darah tak dapat diukur.
4. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa,
pembesaran hati, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri
saat menelan, dapat hematemesis, melena.
5. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat
kencing, kencing berwarna merah.
6. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering,
pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi
perdarahan spontan pada kulit.

Diagnosa 1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus


Keperawatan dengue
2.2 Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya
ciran intravaskuler ke ekstravaskuler
2.3 Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
2.4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu
makan yang menurun.
2.5 Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan
penurunan factor-fakto pembekuan darah
( trombositopeni )
2.6 Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang
memburuk dan perdaahan
2.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya
informasi.

Rencana 1. Rencana Asuhan Keperawatan.


Keperawatan DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi
virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37
Nyeri otot hilang
Intervensi :
a. Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan
panas secara konduksi
b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum
1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian
yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu,
nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih
sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan
pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan


dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi
fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine /
konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan
peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai
toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan
tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan
tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic
syok.

DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan


perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Raional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat
segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi
vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda
perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga
maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk
mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran
pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang
disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas
kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi
efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau
makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan
masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan
mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan


penurunan factor-faktor pembekuan darah
( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler,
pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit
meningkat
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang
disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda
adanya kebocoran pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap
hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh
darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami
pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan spt :
hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat
membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat
gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Referensi Carpenitto,Lj. 2001, Diagnosa Keperawatan. Ed 6. EGC.


Jakarta.

Effendi, C.1995. Perawatan klien DHF. EGC. Jakarta.

Ngatiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Rampengan,TH& laurentz,LR 1997. Penyakit infeksi tropik


pada Anak.EGC . Jakarta

Tim pengajar perawtan Anak. 1999. Diktat Kuliah PSIK


Perawatan Anak.

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2
Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :
Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

DIARE

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja
yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja).
Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai
frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).

Etiologi 1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella,


Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing),
Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA
sering terjadi pada anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun,
terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang
matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

Patofisiologi

PATOFISIOLOGI

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F.


Psikologi
KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan& elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
Manifestasi Klinis 1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair
atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi
dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam
laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas
(elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung
membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat
tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien
sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen,
sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat
dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja


Penunjang a) Makroskopis dan mikroskopis
b) pH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa
dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan
alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium
dan Posfat.

Pengkajian 1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling
tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan
terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif
mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi
usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar
terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat
dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi
lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih
dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan
seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3
kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun
berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),
PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun
pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi
susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul
gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual
menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber
kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru
dan mengulang kata sederhana, hubungna
interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial
menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan
bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh
Dario kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika
orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak
akan merasa malu dan ragu-ragu seperti
juga halnya perasaan tidak mampu yang
dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara,
bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa
berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya
dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan
menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel,
lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena
sudah menutup pada anak umur 1 tahun
lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering,
distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan
cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120
x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor
menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria
sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit
yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.

Diagnosa 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Keperawatan berhubungan dengan diare atau output berlebihan
dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan
dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan
invasive

Rencana Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan


Keperawatan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60
x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah,
mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan
elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi
glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg
BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak
pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium
serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit,
BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line )
sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara
adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi
cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal,
antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas
untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan
selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal
sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet
(makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu
panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin
dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran
usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang
tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang
nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan
yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan
jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk
proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan


dengan proses infeksi dampak sekunder dari
diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x
24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor,
tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal
fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk
menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal


berhubungan dengan peningkatan frekwensi
BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di
rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet,
kebersihan terjaga
- Keluarga mampu
mendemontrasikan perawatan perianal
dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat
tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan
kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam
merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian
bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak
diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3
jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi
penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi
dan irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan
invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x
24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien
tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan
perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau
keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat
dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan
perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan
keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan
komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan,
belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

Referensi Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.


Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada
Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan
Terapi .RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi.
EGC. Jakarta
RSUD KABUPATEN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
TASIKMALAYA
No. Dokumen Tanggal Revisi Hala
man
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab.
Tasikmalaya
THYPOID

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Typhoid adalah penyakit infeksi
sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, ).

Typhoid adalah penyakit infeksi


akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer).

Typhoid adalah penyakit infeksi


akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella
para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini
adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer ).

Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella


para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah
orang yang sembuh dari demam typhoid dan
masih terus mengekresi salmonella typhi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

Patofisiologi Penularan salmonella thypi


dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
Food(makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat
menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh
orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus
halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah
dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.

Semula disangka demam


dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada
typhoid. Endotoksemia berperan
pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal
pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella
thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang
meradang
Manifestasi Klinis Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik,


terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri
otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat


berupa demam, bradikardi, lidah yang
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.

Komplikasi

c. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
d. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler :
kegagalan sirkulasi (renjatan
sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis
2. Komplikasi darah : anemia
hemolitik, trobositopenia, dan
syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia,
empiema, dan pleuritis
4. Komplikasi pada hepar dan
kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus
nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang :
osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik :
delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia.
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Penunjang Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula
leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan
kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji
Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O
yang berasal dari tubuh bakteri
 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H
yang berasal dari flagela bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi
yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O
dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam
Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid.
(Widiastuti Samekto, 2001)

Pengkajian 1) Identitas klien


Meliputi nama,, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah
panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah,
anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena
masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam
tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita
hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan.
Gangguan dalam beribadat karena klien
tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah,
suhu tubuh meningkat 38 – 41 0
C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran
(apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan,
nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah,
bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun,
muka tampak pucat, rambut agak
kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa
mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi,
nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak
didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati
membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen.
Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.

Diagnosa 1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan


Keperawatan dengan proses infeksi kuman Salmonella
typhi
2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang
dari kebutuhan) sehubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan.
3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur
dan istirahat) sehubungan dengan
peningkatan suhu tubuh.
4) Kecemasan sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
5) Potensial terjadinya gangguan intregitas
kulit sehubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan
dengan pemasangan infus.

Rencana Keperawatan a. Diagnosa keperawatan I


Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan
proses infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai
batas normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 –
37 0 C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan
keluarga
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan
cara untuk memakai es atau handuk
pada tubu, khususnya pada aksila
atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak
minuman (cairan)
d) Anjurkan memakai baju tipis yang
menyerap keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama
suhu dan denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat-obatan terutama anti
piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat
meningkatkan kerjasama dengan
klien sehingga pengobatan dan
perawatan mudah dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin
merangsang penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh.
Setiap ada kenaikan suhu melebihi
normal, kebutuhan metabolisme air
juga meningkat dari kebutuhan setiap
ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk
menyerap keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital
merupakan deteksi dini untuk
mengetahui komplikasi yang terjadi
sehingga cepat mengambil tindakan
f) Pemberian obat-obatan terutama
antibiotik akan membunuh kuman
Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses penyembuhan
sedangkan antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh.
b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan.
1) Tujuan : kekurangan
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah,
turgor kulit normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi,
tekanan darah, pernafasan) dalam
batas normal.
3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter
perhari) dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama
kali karena adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula
alkohol, kafein.
e) Timbang berat badan secara efektif.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian cairan secara intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi
terhadap kekurangan cairan yang
keluar serta deteksi dini terhadap
keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat
membantu metabolisme dalam
keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh
kemampuan ginjal untuk memekatkan
urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung
diuretik meningkatkan produksi urine
dan menyebabkan dehidrasi.
e) Kehilangan berat badan 2-5 %
menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 %
menunjukkan dehidrasi sedang.
f) Sebagai perawat melakukan fungsinya
(independen) sebaik-baiknya.
c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat
dan tidur) sehubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman
(istirahat dan tidur)
terpenuhi
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan
kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak
terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat
dan bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig,
mandi sebagian)
c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur
klien sebelum dan sesudah masuk
rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi
lingkungan atau kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide
istirahat dan tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat
memberi kenyamanan dalam masa
istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat
memberikan rasa nyaman dan dapat
membantu kenyamanan klien dalam
istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur
dan istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi
klien akan cepat menambah beban
atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan
mengganggu istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu
yang tinggi sehingga kebutuhan
istirahat dan tidur klien terpenuhi atau
gangguan yang selama ini dialami
akan berkurang.
d. Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
1) Tujuan : cemas berkurang atau
hilang
2) Kriteria hasil :
a) Klien mengerti tentang penyakitnya,
kecemasan hilang atau berkurang.
b) Klien menerima akan keadaan
penyakit yang dideritanya.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien tentang
penyakitnya
b) Kaji tingkat kecemasan klien
c) Dampingi klien terutama saat-saat
cemas.
d) Tempatkan pada ruangan yang
tenang, kurangi kontak dengan orang
lain, klien lain dan keluarga yang
menimbulkan cemas.
4) Rasional :
a) Klien mengerti dan merespon dari
penjelasan secara kooperatif.
b) Dapat memberi gambaran yang jelas
apa yang menjadi alternatif tindakan
yang direncanakan.
c) Klien merasa diperhatikan dan dapat
menurunkan tingkat kecemasan.
d) Dengan ruangan yang tenang dapat
mengurangi kecemasannya
e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan
dengan pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada
daerah pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan
keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
b) Mengganti atau merawat daerah
pemasangan infus.
c) Lakukan pemasangan infus secara
steril dan jangan lupa mencuci tangan
sebelum dan sesudah pemasangan.
d) Cabut infus bila terdapat
pembengkakan atau plebitis.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-
tanda infeksi di daerah pemasangan
infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda
infeksi dn melaporkan segera bila
terasa sakit di daerah pemasangan
infus.
b) Mencegah terjadinya infeksi karena
pemasangan infus yang lama.
c) Dengan cara steril adalah tindakan
preventif terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi.
d) Mencegah atau menghindari kondisi
yang lebih buruk lagi akibat infeksi.
e) Dengan observasi yang dilakukan
akan dapat mengetahui secara dini
gejala atau tanda-tanda infeksi dan
keadaan umum klien.
f. Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan : tidak terjadi gangguan
intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan
integritas kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih
dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban
lingkungan yang berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan
mengurangi penekanan yang
berlebihan .
b) Merubah posisi tidur dapat
memperbaiki sirkulasi darah dan
mengurangi penekanan yang
berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering
dapat mengurangi masuknya penyakit
yang menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan
kelembaban lingkungan yang baik
akan turun sesuai keadaan
lingkungannya serta dapat mencegah
terjadinya infeksi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat
untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu klien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan meliputi peningkatan
kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama
perawatan atau pelaksanaan perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua
tindakan keperawatan dicatat ke dalam format
yang telah ditetapkan institusi.

Referensi 1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek


S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih
bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian
Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku
Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi
Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak,
Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. EdisiI.
CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari
Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadu
ra/2005/02/03brk
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

TB PARU Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang dapat
menyerang berbagai organ tubuh manusia seperti paru,
ginjal, kelenjar getah bening, selaput jantung, selaput otak
usus, dan lain-lain, tetapi yang paling banyak adalah
organ paru. (Bahar,2001). Seseorang disebut penderita
tuberculosis paru jika kuman M.Tuberculosis menyerang
paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa, yaitu
suatu bakteri tahan asam. (Suriadi,2001)
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh M.Tuberculosis yang biasanya ditularkan
dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara.
(Netina,2002).

Etiologi mycobacterium tuberculosa


Patofisiologi  Masuknya kuman .tuberculosis kedalam tubuh
tidak selalu menimbulkan penyakit infeksi dipengaruhi
oleh virulensi dan banyaknya kuman tuberculosis
serta daya tahan tubuh.
 Segera setelah menghirup basil tuberculosis
hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan
konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil
tuberculosis akan menyebar , histosit mulai
mengengkut organisme tersebut ke kelenjar limfe
regional melalui saluran getah bening menuju ke
kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer
dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10
minggu pasca infeksi.
 Bersamaan dengan terbentuknya komplek
primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji
tuberkuli. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya
kompleks primer disebut masa inkubasi.
 Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi
dimanapun terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih
banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding
dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran
kelenjar regional serta penyembuhanya mengarah
kekalsifikasi dan penyebaranya lebih banyak terjadi
melalui hematogen.
 Pada reaksi radang dimana leukosit
polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit
bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil
menyebar kelimfe dan sirkulasi. Dalam beberapa
minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap
organisme TBC dan membebaskan limfokin yang
merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak dalam sel.makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis
pada bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relatif padat, seperti keju yang disebut nekrosis
kaseosa.
 Terdapat 3 macam penyebaran secara
pathogen pada tuberculosis anak ; penyebaran
hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin
timbul gejala atau tanpa gejala klinis , penyebaran
hematogen umum, penyebaran millier, biasanya
terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut,
kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen
berulang.

PATHWAY

M. Tuberculosis terhirup

Pathway masuk paru-paru

Menempel

bronkhiolus/a

Proliferasi sel epitel di sekililing basil dan membentuk

dinding antara basil dan organ terinfeksi


Menyebar melalui kelenjar getah bening ke kelenjar

regional menimbulkan reaksi eksudasi

Resiko tinggi Proses peradangan

penyebaran infeksi
Lesi primer
Panas menimbulkan
kerusakan jaringan
Hipertermi paru

Produksi sekret
Mengalami
meningkat
perkejuan
Meningkatkan Tidak efektifnya
bersihan jalan Difuse O2
rangsang batuk menurun

Sekret terdorong Tidak efektifnya pola Intoleransi


aktifitas
ke mulut nafas
Mempengaruhi pusat sensasi di
hipotalamus

Gangguan
Anoreksia
pertukaran

pemenuhan nutrisi kurang gas

dari kebutuhan

Manifestasi Klinis  Demam , malaise, anoreksia, berat badan


menurun, kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu
ada , menurun sejalan dengan lamanya penyakit),
nyeri dada, hemoptisis.
 Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah
banyak yang rusak) : pucat, anemia, lemah, dan berat
bada menurun.
 Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar
diketahui secara klinis karena mulainya penyakit
secara berlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada
nak tanpa gejala atau keluhan .tetapi secara rutin
dengan uji tuiberkulin dapat ditemukan penyakit
tersebut. Gejala tuberculosis primer dapat berupa
demam yang naik turun selama 1-2 minggu, dengan
atau tanpa batuk pilek. Gambaran klinisnya; demam,
batuk, anoreksia, dan berat badan menurun.

Pemeriksaan  Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter =


Penunjang 5) menunjukan adanta infeksi primer
 Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau
tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakheal,
penyebaran millier, penyebaran bronkogen, pleuritis
dengan efusi.
 Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
 Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah
bening, hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan
tuberkel dan basil tahan asam.
 Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan
BCG langsung terdapat reaksi lokalyang besar dalam
waktu kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
 Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes
tuberculin positif.
 Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur
sputum positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.

Pengkajian - Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu


yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.

- Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan


dalam jangka waktu yang lam, batuk yang hilang
timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan,
hemoptysis

Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


Keperawatan jaringan paru
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
adanya batuk, nyeri dada
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan
dengan adanya secret
. 7. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan
isolasi dari kelompok sebaya
5. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
6. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan
organisme virulen
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan anoreksia.
Rencana 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
Keperawatan kerusakan jaringan paru
Tujuan : Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
 Monitor tanda-tanda vital
 Observasi adanya sianosis pada mulut
 Kaji irama, kedalaman, dan ekspansi
pernafasan
 Lakukan auskultasi suara nafas
 Ajarkan cara bernafas efektif
 Berikan oksigen sesuai indikasi
 Monitor hasil analisa gas darah
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
adanya batuk, nyeri dada
Tujuan : Meningkatkan pola nafas yang efektif
Intervensi :
 Kaji ulang status pernafasanya ( irama,
kedalaman, , suara nafas , penggunaan otot
Bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
 Kaji ulang Tanda-tanda vital
 Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
 Anjurkan untuk banyak minum
 Berikan oksigen sesuai indikasi

3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan


dengan adanya secret
Tujuan : Meningkatkan kepatenan jalan nafas
Intervensi :
 Kaji ulang status pernafasanya ( irama,
kedalaman, , suara nafas , penggunaan otot
Bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
 Kaji ulang Tanda-tanda vital
 Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
 Anjurkan untuk banyak minum
 Berikan oksigen sesuai indikasi
 Berikan obat-obat yang dapat meningkatkan
efektifnya jalan nafas seperti: bronkhodilator
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Intervensi :
 Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
 Berikan anak makanan yang disertai suplemen
nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake
nutrisi
 Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral
jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak
mencukupi
 Kaji ulang berat badan, lingkar lengan ,
membran mukosaAnjurkan orang tua untuk
memberikan makanan dengan porsi kecil tapi
sering.
 Pertahankan kebersihan mulut anak
Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan penyakit
5. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
 Monitor suhu tubuh anak untuk mengetahui
peningkatan suhu
 Berikan intake cairan adekuat
 Berikan kompres bila perlu
 Kollaborasi pemberian antipiretik dan antibiotik
6. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan
organisme virulen
Tujuan: Perluasan infeksi tidak terjadi
Intervensi :
 Tempatkan anak pada ruang khusus
 Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
pada anak dengan TB.aktif
 Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika
melakukan kontak dengan anak.
 lakukan uji tuberculin
 Berikan anti tuberculosis sesuai order
. 7. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan
isolasi dari kelompok sebaya
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas sesuai
dengan usia dan tugas perkembangan selama
menjalani isolasi dari teman sebaya atau anggota
keluarga.
Intervensi :
 Berikan aktifitas ringan yang sesuai dengan
usia anak ( permainan, keterampilan tangan,,
video game, televisi)
 Berikan makanan yang menarik untuk
memberikan stimulus yang bervariasi bagi
anak.
 Libatkan anak dengan mengatur jadual harian
dan memilih aktifitas yang diinginkan.
 Ijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah
selama di rumah sakit
 Anjurkan anak untukberhubungan dengan
teman melalui telepon jika memungkinkan.

Referensi Bahar asril. Tuberculosis Paru. Balai penerbit FKUI. Jakarta.


2001
Nettina SM Lippincont. Pocket Manual of Nursing Practice.
ECG. Jakarta. 2001
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. 1997
Suriadi, Yuliani Rita. Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV.
Agung Seto. Jakarta. 2001

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

ASTHMA Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
dr.Faisal Soeparianto, M.Si
NIP. 197104062002121005
Definisi Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD),
adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara
riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi
dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai
stimulan.

Etiologi  Faktor ekstrinsik :reaksi antigen- antibodi; karena


inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang).
 Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus,
pneumonia,Mycoplasma..Kemudian dari fisik; cuaca
dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi
udara ( CO, asap rokok, parfum ). Emosional; takut,
cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga
dapat menjadi faktor pencetus.

Patofisiologi  Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada


jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap
bahan iritasi dan stimulus lain.

 Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot


bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh
muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya
alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan
akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya.
Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.

 Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama


tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi
( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat
berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam
lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan
peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa
minggu atau bulan.

 Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena


latihan, kecemasan, dan udara dingin.

 Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi


meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini
menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak,
kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan
dapat menimbulkan distres pernafasan

 Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi


dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan
nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli
dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi
obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02
( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 terthan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama
ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan
hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan
mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut
menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan
kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).Alergen,
Infeksi, Exercise ( Stimulus Imunologik dan Non
Imunologik )

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel


T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di


jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama,


maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi


dan melepaskan mediator radang ( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )


Peningkatan produksi mukus ( sumbatan sekret )
Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan
simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

 Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan


nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan
dengan bronkospasme, edema mukosa dan
meningkatnya produksi sekret.
 Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya
usaha nafas.
 Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan
distress pernafasan
 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan
dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya
intake cairan
 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
kondisi kronik
 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
proses penyakit dan pengobatan

Manifestasi Klinis  Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki


basah sedang.
 Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-
otot asesori pernafasan, cuping hidung, retraksi
dada,dan stridor.
 Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental
dan lumen jalan nafas sempit.
 Tachypnea, orthopnea.
 Diaphoresis
 Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen
dalam pernafasan.
 Fatigue.
 Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain,
berjalan, bahkan bicara.
 Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
 Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel
chest) akibat ekshalasi yang sulit karena udem
bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
 Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
 Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat,
mungkin sianosis.
 X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”

Pemeriksaan  Foto rontgen


Penunjang  Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume,
kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam
darah dan sputum
 Pemeriksaan alergi
 Pulse oximetri
 Analisa gas darah.

Pengkajian Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat


pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran
pernapasan bagian atas. Pada asma episodikyang sering
terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan
berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur
5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan
cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma
tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13
tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur
sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi
obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir
terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada
perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.

Keluhan utama

Batuk-batuk dan sesak napas.

Riwayat penyakit sekarang

Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.

Riwayat penyakit terdahulu

Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia


sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah


atau ibu, disamping faktor yang lain.

Riwayat kesehatan lingkungan

Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu
rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang, spora
jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi,
obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang
dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara
dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan
asma.

Riwayat imunisasi

Riwayat nutrisi

Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem

Diagnosa Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas,


Keperawatan dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
Fatique berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya
usaha nafas.
Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres
pernafasan.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses
penyakit dan pengobatan.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi
kronik.
Rencana Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas,
Keperawatan dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
Tujuan : Anak menunjukkan pertukaran gas
yang normal, bersihan jalan nafas
yang efektif dan pola nafas dalam
batas normal.
Kriteria hasil : PO2dan CO2 dalam batas nilai
normal, tidak sesak nafas, batuk
produktif, cianosis tdak ada, tidak ada
tachypnea,ronki dan wheesing tidak
ada
Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support
ventilasi bila diperlukan ( oksigen 2 ml dengan kanule ).
2. Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit
setiap 15 menit sampai 4 jam.
3. Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse
oximetry.
4. Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
5. Monitor efek samping pengobatan; monitor serum
darah;theophyline dan catat kemudian laporkan dokter.
Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.
6. Berikan cairan yang adekuat per oral atau peranteral
7. Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada,
ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah
pengobatan dan pengisapan sekret ( suction ).
8. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada
anak untuk menurunkan kecemasan.
9. Berikan terapi bermai sesuai usia.

Fatique berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya


usaha nafas.
Tujuan : Anak tidak tampak fatigue.
Kriteria : Tidak iritabel, dapat beradaptasi dan
aktivitas sesuai dengan kondisi.
Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahann fatigue,
iritabel, tachycardia, tachypnea.
2. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak
penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat
yang cukup.
3. Intrusikan pada orang tua untuk tetap berada didekat
anak.
4. Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan
pengaturan posisi.
5. Berikan oksigen humidifikasi sesuai program.
6. Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan
usaha nafas setelah terapi.
7. Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai
dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan untuk
meningkatkan ventilasi,dan memperluas perkembangan
psikososial.

Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres


pernafasan.
Tujuan : Kecemasan menurun
Kriteria : Anak tenang dan dapat mengekspresikan
perasaannya, orang tua merasa tenang
dan berpartisipasi dalam perawatan
anak.
Intervensi :
1. Ajarkan teknik relaksasi; latihan nafas, melibatkan
penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan untuk
berimajinasi.
2. Pertahankan lingkungan yang tenang ; temani anak, dan
berikan support.
3. Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
4. Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi.
5. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi
anak.
6. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi


kronik.
Goal : Orang tua mendemonstrasikan koping
yang tepat
Kriteria : Mengekspresikan perasaan dan
perhatian serta memberikan aktivitas
yang sesuai usia atau kondisi dan
perkembangan psikososial pada anak.
Intervensi :
1. Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi
perasaan.
2. Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
3. Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan
4. Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak
Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan
finansial

11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses


penyakit dan pengobatan.
Goal : Orang tua secara verbal memahami
proses penyakit dan pengobatan dan
mengikuti regimen terapi yang diberikan.
Kriteria : Berpartispasi dalam memberikan
perawatan pada anak sesuai dengan
program medik atau perawatan.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit,
pengobatan dan intervensi.
2. Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
3. Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi
faktor pencetus.
4. Jelaskan tentang pentingnya pengobatan; dosis, efek
samping, waktu pemberian dan pemeriksaan darah.
5. Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan
kontrol ulang.
6. Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan
nafas.
7. Jelaskan tentang pentingnya terapi bermain sesuai usia.

Perencanaan Pemulangan
 Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan
gambar-gambar atau phantom.
 Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
 Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-
debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
 Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
 Ajarkan penggunaan nebulizer.
 Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama
obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
 Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
 Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk
latihan nafas.
 Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang
adekuat.

Referensi Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman


Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya

Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan


kedua. EGC. Jakarta

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu


Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika Jakarta.

Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada


Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

NEFROTIC Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


SINDROME Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
(NS)
dr.Faisal Soeparianto, M.Si
NIP. 197104062002121005
Definisi NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk.
2000, 832).

Etiologi Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai


suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi
menjadi :
a. Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b. Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous
diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan
amiloidosis.
c. Nefrotic syndrome idiopatik
d. Sklerosis glomerulus.

Patofisiologi Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan


proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya
tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran
cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi
glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar
albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di
hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan
trigliserida.

PATHWAY

Etiologi :
- autoimun Glomerulus
- pembagian secara
umum Permiabilitas
Sistem imun glomerulus 
menurun

Porteinuria masif
Resiko tinggi infeksi
Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Hipovolemia Sintesa protein


Tekanan onkotik
hepas 
plasma 
Hiperlipidemia
Aliran darah Sekresi
Volume
ke ginjal  ADH 
plasma  Malnutrisi

Pelepasan Reabsorbsi Retensi natrium renal 


Gangguan nutrisi
renin air dan
Edema
Vasokonstriksi natrium
Efusi pleura
- Gangguan volume cairan
Sesak
lebih dari kebutuhan

Hospitalisasi Penatalaksanaan
Tirah baring
Diet
Kecemasan Kurang Intoleransi
anak dan pengetahuan : Ketidapatuhan aktivitas
orang tua kondisi,
prognosa dan Resti gangguan pemeliharaan
2. program kesehatan
perawatan
Manifestasi - Edema, sembab pada kelopak mata
Klinis - Rentan terhadap infeksi sekunder
- Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
- Kadang-kadang sesak karena ascites
Produksi urine berkurang
Pemeriksaan - BJ urine meninggi
Penunjang - Hipoalbuminemia
- Kadar urine normal
- Anemia defisiensi besi
- LED meninggi
- Kalsium dalam darah sering merendah
- Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

Pengkajian a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio
laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria
banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi,
diare, urine menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus
kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk
anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs
rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru.
Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi
anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang
dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-
jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal
empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari
orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam
keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur
dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi :< 60 % (gizi buruk),
< 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura
karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

Diagnosa a) Kelebihan volume cairan


Keperawata berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
n peningkatan permiabilitas glomerulus.
b) Perubahan nutrisi ruang
dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
c) Kecemasan anak
berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak
hospitalisasi).
d) Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

Rencana a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


Keperawata protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas
n glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output
urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas
normal.

Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output Evaluasi harian keberhasilan terapi
secara akurat dan dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat
2. Kaji dan catat tekanan menjadi indikator regimen terapi
darah, pembesaran Estimasi penurunan edema tubuh
abdomen, BJ urine
3. Timbang berat badan Mencegah edema bertambah berat
tiap hari dalam skala yang
sama Pembatasan protein bertujuan untuk
4. Berikan cairan secara meringankan beban kerja hepar dan
hati-hati dan diet rendah mencegah bertamabah rusaknya
garam. hemdinamik ginjal.
5. Diet protein 1-2 gr/kg
BB/hari.

a) Perubahan nutrisi ruang


dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu
makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang
dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.

Intervensi Rasional
1. Monitoring asupan nutrisi bagi
secara akurat tubuh
2.
hipoproteinemia, diare. Gangguan nuirisi dapat terjadi
secara perlahan. Diare
3. sebagai reaksi edema
dengan diet yang cukup intestinal
Mencegah status nutrisi
menjadi lebih buruk

a) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang


menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi
tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku
keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
4. Meminimalkan masuknya
yang terkena infeksi melalui organisme
pembatasan pengunjung.
5.
infeksi Mencegah terjadinya infeksi
6. nosokomial
tindakan. Mencegah terjadinya infeksi
7. nosokomial
aseptik Membatasi masuknya bakteri
ke dalam tubuh. Deteksi dini
adanya infeksi dapat
mencegah sepsis.

a) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang


asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat,
secara verbal mengatakan tidak takur.

Intervensi Rasional
8. Perasaan adalah nyata dan
cemas membantu pasien untuk tebuka
sehingga dapat menghadapinya.
Memantapkan hubungan,
9. meningkatan ekspresi perasaan
Dukungan yang terus menerus
10. mengurangi ketakutan atau
menunggu kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari
11. anggota keluarga.
membawakan mainan atau foto
keluarga.

Referensi
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders,
Philadelphia.

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made
Kariasa, EGC, Jakarta

Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta

Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta

Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF


IKA, Surabaya.

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

KEJANG DEMAM

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Kejang demam atau febrile convulsion ialah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada


kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam sering juga disebut kejang demam
tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan
oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A.
Price, Latraine M. Wikson, ).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan


kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering
di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis,


termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak,
meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala
putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral.
Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).

Patofisiologi 1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid,


subdural, atau intra ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri,


sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.

2. Ekstra kranial

Gg. metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na & K),

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus


obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme


asam amino, ketergantungan dan kekurangan
produksi kernikterus.

3. Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5


(the fifth day fits)

Patofisiologi

Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ
otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu
adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru
dan diteruskan keotak melalui system
kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah


glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah
menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi
oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali
ion clorida.

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan


konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu
perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP
yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah


dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra
selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya
membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada
seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15
%. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya


sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang
yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit


biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan
O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
terjadinya asidosis.

Manifestasi Klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan
cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis,
serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.

Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang


demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala
yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.

untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang


demam menjadi 2 golongan yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile


convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi
trigered off fever
Kejang parsial ( fokal, lokal )
 Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau
lebih hal berikut ini :
a. Tanda – tanda motoris, kedutan
pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa
kejang sama.
b. Tanda atau gejala otonomik:
muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
c. Gejala somatosensoris atau sensoris
khusus : mendengar musik, merasa
seakan ajtuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi
panoramik.

 Kejang parsial kompleks


a. Terdapat gangguankesadaran,
walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
b. Dapat mencakup otomatisme atau
gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah,
gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya.
c. Dapat tanpa otomatisme : tatapan
terpaku

3. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


 Kejang absens
a. Gangguan kewaspadaan dan
responsivitas
b. Ditandai dengan tatapan terpaku
yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
c. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu
kempali waspada dan konsentrasi
penuh

 Kejang mioklonik
a. Kedutan – kedutan involunter pada
otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
b. Sering terlihat pada orang sehat
selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari
bahu, leher, lengan atas dan kaki.
c. Umumnya berlangsung kurang dari 5
detik dan terjadi dalam kelompok
d. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

 Kejang tonik klonik


a. Diawali dengan kehilangan
kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
b. Dapat disertai hilangnya kontrol usus
dan kandung kemih
c. Saat tonik diikuti klonik pada
ekstrenitas atas dan bawah.
d. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam
fase postictal

 Kejang atonik
a. Hilngnya tonus secara mendadak
sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
b. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

B. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental

Pemeriksaan 1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu


Penunjang menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih
sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan
kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan
bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 GDA
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

Pengkajian Pengkajian neurologik :


1. Tanda – tanda vital
 Suhu
 Pernapasan
 Denyut jantung
 Tekanan darah
 Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
 Fontanel : menonjol, rata, cekung
 Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
 Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
 Ukuran
 Reaksi terhadap cahaya
 Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
 Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
 Iritabilitas
 Letargi dan rasa mengantuk
 Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
 Alam perasaan
 Labilitas
6. Aktivitas kejang
 Jenis
 Lamanya
7. Fungsi sensoris
 Reaksi terhadap nyeri
 Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
 Refleks tendo superfisial
 Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
 Kemampuan menulis dan menggambar
 Kemampuan membaca
Diagnosa 1. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan
Keperawatan hiperthermi.
2. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi
yang ditandai :
 Suhu meningkat
 Anak tampak rewel
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering
bertanya tentang penyakit anaknya.

Rencana a. Diagnosa Keperawatan 1


Keperawatan Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama
berhubungan dengan hiperthermi
2) Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b) Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c) Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
d) Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
e) Kesadaran composmentis

3) Rencana Tindakan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang
mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh
pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan
tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis
b. Diagnosa Keperawatan 2
Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
1) Tujuan: Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
2) Kriteria Hasil
a) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas
kejang.
c) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika
terjadi kejang.

3) Rencana Tindakan
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan
penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik
pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter
berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area
cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal

c. Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
2) Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
3) Rencana Tindakan
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya
hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh
tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban tinggiakan mempengaruhi
panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin
pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari
kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi
oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.

d. Diagnosa Keperawatan 4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan
informasi.
1) Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang
penyakit anaknya
2) Kriteria Hasil
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit
anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

3) Rencana Tindakan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan
yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami
dapat membantu menambah wawasan
keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap
tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong
anak kejang dan mencegah kejang demam, antara
lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus
kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres
dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah
kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi
dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau
teman yang menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan
imunisasi agar memberitahukan kepada petugas
imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang
demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi
panas yang dapat menyebabkan
kejang demam

Referensi Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang


Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan,
Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke
2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura
Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan),
Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks
Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI :
Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info
Medika, Jakarta.

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
TUBERKULOSIS

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya
tuberkel granuloma pada parudisebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999)..

Etiologi Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang


disebabkan oleh M.Tuberculosis yang biasanya ditularkan dari
orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara
Patofisiologi  Masuknya kuman .tuberculosis kedalam tubuh
tidak selalu menimbulkan penyakit infeksi dipengaruhi
oleh virulensi dan banyaknya kuman tuberculosis serta
daya tahan tubuh.
 Segera setelah menghirup basil tuberculosis
hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan
konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil
tuberculosis akan menyebar , histosit mulai mengengkut
organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui
saluran getah bening menuju ke kelenjar regional
sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan
reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu pasca
infeksi.
 Bersamaan dengan terbentuknya komplek
primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji
tuberkuli. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya
kompleks primer disebut masa inkubasi.
 Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi
dimanapun terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih
banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding
dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran
kelenjar regional serta penyembuhanya mengarah
kekalsifikasi dan penyebaranya lebih banyak terjadi
melalui hematogen.
 Pada reaksi radang dimana leukosit
polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit
bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil
menyebar kelimfe dan sirkulasi. Dalam beberapa
minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme
TBC dan membebaskan limfokin yang merubah
makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumoni akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis
yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam
sel.makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis
pada bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relatif padat, seperti keju yang disebut nekrosis
kaseosa.
 Terdapat 3 macam penyebaran secara pathogen
pada tuberculosis anak ; penyebaran hematogen
tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau
tanpa gejala klinis , penyebaran hematogen umum,
penyebaran millier, biasanya terjadi sekaligus dan
menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis,
penyebaran hematogen berulang.
Inhalasi Droplet Nuclei

Berisi M. Tuberculosis

Droplet Nuclei > 10  Droplet Nuclei  5 


Tidak Ada Infeksi Mukosa Intak Saluran Menembus Lapisan
Nafas Atas Mukosa Silier Atas

Reaksi Inflamasi Non


Spesifik Alveolus

Basil TB Dalam Makrofag


Alveolus

Penyebaran Limfogen Lokal

Penyebaran Hematogen
3-10 Minggu

95% 5%
Respon Imun Selular
Sel T Spesifik
Gagal & Inadekuat
Makrofag Aktif TB Aktif/Penyakit
Membunuh/Menghambat (Limfadenitis TB)
Basil TB

Reaktifitas

TB In Aktif Mungkin Imunitas Menurun


Masih Ada Basil TB
Atau Gagal

Manifestasi Klinis  Demam , malaise, anoreksia, berat badan


menurun, kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu ada
, menurun sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri
dada, hemoptisis.
 Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah banyak
yang rusak) : pucat, anemia, lemah, dan berat bada
menurun.
 Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar
diketahui secara klinis karena mulainya penyakit secara
berlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada nak
tanpa gejala atau keluhan . tetapi secara rutin dengan
uji tuiberkulin dapat ditemukan penyakit tersebut.
Gejala tuberculosis primer dapat berupa demam yang
naik turun selama 1-2 minggu, dengan atau tanpa batuk
pilek. Gambaran klinisnya; demam, batuk, anoreksia,
dan berat badan menurun.

Pemeriksaan  Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter = 5)


Penunjang menunjukan adanta infeksi primer
 Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa
perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakheal,
penyebaran millier, penyebaran bronkogen, pleuritis
dengan efusi.
 Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
 Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah
bening, hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan
tuberkel dan basil tahan asam.
 Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan
BCG langsung terdapat reaksi lokalyang besar dalam
waktu kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
 Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberculin
positif.
 Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur sputum
positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.

Pengkajian - Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu


yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.
- Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan
dalam jangka waktu yang lam, batuk yang hilang timbul,
anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis

Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan
Keperawatan
sekresi yang kental/darah.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


membran alveolar-kapiler.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak


adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia,
stasis dari sekresi.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan


pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak
akurat.

Rencana a. Diagnosa Keperwatan 1


Keperawatan Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
yang kental/darah.
1) Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
2) Kriteria Hasil
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan
peningkatan pertukaran udara.

 Mendemontrasikan batuk efektif.

 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

3) Rencana Keperawatan
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan
mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan


batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak


efektif, menyebabkan frustasi.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

4. Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan


meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara


perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.

Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada


dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah


pengeluaran sekresi sekret.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan


upaya batuk klien.

7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi


: mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan
masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat


menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah


batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa


kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.


Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir
dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

b. Diagnosa Keperawatan 2
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.

1) Tujuan : Pertukaran gas efektif.


2) Kriteria Hasil
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.

 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

3) Rencana Keperawatan
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian
kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan


ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan,


dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital


dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan


untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi


ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.

4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya


sesak atau kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat


mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol
diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan
dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang


dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.


Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

c. Diagnosa Keperwatan 3
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia

1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat


2) Kriteria Hasil
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori

 Menu makanan yang disajikan habis

 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

3) Rencana Keperawatan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.

R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat


menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki
kepatuhan teraupetik.

2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus


tambahan).

R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat


menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan
kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan
1 jam sebelum dan sesudah makan.

R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu


makan dan masukan.

5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan


pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.

R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi


jumlah protein dan kalori adekuat.

6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi


elemen berikut

a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).


b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan,
daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau,
kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk
mengkompensasi penurunan metabolisme dan
penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak
mengkonsumsi nutrien yang cukup.

R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi


parenteral,total, atau makanan per sonde.

Referensi Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga


Univerciti Press

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8.


Jakarta : EGC

Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan.


Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran.


Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Anemia Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
dr.Faisal Soeparianto, M.Si
NIP. 197104062002121005
Definisi Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau
hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3
darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan
(packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

Etiologi Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan


pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah
merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain
sebagai berikut:
1. Anemia pasca perdarahan : akibat
perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau perdarahan
menahun:cacingan.
2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan
baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang,
absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang
bertambah.
3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran
eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel:
talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor
ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik
transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan
terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang
(kerusakan sumsum tulang).

Patofisiologi

Perdarahan masif Kurang bahan Penghancuran Terhentinya pembuatan


baku pembuat eritrosit yang sel darah oleh sum-sum
sel darah berlebihan tulang
Anemia

Anoreksia Resti Gg nutrisi Kadar HB


kurang dari
kebutuhan
Komparten sel
Lemas
penghantar oksigen/ zat
nutrisi ke sel <

Cepat lelah
Gg perfusi jaringan

Intoleransi
aktifitas

Manifestasi Klinis a. Anemia aplastik:


ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi
bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi:
konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan
pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi,
murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan
minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak
lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat,
sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat
pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar
kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising
sistolik yang fungsional.
c. Anemia aplastik :
ikterus, hepatosplenomegali.

Pemeriksaan 1. Kadar Hb.


Penunjang Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-
rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit
normal, serum iron merendah, iron binding capacity
meningkat.
2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe
anemia :
a. Anemia
defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik
: retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik,
urobilinuria.
c. Anemia aplastik :
trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel
patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik
karena keganasan.

Pengkajian
Diagnosa 1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
Keperawatan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk
menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan
tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya selera makan.

Rencana 1. Perfusi jaringan adekuat


Keperawatan - Memonitor
tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran
mukosa.
- Meninggika
n posisi kepala di tempat tidur
- Memeriksa
dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
- Observasi
adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau
gelisah
- Mengobser
vasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
- Mempertah
ankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu-
tuhan tubuh.
- Memberika
n oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
- Menilai kemampuan anak dalam
melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan
tugas perkembangan anak.
- Memonitor tanda-tanda vital selama
dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya
respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut
jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien
atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika
teladi gejala-gejala peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau
kelelahan).
- Berikan dukungan kepada anak untuk
melakukan kegiatan sehari hari sesuai dengan
kemampuan anak.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik
memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di
rumah.
- Membuat jadual aktivitas bersama anak
dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
- Menjelaskan dan memberikan
rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak
dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan
melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan
kepada orang tua dan sekolah.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Mengijinkan anak untuk memakan
makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan
suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake
nutrisi.
- Mengijinkan anak untuk terlibat dalam
persiapan dan pemilihan makanan
- Mengevaluasi berat badan anak setiap
hari

Referensi 1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan


Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V.
Jakarta, EGC.
4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
5. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta,
FKUI.
6. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi
2. Jakarta, EGC.
7. ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online)
http: // www // yahoo / nurse / leucemia / htm.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

Dermatitis

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan
epidermis yang dalam perkembangannya memberikan gambaran
klinik berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya memberikan
gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang
memberikan g ejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya
memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)

Etiologi Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam type :


a. Dermatits kontak
- Dermatitis kontak toksis akut
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat /
absolut. Contok : H2SO4 , KOH, racun serangga.
- Dermatitis Kontak Toksis Kronik
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah /
relatif. Contoh : sabun , detergen.
- Dermatitis Kontak Alergi
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh :
logam (Ag, Hg), karet, plastik, dll.
b. Dermatitis Atopik
Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang
disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan
(debu, bulu).
c. Dermatitis Perioral
Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus
merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui, menyerang
wanita berusia 20-60 tahun dan bisa muncul pemakaian salep
kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit.

d. Dermatitis Statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering
meninggalkan bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan
cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi varises dan
edema.
Patofisiologi Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada
bagian dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa
zat alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian
menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan
terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi
setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan
dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas
dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya
penyakit kulit lain
Manifestasi Klinis a. Dermatitis Kontak
Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat
dan menebal.
b. Dermatitis Atopik
Gatal-gatal , muncul pada beberapa bula pertama setelah bayi
lahir, yang mengenai wajah, daerah yang tertutup popok,
tangan, lengan dan kaki.
c. Dermatitis Perioral
Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-
beruntus kecil kemerahan.
d. Dermatitis Statis
Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu /
bulan , warna menjadi coklat.

Pemeriksaan
Penunjang
Pengkajian - Kaji faktor penyebab terjadinya gangguan.
- Kaji pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode kontak.
- Kaji adanya pruritas, pain dan burning.
- Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien.
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Riwayat infeksi yang berulang-ulang.
- Kaji faktor yang memperparah.
- Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat vesicle.
- Pada reaksi berat terdapat ulceration, bulla buosion.

Diagnosa 1. Nyeri : gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.


Keperawatan 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada kulit.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang alergen-alergen dikulit.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tahanan primer tidak adekuat.

Rencana Dx. 1. Nyeri ; Gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.


Keperawatan Tujuan : Mengurangi rasa gatal.
Tindakan :
- Hindarikan semua bahan yang menyebabkan.
- Jelaskan pengertian untuk tidak digaruk.
- Kolaborasi dokter pemberian anti histamin.
Dx. 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada kulit.
Tujuan : Menyatakan penerimaan situasi diri.
Pasien memiliki konsep diri yang positif.
Tindakan :
- Kaji makna kehilangan / perubahan pada pasien.
- Berikan penguatan positif terhadap kemampuan dan
dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi.
- Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat dan
beri informasi bagaimana mereka dapat membantu pasien.
Dx. 3. Ganggun integritas kulit berhubungan dengan garukan.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan.
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka.
Tindakan :
- Kaji warna, ukuran, perhatikan jaringan nekrotik.
- Berikan kompres dingin / larutan PK untuk lesi eksudatif
dan basah.
- Jangan terlalu kuat mengusap-ngusap kulit dengan
handuk.
- Anjurkan untuk memakai stoking.
- Kurangi kontak langsung pada area luka.
- Anjurkan untuk tidak menggaruk.
- Dorong pasien menerapkan prinsip-prinsip kebersihan diri.
- Kolaborasi pemberian antibiotik pada infeksi sekunder.
Dx. 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang alergen-alergen .
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan
pengobatan.
Tindakan :
- Penkes yang meliputi pengetahuan pasien untuk
mengenali agen penyebab, perjalanan penyakit , faktor
yang memperberat dan cara perawatan.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas
eksudat – purulen dan tidak demam.
Tindakan :
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik.
- Periksa area terkena.
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antibiotik.

Referensi Junaidi Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi


kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Mulyono. (1986). Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi pertama. Jakarta : Meidian Mulyajaya
A. Kenneth. (1984). Pedoman Terapi Dermatologis.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica :
http://www/medicastore.com/med/detail_pyk_php?
idktg:14&iUD:200509161940052002159.126.194.
Anderson Sylvia. (1985). Patofisiologi. Bagian I. Edisi pertama.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.EGC : Jakarta.

RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
TASIKMALAYA 1/2

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

Meningitis

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari
meningitis.

Etiologi Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi


kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor
predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas
bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka
meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis
purulenta dan meningitis serosa.

Patofisiologi Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater,


arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam
pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub
arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan
sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid
yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan
meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam
pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau
sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak
dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung
antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak
melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang
patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk
akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang
dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan
eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan
otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

Manifestasi Klinis  Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat,


perubahan tingkah laku.
 Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi
stupor.
 Sakit kepala
 Sakit-sakit pada otot-otot
 Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya
diarahkan pada mata pasien
 Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
 Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya
normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese,
hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
 Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial
meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
 Nausea
 Vomiting
 Demam
 Takikardia
 Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri
atau hiponatremia
 Pasien merasa takut dan cemas.

Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah


Penunjang analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada
pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi
glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa
cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3
dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal,
kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengkajian Riwayat penyakit dan pengobatan


Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena
untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya
dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang
perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk
mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran
napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

Diagnosa 1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan


Keperawatan peningkatan tekanan intracranial
2. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan
otak
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya
kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat
kesadaran
Rencana Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
Keperawatan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
 Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum
sakit
 Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Rasa sakit kepala berkurang
 Kesadaran meningkat
 Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya
tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
INTERVENSI
1. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa
bantal
Rasional: Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
2. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
3. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi
dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Rasional: Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik
berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
4. Monitor intake dan output
Rasional : hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
5. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan
pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau
berbalik di tempat tidur.
Rasional: Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
6. Kolaborasi Berikan cairan perinfus dengan
perhatian ketat.
Rasional : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
7. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Rasional: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan
pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan
terjadinya iskhemik serebral
8. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid,
Aminofel, Antibiotika.
Rasional: Terapi yang diberikan dapat menurunkan
permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan


otak
Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi
 Pasien dapat tidur dengan tenang
 Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI
Independent
1. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Rasional : Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal
atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat

2. Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada


mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak

3. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi


dengan lembut dan hati-hati
Rasional : Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan rasa sakit / discomfort

4. Kolaborasi Berikan obat analgesic


Rasional: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena
berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.
Referensi  Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
 Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
 Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot
Company, Philadelphia, 1984

Anda mungkin juga menyukai