Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perspektif Konsep Kualitas


Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang
konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas
biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti
kinerja, keandalan, kemudahan dalam penggunaan, estetika, dan sebagainya.
Bagaimanapun cara manajer dari perusahaan yang sedang berkompetisi dalam
pasar global harus memberikan perhatian serius pada definisi kualitas yang
bersifat strategik yaitu kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi
kebutuhan pelanggan (Hadis dan Nurhayati, 2010).
Dalam Quality vocabulary, kualitas didefinisikan sebagi totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan
sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau kesesuaian terhadap
kebutuhan atau persyaratan (Tjiptono dan Diana, 2003).
Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas,  yaitu :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap
berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang
lain).
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Manajemen kualitas adalah aspek-aspek dari fungsi manajemen keseluruhan
yang menetapkan dan menjalankan kebijakan mutu suatu perusahaan/organisasi.
Dalam rangka mencukupkan kebutuhan pelanggan dan ketepatan waktu dengan
anggaran yang hemat dan ekonomis, seorang manager proyek harus memasukkan
dan mengadakan pelatihan management kualitas (Tjiptono dan Diana, 2003).
Menurut Davis (1999) menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan
pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia,
kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk
dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.
Davis (1999) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yaitu :
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.
2. Product-based Approach
Kulitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for
used)  merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut
pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang
sesuai dengan persyaratan dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada
kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh
karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar – standar yang
ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable ascellence”. Oleh
karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk
yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli.

2.2 Dimensi Kualitas


Berdasarkan perspektif kualitas David (1997), mengembangkan dimensi
kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang
menghasilkan barang kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Performance ( kinerja )
Performance atau Kinerja merupakan Dimensi Kualitas yang berkaitan
dengan karakteristik utama suatu  produk.
b. Features
Features atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap
dari karakteristik utama suatu produk.
c. Reliability  ( kehandalan )
Reliability atau Kehandalan adalah Dimensi Kualitas yang berhubungan
dengan kemungkinan sebuah produk dapat bekerja secara memuaskan
pada waktu dan kondisi tertentu.
d. Conformance ( kesesuaian )
Conformance adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan
standar yang diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk memiliki standar
ataupun spesifikasi yang telah ditentukan.
e. Durabilty (daya tahan)
Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus
diganti. Durability ini biasanya diukur dengan umur atau waktu daya tahan
suatu produk.
f. Serviceability ( pelayanan )
Serviceability adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan.
Hal ini sering dikaitkan dengan layanan purna jual yang disediakan oleh
produsen seperti ketersediaan suku cadang dan kemudahan perbaikan jika
terjadi  kerusakan serta adanya pusat pelayanan perbaikan (Service Center)
yang mudah dicapai oleh konsumen.
g. Aesthetics( estetika )
Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan, bunyi,
rasa maupun bau suatu produk.
h. Percived Quality
Perceived Quality adalah Kesan Kualitas suatu produk yang dirasakan
oleh konsumen. Dimensi Kualitas ini berkaitan dengan persepsi
Konsumen terhadap kualitas sebuah produk ataupun merek.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk

Dalam hal mutu suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
kadang mengalami keragaman. Hal itu disebabkan mutu suatu produk itu
dipengaruhu oleh beberapa faktor, menurut Garvin (1988) dimana faktor-faktor
tersebut antara lain :

a. Manusia
Peranan manusia atau karyawan yang bertugas dalam perusahaan akan
sangat mempegaruhi secara langsung terhadap baik buruknya mutu dari produk
yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Maka aspek manusia perlu mendapat
perhatian yang cukup. Perhatian tersebut dengan mengadakan latihan-latihan,
member motivasi, memberian jamsostek, kesejahteraan dan lain-lain.

b. Manajemen
Tanggung jawab atas mutu produk dalam perusahaan dibebankan kepada
beberapa kelompok yang biasa disebut dengan Function Grup. Dalam hal ini
pemimpin harus melakukan koordinasi yang baik antara function grupdengan
bagia-bagian lainnya dalam perusahaan tersebut. Dengan adanya koordinasi
tersebut maka dapat tercapai suasana kerja yang baik dan harmonis, serta
menghindarkan adanya kekacauan dalam pekerjaan. Keadaan ini memungkinkan
perusahaan untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan mutu dari produk
yang dihasilkan.

c. Uang
Perusahaan harus menyediakan uang yang cukup untuk mempertahankan
atau meningkatkan mutu produksinya. Misalnya: untuk perawatan dan perbaikan
mesin atau peralatan produksi, pebaikan produk yang rusak dan lain-lain.

d. Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan akan
mempengaruhi terhadap mutu produk yang dhasilkan suatu perusahaan. Untuk itu
pengendalian mutu bahan baku menjad hal yang sangat penting dalam hal bahan
baku, perusahaan harus memperhatikan beberapa hal antara lain: seleksi sumber
dari bahan baku, pemeriksaan dokumen pembelian, pemeriksaaan penerimaan
bahan baku, serta penyimpanan. Hal-hal tersebut harus dilakukan dilakukan
dengan baik sehingga kemungkinan bahan baku yang akan digunakan untuk
proses produksi berkualitas rendah dapat ditekan sekecil mungkin.

e. Mesin dan Peralatan


Mesin serta peralatan yang digunakan dalam proses produksi akan
mempengaruhi terhadap mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Peralatan yang
kurang lengkap serta mesin yang sudah kuno dan tidak ekonomis akan
menyebabkan rendahnya mutu dan produk yang dihasilkan, serta tingkat efisiensi
yang rendah. Akibat biaya produksi menjadi tinggi, sedangkan produk yang
dihasilkan kemungkinan tidak akan laku dipasarkan. Hal ini mengakibatkan
perusahaan tidak dapatbersaing dengan perusahaan lain sejenisnya, yang
menggunakan mesin dan peralatan yang otomatis.
2.4 Cara Mengukur Kualitas Secara Kualitatif dan Kuantitatif

2.4.1 Mengukur Kualitas Melalui Penelitian Pasar

Menurut Evans, 1999 bila pengukuran kualitas dilakukan melalui penelitian


pasar, maka ada berbagai cara yang digunakan, seperti :

1. Menemui Konsumen Secara Langsung


Konsumen ditemui secara langsung untuk diminta pendapatnya tentang
kualitas produk kita. Secara teknis dapat dilakukan dengan menemui satu
persatu atau dikumpulkan dalam satu pertemuan
2. Survei
Beberapa konsumen yang jumlahnya ditentukan dengan menggunakan
kaidah statistik dimintai pendapat melalui beberapa pertanyaan tertulis
tentang kualitas produk. Pertanyaan tertulis bisa diberikan langsung, bisa
juga melalui post atau email.
3. Sistem Pengaduan Konsumen
Sistem ini telah jamak dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan
menyediakan kotak kritik saran atau dengan menyediakan alamat/telp
kontak tertentu yang dikhususkan untuk mengakomodasi keluhan
pelanggan.

2.4.2 Pendekatan Inovatif Mengukur Kualitas

Selain itu dapat pula digunakan teknik yang lebih inovatif, seperti:

1. QFD ( Quality Function Deployment)


Suatu metode dalam bidang manajemen operasi yang dikembangkan untuk
mengakomodasi pendapat konsumen tentang kualitas. Pendapat konsumen
( Voice Of Consumers) tentang kualitas produk selanjutnya dicocokan
dengan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan kualitas produk
melalui sebuah matrik yang disebut house of quality
2. Brainstroming Terstruktur
Metode ini dilakukan dengan mengundang beberapa konsumen terpilih
dalam suatu pertemuan diskusi curah gagasan tentang kualitas produk
tertentu. Diskusi curah gagasan dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan
pengarah untuk menggali gagasan dan pendapat konsumen tentang
kualitas.
3. Analisis kesenjangan Kualitas Pelayanan
Metode ini melibatkan suatu riset yang bisa bersifat mini riset untuk
menggali ada tidaknya gap antara apa yang diharap konsumen dengan apa
yang sesunggunya mereka alami terkait penggunaan produk tertentu.
Konsep yang digunakan dalam riset kesenjangan kualitas pelayanan
biasanya mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh Parasuraman
tentang Gap.

2.4.3 Pengukuran Kualitas Melalui Perhitungan Biaya

Menurut Juran, 1988 Bila pengukuran kualitas dilakukan melalui perhitungan


biaya kualitas, maka cara yang didapat digunakan antara lain:

1. Mengukur biaya kualitas berdasarkan biaya kerusakan perjam tenaga kerja


langsung
Biaya kualitas ditentukan berdasar biaya yang terjadi atau mungkin
terjadi sehubungan dengan adanya kerusakan dalam setiap jam tenaga
kerja langsung. Misalnya bila dari data-data diketahui bahwa untuk setiap
jam tenaga kerja langsung terjadi 10 kerusakan dan itu ekuivalen dengan
Rp. 10.000,00 maka untuk pengerjaan 100 jam tenaga kerja langsung,
biaya kualitasnya adalah 100 × 10 × Rp 10.000 = 10.000.000,00

2. Mengukur biaya kualitas berdasarkan biaya produksi termasuk biaya


tenaga kerja langsung, biaya bahan baku dan biaya overhead pabrik.
Biaya kualitas dihitung berdasarkan biaya produksi terkait dengan
adanya produk rusak atau cacat. Bila misalnya untuk satu produk rusak
ekuivalen dengan kerugian biaya produksi Rp 5.000,00. Maka bila dalam
satu periode terdapat 10 barang rusak, maka biaya kualitas pada periode
tersebut sebesar Rp 5.000,00 × 10 = Rp 50.000,00

3. Mengukur biaya kualitas berdasarkan penjualan bersih


Dengan cara ini biaya kualitas dihitung dengan menggunakan
perkiraan presentase terhadap penjualan bersih. Presentase ini diperkirakan
berdasarkan presentase barang retur terhadap penjualan bersih. Misalnya
ditentukan biaya kualitas 10% dari penjualan bersih. Maka bila penjualan
bersih dalam satu periode sebesar Rp 10.000, 00, maka biaya kualitas
diperkirakan sebesar 10%× Rp 10.000 ,00 = Rp 1.000,00

4. Mengukur biaya kualitas berdasarkan satuan unit seperti kilogram, meter,


dan lain-lain
Cara ini lebih berfokus pada mengukur kualitas terhadap
kesesuaian produk tersebut terhadap variabel terukur yang dijadikan
kriteria atau spesifikasi. Penyimpangan terhadap ukuran diartikan sebagai
produk tidak berkualitas. Selanjutnya biaya kualitas dihitung berdasarkan
biaya produksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

David, A.G., 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Terjemahan oleh Aris Ananda.
Jakarta: Spektrum Mitra Utama.
Evans, James., and William M. Lindsay., 1999, The Management and Control Of
Quality 4th ed. Cincinnati: South-Western
Davis, (1999), Sistem Informasi Manajemen, Struktur dan Pengembangannya, PT.
Gramedia.
Garvin, David A., 1988, Managing Quality. New York : Free Press
Hadis dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, AlfaBeta, Bandung, 2010.

Juran, Joseph M. 1988 “ Quality Control Handbook” 4th ed. New York: McGraw-
Hill
Tjiptono dan Diana, A., Total Quality Management (TQM) edisi revisi, Andi
Offset, Yogyakarta, 2003.

Anda mungkin juga menyukai