Anda di halaman 1dari 12

III.

METODOLOGI

1.1.Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen, yaitu penlitian yang dilakukan
dengan melakukan telaah teori dan penelitian dalam artikel di sebuah jurnal.
1.2.Prosedur penelitian
Prosedur pengambilan data dan analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan artikel tentang sampah organik, biogas dan energi listrik dari bahan baku
biogas.
2. Mengumpulkan data dalam artikel
3. Mengkaji teori dari aspek 3 bidang ilmu yaitu, bidang biologi, bidang kimia dan bidang
fisika.
4. Menjelaskan secara lengkap proses pengolahan sampah organik menjadi biogas dan sumber
energi dari aspek biologi, kimia dan fisika.
5. Menarik kesimpulan pentingnya konsep IPA dalam memahami fenomena alam di lingkungan
sekitar tempat tinggal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aspek Biologi


Anaerobic digestion adalah proses dekomposisi zat organik yang mudah terurai yang
berlangsung dalam kondisi yang terkontrol dan melibatkan berbagai jenis mikroorganisme dalam
kondisi tidak ada oksigen (Ricci & Confalonieri, 2016). Proses AD terjadi secara alami di
lingkungan, contohnya di lingkungan rawa atau di dalam usus besar binatang ternak. Dengan
menggunakan rekayasa teknologi, proses AD ini diaplikasikan untuk membantu proses
dekomposisi zat organik di dalam reaktor/tangki kedap udara, yang umum disebut digester,
untuk memproduksi energi terbarukan, yaitu biogas.
Berbagai jenis mikroorganisme terlibat dalam proses degradasi secara anaerobik, dimana
produknya adalah biogas dan digestate (Ricci & Confalonieri, 2016). Digestate adalah material
yang tersisa dari proses AD, bisa berbentuk padat, cair, maupun campuran keduanya yang kaya
akan kandungan nutrien, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk. Digestate berbeda dengan
kompos, walaupun keduanya memiliki karakteristik yang sama. Kompos adalah sebutan untuk
produk dari proses dekomposisi aerobik, dimana oksigen diperlukan dalam prosesnya.
Pada tahap awal pengoperasian digester, dibutuhkan inokulasi bakteri yang cocok untuk
bekerja dalam kondisi anaerob. Salah satu cara untuk menumbuhkan bakteri di dalam digester
adalah dengan mencampurkan kotoran sapi dan air dengan perbandingan 1:1 atau mengisi
digester dengan kotoran sapi sebanyak 10% dari volume aktif digester tanpa memasukkan
substrat yang akan diolah (Vogeli, et al., 2014). Proses ini dinamakan sebagai inokulasi bakteri
atau proses untuk menumbuhkan bakteri. Gas yang terbentuk dari proses inokulasi merupakan
indikasi bahwa bakteri sudah berada dalam jumlah yang cukup banyak. Gas karbondioksida
merupakan gas yang pertama kali terbentuk pada minggu pertama proses start-up. Gas ini tidak
mudah terbakar dan dapat diemisikan. Setelah beberapa hari, biogas baru akan terbentuk. Dalam
fasa start-up ini, populasi bakteri perlu diadaptasikan dengan substrat yang akan diolah di
digester dengan cara menambahkan proporsi substrat yang akan diolah sedikit demi sedikit
terhadap proporsi kotoran sapi. Keberhasilan proses start-up dalam mengadaptasikan bakteri
terhadap substrat yang akan diolah ditandai dengan pembentukan gas karbondioksida di awal dan
biogas.
Proses Biokimia dalam Anaerobic Digestion Proses dekomposisi anaerobik suatu materi
organik berlangsung dalam 4 tahapan proses, yaitu tahap hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis,
dan metanaogenesis.
Proses biokimia dalam anaerobic digestion materi organik (Environment Canada, 2013)
meliputi rangkaian proses alamiah yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan
metanogenesis.
4.1.1. Hidrolisis
Tahapan pertama adalah tahap yang berjalan paling lambat diantara 4 tahapan proses
AD. Bakteri yang tergolong dalam mikroorganisme hidrolitik akan melepaskan enzim untuk
mengubah materi organik kompleks (karbohidrat, protein, lemak) menjadi menjadi materi
organik yang lebih sederhana atau disebut monomer dan polimer. Karbohidrat akan dikonversi
menjadi gula, protein menjadi asam amino dan lemak dikonversi menjadi asam lemak. Materi
organik dalam bentuk yang terlalu kompleks tidak dapat langsung diserap atau dikonsumsi
oleh bakteri sebagai sumber makanan atau substrat, oleh karena itu tahapan pertama adalah
pengkonversian ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Hidrolisis berlangsung dalam kondisi
asam (pH <5).
4.1.2. Asidogenesis
Pada tahapan proses yang kedua, mikroorganisme asidogenik akan mengubah materi
organik sederhana (monomer) menjadi asam volatil dan alkohol, contohnya etanol, asam
propionat, asam butirat, asetat.. Proses degradasi asam amino akan menghasilkan ammonia.
Pada tahapan ini pH masih akan bersifat asam.
4.1.3. Asetogenesis
Pada tahap asetogenesis, asam lemak berantai panjang dan asam-asam volatil dan
alkohol akan dikonversi menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat oleh
mikroorganisme asetogenik. Selama reaksi ini, nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan
Chemical Oxygen Demand (COD) pada substrat akan berkurang dan pH juga akan menjadi
lebih rendah (Vogeli, et al., 2014). BOD dan COD adalah parameter yang digunakan untuk
mengekspresikan konsentrasi materi organik di dalam suatu substrat.

4.1.4. Metanogenesis
Selama tahapan proses yang terakhir ini, bakteri metanogen akan mengubah hidrogen
dan asam asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Pertumbuhan bakteri metanogen di
dalam digester sangat bergantung pada temperatur, komposisi substrat dan laju beban organik.
Bakteri metanogen adalah bakteri yang sangat sensitif, kehadiran sedikit oksigen dapat bersifat
toksik dan menyebabkan kematian populasi bakteri jenis ini. Selain oksigen bakteri jenis ini
juga tidak dapat hidup di pH yang asam. pH optimum untuk bakteri metanogen berada dalam
kisaran 6,5-7.2 (Environment Canada, 2013). Produk dari tahapan ini, yaitu biogas, didominasi
oleh kandungan gas metana dan karbondioksida, tetapi juga ada gas-gas lain dalam konsentrasi
kecil seperti hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, dan hidrogen. Biogas dengan kandungan gas
metana lebih dari 45% bersifat mudah terbakar. Semakin besar kandungan gas metana, maka
semakin besar juga potensi energi dalam substrat tersebut.
Proses AD merupakan teknologi yang cukup menjanjikan untuk pengolahan sampah
organik, mengingat banyaknya keuntungan yang diperoleh dan hampir tidak menimbulkan
residu. Pemilahan merupakan salah satu kunci utama dalam penyiapan substrat selain karena
proses AD merupakan proses biologis yang hanya dapat mendekomposisi sampah organik,
keberadaan sampah anorganik seperti plastik dapat menimbulkan masalah pada sistem
operasional AD.

Gambar 4.1 Proses biokimia dalam anaerobic digestion materi organik

4.2 Aspek Kimia


Komponen terbesar dalam tanaman adalah pati, selulosa, kitin, protein, asam nukleat dan
karet alam (polimmer alam). Pati, protein dan asam nuleat polymer kimia yang mudah
terdegradasi terutama oleh air (hidrolisis). Sedangkan selulosa, kitin dan karet alam sulit
terdegradasi dan tahan terhadap suhu panas. Dalam proses alamiah dalam degradasi tanaman
maka zat pati, protein dan asam nukleat akan lebih dahulu mengalami degradasi. Proses
degradasi bisa terjadi melalui dua proses alamiah yaitu aerobik dan anaerobik. pada proses
pembuatan pupuk organik (pengolahan sampah) lebih memfokuskan pada proses anaerobik
dengan bantuan mikroorganisme.

Gambar 4.2 polymer pati dari monomer glukosa

Gambar 4.3 Kondensasi protein dari monomer asam amino

4.2.1. Komposting aerobik


Komposting aerobik adalah komposting yang menggunakan oksigen dan memanfaatkan
respiratory metabolism, dimana mikroorganisme yang menghasilkan energi karena adanya
aktivitas enzim yang membantu transport elektron dari elektron donor menuju external electron
acceptor adalah oksigen.
Reaksi yang terjadi:

4.2.2. Komposting anaerobik


Proses komposting tanpa menggunakan oksigen. Bakteri yang berperan adalah
bakteri obligate anaerobik.

Proses anaerobic ini berlangsung dalam empat tahap sebagai berikut (Sidik, 2008 dan
Sudradjat, 2006).
1. Proses hydrolysis, yaitu dekomposisi bahan organik polimer seperti protein, karbohidrat,
dan lemak menjadi monomer yang mudah larut seperti glukosa, asam lemak, dan asam
amino yang dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif seperti lipolytic bacteria,
cellulolytic bacteria, dan proteolytic bacteria.
2. Proses acidogenesis, yaitu dekomposisi monomer organik menjadi asamasam organik dan
alkohol. Pada proses ini, monomer organik diuraikan lebih lanjut oleh acidogenic
bacteria menjadi asam-asam organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat, laktat,
ammonia, serta dihasilkan juga CO2, H2, dan etanol.
3. Proses acetogenesis, yaitu perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam asetat.
Pada proses ini senyawa asam organik dan etanol diuraikan acetogenic bacteria menjadi
asam format, asetat, CO2, dan H2.
4. Proses methanogenesis, yaitu perubahan dari asam asetat menjadi methan. CH2 adalah
produk akhir dari degradasi anaerob. Pembentukan methan dapat terjadi melalui dua
cara. Cara pertama adalah fermentasi dari produk utama dari tahap pembentukan asam,
yaitu asam asetat menjadi CH4 dan CO2 :

CH3COOH  CH4+ CO2


Cara kedua adalah penggunaan H2 oleh beberapa methanogen untuk mereduksi CO2
menjadi CH4.
Reaksi yang terjadi adalah:
4H2 + CO2  CH4 + 2H2O
Adapun produk lain dari proses fermentasi adalah etanol. Fermentasi adalah suatu proses
perubahan kimia dalam suatu substrat organic yang dapat berlangsung karena aksi katalisator
biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba hidup tertentu (Tjokroadikoesoemo 1986).
Proses fermentasi sampah organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk,
sehingga secara naluriah serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang biak di sana.
Hasil proses fermentasi tersebut disebut bokashi. Fermentasi etanol berlangsung secara anaerob
(tanpa oksigen) dengan bantuan sekelompok enzim yang dihasilkan oleh Saccharomyces
cereviceae. Untuk kelangsungan hidupnya, Saccharomyces cereviceae membutuhkan energi. Di
dalam proses fermentasi, Saccharomyces cereviceae memperoleh energi dari bahan yang
difermentasikan.
Pada proses fermentasi penggunaan MOL akan dihasilkan alkohol yang ditandai aroma
alkohol setelah fermentasi selama 7 hari. Proses fermentasi pembuatan MOL dihasilkan alkohol
dengan reaksi sebagai berikut (Indriani, dkk., 2013).

C6H12O6  1C2H5OH + 2CO2 + 2NADH2 + Energi

Secara garis besar, fermentasi karbohidrat dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Pemecahan karbohidrat (pati) menjadi gula pereduksi
Pemecahan karbohidrat menjadi gula pereduksi karena difermentasi oleh enzim diastase dan
maltase yang terkandung dalam ragi, seperti yang terlihat pada reaksi berikut:
2(C6H10O5)n + nH2O  nC12H22O11
diastase pati maltosa

C12H22O11  C6H12O6
maltase Glukosa
2. Perubahan gula pereduksi menjadi etanol
Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh enzyme zymase, yaitu enzim
kompleks yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah sebagai berikut:

C6H12O6  2CH3CH2OH(l) + 2CO2(g) + 31,2 kkal


zymase
Ditinjau dari reaksi diatas, terlihat O2 tidak diperlukan, hanya ada pengubahan zat
organik yang satu menjadi zat organik yang lain (glukosa menjadi etanol).

4.3. Aspek Fisika


Aspek Fisika/Konsep Fisika dalam perubahan dari sampah menjadi gas dan kemudian
menjadi energy listrik yaitu di mulai dari pembuatan tempat yang digunakan untuk Fermentasi
yakni pada Digester dan kemudian hingga ke proses pengadukan dan pengoperasian alat-alat
yang digunakan. Energi gerak yang timbul dari proses pengadukan pada Digester mempengaruhi
tercampurnya semua bahan-bahan yang berasal dari sampah organik. Hal ini teori yang
digunakan hamper sama dengan ketika kita mengayuh sepeda. Dengan bantuan energy gerak
maka timbullah energy listrik yang dapat dimanfaatkan.
Dalam membuat biogas ini, maka beberapa faktor harus di perhatikan:
4.3.1. Pengukuran
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya
terhadap suatu standar atau satuan ukur. Pengukuran juga dapat diartikan sebagai
pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
seseorang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas dan
disepakati. Dalam konsep pengukuran terdapat Konsep Besaran Pokok dan Besaran
Turunan. Dalam kasus ini kita menggunakan konsep besaran pokok yakni tentang massa
dengan satuan Kilogram (Kg) dan Suhu (K/oC).

4.3.2. Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu
benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu
menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda
masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di
tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu
benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat
macam termometer yang paling dikenal
adalah Celsius, Reaumur, Fahrenheit dan Kelvin.
Umumnya digester yang digunakan untuk mengolah sampah kota (municipal
digester) didesain untuk beroperasi pada rentang meshofilik. Secara alami rentang
temperature mesofilik (30-35°C) dapat dicapai oleh proses dekomposisi anaerobik secara
normal.

4.3.3. Tekanan
Tekanan merupakan satuan fisika buat menyatakan kalo gaya (F) per satuan luas
(A), dan satuan tekanan sering dipakai buat mengukur kekuatan dari suatu cairan dan gas.
Selain itu, tekanan juga bisa dihubungkan dengan memakai satuan volume dan juga suhu.
Partikel –partikel dalam gas bebas bergerak dalam ruang dan saling bertumbukan satu
sama lain. Tumbukan antara partikel gas dengan dinding wadah akan menyebabkan
tekanan. Semakin banyak jumlah tumbukan antar molekul maka semakin tinggi tekanan
yang terjadi. Pada proses bernapas Hukum Boyle berlaku. Hukum Boyle berbunyi “Jika
volume suatu wadah gas diperkecil, maka tekanan gas tersebut membesar, asalkan suhu
gas tersebut tetap. Memperbesar volume wadah tersebut menyebabkan tekanan gas
tersebut turun. Penting untuk dicatat bahwa hukum ini berlaku asal suhu gas tersebut
tetap”. Jika gas ditekan ke suatu ruang yang lebih kecil, molekul-molekulnya akan lebih
sering menumbuk dinding ruang tersebut. Akibatnya tekanan gas itu bertambah. Hal
sebaliknya akan terjadi. Jika gas diberikan ruang yang lebih besar, molekul-molekul gas
tersebut menjadi lebih jarang menumbuk dinding dan tekanan gas tersebut mengecil. Hal
tersebut akan terjadi pada Digester Biogas. Gas metana yang dihasilkan nantinya akan
dikeluarkan melalui selang/pipa khusus yang akan dialirkan menuju Generator atau
langsung ke mesin pembakaran.

4.3.4. Energi
Dalam fisika, energy adalah proferti fisika dari suatu objek yang dapat berpindah
melalui interaksi fundamental, yang dapat diubah bentuknya namun tak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan dengan satuan Joule.
Ada berbagai macam bentuk-bentuk energi, tetapi semua tipe energi ini harus
memenuhi berbagai kondisi seperti dapat diubah ke bentuk energi lainnya, mematuhi
hukum konservasi energi, dan menyebabkan perubahan pada benda bermassa yang
dikenai energi tersebut. Bentuk energi yang umum diantaranya energi kinetik dari benda
bergerak, energi radiasi dari cahaya dan radiasi elektromagnetik, energi potensial yang
tersimpan dalam sebuah benda karena posisinya seperti medan gravitasi, medan
listrik atau medan magnet, dan energi panas yang terdiri dari energi potensial dan kinetik
mikroskopik dari gerakan-gerakan partikel tak beraturan. Beberapa bentuk spesifik dari
energi potensial adalah energi elastis yang disebabkan dari pemanjangan atau deformasi
benda padat dan energi kimia seperti pelepasan panas ketika bahan bakar terbakar. Setiap
benda yang memiliki massa ketika diam, memiliki massa diam atau sama dengan energi
diam, meski tidak dijelaskan dalam fenomena sehari-hari di fisika klasik.
Komponen utama penyusun biogas adalah gas metana dan karbondioksida. Gas
metana memiliki nilai kalor yang tinggi, oleh karena itu gas ini banyak digunakan sebagai
energi terbarukan. Penggunaan biogas yang paling populer di negara maju yaitu dengan
mengubahnya menjadi energi listrik. Dari 1 ton sampah sisa makanan, dapat dihasilkan
sebanyak kurang lebih 80-90 m3 gas metana yang setara dengan 600 kWh listrik. Untuk
menghasilkan energy listrik tersebut dibutuhkan sebuah mesin/Generator.
Generator merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi
mekanik menjadi energi listrik arus bolak – balik. Energi mekanik diperoleh dari
penggerak mula (prime mover) yang terkopel dengan rotor generator, sedangkan energi
listrik diperoleh dari proses induksi elektromagnetik yang melibatkan kumparan rotor dan
kumparan stator. Prinsip dasar generator arus bolak – balik menggunakan hukum Faraday
yang menyatakan jika sebatang penghantar berada pada medan magnet yang berubah –
ubah, maka pada penghantar tersebut akan terbentuk gaya gerak listrik. Generator biogas
adalah generator yang berbahan bakar dari biogas yang digunakan untuk membangkitkan
tenaga listrik.

V. KESIMPULAN
Peran sampah organik sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Sampah tidak
selamanya menjadi pengganggu aktivitas kehidupan lingkungan sekitar. Sampah organik bisa
dimanfaatkan dalam berbagai hal yang sangat perguna bagi kehidupan manusia. Sampah
melalui serangkaian proses alamiah sehingga menghasilkan suatu bahan atau materi berharga
dan dapat menjadi solusi penyelesaian masalah pencemaran lingkungan. Proses ini meliputi
proses biologis, proses kimiawi dan proses periiubahan fisika zat. Oleh karena itu, makalah
ini akan mengurain lebih rinci terkait proses pembuatan sampah organik yang meliputi 3
bidang kajian ilmu pengetahuan yaitu, aspek biologi, aspek kimia, dan aspek fisika.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Environment Canada, 2013. Technical Document on Municipal Solid Waste Organics


Processing, 2013: Public Works and Government Services of Canada.
Fairus, S., Salafudin, S., Rahman, L., & Apriani, E. (2011, February). Pemanfaatan sampah
organik secara padu menjadi alternatif energi: biogas dan precursor briket. In Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” 2011.
Indarto, K. E. (2010). Produksi biogas limbah cair industri tapioka melalui peningkatan suhu dan
penambahan urea pada perombakan anaerob.
Irawan, D., & Arifin, Z. (2010). Pemanfaatan Sampah Organik Kota Samarinda Menjadi
Bioetanol: Klasifikasi dan Potensi.
Jabeen, M., 2015. High-solids anaerobic co-digestion of food waste and rice husk at different
organic loading rates. International Biodeteroration & Biodegradation, Volume 102, pp.
149-153.
Jalaluddin, J., Nasrul, Z. A., & Syafrina, R. (2017). Pengolahan Sampah Organik Buah-Buahan
Menjadi Pupuk dengan Menggunakan Effektive Mikroorganisme. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal, 5(1), 17-29.
Kusuma, I. G. B. W., & Wijaya, G. B. (2010, October). Pengolahan Sampah Organik Menjadi
Etanol dan Pengujian Sifat Fisika Biogasoline. In Seminar Nasional tahunan Teknik
Mesin, Palembang.
Lepongbulan, W., Timow, V. M., & Diah, A. W. M. (2017). Analisis Unsur Hara Pupuk Organik
Cair dari Limbah Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus) Danau Lindu dengan Variasi
Volume Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang. Jurnal Akademika Kimia, 6(2),
92-97.
Ricci, M. & Confalonieri, A., 2016. Technical Guidance on the Operation of Organic Waste
Treatment Plants, s.l.: International Solid Waste Association.
Ristiawan, A. (2013). Studi Pemanfaatan Aktivator Lumpur Aktif dan EM4 Dalam Proses
Pengomposan Lumpur Organik, Sampah Organik Domestik, Limbah Bawang Merah
Goreng Dan Limbah Kulit Bawang. Jurnal Teknik Lingkungan, 2(1), 1-9.
Sulistyorini, L. (2005). Pengelolaan sampah dengan cara menjadikannya kompos. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2(1).
Vogeli, Y. et al., 2014. Anaerobic Digestion of Biowaste in Developing Countries, 2014: Eawag-
Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology.

Anda mungkin juga menyukai