Anda di halaman 1dari 26

REFERAT LESI BATANG OTAK DAN GANGGUAN SARAF KRANIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Saraf
Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh:
Riska Ruli Djitmau, S.Ked
2019086016346

PEMBIMBING:
dr. Nelly Y. Tan Rumpaisum, Sp.S

SMF SARAF
RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Secara anatomis Batang otak meliputi seluruh struktur diatas Medulla spinalis kecuali
Cerebrum, Cerebellum, dan Substansia Alba. Jadi, Batang otak terdiri dari Medulla
Oblongata, Pons, Mesencephalon, Thalamus, dan Ganglia Basalis lebih menjurus pada fungsi
cerebral dan hubungan antara cerebellum dan cerebrum. Fungsi motoris dari batang otak
terutama mengontrol tonus otot dan sikap tubuh. Batang otak juga penting dalam reaksi
keseimbangan. Batang otak merupakan sumber energy motoris yang sangat kuat yang
dikontrol oleh pusat-pusat yang lebih tinggi selama aktivitas motoriknya. Bilamana control
dari pusat-pusat yang lebih tinggi terhadap aktivitas motoris batang otak dihilangkan maka
energy motorik dari batang otak tak terbendung dan menjadi manifestasi sebagai kekakuan
(decerebrate rigidity).

Bila dilakukan pemotongan setinggi interkolikulus dari mesensefalon sehingga bagian


rostral mesensefalon, thalamus dan korteks cerebri dihilangkan fungsinya maka akan terjadi
hipertonia yang hebat dari seluruh otot-otot ekstensor. Ekstremitas akan mengalami ekstensi
yang kaku, punggung kaku dan lurus, sedang kepala terangkat ke atas dan sedikit ke
belakang. Kekakuan akibat deserbasi ini terjadi akibat lepasnya pusat-pusat motoris batang
otak dari control pussat otoris yang lebih tinggi yang terletak di tempat pemotongan. Formasi
retikularis merupakan bagian dari batang otak yang meluas dari bagian kaudal medulla
oblongata, melalui pons dan mesensefalon ke dalam thalamus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Segala jenis lesi yang melibatkan batang otak, bisa berupa gangguan vaskuler (infark
atau perdarahan), tumor, proses inflamasi dan degenerasi. Batang otak merupakan suatu
struktur yang secara anatomi kompak, secara fungsional bermacam-macam, dan secara klinis
penting. Bahkan suatu lesi tunggal yang relative kecilpun hamper selalu merusak beberapa
nucleus, pusat reflex, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu seringkali bersifat vascular
(misalnya, perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor, trauma, dan proses degenerative atau
demielinasi dapat juga merusak batang otak. Batang otak daerah susunan pyramidal dilintasi
oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan
pyramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegic yang melibatkan saraf otak secara
khas dan dinamakan hemiplegic alternans. Lesi sesisi atau hemilesi yang sering terjadi diotak
jarang dijumpai dimedulla spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medulla
spinalis pada umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia.

2.2 Anatomi

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati foramina
costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui foramen magnum dan
bergabung dipersimpangan pontomedullary untuk mmbentuk arteri basilar. Setiap arteri
vertebralis biasanya bercabang menjadi arteri serebelar posterior (PICA). Dibagian atas pons,
arteri basilar menjadi 2 arteri serebral posterior.

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebral superior yang memasok bagian
lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil dipasok oleh arteri
sirkumfleksan, arteri serebral anterior inferior dan arteri superior serebral dari arteri basilar.
Medulla diperdarahi ole PICA dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh
cabang-cabang dari arteri basilaris. PCA memperdarahi otak tengah, thalamus dan korteks
oksipital.
Gambar 1. Anatomi suplai darah pada mesensefalon
Gambar 2. Anatomi suplai darah pada pons.

Gambar 3. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata.

2.3

Patogenesis

Penyebab utama kelainan vascular yang menyerang ke system vertebrobasilar adalah


aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh darah yang menyebabkan
lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi. Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah
yang besar. Kejadian tersebut berada dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada
diameter 50-200µm. pada pembuluh darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang
sering terjadi berhubungan dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan
membentuk infark kecil dan melingkar bernama lacuna dimana dapat muncul soliter ataupun
multiple di daerah subkorteks dan batang otak.

Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita hipertensi


rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal. Hamper seluruh perdarahan
intraserebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang merupakan penghubung, karena
didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan servikal, maka bentuk-
bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri vertebral di leher dan akhirnya
membentuk oklusi dari trauma ditimbulkan tersebut. Oklusi emboli dari system
vertebrobasiler tidaklah umum terjadi.

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis akibat
mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli
yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Thrombus
dalam pembuluh darah juga dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga
plak menjadi tidak stabil dan udah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan
penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung
endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi,
konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah

Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah diotak) akan
menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh
darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
manusia, sebagai energy yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energy yang
diperlukan tubuh manusia, sebagai energy yang diperlukan berasal dari metabolism glukosa,
yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolism tersebut, lebih dari 30 detik
gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila
aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K-ATPase, sehingga
membrane potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negative
sehingga terjadi membrane depolarisasi. Saat awal depolarisasi membrane sel masih
reversible, tetapi bila menetap terjadi perubahan structural ruang yang menyebabkan
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10ml/gr.menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi


enzim-enzim, karena tingginya ion H. selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang
ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.
Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vascular dan kemudian penurunan dari tekanan
perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra
dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk
mengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. komplikasi lebih
lanjut dari iskemia serebral adalah edema serebral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan
jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan local atau sistemis.
Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serebral stotoksik. Akibat daari osmosis
sel cairan berpindah dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya.
Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membrane sel dimana transport Na dan air
kembali keluar kedalam ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini
terganggu dan neuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema.
Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar
edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan
plasma akan mengalir ke jaringan otak dan kedalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut
saraf dalam substansia alba sehingga terjadi penggumpalan cairan sehingga vasogenik edema
serebral merupakan suatu edema ekstraseluler

pada stadium vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada
substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serebral ditemukan pembengkakan pada
daerah di sekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa gangguan sawar darah otak
berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut
juga trauma reperfusi). Edema serebral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa
space occupying lesion. Peningkatan TIK yang menyebabkan hilangnya kemampuan untuk
menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan menyebabkan penekanan system ventrikel,
sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut, maka akan terjadi
herniasi ke segala arah, dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Akhirnya dapat
menyebabkan iskemia dan kematian otak.
2.4 SINDROM BATANG OTAK

SINDROM
SINDROM MEDULA
MESENSEFALO SINDROM PONS
OBLONGATA
N
Sindrom Weber  Sindrom Foville- Sindrom wellenberg
Millard Gubler
Sindrom Benedict Sindrom Dejerine
 Tegmentum
pontis kaudale
 Tegmentum
pontis orale
 Basis pontis
kaudalis
 Basis pontis
tengahpontis
bagian tengah

Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan


sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistem otonom juga bisa menjadi gejala
tambahan. Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan batang otak, tidak peduli
lokalisasinya mempunyai satu ciri khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang
disertai oleh kelumpuhan saraf motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada
saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan tersebut berupa
hemiparesis. Hemiparesis yang diiringi oleh gangguan saraf tersebut dinamakan
hemiparesis alternans.

1. Sindrom Weber ( Sindrom Pedunkulus Serebri ) A. 

Definisi

Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang
meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik
kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia
kontralateral (traktus kortikopontis) serta adanya defisit saraf kranialis yang
kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan supranuklear pada
nervus VII, IX, X dan XII.

Etiologi

1) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang  berinduk


pada ramus perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus
interpendikularis arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.

2) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.

3) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor
(glioma).

4) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.

5) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.

6) Hematoma epiduralis.

Gambaran Klinis
Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur
dalam otak tengah.
Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.

Kerusakan Struktur Efek


Substansia Nigra
Kontralateral Parkinsonism
Serabut kortikospinalis
Kontralateral hemiparesis
Traktus kortikobulbaris
Kerusakan pada otot-otot wajah bagian
bawah yang kontralateral dan fungsi nervus
hipoglosus (N.XII)
Kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral
Serabut nervus okulomotorius (N.III)
yang menyebabkan kelopak mata jatuh dan
pupil yang melebar hal ini menyebabkan
diplopia

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak


bangunan-bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau
serebelum, maka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik
sukar sekalai memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon
mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang
merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparesis yang
disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan
terfiksasi. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama
hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi
pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya
hemiparesis alternans nervus okulomotorius (N.III) yang diiringi juga dengan
gejala yang dinamakan oftalmoplegia internuklearis.

Diagnosis

Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis


tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan sudah
dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi.
Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk.
menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus III)
biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis (nervus IV)
dan nervus abdusen (nervus VI). Pemeriksaan tersebut terdiri atas:

a) Pemeriksaan celah kelopak mata : Pasien diminta untuk memandang lurus ke


depan, kemudian dinilai kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:
1) Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point
pupil
2) Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor
3) Posisi: apakah sentral atau eksentrik
4) Refleks pupil
c) Gerakan bola mata: Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu
lateral, medial, lateral atas, medial atas dan medial bawah untuk mengetahui
fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata, dengan cara: pasien menghadap ke
depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah
objek di depan pasien.  

2. Sindrom Benedickt

Definisi
Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis
nervus okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber.
Hal ini terjadi disebabkan tersumbatnya cabang-cabang
interpedunkularis dari arteri  basilaris atau serebralis posterior atau
keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan n.
okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama atau ritmik pada
tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan oleh adanya
gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika istirahat.
Yang merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju
keluar dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat
hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi,
getar kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus
medialis); hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat
keterlibatan pada nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra).

Patofisiologi
Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami
perforantes para medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan
ditemukan di daerah yang mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus serebri
dan daerah nucleus ruber. Maka hemiparesis alternans yang ringan
sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan nervus III akan tetapi
dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan tungkai
yang paretik ringan (di sisi kontralateral). Benedict terjadi jika lesi
menduduki kawasan nukleus ruber sesisi yang ikut rusak bersama-sama
radiks nervus okulomotorius ialah neuron-neuron dan serabut-serabut yang
tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Pada sindrom ini, lesi pada area
nucleus ruber memotong saraf fasikuler dari nervus III pada saat mereka
melewati otak tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan
kelumpuhan okulomotorius, dengan hiperkinesia kontralateral (tremor,
khorea, atetosis). 
Sindrom Benedict merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan
fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus ruber ipsilateral.
Maka pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe perifer dengan
diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap
pada lengan. Sindrom Benedickt adalah bila pada otak tengah tingkat
kerusakan sampai di nukleus ruber atau di fasikulus nervus III akan
menyebabkan kelumpuhan pada nervus III yang komplit atau parsial.
Kerusakan sampai pada nukleus ruber (diluar dari sisi lain hemisfer
serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.

Etiologi

Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi pada
ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau keduanya
pada otak tengah, trauma atau tumor.

 Manifestasi Klinis
 Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi
(gangguan serabut radiks nervus III)
 Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
 Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan
traktus spino talamikus)
 Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia
kontralateral
 Rigiditas kontralateral (substansia nigra)
Tabel 4. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi6 : 

Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar


kontralateral.

 Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)

Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral

Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan

 pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

Gambar 5. Letak les pada sindrom Weber dan Benedict.

3. Sindrom Foville-Millard Gubler (sindrom basis pontis kaudalis )

Definisi
Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya
kelumpuhan UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada
dibawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-
otot yang disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.

Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis
arteri basilaris dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom
Foville termasuk juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons.
Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat
unilateral.  Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular
di  pons dapat dibagi ke dalam:
 Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari ramus
perforantes medialis a. Basilaris
 Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens
yang pendek

 Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli


superior
 Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan
perdarahan sirkumferens yang panjang.
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes
medialis arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika
lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar
atau kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut
pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi
tersebut.

Manifestasi Klinik
Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan
menyebabkan:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral

 N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral

 N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral


Gambar 6. Sindrom Foville- Millard Gubler
Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami
perforantes medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa
hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat
ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka
kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi bagian
tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar
nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat
kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus
konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh
kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-
otot yang disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII
sisi kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom
hemiplegi alternans nervus abdusens.  Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi
unilateral di pes pontis yang meluas ke samping, sehingga melibatkan juga
daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom hemiplegia alternans padamana pada sisi
ipsilateral terdapat kelupuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi
n.abdusens dan n.fasialis yang disebut sebagai Sindrom Millard Gubler . Jika
serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka
‘deviation conjugee’ mengiringi sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata
yang konjugat itu dikenal juga sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia
alternans nervus abdusens et fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut
sebagai Sindrom Foville –  Millard Gubler .

4. Sindrom Tegmentum pontis kaudale

Etiologi dan Gambaran Klinis


Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis). Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah
kelumpuhan nuclear abdusen dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus
longitudinalis medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia
ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis);analgesia dan termanestesia kontralateral
(traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan
getar sis
kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral (traktus
tegmentalis sentralis).

Manifestasi klinis

Gambar 7. Sindrom tegmentum pontis kaudale

Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar


kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

 Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral

Traktus spinotalamikusAnalgesia dan termanestesia setengah tubuh

lateralis kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral

 N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral


5. Sindrom Tegmentum Pontis orale

Etiologi dan Gambaran Klinis


Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris
dan arteri serebelaris superior. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah
hilangnya sensasi wajah ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan
paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus), hemiataksia,
intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris superior); gangguan
semua modalitas sensorik kontralateral.

Manifestasi klinis

Gambar 8. Sindrom tegmentum pontis orale Tabel

8.

Kerusakanstruktur batang otak dan efek yang terjadi:  

Kerusakan struktur Efek


Pedunkulus serebelaris Hemiataksia, Intention tremor, Adiadokokinesi,
superior Disarteria serebelar

Nukleus prinsipalis
Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
sensorik n. Trigeminus

Nukleus traktus spinalis Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral


n. Trigeminus

Nucleus motorik n . Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah


trigeminus ipsislateral

Traktus tegmentalis Mioritmia palatum dan faring


sentralis

Traktus tektospinalis Hilangnya refleks kedip

Traktus Spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh


Lateral kontralateral

Leminiskus lateralis Tuli

Leminiskus Medialis Gangguan sensasi raba, getar,dan posisi separuh


tuuh kontralateral, ataksia

Traktus kortikonuklearis kelumpuhan N VII, N IX, N X, N XII

6. Sindrom basis pontis bagian tengah


Etiologi dan Gambaran Klinis
Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris
dan arteri serebelaris superior. Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas
sensorik ipsilateral, paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention
termor, adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral
Gambar 9. Sindrom basis pontis bagian tengah

Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Radiks n. trigeminus   Hemianestesia semua modalitas sensorik


ipsilateral

  Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral

Pedunkulus serebelarisHemiataksia dan asinergia ipsilateral

medial

Traktus kortikospinalis Hemiparesis spastik kontralateral

 Nuclei pontis Diktaksia ipsilateral

7. Sindrom Wallenberg ( Sindrom Medularis Dorsolateralis )

Definisi 
Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral atau
Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu
penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang
mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior atau
arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada bagian
lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis yang
merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma
kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam
kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 9,10 

Manifestasi Klinik  

Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada tempat
lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk karena adanya
trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a. Vertebralis. Hanya
sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari arteri cerebeli
posterior inferior.  

Gambar 11. Sindrom Wallenberg


Tabel 10. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma Wallenberg 6 : 

Struktur yang terlibat


Efek klinis
Nukleus vestibularis inferior Nistagmus & kecenderungan jatuh ke ipsilateral
 Nucleus dorsalis n. Vagus Takikardia dan dispnea
Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia i psilateral

Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa


Nucleus ambigus Paresis palatum, laring, & faring ipsilateral; suara serak

 Nucleus n. Kokhlearis Tuli

 Nucleus traktus spinalis n Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral; reflex


trigeminus kornea menghilang
Jaras simpatis sentral Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator wajah
ipsilateral
Traktusspinoserebelaris anterior Ataksia; hipotonia ipsilateral

Traktusspinotalamikus lateralis Analgesi dan teranestesi setengah tubuh kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring Formasio retikularis


Cegukan( singultus
 
Pengobatan 
Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan terapi
secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan
rehabilitasi aktif untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang
stroke. ada pasien yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk memasang
selang makanan yang dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko
aspirasi pneumonia bisa terjadi. Dalam beberapa kasus,  pengobatan mungkin
digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter
melaporkan bahwa anti-epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat
yang efektif untuk individu dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif
dalam mengobati cegukan persisten. 

8. Sindrom Dejerin ( Sindrom Medularis Medialis )


Definisi
Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria vertebralis
atau arteria basilaris, umumnya bilateral. 

Manifestasi Klinis

Gambar 12.Sindrom
Dejerin Tabel 11.
Kerusakan struktur
batang dan efek yang
4
terjadi:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Fasikulus longitudinalis Nistagmus

Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi


Lemnikus medialis
kontralateral

Oliva Mioritmia palatum dan posisi kontralateral

 Nervushipoglosus(nervusKelumpuhanflasidnervusXIIdengan

XII) hemiatrofi lidah

Hemiplagiakontralateral(bukanspastik)
Traktus piramidalis
tetapi terdapat refleks Babinski

2.5 GANGGUAN SARAF KRANIALIS.

No Nama Jenis Fungsi

1 Olfaktorius Sensorik Menerima rangsang dari hidung dan


menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau

2 Optikus Sensorik Menerima rangsangan dari mata dan


menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual

3 Okulomotorius Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata

4 Trochlearis Mototrik Menggerakan beberapa otot mata

5 Trigeminus Gabungan S : menerima rangsangan dari wajah untuk


diproses di otak sebagai sentuhan

M : menggerakan rahang

6 Abdusen Mototrik Abduksi mata/ menggerakan bebearapa otot


mata

7 Fascialis Gabungan S : menerima rangsang dari bagian 2/3anterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasri
rasa
M : menggerakan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah

8 Vestibulochoclearis Sensori Vestibuler : mengendalikan keseimbangan


koklea : menerima rangsan untuk diproses
diotak sbg suara

9 Glossofaringeus Gabungan S: menerima rangsang dari bagian 1/3 posterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
M: mengendalikan organ-organ didalam
10 Vagus Gabungan S : menerima rangsang dari organ dalam
M: mengendalikan organ dalam
11 Assesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala

12 Hipoglosus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

Nama Nervus Gangguan

Nc I Olfaktorius Anosmia , Hiperosmia, Hiposmia, Parosmia, Cacosmia,


Halusinasi Olfaktprius, Uncinate Fit (epilepsi uncinatus), epilepsi
lobus temporalis anterior, sindrom foster kennedy

Nc II Optikus Gangguan penglihatan, gangguan lapang pandang, kelainan pada


fundus

Nc III, IV, VI Strabismus, diplopia, ptosis, sindrom fissura orbitalis, sindrom


(Okulomotorius, horner (NC VI),
trochlearis, abdusens)

Nc V trigeminus - Hilangnya 1/lebih modalitas sensorik daerah inervasi sensorik


Nc V
- Gangguan pendengaran / paralisis otot tensor tympani

- Paralisis otot pengunyah (deviasi mandibula 1 sisi, trismus,


refleks kornea (-)

- Gangguan sensibilitas suhu dan nyeri ipsilateral pada wajah dan


kontralateral ( bawah wajah )

Nc VII fascialis -Lesi supranuklear /sentral

-Lesi nuklear ; paralisis fascialis perifer + hemiplego/parese


kontralateral dapat disertai paralisis N.VI(sindrom millard gubler

-Paralisis fascialis perifer (bels )

- bells’ palsy
- gerakan abnormal pada wajah (tic fascialis, myokimia,
crocodile tears syndrome, neuralgia genikulata)

Nc VIII -Gangguan pendengaran (et : tinitus, halusinasi, hiperaukusis,


vestibulocochlearis tuli konduktif/perseptif)
-Gangguan keseimbangan (vertigo, nistagmus)
-mmeniere disease
Nc IX glossofaringeus Diisfagia, glosofaring neuralgia, sindrom verner, gangguan
pengecapan (1/2 dorsal)/hipogeusia, ageusia, halusinasi
pengecapan

Nc X vagus Perubahan bicara (disfonia, disartria), disfagia, paralisis vagal


bilateral, paralisis vagal unilateral.
Nc XI abdusens Sindrom vernet, kelumpuhan sesisi/bilateral.

Nc XII hipoglosus - Supra nuklear (paralisis spastik) => deviasi lidah


berlawanan lesi, hemiplegi kontralateral.
- Perifer (paralisis flaksid) => atrofi sisi lesi, deviasi lidah
sisi lesi, fascucalsi
- Lesi nuklear/medularis
- Lesi cortical => disartria dan ataxia lidah
- Lesi striatum => chorea (gerakan lidah aritmik &
irreguler)
- Psikogenik => tics pada lidah/gagap

Anda mungkin juga menyukai