Anda di halaman 1dari 2

Th 2018 Indo terjadi penekanan nilai tukar RP Feb sampai okt 2018, tertinggi Juli terjadi karena

berlanjutnya Federal Funds Rate (biaya pinjam meminjam cadangan bank pd bank sentral
amerika dalam durasi semalam) & ketidakpastian pasar keuangan global.
Pd grafik DXY = US dollar index terjadi peningkatan sebesar 95,5% pd Agt 2018 yg
mengakibatkan mata uang AS meningkat
pd grafik VIX = volatility index (risiko dalam pasar keuangan) jg meningkat dan mengakibatkan
Risk averse yaitu penolakan investasi di negara berkembang.
Grafik CDS (credit default swap) = penjaminan dana pinjaman juga meningkat dinegara
berkembang tdk hny indo. Cds bisa sbg patokan resiko investasi, mka dr itu arus modal asing ke
neg berkembang menurun pd 2018.
Faktor yang nilai tukar masih terkendali
Harga pangan global turun. Di indo pasokan valas dari kinerja ekspor mulai menurun pada
semester II 2018 seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan harga
komoditas yang menurun, shg pendapatan dr kegiatan ekspor jg menurun. Impor nonmigas
sampai dengan triwulan III 2018 tumbuh rata-rata 22,5%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun
sebelumnya sebesar 13,9%. Ekspor nonmigas pada semester II 2018 tumbuh 4,0%, lebih rendah
dari pertumbuhan pada 2017 sebesar 16,7%.
Besi baja turun. AS berencana akan menaikkan dua kali lipat tarif impor baja dan alumunium
yang memberikan konsekuensi/dampak besar terhadap negara-negara eksportir. Kondisi tersebut
pada akhirnya meningkatkan premi risiko dan berdampak langsung terhadap depresiasi nilai
tukar negara berkembang, termasuk Rupiah.
Minyak naik. Pada awal 2018, harga minyak dunia mengalami peningkatan akibat pemotongan
produksi oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan beberapa negara
non-OPEC, serta gangguan produksi di Venezuela dan Libya. Tekanan kenaikan harga minyak
terjadi pada triwulan II dan III 2018. Terutama dipicu oleh isu pasokan Iran akibat pengenaan
sanksi oleh AS.
Depresiasi, nilai tukar rupiah terdepresiasi 12,5%, dimana Rupiah sempat mencapai level
Rp15.235 per dolar AS. Volatilitas Rupiah juga meningkat secara rerata menjadi 8,1%, dari
semula 7,0% pada Januari 2018.
Tekanan permintaan dapat direspon oleh sisi produksi. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi, tetapi pemerintah dapat memenuhi
permintaan trsb sehingga inflasi tdk terlalu tinggi karena barang langka.
Ekspektasi inflasi terjangkar dalam sasaran artinya tekanan nilai tukar rupiah th 2018 kemarin
masih dalam batas normal dan sesuai dengan prediksi pemerintah.
Exchange rate pass through = pengukuran respon trhdp perub harga barang impor dan ekspor sbg
akibat perubahan kurs valas. Jadi perubahan kurs yg diserap oleh barang masih rendah. Contoh
diketahui perubahan kurs 40% sedangkan perubahan harga barang 15%, maka tingkat pass
through 15% / 40% = 37,5%, artinya 37,5% perubahan kurs valas yang merupakan pass through
mata uang asing lebih rendah dari sisanya 62,5% dari perubahan kurs yg diserap harga barang.
Grafik nilai tukar dan volatilitas
Dengan dinamika tersebut, nilai tukar Rupiah pada 2018 secara rerata melemah 6,05% (yoy) ke
level Rp14.246 per dolar AS dari Rp13.385 per dolar AS pada 2017. Secara point-to-point (ptp)
diakhir tahun, nilai tukar Rupiah melemah 5,65% dan ditutup di level Rp14.380 per dolar AS
pada akhir 2018. Namun demikian, pelemahan Rupiah tersebut masih lebih rendah dibandingkan
dengan depresiasi mata uang negara lain seperti rupee India, rand Afrika Selatan, real Brazil, dan
lira Turki (Grafik 4.3). Volatilitas Rupiah pada 2018 meningkat dari 3,0% pada 2017 menjadi
berada pada level 8,5%. Volatilitas rupiah pada 2018 juga lebih rendah dibandingkan dengan
kondisi beberapa mata uang lain, dengan volatilitas tertinggi terjadi di Turki yakni 30,4% (Grafik
4.4).
Tren penguatan Rupiah pada November – Desember 2018 juga dipengaruhi oleh ketidakpastian
global yang berkurang. Beberapa perkembangan positif dari global di periode ini ialah hasil
pemilu sela di AS yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Kebijakan Presiden AS juga
diperkirakan masih sejalan dengan agenda partai terpilih baik di tingkat dewan perwakilan rakyat
(House of Representatives) maupun senat. Selain itu, tensi hubungan perdagangan yang mereda
pada Desember 2018 dengan kesepakatan untuk menghindari tambahan pengenaan tarif selama
90 hari berkontribusi pada ketidakpastian global yang berkurang. Sinyal arah kebijakan the Fed
pada Desember 2018 yang cenderung less hawkish juga menyebabkan minat investor terhadap
mata uang dolar AS berkurang dan mengalihkan aliran dana ke negara berkembang, sehingga
turut mendorong apresiasi Rupiah.

Anda mungkin juga menyukai