ARTAMA INTERKONSULTINDO
Sesuai dengan pelingkupan studi, pada bagian Metode Studi ini akan menguraikan
mengenai metodologi yang digunakan dalam Penyusunan Amdal Pembangunan
Terpadu Pesisir Ibukota Negara Tahap 2 yang terdiri dari:
Uraian untuk setiap metode penyusunan Dokumen Lingkungan akan disajikan didalam
sub bab dibawah ini.
ANALISA DATA
Gambar 6.1 Bagan Alir Metode Pengumpulan Data Pekerjaan Penyusunan Amdal
Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Tahap 2
Pada bagian ini akan dijelaskan metode pengumpulan dan analisis data baik primer
dan/atau sekunder yang digunakan dalam prakiraan dampak. Metode pengumpulan
dan analisis data ini akan digunakan untuk :
a. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diperkirakan mendapat dampak besar dan penting dari
lingkungan hidup sekitarnya;
b. Menelaah, mengamati dan mengukur komponen lingkungan hidup yang
diperkirakan terkena dampak besar dan penting.
Data primer yang diambil meliputi data-data yang menjadi isu penting yang akan
diperoleh dengan cara survei dan pengukuran langsung di lapangan serta pengambilan
contoh untuk dianalisis di laboratorium, selain itu juga akan dilakukan wawancara
langsung dengan masyarakat maupun aparat pemerintah setempat. Data sekunder
akan dikumpulkan melalui cara studi literatur serta informasi dari instansi terkait.
pompa udara berkekuatan tinggi (high volume sampler) dengan dilengkapi filter
khusus, kemudian dianalisis secara gravimetri. Setelah ditimbang, melalui filter
tersebut ditentukan kandungan logamnya dengan mendestruksi kertas filter dan
dianalisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
Tabel 6.1. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien menurut SK Gubernur DKI Jakarta
No Parameter Waktu Baku Metode Analisis Peralatan
Pengukuran Mutu
1. SO2 24 jam 0,1 ppm Pararosanilin Spektrofotometer
260 µg/m3
2. CO 8 jam 15.000 NDIR NDIR Analyzer
µg/m3
3. NO3 24 jam 0,05 ppm Saltzman Spektrofotometer
92,50
µg/m3
4. O3 1 jam 0,1 ppm Chemiluminescent Spektrofotometer
200 µg/m3
5. Debu 24 jam 0,26 µg/m3 Gravimetri Hi-Vol
6. Pb 24 jam 2 µg/m3 - Gravimetrik - Hi-Vol
ekstraktif - AAS
- Pengabutan
Tabel 6.2. Baku Tingkat Kebauan Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996
Analisa lalu-lintas yang dilakukan pada dasarnya adalah pembandingan kondisi lalu-
lintas eksisting, dengan kondisi lalu-lintas selama proses konstruksi dan pasca
konstruksi (operasi). Untuk mengetahui perkembangan kondisi lalu lintas yang terjadi,
analisa traffic forecasting terhadap kondisi lalu-lintas saat ini juga dilakukan, untuk
mengetahui kondisi lalu-lintas pada tahun dimana pembangunan akan selesai (start
operating).
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data instansi maupun studi literatur untuk
mencari beberapa analogi terkait permasalahan transportasi yang ditimbulkan oleh
kegiatan tersebut. Jenis-jenis data yang dikumpulkan antara lain:
Studi Instansional
Studi ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder tentang tingkat
pertumbuhan lalu lintas, program prasarana jalan, rencana tata ruang dan
sistem transportasi, baik yang berkaitan langsung dengan rencana kegiatan
pembangunan terpadu pesisir ibukota negara tahap 2 maupun sistem
transportasi yang mendukung rencana kegiatan tersebut.
Studi Literature
Studi ini dimaksudkan untuk mendapatkan referensi tentang permasalahan
transportasi yang sesuai dengan rencana pembangunan terpadu pesisir
ibukota negara tahap 2 dalam rangka mendapatkan analogi permasalan
transportasi yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut.
b. Metode Survey
Pemilihan metode survey dilakukan berdasarkan kondisi (kendala dan potensi)
wilayah studi, serta mempertimbangkan tingkat kedalaman dan ketelitian
data yang dibutuhkan pada proses selanjutnya. Pada studi ini survey primer yang
dilakukan terdiri dari survey lalu lintas dan survey kondisi jaringan jalan.
Derajat Kejenuhan (DS) adalah rasio volume arus lalulintas (Q) terhadap
kapasitas jalan (C).
DS = Q/C
Dimana :
Q : arus lalulintas
C : kapasitas jalan
Kapasitas (Capacity/C)
Dimana:
Berdasarkan hasil perhitungan LOS ini dicari hubungan dengan kecepatan operasi
kendaraan.
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan identifikasi jenis flora terestrial yang dijumpai
berdasarkan tipe ekosistem yang terdapat di lokasi studi. Data kuantitatif dianalisis
dengan menghitung kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansinya
(DR). Ditentukan pula INP (Indeks Nilai Penting) dan Indeks Diversitas (H‘).
KR = jumlah individu suatu jenis/jumlah individu seluruh jenis x 100 %
FR = frekuensi suatu jenis/frekuensi seluruh jenis x 100 %
DR = dominansi mutak suatu jenis/dominansi seluruh jenis x 100%
- Indeks Nilai Penting : KR + FR + DR
Nilai ini untuk menentukan jenis yang dominan di lokasi penelitian
- Indeks Keanekaan ;
H’ = - Σ pi ln pi (pi = ni/N)
H’ = Indeks Keanekaan Shannon
ni = Jumlah individu jenis I yang ditemukan
N = Jumlah seluruh individu yang ditemukan
Besarnya Indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wiener didefinisikan
sebagai berikut ;
c. Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan flora dilakukan di tapak proyek yang meliputi ekosistem
pekarangan, rivarian, pekarangan, dan hutan produksi.
6.1.6 Fauna
a. Pengumpulan Data
Data komponen fauna yang dikumpulkan meliputi:
Inventarisasi jenis fauna (Burung, Mamalia, Herpetofauna, dan Nekton) baik yang
tidak dilindungi maupun satwa langka dilindungi, bernilai ekonomi, dan keindahan
dilakukan dengan metode visual encounter survey (VES) dan wawancara.
Populasi jenis burung dengan menggunakan metode IPA
b. Analisis Data
Data fauna kemudian akan diklasifikasikan statusnya berdasarkan daftar fauna yang
dilindungi di Indonesia PP. Nomor 7 Tahun 1999 , CITES, dan Redlist IUCN. Data
populasi burung dianalisis dengan menghitung kelimpahan relatif (KR), frekuensi
relatif (FR) dan INP (Indeks Nilai Penting)
KR = jumlah individu suatu jenis/jumlah individu seluruh jenis x 100 %
FR = frekuensi suatu jenis/frekuensi seluruh jenis x 100 %
INP= KR + FR
c. Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan fauna dilakukan di daerah tapak dan pemukiman penduduk.
Contoh diambil secara acak terhadap setiap tipe habitat yang representatif.
a. Pengumpulan Data
Komponen Biota Air yang akan ditelaah meliputi:
Keanekaragaman jenis nekton. Metode yang digunakan adalah observasi
langsung melalui wawancara dengan penduduk setempat.
Keanekaragaman dan kelimpahan jenis plankton dan benthos. Metode yang
digunakan adalah composite di titik-titik pengamatan yang representatif.
Pengambilan contoh plankton menggunakan plankton net dengan saringan No
25 pengawetan MAF 4%, kemudian dianalisis di laboratorium. Benthos perairan
diambil dengan alat Eckman Dregde. Pemisahan dilakukan di lapangan
kemudian diawetkan dengan formalin 4%.
b. Analisis Data
Contoh biota air diidentifikasi di laboratorium dan ditentukan indeks
keanekaragaman plankton dan benthos berdasarkan Shanon dan Winers
S
ni ( ni 1)
i 1 N (N 1)
dimana:
λ = indeks keanekaragaman
S = total jumlah spesies
N = total jumlah individual/jenis
ni = jumlah individu dari spesies i
c. Lokasi Pengamatan
Lokasi pengambilan biota air sama dengan air permukaan.
Q = 0,002778 CIA
Pengukuran debit sungai dilakukan pada aliran sungai yang terdapat di tapak
proyek. Hubungan antara debit sungai, luas penampang badan air atau saluran
dihitung berdasarkan persamaan rasional, yaitu:
Q= A.v
Disini :
Kecepatan arus sungai diukur di lapangan dengan pelampung (jika kedalaman air
dangkal), sedangkan kedalaman dan lebar sungai diketahui dengan alat ukur
dalam satuan panjang (Centimenter, meter).
berdasarkan jenis batuan penyusun, pengamatan kedudukan muka air tanah, dan
prakiraan potensi air tanah.
Data sekunder meliputi peta topografi dan atau rupa bumi diperoleh dari Badan
Informasi Geospatial (BIG), sedangkan peta geologi dari Pusat Survey Geologi (PSG) –
Badan Geologi Bandung.
L = (Ci x 100)/(s x d)
Disini:
L = kemiringan lereng (%)
Ci= interval kontur (m)
s = skala interval
d = jarak antara dua garis kontur (transis)
Acuan yang digunakan dalam klasifikasi sudut kemiringan lereng lahan adalah
Kementerian Kehutanan (1988) yang membagi kelas kemiringan lereng yaitu: 0
– 8 (datar), 8 – 15% (landai), 15 – 25% (miring), 25 – 40% (curam), > 40%
(terjal).
Bahan dan peralatan yang digunakan yaitu peta topografi skala 1 : 25.000, dan
kompas geologi.
Morfologi
Data sekunder untuk memetakan morfologi/bentangalam tapak studi adalah
peta topografi. Unsur-unsur yang dianalisis yaitu keragaman bentuk muka bumi
(topografi), lembah, pola aliran sungai dan ketinggian (elevasi) lahan dari
permukaan laut. Data primer berupa hasil pengamatan secara fisual di
lapangan.
Dengan menggabungkan unsur-unsur morfologi yang diperoleh dari data
sekunder dan data primer tersebut di atas, selanjutnya dikelompokkan berdasar
satuan morfologi dengan karakteristik bentuk lahan berikut:
Tabel 6.7. Klasifikasi lahan berdasar bentuk, sudut kemiringan lereng dan
beda tinggi
Litologi/Batuan
Data sekunder yang digunakan dalam pemetaan litologi yaitu peta topografi dan
peta geologi regional. Sedangkan pengumpulan data primer dilakukan melalui
pengamatan secara terestris di lapangan pada titik-titik yang telah ditentukan
berdasarkan satuan litologi yang dapat dibedakan antara satu dan lainnya.
Analisis yang dilakukan dengan cara mendeskripsi susunan litologi dan sifat fisik
berdasarkan kaidah-kaidah litostratigrafi dan sifat-sifat mekanis yang dimiliki
pada masing-masing satuan litologi.
Peralatan yang digunakan yaitu peta topografi, kompas geologi, loupe 10 – 20 x
pembesaran, palu geologi, pita ukur, GPS.
Pengambilan contoh tanah
Pengambilan contoh tanah tak terganggu dimaksudkan untuk mengetahui sifat
fisik dasar tanah (index properties) dan sifat-sifat mekanika tanah (mechanical
properties) di tapak proyek. Contoh tanah yang diambil pada kedalaman 0,4 –
0,6 m di bawah rata tanah setempat menggunakan tabung PVC diameter 4 inci,
tinggi 6 inci. Contoh tanah yang diambil dilakukan semi-sistematis yang
dianggap mewakili jenis tanah/satuan litologi tapak studi. Contoh ini kemudian
analisis di laboratorium mekanika tanah yang mengacu pada standar baku yaitu
SNI (Standar Nasional Indonesia) dan ASTM (American Society for Testing
Materials) untuk beberapa parameter terkait dalam studi ini seperti dapat dilihat
pada Tabel 6.8 di bawah.
SNI : M – 11 – 1989 - F
1 Kadar air (Soil Moistured)
ASTM : D – 2216
SNI : M-05 s/d M-07– 1989 -
2 Batas atterberg (Atterberg Limits) F
ASTM : D – 423 & D - 424
SNI : M – 13 – 1989 - F
3 Berat isi (Volume Density)
ASTM : D – 1556
SNI : M – 04 – 1989 – F
4 Berat jenis (Specific Gravity)
ASTM : D – 854
Penyusunan Amdal Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Tahap 2 6 - 18
PENAWARAN TEKNIS PT. ARTAMA INTERKONSULTINDO
SNI : M – 08 – 1989 - F
5 Ukuran butir (Grain size)
ASTM : D – 422
SNI : 03-6388-2002
6 Permeabilitas (Permeability)
ASTM : D - 2434
7 Kuat tekan (Unconfined Compresive SNI : M – 11 – 1990 - 03
Strenght) ASTM : D – 2850 & D – 4767
SNI : M – 09 – 1990 - 03
8 Geser langsung (Direct Shear)
ASTM : D – 3060
SNI : M – 11 – 1990 - 03
9 UU-Triaxial
ASTM : D – 2850 & D – 4767
FK
(c ' l (N ul ) tan '
W sinn
1
FK c' l (N ul ) tan '
n sin
W
dengan:
N ialah gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan. Nilai W, dan l
diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, dan c’ dan ’ dapat ditentukan
di laboratorium. Gaya normal (N) ini tidak dapat ditentukan dengan cara
menghitung kesetimbangan statis (karena terdapat keadaan statis tidak
tertentu), sehingga harus dipakai suatu cara pendekatan untuk menentukan
besarnya σ.:
1 sec
FK (c' b (W ub) tan ' )
sin
W
1
tan ' tan
FK
3) Sosial Budaya
Pengumpulan data sosial budaya dilakukan dengan mengumpulkan data
sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian
sosial budaya yang pernah dilakukan di wilayah yang menjadi lokasi proyek,
serta buku-buku referensi yang menunjang penelitian ini. Data primer
diperoleh melalui penelitian di lapangan yang meliputi observasi dan
wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guidance)
terhadap responden dan melakukan wawancara secara mendalam yang
terarah/terfokus (indepth interview) terhadap beberapa informan kunci (key
person) seperti tokoh masyarkat, tokoh adat dan tokoh agama yang dianggap
sangat berpengaruh dalam masyarakat.
Adapun parameter sosial budaya yang akan diteliti adalah :
Kebudaya masyarakat setempat yang meliputi :
a) Adat istiadat.
b) Nilai dan norma budaya.
c) Nilai dan norma agama.
Proses sosial dalam masyarakat yang meliputi :
a) Proses asosiatif (kerjasama).
b) Proses disosiatif (konflik sosial).
Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan serta sikap
masyarakat terhadap keadaan lingkungan yang menjadi penyebab
kekhawatiran terhadap masalah lahan, pemukiman maupun konflik yang muncul
di masyarakat.
2) Sosial Ekonomi
Analisis data sosial ekonomi yang bersifat kuantitatif akan dilakukan dengan
analisis statistik, sedangkan yang bersifat kualitatif akan dilakukan dengan
menggunakan metode deskriptif analisis.
3) Sosial Budaya
Tabel 6.9. Parameter dan Metode Pengumpulan Serta Analisis Data Sosial
Ekonomi dan Budaya
Metode
Komponen/Sub Pengumpulan
No. Parameter Satuan Jenis Data
Komponen dan Analisis
Data
1. SOSEKBUD
A DEMOGRAFI/KEPENDUDUKAN
1. Struktur - Kelompok Umur Jiwa Data Studi
pendudu - Jenis kelamin dan sekunder Pustaka dan
k -Mata % Deskriptif
pencaharian
- Pendidikan
- Agama
2. Tenaga Kerja - Tingkat % Data Wawancara
partisipasi sekunder dan Studi
angk. kerja Pustaka,
- Tingkat Deskriptif
pengangguran
B EKONOMI
1.Ekonomi - Tingkat Rp/bln Data Wawancara
Rumah Tangga Pendapatan sekunder dan Studi
- Sumber-Sumber dan primer Pustaka,
Pendapatan Deskriptif
Metode
Komponen/Sub Pengumpulan
No. Parameter Satuan Jenis Data
Komponen dan Analisis
Data
2.Perekonomian Kesempatan Data Pengamatan,
Lokal & Regio- kerja dan ber- sekunder Wawancara
nal usaha dan primer dan Studi
Jenis & Pustaka,
jumlah
aktivitas
Produksi
Domestik
Regional Bruto
Pendapatan Asli
Daerah
Pusat-pusat
pertumbuhan
ekonomi
Fasilitas umum
& sosial
C. BUDAYA
1. Sikap & Terhadap % Data Primer Pengamatan,
persepsi Lingkungan Wawancara
Terhadap Terhadap dan Studi
Rencana rencana Pustaka,
proyek kegiatan Deskriptif
2. Fungsi Hutan Terhadap
Bagi Masyarkat Keamanan
3. Fungsi Sungai dan ketertiban
Terhadap
kehidupan
budaya dan
agama
didasarkan pada kriteria khusus dan tujuan penelitian yang akan dilakukan
serta kurang menekankan pada sifat representativitas dalam pengambilan
sampel. Responden yang diambil meliputi anggota masyarakat dari berbagai
kelompok, seperti tokoh formal dan informal, para pemuda, wanita dan ibu rumah
tangga serta kelompok-kelompok profesi atau mata pencaharian. Adapun data
sekunder diperoleh dari instansi terkait di tingkat kelurahan, kecamatan, kota
dan kabupaten.
N = n/N(d)2 + 1
Dimana :
N = Sampel;
N = populasi;
Metode yang digunakan dalam prakiraan dampak ini terdiri dari metode formal
dan metode non formal. Metode formal menggunakan pendekatan matematis
sedangkan metode non formal dilakukan pada prakiraan dampak yang sulit
dilakukan dengan model matematis, sehingga lebih tepat dilakukan melalui pendekatan
kualitatif.
Penggunaan metode formal dalam prakiraan dampak penting diaplikasikan antara lain
untuk memprakirakan :
a) Kualitas Udara
Metode prakiraan dampak untuk kualitas udara menggunakan metode matematis guna
memperkirakan konsentrasi pencemar di udara ambien yang diakibatkan oleh
operasional kendaraan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Qs
C
u z
Dimana :
Untuk faktor emisi gas buang Buang Kendaraan Bermotor di Indonesia digunakan
pedoman estimasi beban pencemar dari kendaraan bermotor, KLH, 2007. Faktor emisi
gas buang kendaraan bermotor dapat dilihat pada berikut ini :
b) Tingkat Kebisingan
Metode yang akan digunakan untuk perkiraan dampak kebisingan adalah metode
r2
Lp1 Lp2 20 log
r1
matematis dengan menggunakan model Inverse Square Law, yaitu :
Dimana :
c) Kualitas Air
Perkiraan dampak untuk aspek kualitas air permukaan akan dilakukan dengan
metode formal maupun non formal. Metode formal digunakan untuk menentukan
konsentrasi pertemuan antara outlet sumber pencemar dengan badan air sungai
yaitu dengan metode matematik :
Beban Pencemaran
Keterangan:
L = Beban pencemaran atau Load
C = Konsentrasi pencemar
Q = Debit
Keterangan :
Prakiraan Dampak
Prakiraan dampak perubahan kualitas air air yang terjadi akibat pelaksanaan
kegiatan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
d) Transportasi
Keterangan :
1. Spot speed
Tingkat
Karakteristik Operasi Terkait
Pelayanan
Arus bebas , volume lalu lintas rendah
Kecepatan perjalanan > 80 Km/jam
A Kepadatan lalu lintas rendah
Kebebasan mempertahankan kecepatan tanpa/dengan
sedikit tundaan
Arus stabil dan volume lalu lintas sedang
Kecepatan perjalanan > 70 Km/jam
B Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal belum
mengganggu kecepatan
Kebebasan memilih kecepatan dan lajur
Arus stabil dengan pergerakan dipengaruhi volume lalu
lintas yang lebih tinggi
Kecepatan perjalanan > 60 Km/jam
C Kepadatan lalu lintas sedang, hambatan internal lalu lintas
meningkat
Keterbatasan memilih kecepatan, pindah lajur, atau
mendahului
Arus mendekati tidak stabil, volume lalu lintas tinggi
Kecepatan perjalanan > 50 Km/jam
Kepadatan lalu lintas sedang, fluktuasi volume lalu lintas
dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan
D
kecepatan yang besar
Keterbatasan menjalankan kendaraan, kenyamanan
rendah, namun masih dapat ditolerir untuk waktu yang
singkat
Arus mendekati tidak stabil, volume lalu lintas mendekati
kapasitas jalan
Kecepatan perjalanan > 30 km/jam untuk jalan antar kota
dan >10 km/jam untuk jalan perkotaan
E
Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu
lintas tinggi
Pengemudi mengalami kemacetan-kemacetan durasi
pendek
Arus tertahan, terjadi antrian kendaraan yang panjang
Volume lalu lintas rendah dan kepadatan lalu lintas tinggi
F Kecepatan perjalanan < 30 Km/jam
Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun
sampai 0 (nol)
Sumber : Lampiran PM 96/2015
Metode non formal dilakukan secara sederhana berdasarkan intuisi dan pengalaman.
Metode non formal yang digunakan adalah analogi dan pertimbangan para pakar
(Professional Judgement).
1) Analogi
Metode analogi yaitu dengan cara mengkaji masalah-masalah yang timbul akibat
kegiatan sejenis di lokasi lain yang memiliki karakteristik sama untuk digunakan
dasar dalam memperkirakan dampak yang terjadi di kegiatan pembangunan
terpadu pesisir Ibukota Negara tahap 2.
Dampak dikatakan penting jika manusia di wilayah studi ANDAL yang terkena
dampak lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan,
jumlahnya sama atau lebih besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat dari
usaha atau kegiatan di wilayah studi.
Intensitas dampak
Dampak dikatakan penting jika rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak
sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponen lainnya lebih atau
sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak primer.
Dampak dikatakan penting bila perubahan yang dialami oleh suatu komponen
lingkungan tidak dapat dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi manusia.
Dampak dikatakan penting bila ada kriteria lain yang menyatakan penting
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Evaluasi dampak penting dalam studi AMDAL ini dilakukan secara holistik yaitu
menggunakan bagan alir, mencakup dampak yang penting sebagaimana telah
dihasilkan dalam bab prakiraan dampak sebelumnya.
sifat dampak dan mengkaji keterkaitan antara dampak primer, sekunder, dan
tersier, serta mengkaji alternatif kegiatan yang memberikan kesetimbangan optimal
antara kepentingan kegiatan (proyek) dengan lingkungan.
j. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dimaksud.
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
1. Penurunan Metode perhitungan Data yang diperlukan untuk aspek Pengambilan data dilakukan Metode yang digunakan Metode evaluasi
Kualitas matematis kualitas udara terdiri dari data dengan sampling atau yang digunakan
Udara primer dan data sekunder yang pengukuran di lapangan Qs adalah metode
C
berupa:
u z bagan alir
untuk menentukan
Data hasil pengukuran kualitas dampak yang
kualitas udara yaitu :
udara ambien yang pernah dilengkapi
dilakukan di sekitar lokasi. dengan uraian
Data perkiraan jumlah deskriptif.
Dimana :
kendaraan berat dan alat berat
C = konsentrasi ambien
yang akan digunakan selama
(g/m3)
masa konstruksi dan perkiraan
Q = laju emisi
konsumsi bahan bakar.
(g/detik/m2)
Data perkiraan jumlah
s = panjang daerah
kendaraan bermotor yang
tinjauan searah dengan
digunakan selama masa
arah angin (m)
operasi dan perkiraan
u = kecepatan angin rata-
konsumsi bahan bakar.
rata (m/dtk)
z = tinggi pencampuran
(m).
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
pada Keputusan
Gubernur Kalimantan
Selatan Nomor 7 Tahun
2016 tentang Baku Mutu
Udara Ambien Provinsi
Kalimantan Selatan.
2. Peningkatan Metode perhitungan Data yang diperlukan untuk aspek Pengambilan data dilakukan Metode yang digunakan Metode evaluasi
Kebisingan matematis peningkatan kebisingan terdiri dari dengan sampling atau untuk menentukan yang digunakan
data primer dan data sekunder pengukuran di lapangan tingkat kebisingan yaitu adalah metode
yang berupa: dengan model Inverse bagan alir
Data hasil pengukuran tingkat Square Law : dampak yang
kebisingan yang pernah dilengkapi
dilakukan disekitar lokasi. Sumber titik : dengan uraian
Data perkiraan jumlah deskriptif.
r2
kendaraan berat dan alat berat Lp 1 Lp 2 20 log
r1
yang akan digunakan selama
masa konstruksi.
Data perkiraan jumlah Dimana :
kendaraan bermotor yang Lp1 = Tingkat kebisingan
digunakan selama masa untuk sumber 1 dengan
operasi. jarak r1 dari sumber 1.
Lp2 = Tingkat kebisingan
untuk sumber 2 dengan
jarak r2 dari sumber 2.
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
Hasil analisis akan
dibandingkan dengan
baku mutu tingkat
kebisingan pada Kepmen
LH Nomor 48 Tahun
1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan.
3. Penurunan Metode perhitungan Data yang diperlukan untuk aspek Pengambilan data dilakukan Metode formal digunakan Metode evaluasi
Kualitas Air matematis kualitas air permukaan terdiri dari dengan sampling atau untuk menentukan beban yang digunakan
Permukaan data primer dan data sekunder pengukuran di lapangan pencemaran dan adalah metode
yang berupa hasil analisis konsentrasi pertemuan bagan alir
laboratorium, debit air permukaan, antara beban pencemar dampak yang
debit beban pencemaran yang dengan badan air sungai dilengkapi
akan masuk ke air permukaan yaitu dengan metode dengan uraian
tersebut, serta prakiraan matematik. deskriptif.
konsentrasi air permukan. Hasil anaslisi akan
dibandingkan dengan
baku mutu lingkungan
yang berlaku sesuai
Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001.
4. Penurunan Formal : Analisis Data Primer: Survey lalu lintas Perolehan data primer Metode Matematis dan Evaluasi secara
Tingkat perubahan tingkat (traffic counting), survey karakter lapangan dan data sekunder professional judgement holistik
Pelayanan pelayanan jalan (Level of geometri jalan (lebar jalan, lajur), dari instansi terkait menggunakan
Jalan Services / LOS) mengacu kecepatan lalu lintas, data bagan alir untuk
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
kepada Lampiran PM kendaraan umum menjelaskan:
Perhubungan No 96 Tahun Data Sekunder: Peta jaringan 1. Keterkaitan
2015. jalan, Data BPS terkait aspek antar dampak
Perbandingan kondisi lalu transportasi penting
lintas eksisting dengan lalu 2. Sifat dan
lintas selama proses kumulatif dampak
konstruksi dan operasi. penting
5. Kerusakan Metode Data jaringan jalan, Kondisi Fisik Data sekunder dan observasi Profesional judgement Evaluasi secara
Fisik Jalan analogi/perbandingan Jalan,Kelas Jalan, Jenis dilapangan. dan analogi dengan holistik
kendaraan yang lewat, kegiatan sejenis. menggunakan
Dokumentasi kerusakan jalan. bagan alir untuk
menjelaskan:
1. Keterkaitan
antar dampak
penting
2. Sifat dan
kumulatif dampak
penting.
6. Flora Profesional judgement dari Jenis tumbuhan yang dominan Pengamatan langsung Profesional judgement Menggunakan
Terestrial tenaga ahli dan keane-kaan jenis tumbuhan Analisis kualitatif dari tenaga ahli metode bagan
alir.
7. Fauna Profesional judgement dari Data jenis-jenis fau-na Pengamatan langsung Profesional judgement Menggunakan
tenaga ahli Analisis kualitatif dari tenaga ahli metode bagan
Peralatan teropong medan alir.
Wawancara
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
8. Biota Air Profesional judgement dari Jenis perairan Plankton Analisis di laboratorium Telaahan secara
tenaga ahli Jenis biota air (plank-ton, benthos, Pengambilan sampel. dan dibandingkan de- holistik
nekton) Benthos ngan indeks keanekara-
Mengambil contoh substrat di gaman
dasar perairan yaitu lumpur
atau pasir menggunakan grab Analisis di laboratorium Telaahan secara
sampler untuk perairan dalam dan dibandingkan de- holistik
dan jala surber untuk perairan ngan indeks diversitas
dalam dengan menggunakan Benthos
metode transek.
Nekton
Menangkap ikan mengguna- Dianalisis melalui perte- Telaahan secara
kan berbagai alat penangkap laahan atau identifikasi holistik
(jaring, jala, seser atau seje- dengan berbagai kriteria
nisnya).
Wawancara dengan masyara-
kat/narasumber.
9. Hidrologi dan Profesional judgement dari Data sekunder: Data sekunder dan observasi Profesional judgement Menggunakan
Hidrogeologi tenaga ahli Data iklim diperoleh dari Badan dilapangan dari tenaga ahli metode bagan
Meterologi dan Geofisika (BMKG) alir.
Stasiun Klimatologi Semarang.
Data Primer:
Pemetaan komponen-komponen
hidrogeologi di lapangan yaitu
kedalaman akifer dan debit air
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
tatah (dari mata air).
10. Geologi Profesional judgement dari Data sekunder meliputi peta Data sekunder dan observasi Profesional judgement Menggunakan
(Stabilitas tenaga ahli topografi dan atau rupa bumi dilapangan dari tenaga ahli metode bagan
Lereng) diperoleh dari Badan Informasi alir.
Geospatial (BIG), sedangkan peta
geologi dari Pusat Survey Geologi
(PSG) – Badan Geologi Bandung.
Pengumpulan data primer
dilakukan di lapangan terdiri dari:
Morfologi: pengamatan dan
deskripsi bentuk
bentangalam/permukaan lahan
mencakup morfometri,
klasifikasi kemiringan lereng
lahan, sungai dengan pola
alirannya, dan elevasi lahan.
Litologi/batuan: pengamatan
dan deskripsi jenis litologi
mencakup sifat fisik warna,
tekstur dan struktur, bentuk
dan ukuran butir, pemilahan,
konsistensi,
porositas/permeabilitas, tingkat
kelapukan.
Sampling contoh tanah/batuan:
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
untuk uji sifat fisik dasar (index
properties) tanah dan sifat
mekanika (mechanical
properties) tanah di
laboratorium mekanika
tanah/batuan sesuai urgensi.
11. Kesempatan Membandingkan hasil Jumlah penduduk usia Pengumpulan data Kesempatan Kerja: Bagan Alir
Kerja analisis jumlah penyerapan produktif dikelompokkan kedalam 2 (dua) ∑ TKp
= 100%
tenaga kerja dengan Tingkat partisipasi angkatan kelompok yaitu data primer dan ∑ TKL
angkatan kerja yang kerja, data sekunder. Data primer TKp : Jumlah kebutuhan
tenaga kerja
tersedia di sekitar lokasi Jumlah angkatan kerja akan diperoleh secara langsung
TKL : Jumlah tenaga
kegiatan (deskriftif kualitatif Tingkat pengangguran di lapangan dengan teknik
dan kuantitatif) observasi (pengamatan secara kerja yang tersedia
diperoleh
langsung) dan wawancara
terhadap masyarakat yang
diprakirakan terkena dampak.
Jumlah responden sebanyak 50
responden. Data sekunder dari
Profil Desa maupun
Kecamatan yang diterbitkan
Biro Pusat Statistik.
Perubahan Prakiraan dampak dengan Data jenis mata pencaharian Wawancara dan studi pustaka. Tabulasi dan deskriptif. Bagan Alir
Mata analogi. warga
Pencaharian
Penurunan Prakiraan dampak dengan Jumlah lahan pertanian Wawancara dan studi pustaka. Tabulasi dan deskriptif. Bagan Alir
Metode Prakiraan Data dan Informasi yang Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
No. DPH Metode Evaluasi
Dampak Relevan dan Dibutuhkan Untuk Prakiraan untuk Prakiraan
Produktivitas analogi. masyarakat, jenis tanaman yang
Pertanian ditanam.
Pendapatan Prakiraan dampak dengan Jenis-jenis usaha, jumlah usaha Wawancara dan studi pustaka. Tabulasi dan deskriptif. Bagan Alir
Masyarakat analogi. yang ada, mata pencaharian
penduduk sekitar.
Terjadinya Membandingkan hasil Kondisi persepsi awal masyarakat Data primer akan diperoleh 𝑃𝑝/𝑛 Bagan Alir
𝑷𝒑/𝒏 = 𝑥100%
Keresahan analisis data lapangan di Desa yang terkena dampak. secara langsung di lapangan 𝑃𝑡𝑜𝑡
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
Garis-garis kontur kedalaman atau model batimetri diperoleh dengan menginterpolasi titik-
titik pengukuran kedalaman yang tersebar pada lokasi yang dikaji. Kerapatan titik-titik
Perencanaan lajur perum dilakukan diatas peta kerja dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk perencanaan jalur pemeruman akan dibuat dan dilakukan seting jalur pada peta
digital berskala, dengan menggunakan peta yang telah disediakan didalam perangkat
GPS yang digunakan pada survei ini, sehingga jalur yang direncanakan serta arah
kapal saat dilakukan survei yang sebenarnya akan dapat dimonitor didalam PC yang
b. Jarak antar lajur utama (tegak lurus garis ) dengan interval jarak 50 meter
c. Jarak antar lajur silang pada setiap interval jarak 50 meter dan membentuk sudut
d. Setiap lajur perum diberi nama atau inisial yang spesifik dan unik yang bertujuan untuk
Perencanaan lajur perum secara simulatif dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pengukuran
Pengikatan Ke BM
Rambu
Waterpas GPS (Base)
Rambu
Pasut
BM
25 m
Jal
ur
Pen DGPS (Differential GPS)
guk
ura
50 m n So
und
ing
Posisi Fix
75 m
100 m
GPS (Rover)
Sounding
Gambar 6.3 Pergerakan Perahu Survey pada saat pengambilan data kedalaman di
Lintasan Batimetri yang direncanakan
6.6.1.2 Pengukuran Kedalaman Titik Fix Perum
Pengukuran kedalaman titik fix perum ditujukan untuk menentukan kedalaman dari titik fix
perum.
SATELIT
READER
ANTENA ANTENA
TRANDUSER TRANDUSER
DASAR LAUT
Lintasan kapal survei dijalankan mengikuti lajur survei yang telah direncanakan pada
dalam alat Garmin mapsounder. Lintasan kapal juga dapat dipantau setiap saat (real
satelit GPS (Nomor, PDOP dan HDOP), koordinat dan grafik track lintasan pada lajur
survei, dan kecepatan kapal secara real time dan elevation mask satelit akan diset
pada ketinggian 10 derajat. Rekaman data pada posisi fix akan diset pada interval
jarak 10 m dan/ atau pada interval waktu 53 detik dengan kecepatan kapal akan diatur
Hasil pemeruman akan terekam secara real time pada memory card yang terdapat
didalam alat echosunder tadi yang kemudian didownload dengan Sotware Mapsource /
Garmin basecamp. Data yang sudah didownload tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan formula yang terdapat dalam program software excel. Semua data hasil
pemeruman dikoreksi dengan ketinggian muka air pasang surut pada saat pengukuran
dan dan nilai LWS pada rambu pasut hasil analisa pasang surut.
Data hasil ( XYZ / ENZ ) yang sudah diolah kemudian dieksport ke dalam format *txt
untuk kebutuhan plotting di software Autocad land Development / Autocad Civil 3D.
Kemudian data yang sudah di plot ke autocad tersebut digambar garis kontur dan
Survei batimetri dilakukan dengan menggunakan alat perum gema Echo Sounder (ES)
merk Garmin Mapsounder 585, dimana alat ini berkemampuan pabrikan hingga
kedalaman 200m.
Perahu survey
Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi pasang surut /perairan
di suatu lokasi. Berdasarkan hasiI pengamatan tersebut dapat ditetapkan datum vertikal
tertentu yang sesuai untuk keperluan keperluan tertentu pula. Pengamatan pasang surut
dilakukan dengan mencatat atau merekam data tinggi pasang surut /perairan pada setiap
interval waktu tertentu. Rentang pengamatan pasang surut sebaiknya dilakukan selama
selang waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang mempengaruhi terjadinya
pasang surut telah kembali pada posisinya 'semula'. Rentang waktu pengamatan pasang
surut yang lazim dilakukan untuk keperluan praktis adalah 15 hari.
Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasang surut dilakukan dengan palem atau
rambu pengamat pasang surut. Tinggi pasang surut setiap jam diamati secara manual oleh
operator (pencatat) dan dicatat pada suatu formulir pengamatan pasang surut. Pada palem
dilukis tanda tanda skala bacaan dalam satuan desimeter. Pencatat akan menuliskan
kedudukan tinggi pasang surut relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai
dengan skala bacaan yang tertulis pada palem. Pasang surut yang relatif tidak tenang
membatasi kemampuan pencatatan dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian,
cara ini cukup efektif untuk memperoleh data pasang surut dengan ketelitian hingga sekitar
25 cm. Tinggi palem disesuaikan dengan karakter tunggang air pada wilayah perairan
yang diamati pola pasang surutnya, yang biasanya sekitar 2 hingga 3 meter.
Beberapa persyaratan untuk penempatan lokasi stasiun pasang surut yang harus dipenuhi
antara lain adalah:
2. Tanah di daerah lokasi stasiun pasang surut harus keras (tidak berlumpur).
3. Lokasi stasiun pasang surut sebaiknya jauh dari muara untuk menghindari pengaruh
aliran serta endapan dan sampah yang terbawa menuju ke laut .
4. Perairan di lokasi stasiun pasang surut diupayakan bersih dan jernih serta tidak
terganggu oleh tumbuhan yang ada di sekitarnya.
6. Terlindung dari pengaruh ombak dan gelombang serta pengaruh lainnya secara
langsung.
Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana bagi
perencanaan fasilitas , mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan meramalkan
fluktuasi muka air. Urutan analisa pasang surut adalah sebagai berikut:
Periode
Komponen Simbol Keterangan
(jam)
Matahari-bulan K1 23.9346
Utama bulan O1 25.8194 Pasang Surut Diurnal
Utama matahari P1 24.0658
2. Tipe pasang surut di berbagai daerah tidak sama, di suatu daerah dalam satu hari
dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum tipe pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian
tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut
campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), dan pasang
surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal). Dengan
didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe
pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan perhitungan Formzall (F) dengan
persamaan sebagai berikut:
AO1 + AK1
F=
AM2 + AS2
Dimana:
AO = amplitudo komponen O1
Penjelasan untuk masing-masing tipe pasang surut dapat dilihat pada Tabel 6.15
berikut ini,
Setelah kesembilan komponen pasang surut berikut amplitudo dan fasanya diketahui,
maka perubahan elevasi pasang surut akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu
tertentu.
Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi pasang surut
selama jangka waktu tertentu. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-
elevasi yang digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan
pasang surut tersebut. Analisa dilakukan dengan metode statistika.
Elevasi-elevasi pasang surut yang biasa digunakan adalah sebagai berikut Tabel 6.16:
Curren