Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PSIKOLOGI

WANITA SEBAGAI IBU

Disusun oleh :

1. Erlinawati
2. Haslinda
3. Sy. Kasmarazmuaty

Dosen Pembimbing : Evi Zahara, SST, M. keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES ACEH JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-IV MEULABOH
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas kelompok
mata kuliah Psikologi Kebidanan dengan judul “ Wanita sebagai Ibu”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita hantarkan untuk junjungan Nabi kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni Syariah agama islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Kami menyampaikan
rasa terimakasih kepada dosen mata kuliah Psikologi Kebidanan ibu Evi Zahara, SST, M. keb.
Penulis berharap agar makalah ini berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak lagi
kekurangan dalam laporan ini, Oleh kasrena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini untuk lebih baik lagi. Demikian
dan apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf .

Meulaboh, 28 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................3
A. Keluarga dan wanita sebagai Ibu..........................................................................................3
B. Keibuan dan Sifat-sifat Ibu.................................................................................................10
C. Relasi Ibu dan Anak............................................................................................................17
BAB III.........................................................................................................................................21
PENUTUP....................................................................................................................................21
A. Kesimpulan.........................................................................................................................21
B. Saran...................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan organisasi paling penting dalam kelompok sosial. Keluarga

merupakan lembaga paling utama dan paling pertama bertanggung jawab ditengah

masyarakat dalam menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia

karna ditengah keluargalah anak manusia dilahirkan serta mendidik hingga menjadi

dewasa.

Keibuan itu bersangkutan dengan relasi ibu dengan anaknya, sebagai kesatuan

fisiologis, psikis dan sosial. Relasi tersebut dimulai sejak si janin ada dalam kandungan

ibunya, dan dilanjutkan dengan proses proses fisiologis berupa masa hamil, kelahiran,

periode menyusui dan memelihara seorang anak. Semua fungsi fisiologis tersebut

senantiasa dibarebgi sengan komponen komponen fisiologis ,yang pada setiap spesies

menjadi typis khas dan sama sifatnya. Namun secara individual menujukkan adanya

perbedaan, karena sifat – sifat kepribadian setiap individu wanita perbedaan, karena sifat-

sifat kepribadian setiap individu wanita memang berbeda.

Masalah penting yang harus dihadapi wanita dalam melaksanakan fungsi

reproduksi itu dimulai dengan kehamilan dan kelahiran bayi, sampai pada mengasuh

anak. Salah satu kesulitan pokok dalam pelaksanaan tugas ialah berkonfliknya

kepentingan spesies (demi melenggangkan spesies manusia). Maka tugas paling berat

bagi ibu muda tersebut ialah menciptakan unitas atau kesatuan yang harmonis di antara

1
diri sendiri dengan anaknya. Dengan kata lain, ibu tersebut harus mampu

“memanunggalkan diri” atau mengidentifikasikan diri secara selaras dengan bayi dengan

anaknya.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang psikologi wanita

sebagai ibu

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan psikologi tentang wanita sebagai ibu dan relasi ibu

anak

2. Bagi Institusi Kesehatan

Dapat memberikan gambaran psikologi tentang wanita sebagai ibu dan relasi ibu

anak

3. Bagi institusi pendidikan

Menambah referensi yang dapat menunjang dalam kegiatan belajar mengajar

terkait gambaran gambaran psikologi tentang wanita sebagai ibu dan relasi ibu anak

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga dan Wanita sebagai Ibu

Keluarga merupakan matriks (tempat persemaian) bagi pembentukan kepribadian

manusia sebab keluarga menyajikan lingkungan sosial yang total dan lengkap selama

tahun pertama, yang perlu sebagai alas dasar bagi pembentukan kepribadian. Selanjutnya

memberikan pengalaman menuju kepada kedewasaan. Keluarga sebagai kesatuan primer

terkecil juga memberikan bimbingan dan latihan bagi bakal warga negara sejak

kehidupan anak yang masih dini. Oleh karena itu rumah tangga dan keluarga merupakan

pencetus dari pola kultural untuk membudayakan seorang anak.

Sebagian besar dari anak tumbuh berkembang dan didewasakan dalam

lingkungan keluarga. Dan sejak masa bayi, anak sudah menghirup udara kasih sayang

dan kesetiaaan terhadap ideologi keluarga. Ideologi ini diisi dengan kebiasaan, tradisi,

emosi-emosi, sentimen-sentimen, nilai, dan norma-norma tertentu yang mengikat setiap

anggota menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu keluarga merupakan sarana paling

penting untuk menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi yang

berikutnya. Pelaksanaan penyaluran kultural ini berlangsung sepanjang sejarah kehidupan

manusia, dan merupakan proses yang berkesinambungan.

Keluarga merupakan pokok sosial yang paling intim, yang diikat oleh ikatan seks,

cinta, kesetiaan dan pernikahan. Di mana wanita berfungsi sebagai istri dan pria sebagai

suami. Dilihat dari segi naluri, dorongan paling kuat bagi wanita untuk menikah ialah

3
cinta dan mendapatkan cinta dari orang yang dicintainya, walaupun hal ini menuntut

banyak penderitaan lahir dan batin pada diri wanita tersebut. Penderitaan oleh status

perkawinan ini oleh banyak sosiologi disebut sebagai ”sindrom ibu-ibu rumah tangga”.

Wanita sebagai ibu adalah wanita yang paling menonjol pada sifatnya sebagai

yang mulia, dihormati, membimbing, mengasuh, atau dapat dikatakan sebagai guru,

penuntun yang penuh kasih dan merawat walaupun semata-mata tidak dibatasi oleh

hubungan biologis.

1. Beberapa hal yang mendorong wanita menjadi ibu diantaranya:

a. Finansial

Ibu yang bekerja jelas akan menambah pemasukan keluarga. Dengan

sokongan finansial yang lebih baik, keluarga dapat menikmati kualitas hidup yang

juga lebih baik. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting seperti

gizi yang cukup,.pendidikan yang baik, dan tempat tinggal serta pakaian yang

layak. Selain itu, keluarga juga mampu memenuhi kebutuhan pelengkap seperti

hiburan dan fasilitas kesehatan yang memadai.

b. Relasi dengan Suami

Wanita cenderung memiliki wawasan yang luas, pola pikir yang terbuka,

dan sikap yang dinamis . hal ini dapat menunjang relasi yang sehat dan positif

daengan suami. Sebagai istri , seorang wanita bekerja juga dijadikan partner

bertukar pikiran untuk saling membagi harapan dan pandangan. Dengan demikian,

suami tidak merasa sendirian dalam memikul tanggung jawab sebagai kepala

keluarga.

c. Relasi dengan anak

4
Masih terkait dengan kecenderungan wanita bekerja yang berwawasan luas,

hal ini nantinya juga akan menjadi keuntungan ibu dalam membimbing

perkembangan sangg anak. Memasuki usia sekolah , tentu anak akan memiliki

banyak pertanyaan yang menuntut wawasan luas ibu agar dapat memberi jawaban

memuaskan. Sedangkan ketika menginjak usia remaja dan dewasa, anak akan

lebih bisa menerima ibu yang memiliki pola pikir terbuka dan dinamis sehingga

anak tidak takut membagi masalah kesehariannya dengan ibu.

d. Kebutuhan sosial

Para ibu juga manusia biasa yang mempunyai kebutuhan untuk menjalin

relasi sosial dengan orang lain. Dalam dunia bekerja, ibu akan memiliki banyak

kesempatan untuk bertemu dengan rekan dan relasi sehingga akan banyak pula

kesempatan untuk membina hubungan sosial. Ibu bisa saling berbagi perasaan,

pandangan dan solusi mengenai berbagai hal.

e. Harga diri dan identitas

Bekerja memungkinkan wanita mengekspresikan dirinya dengan cara yang

produktif dan kreatif. Dengan bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan

identitas dirinya melalui penyaluran potensi-potensi yang dimiliki. Disamping itu,

wanita bekerja juga dituntut senantiasa meningkatkan keterampilan dan

kompetensi yang iya miliki untuk bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan

pekerjaan. Pencapaian tersebut pada akhirnya akan mendatangkan rasa percaya

diri dan kebahagiaan baik sebagai wanita, maupun sebagai karyawan.

2. Hal-Hal Yang Membantu Seorang Wanita Sebagai Ibu adalah:

a. Jadikan suami sebagai partner

5
Dalam biduk rumah tangga, dibutuhkan kerja sama yang baik antara suami

dan istri.ibaratnya, suami dan istri seperti kaki kanan dan kiri yang bekerja sama

untuk saling memudahkan langkah maju kedepan.begitu juga dengan keputusan

untuk menjadi ibu bekerja seperti yang telah dibahas, menjadi ibu bekerja jelas

dapt meningkatkan kualitas hidup keluarga. Oleh karena itu, sebagai bentuk

penghargaan terhadap usaha istri, sudah sepantasnya suami ikut membantu istri

dalam menjalani peran gandanya. Komunikasikan baik-baik dengan suami

mengenai hal-hal yang dapat ia lakukan untuk membantu anda. Mulai dari hal-hal

teknis, seperti membagi jadwal begadang menemani sikecil tidur, menyiapkan

sarapan atau makan malam, membawa si kecil cek kesehatan kedokter, dan

sebagainya. Anda juga bisa berbagi dengan suami mendiskusikanhal-hal dilematis

seperti misalnya ketika anda harus dinas keluar kota.

b. Beri suami kesempatan

Masih terkait dengan melibatkan suami sebagai partner.terkadang para ibu

memiliki penilaian bahwa suami tidak akan mampu mengurus hal-hal rumah

tangga. Memang sulit untuk menghapus nilai yang sudah tertanam bahwa

”perempuan yang paling tahu urusan dapur ”. Apalagi jika menyangkut urusan si

kecil. Tanpa sadar ibu terkadand menilai ayah tidak seterampil dirinya dalan

memahami dan memenuhi kebutuhan bayi. Sebenarnay, ada banyak hal yang bisa

ibu ajarkan kepada ayah sehingga ibu bisa tenang mendelegasikan tugas-tugasnya.

c. Realisti-cari bantuan

Menjadi supermom sekali lagi bukan berarti menjadi seorang ibu dengan

kekuatan super, ytang mampu mengerjakan semua hal sendiri. Ibu bekerja harus

6
realistis dan tidak bermimpi menjadi wanita super karena pasti akan ada saat –saat

dimana ibu membutuhkan bantuan pihak lain. Misalkan saja ketika anak

memasuki usia sekolah. Mungkin ibu (dan ayah) akasn kesulitan mengantar

sikecil kesekolah setiap pagi karena pada saat bersamaan juga harus berangkat

kekantor yang tidak searah dengan sekolah anak. Pada saat seperti ini, wajib

hukumnya untuk meminta pihak lain. Munkin si mbok dirumah, atau jasa

angkutan antar-jemput khusus dari sekolah. Untuk hal-hal lain, ibu juga harus jeli

memili pihak yang akan dimintakan pertolongan. Prioritaskan mencari bantuan

dari keluarga terdekat, atau tetangga yang sudah dikenal baik. Ini berarti ibu

bekerja juga harus pintar-pintar menjalin hubungan baik dengan keluarga dekat

maupun tetangga, karena bisa saja sewaktu-waktu bantuan mereka dibutuhkan.

d. Jangan merasa bersalah

Sadari bahwa keputusan untuk bekerja adalah pilihan yang diputuskan

sendiri. Bila terjadi sesuatu, jangan sesali keputusan yang telah dibuat.Itu hanya

akan membuat ibu bekerja terperosok dalam kondisi emosi yang negatif. Pikirkan

bahwa setiap keputusan memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Walaupun menjadi ibu bekerja terkadang merepotkan, tapi tentu ada banyak

keuntungan lain yang bisa dinikmati keluarga. Oleh karena itu, tidak ada gunanya

merasa bersalah karena telah” meninggalkan keluarga”. sebenarnya, langkah

menjadi ibu bekerja justru merupakanbentuk tanggung jawab pada keluarga.

e. Waktu untuk ”SAYA”

Ini dia yang sering terlupakan oleh banyak ibu bekerja. Saking sibuknya

membelah diri menjadi ibu rumah tangga dan wanita karier, seringkali para ibu

7
bekerja mengesampingkan jauh-jauh beberapa hal yang sebenarnya penting bagi

keseimbangan mentalnya. Begitu tenggelamnya ibu bekerja didalamlautan

kewajiban, sehingga ia lupa bahwa sesungguhnya ia juga punya hak untuk

bersenang-senang. Dalam hal ini, seorang ibu bekerja tidak boleh lupa melakukan

refreshing untuk diri sendiri. Luangkan waktu melakukan hal-hal yang bisa

kembalimembuat anda merasa rileks, misalnya kesalon, jalan-jalan ke mall, atau

sekedar membaca buku novel romantis.kegiatan semacam ini bukan merupakan

aksi egois, malah justru prilaku yang dilakukan demi kemaslahatan orang banyak.

f. Waktu untuk suami

Meski sibuk bekerja dan mengurusi anak, jangan sampai suami terlupakan

.banyak riset tentang perceraian mengungkap bahwa ” perasaan ditingalkan ”

merupakan salah satu faktor penting yang mendorong suami – suami untuk

bercerai dari isteri. Jangan sampai suami berpikiran bahwa ia hanya duduk di

urutan kesekian, setelah urusan karier dan anak. Suami. Anda adalah partner.

Partner anda juga butuh perhatian . Ada beberapa aktivitas yang bisa anda lakukan

dengan suami, misalnya nonton teve/bioskop, makan siang atau makan malam

berdua . anda juga bisa saling menelpon atau mengirim SMS saat bekerja.

3. Tahap Psikososial dalam Mencapai Peran

a. Anticipatory Stage adalah seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan mulai

melakukan interaksi dengan ank lain

b. Honeymoon stage adalah ibu mulai memahami peran dasar yang dijalaninya, pada

tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga lain

8
c. Plateu stage adalah ibu akan mencoba apakah mampu berperan sebagai, tahap ini

memerlukan waktu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri

d. Disengagement adalah tahap penyelesain yang mana latihan peran sudah berakhir

4. Aktivitas Pencapaian Peran Ibu

a. Aktivitas taking on (mimicry) adalah meniru sikap orang lain yang menjadi model

baginya (misal wanita yang sedang hamil) dan belajar dari berbagai sumber tentang

kehamilan, persalinan dan perawatan bayi, mencoba menggendong, menyuapi dan

mengganti popok bayi.

b. Aktivitas taking in (fantasi) adalah membayangkan dirinya nanti saat melahirkan,

mengurus anak, hubungan suami dengan keluarga setelah persalinan.

c. Aktivitas letting go (mereview) adalah mengingat kembali hal-hal yang berhubungan

dengan peran diri sebelumnya melepas peran yang tidak mungkin lagi dilakukan.

5. Keadaan dan Perubahan Psikologi

a. Ibu berusaha untuk menjadi orang tua yang terbaik bagi anaknya, agar anaknya bisa

terbimbing dan terarah pergaulannya

b. Ibu akan berusaha menghilangkan sifat-sifat atau perilaku dalam dirinya yang buruk

agar anaknya bisa memandang sesosok ibunya itu sebagai orang tua yang paling

sempurna

c. Seorang ibu berusaha untuk memberikan semua kasih sayangnya kepada anaknya

agar anak tersebut tidak merasa bahwa dirinya itu tidak diharapkan

9
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Psikologi

a. Relasi Ibu dan Anak

b. Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal, yakni ketika

wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu. Mereka mulai

berfikir seakan-akan dirinya adalah seorang ibu dan membayangkan kualitas ibu

seperti apa yang mereka miliki

c. Fungsi keibuan

d. Memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis

e. Peran dalam merawat dan mengurus keluarga

f. Peran ibu sebagai pendidik

g. Peran ibu sebagai contoh dan teladan

h. Peran ibu sebagai manager

i. Peran ibu sebagai istri

j. Sifat keibuan

Merupakan sifat yang lazim dimiliki wanita, sifat tersebut mendorong seorang

wanita untuk bersikap lemah lembut, penuh kasih sayang dan ketulusan, tetapi dari

kesemuanya itu tidak menutup kemungkinan seorang wanita atau ibu tidak memiliki sifat

keibuan.

B. Keibuan dan Sifat-sifat Ibu

Keibuan itu bersangkutan dengan relasi ibu dengan anaknya, sebagai kesatuan

fisiologis, psikis dan sosial. Relasi tersebut dimulai sejak si janin ada dalam kandungan

ibunya, dan dilanjutkan dengan proses proses fisiologis berupa masa hamil, kelahiran,

periode menyusui dan memelihara si upik atau sibuyung. Semua fungsi fisiologis tersebut

10
senantiasa dibarebgi sengan komponen komponen fisiologis ,yang pada setiap spesies

menjadi ciri khas dan sama sifatnya. Namun secara individual menujukkan adanya

perbedaan, karena sifat – sifat kepribadian setiap individu wanita perbedaan, karena sifat-

sifat keperibadian setiap individu wanita memang berbeda.

Pengalaman-pengalaman sebagai seorang ibu tersebut menumbuhkan tugas-tugas

kewajiban serta reaksi-reaksi emosional yang khas, baik yang bersifat positif (umpama

kebahagian), maupun yang bersifat negatif, misalnya kecemasan dan ketakutan tertentu.

Sifat-sifat keibuan itu secara garis besar bisa digolongkan dalam dua ide, yaitu:

1. Kualitas tertentu dari karakter dan keperibadian wanita ayng bersangkutan.

2. Gejala emosional pada wanita tersebut, yang bersumber pada ketidak berdayaan bayi

dan anak, sebab bayi atau anak selalu bergantung dan membutuhkan pertolongan

serta pemeliharaan, terutama dari ibunya.

Sifat-sifat keibuan yang unggul itu dimiliki oleh para wanita yang feminin

sifatnya, yang memiliki keseimbangan antara tendansi-tendansi narsisme yang sehat dan

sangat mendukung harga dirinay, dengan etndansi-tendansi masokhisme, sehingga wanita

tersebut bersedia berkorban diri dan mencintai anak keturunannya. Keinhinan yang

narsistis dari wanita untuk dicintai oleh kekasih atu suaminya itu kini mengalami proses

metamorfose atau perubahan bentuk, yaitu ditransformasikan dalam bentuk dorongan

untuk mencintai anaknya. Dalam hal ini keinginan narsistis itu berubah menjadi wujud

cinta-kasih wanita tersebut sebagai ibu terhadap anaknya.

Cinta kasih ibu ini sering dibarengi oleh perasaan dedikasi (kebaktian,

membaktikan diri) pada anaknya dan pengorbanan sebesar-besarnya.

11
Pada tipe wanita yang barsifat sangat narsistis, intensitas kasih-sayangnya

terhadap anak-anaknya emnjadi semakin berkurang dengan semakin besar serta makin

dewasanya anak-anaknya, dan tidak banyak memerlukan lagi pertolongan serta rawatan

ibunya.

Komponen-komponen masokhistis pada sifat keibuan tadi diekspresikan dalam

bentuk kesediaan untuk berkorban diri demi kebahagiaan anaknya, tanpa meminta balas-

jasa bagi segala jerih payahnay. Oleh kasih-sayangnnya yang tiada terbatas besarnay

terhadap anak-anaknya, ibu tersebut ebrsedi menanggung segala macam duka-derita,

kalau saja semua pengorbanan dan kesenduannya itu bisa menumbuhkan (menyebabkan

timbulnya) kebahagiaan, keselamatan dan eklestarin anaknya.

Dengan segala upaya ibu itu akan berusaha untuk melindungi anaknya dari segala

macam mara bahaya yang bersifat lahiriah maupun batiniah, memberi makan yang

cukup. Juga memberikan arena bermain yang teduh dan aman guna bereksplorasi bagi

anaknya, agar anaknya bisa mengembangkan diri. Semua kegiatan dalam bentu

menyusui, memberi makan, memberikan perlindungan, serta kesediaan membela anaknya

itu diudkung kuat oleh dorongan-dorongan instiktif dan fylogenetis (perkembangan dari

jenis tanaman atau binatang selama berabad-abad).

Intrinsik keibuan itu handaknya dibedakan dengan cinta-kasih keibuan. Cinta-kasih

keibuan yang semula bersifat istinktif alami atau kodrati, dalam perkembangannya

kemudian banyak diubah dan kondisionir oleh peristiwa-peristiwa psikologis dan

pengalaman yang individual ataupun unifersal. Sehingga cinta-kasih keibuan tadi lambat

laun sifatnya lebih sosio-kultural. Intrinsik keibuan itu mempunyai sumber-sumber utama

pada komponen khemis bilogis yang tumbuh secara alami, berbareng dengan eksistensi

12
janin yang dikandungnya. Bahkan dorongan instinktif ini sering juga sudah timbul sejak

masa gadis. Instuink-instink alamiah ini tidak nampak jelas dalam masyarkat manusi

yang berbudaya, dan sering terpendam dibaewah pacade kepribadian individual, serta

pengaruh lingkungan, erpendam dibawah semua kehidupan psikis manusia.

Ciri utama insting wanita ini ialah kelembutan (twenderness). Semua bentuk agresi dan

sensualitas seksual yang cukup sehat, di kemudian hari akan di tranformasikan dalam

bentuk kasih sayang pada anaknya yaitu merupakan bentuk emosi yang khas terhadap

keturunannya. Sedang surpuls dari komponen-komponen agresif , pada umumnya akan

diwujudkan dalam upaya membela danmelindungi secara mati-matian anaknya dari

segala macam mara bahaya.

Kondisi fisiologis atau jasmani seorang wanita ketika mengandung, serta ketidak-

berdayaan sang bayi yang menuntut perlindungan dan pertolongan dari ibunya, kedua hal

ini menggugah secara aktual pola-pola insting pada pribadi ibu tersebut untuk melindungi

anaknya, yang sebenarnya sudah ada secara latent sejak masa gadis dan tidak dapat

disangkal bahwa aktivitas yang didorong oleh komponen instinktual ini berkaitan dengan

fungsi terproduksi. Karakter dan intensitas dari impuls-impuls instinktual tadi berbeda

pada setiap individu yaitu bergantung sekali pada perbedaan konstitusi seluruh

kepribadian.

Salah satu impuls instinktual yang sangat jelas itu diwujudkan dalam bentuk

Tendens untuk memberi makan pada anaknya dan pada objek lain yang diminati.

Kejadian ini merupakan komponen ”oral” pada sifat-sifat keibuannya, yang ingin

memberikan rasa senang-puas-kenyang kepada anaknya, ataupun kepada seseorang yang

dianggap sebagai ”anaknya”. Misalnya, para ibu yang sangat menderita batinnya selama

13
pecahnya perang dunia kedua atau semasa peperangan di Timur Tengah pada saat

sekarang ini, pasti rela memberikan makanan pada setiap pejuang yang tengah menderita

dan kelaparan bahkan kepada serdadu musuh sekalipun.

Selanjutnya, tidak sedikit wanita yang mengembangkan minatnya pada masalah

”oral/mulut” ini dengan memperdalam seni masak-memasak dan nutrisia, khususnya

bertujuan untuk memberikan kepuasan pada anak dan suaminya. Oleh karena itu banyak

orang yang menyatakan, bahwa Cinta- terutama cinta pria-, pada hakekatnya

berrlangsung melalui perut atau makanan.

Minat yang sangat besar pada masalah makanan ini kita jumpai secara khusus pada

wanita-wanita Yahudi, yang sangat menjaga anak-anaknya. Di Indonesia, hal ini kita

temui pada wanita Jawa. Wanita Jawa lebih susa membelanjakan uangnya pada makanan

atau bahan makanan atau bahan makanan, untuk memuaskan anak-anaknya serta

suaminya, dari pada menggunakanya untuk membeli perhiasan intan-berlian dan pakaian

yang mewah-mewah. Mereka akan sangat bahagia, jika suami dan anak-anaknya bisa

mengapresiasi masakannya, dan menjadi kenyang, senang serta merasa puas.

Sehubungan dengan intens khusus pada masalah ”mulut” atau makanan tadi, pada

umumnya wanita Jawa sangat ”marsudi” dalam seni memasak, dan menggunakan

berpuluh-puluh macam bumbu dan rempah-rempah yang khas. Maka tidak heran bahwa

lambat laun masakan Jawa ini menjadi populer dan sangat disukai orang diseluruh dunia;

Selanjutnya dikenal sebagai masakan khas Indonesia. Sebagai contoh, para tamu di

kedutaan besar indonesia diluar negeri banyak yang datang berjual-beli pada acara

undangan khusus, bukan untuk urusan-urusan politik atau ekonomi akan tetapi karena

mereka pada umumnya sangat menyukai masakan khas Jawa atau khas Indonesia ini.

14
Sifat-sifat keibuan ini juga harus harmonis dengan tendens-tendens psikis lainnya.

Jika berlansung ketidak-harmonisan, dan sifat-sifat keibuan jadi sangat tidak imbang dan

eksesif berlebihan-berlebihan, maka hal nii akan bertentangan dan mengganggu

dorongan-dorongan psikis yang normal lainnya. Bahkan bisa menimbulkan inhibisi

(pembatasan) atau penyaluran dorongan-dorongan psikis tersebut ke arah periaku yang

keliru.

Salah satu hambatan yang ditimbulkan oleh sifat keibuan yang eksesif ini ialah

Inhibisi terhadap nafsu erotik yaitu nafsu seks menjadi berkurang, dan perhatian terhadap

suami atau terhadap kaum pria, jika wanita tadi belum menikah maka akan mengecil.

Dengan sendirinya eksesivitas tersebut juga bisa mengganggu kelancaran kegiatan-

kegiatan profesional keibuan tertentu, umpama mengganggu profesi sebagai guru,

perawat, pengurus yayasan yatim-piatu atau rumah orang jompo, dan lain-lain.

Sebaliknya dapat juga dinyatakan, bahwa macam-macam interest sosial dan relasi

emosional yang berlebih-lebihan, serta nafsu-nafsu seksual/erotik yang eksesif, bisa

memiskinkan sifat-sifat keibuan wanita.

Selanjutnya, bermacam-macam fase dari fungsi responduktif tadi, perasaan-

perasaan keibuan itu diperkuat oleh reaksi-reaksi emosional khusus, yang menampilkan

aspek-aspek psikologis dari setiap fase tersebut. Umpama saja eraksi-reaksi emosional

khusus, yang menampilkan aspek-aspek psikologis dari dari setiap fese tersebut.

Umpama saja reaksi-reaksi emosional pada saat hamil muda, semasa mengandung tua,

waktu menyusui, amemelihara bayi, ldan lain-lain yang mengandung nuansa emosional

(perasaan-perasaan) yang istimewa.

15
Pada kehidupan kejiwaan manusia, juga pada kehidupan psikis wanita, komponen-

komponen reaksi emoisonal itu tidak ada satupun yang berdiri sendiri secara otonom.

Komponen-komponen efektif itu saling berkaitan satu sama lain, saling mempengaruhi

secara simultan ataupun secara suksetif. Ada kalanya saling memperkuat, tetapi sering

juga bertentangan satu sama lain, sehingga menimbulkan inhibisi dan konflik batin. Oleh

karena itulah maka unsur perasaan pada setiap individu wanita tersebut berbeda-beda,

khas pribadi, sangat kompleks, sering pula tidak diduga-duga (grilling),dan misterius.

Disebabkan oleh ciri-ciri tersebutlah maka psikologi wanita mengandung faktor-faktor

khusus yang tidak dimiliki oleh kaum pria, yaitu dunia psikologis dari keibuan dengan

segenap dinamika dan misterinya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Psikologi

1. Relasi Ibu dan Anak

2. Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal, yakni ketika

wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu. Mereka mulai

berfikir seakan-akan dirinya adalah seorang ibu dan membayangkan kualitas ibu

seperti apa yang mereka miliki

3. Fungsi keibuan

4. Memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis

5. Peran dalam merawat dan mengurus keluarga

6. Peran ibu sebagai pendidik

7. Peran ibu sebagai contoh dan teladan

8. Peran ibu sebagai manager

9. Peran ibu sebagai istri

16
Sifat keibuan merupakan sifat yang lazim dimiliki wanita, sifat tersebut

mendorong seorang wanita untuk bersikap lemah lembut, penuh kasih sayang dan

ketulusan, tetapi dari kesemuanya itu tidak menutup kemungkinan seorang wanita atau

ibu tidak memiliki sifat keibuan.

C. Relasi Ibu dan Anak

Relasi relasi orangtua-anak adalah suatu hubungan timbal balik yang terjalin

antara orangtua dengan anaknya, yang dapat dilihat dari beberapa aspek maupun

karakteristik, yaitu:

1. Kepercayaan orangtua terhadap anak

2. Kepercayaan anak dengan orangtua

3. Kesediaan anak untuk berkomunikasi dengan orangtua

4. Kepuasan anak terhadap kontrol orangtua.

Namun, tidak semua orang tua dapat melakukan relasi yang baik dengan anak

karena setiap keluarga memiliki perjalanan hidup yang diwarnai dengan faktor internal

dan eksternal yang menyebabkan setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam.

Dampak jika orangtua tidak melakukan relasi yang baik dengan anak maka relasi yang

buruk dapat menimbulkan dampak negatif pada masalah perilaku anak, seperti anak

berperilaku impulsif (bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu), menarik diri dari

lingkungan sosial, anak sulit terbuka dengan orang tua dan dapat menjadi pelaku

kenakalan remaja.

Peran orang tua sangat penting dalam membangun relasi yang baik dengan anak,

karena hal tersebut sangat mempengaruhi kepribadian anak kedepannya, terutama bagi

17
orang tua yang memiliki anak usia remaja, perannya untuk membangun relasi hubungan

yang baik sangat dibutuhkan. Peran orang tua dalam membangun relasi yang baik pada

anak biasanya dilakukan oleh ibu, padahal ayah juga memiliki peran tanggung jawab

dalam membangun relasi yang baik pada anak. Karena ayah juga merupakan sosok

penting dalam kehidupan anak. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat membentuk

karakter baik bagi anak laki-laki dan dapat menjadi sosok laki-laki baik dan dapat

dipercaya yang dikenal oleh anak perempuannya. Oleh karena itu, sangat baik apabila

ayah dan ibu sama-sama membangun relasi yang baik terhadap anaknya. Bila telah

terbangun rasa percaya, maka anak akan terbuka pada orangtua untuk menceritakan

permasalahan yang dialaminya. Dengan begitu orang tua dapat memberikan saran yang

tepat dan meminimalisir dampak buruk lainnya.

Oleh karena itu pentingnya orangtua mengetahui cara menjalin relasi yang baik

dengan anak, yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis anak

2. Bersikap toleransi

3. Relasi orang tua-anak yang permisif

4. Sikap orang tua yang terlibat dan peduli terhadap anak

5. Relasi orang tua-anak yang diwarnai kehangatan.

Masalah penting yang harus dihadapi wanita dalam melaksanakan fungsi

reproduksi itu dimulai dengan kehamilan dan kelahiran bayi, sampai dengan

penagasuhan. Maka tugas paling berat bagi seorang ibu ialah

1. Menciptakan unitas atau kesatuan yang harmonis di antara diri sendiri dengan

anaknya. Dengan kata lain, seorang ibu harus mampu mengidentifikasikan diri secara

18
selaras dengan bayi atau anaknya. Jika ibu tersebut mengabdikan diri sepenuhnya

pada tugas-tugas mengasuh anaknya secara ekslusif, maka dia akan kehilangan

individualitasnya. Oleh karena itu, pada zaman kebudayaan modern sekarang, wanita

lebih leluasa untuk mengadakan kerja sama diantara melaksanakan fungsi keibuannya

dengan pengembangan ego sendiri. Sehingga dia lebih bebas dalam memuaskan

kebutuhan-kebutuhan bayinya serta lebih giat mengembangkan ketertarikan dan

kepribadian sendiri.

2. Ibu harus mengabdikan dirinya dalam proses mengasuh atau merawat anaknya

dengan mengikuti perkembangan anak.

3. Ibu ikut berperan serta dalam mendidik anaknya sebab disamping pemeliharaan fisik,

kini ibu harus melibatkan diri dalam menjamin kesejahteraan psikis anaknya, agar

anaknya bisa mengadakan adaptasi terhadap lingkungan sosial. Hal yang sangat

esensial bagi ilmu pendidikan modern ialah:

a. Mengenali unsur-unsur ketidak-sadaran dari ibu-ibu tersebut yang kondisionir

oleh faktor-faktor lingkungan dan kultural

b. Konflik-konflik batin yang belum bisa diselesaikan, yang kini mencari jalan

keluar melalui tugas keibuannya, harus bisa diselesaikan.

Akan tetapi ada kalanya unsur ketidaksadaran itu justru bisa memperkaya

kehidupan psikis seorang ibu, alam bentuk upaya sublimasi. Misalnya:

1. Pesan-pesan seksual secara tidak sadar ditransformasikan dalam bentuk kelembutan

terhadap anaknya.

2. Unsur agresifitas ditrasformasikan dalam bentuk aktivitas melindungi anaknya

19
3. Kecenderungan narsisitis untuk dicintai, diubah menjadi bentuk kasih sayang ibu

pada anaknya (menyayangi anaknya).

4. Kecenderungan yang masokistis menyebabkan ibu tersebut rela mengorbankan jiwa

raganya demi keselamatan anaknya. Sehubung dengan ini semua, dapat dinyatakan

bahwa kasih sayang ibu itu sifatnya sangat kompleks

Sebaliknya, unsur ketidaksadaran tersebut juga dapat melemahkan dan merusak

kehidupan psikis ibu yang bersangkutan, misalnya jika unsur-unsur tadi selalu

dirasionalisasikan lewat mekanisme pelarian diri atau mekanisme pembelaan diri

yang tidak sehat.

Pada taraf permulaan, pribadi ibu lebih mirip dengan sebuah studio pemancar

yang memancarkan bebagai macam emosi keibuan. Sedangkan seorang anak menjadi

subjek reseptor pasif yang menerima segala pancaran afeksi ibunya. Unitas ibu-anak itu

sangat interdependen, saling bergantung satu sama lain, saling terlibat, lebih sempurna

apabila kemudian hari wanita yang bersangkutan bersedia untuk menikah lalu mengasuh

anaknya dalam ikatan keluarga dalam suasana bahagia.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

  Peran orang tua dalam membangun relasi yang baik pada anak biasanya dilakukan

oleh ibu, padahal ayah juga memiliki peran tanggung jawab dalam membangun relasi

yang baik pada anak. Karena ayah juga merupakan sosok penting dalam kehidupan anak.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat membentuk karakter baik bagi anak laki-laki

dan dapat menjadi sosok laki-laki baik dan dapat dipercaya yang dikenal oleh anak

perempuannya. Oleh karena itu, sangat baik apabila ayah dan ibu sama-sama membangun

relasi yang baik terhadap anaknya. Bila telah terbangun rasa percaya, maka anak akan

terbuka pada orangtua untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya. Dengan

begitu orang tua dapat memberikan saran yang tepat dan meminimalisir dampak buruk

lainnya.

B. Saran

Agar semua orang tua dapat melakukan relasi yang baik dengan anak

karena setiap keluarga memiliki perjalanan hidup yang diwarnai dengan faktor

internal dan eksternal yang menyebabkan setiap keluarga mengalami perubahan

yang beragam.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Adaptasi Wanita sebagai Ibu diakses pada https://prezi.com/55vrfikwaalw/adaptasi-

wanita-sebagai-ibu/?frame=8e7c55786a0fca71b6ed79599b3a2c5963365f2c

2. Wanita sebagai Ibu diakses pada http://diar13-

midyuin08.blogspot.com/2010/05/makalah-psikologi-kebidanan.html

3. Argadita, W. N. R. E. (2019). Relasi antara orangtua dan anak pada remaja pelaku

delinkuensi. Publikasi ilmiah. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Diakses melalui : http://eprints.ums.ac.id/71641/11/naskah

%20publikasi%20ok%20–%20WANDA.pdf

4. Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga. Jakarta: Kencana.

22

Anda mungkin juga menyukai