Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/326479-menaker-masalah-
ketenagakerjaan-saat-ini-adalah-pendidikan
16 Mar 19 | 09:01
Jakarta, IDN Times – Masih galau belum dapat pekerjaan? Atau kamu
masih harap-harap cemas menanti panggilan kerja? Ada banyak
permasalahan ketenagakerjaan, seperti yang akan dibahas pada debat
ketiga antar calon wakil presiden (cawapres) Minggu, 18 Maret 2019
besok.
Bukan hanya masalah sulit mencari kerja, Ekonom Senior Indef Fadhil
Hasan mencatat setidaknya ada 4 permasalahan dalam bidang ini, apa
saja?
Lanjutan no 4
“Angka ini semakin miris jika melihat mereka yang lulusan SMK, SMA,
bahkan diploma dan universitas memperoleh angka tenaga kerja yang
lebih rendah. Masing-masing 10,72 persen, 11,76 persen, 2,8 persen dan
9,45 persen,”jelas Fadhil.
3. Kemampuan yang gak sesuai sama yang diminta
dunia kerja
Pernah gak kamu
melamar kerja tapi
ternyata
banyak skill atau
kemampuan di luar atau
tidak kamu pelajari saat
kuliah? Ini adalah
masalah ketiga
ketenagakerjaan: suplai
tenaga kerja tidak
sejalan dengan
kebutuhan industri.
“Sekarang ini orang yang lulus SMK atau perguruan tinggi ketika
masuk pasar tenaga kerja butuh berbagai training untuk
meningkatkan skill mereka,” ujar Fadhil.
Menurutnya saat ini kita terlalu fokus kepada supply side, sebuah
kebijakan yang menitikberatkan pada peningkatan sektor penawaran
alih-alih pada demand drive mengharapkan dunia usaha berperan
menggerakkan pendidikan.
Ribuan massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama-sama dengan elemen serikat pekerja
yang lain melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. Dalam aksinya massa
buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja dan Stop PHK. TEMPO/Subekti.
"Kondisi 17 tahun yang lalu sangat berbeda dengan kondisi sekarang," kata Turro
dalam webinar di Jakarta, Jumat, 11 September 2020.
Dalam 17 tahun ini, kata Turro, penduduk Indonesia sudah bertambah hingga 40
juta lebih. Sehingga mau tidak mau, terjadi perubahan signifikan pada pasar
tenaga kerja di Indonesia. Hingga Februari 2020 saja, angkatan kerja di Indonesia
sudah mencapai 138 juta orang.
Ke depan, jumlah ini akan terus bertambah. Jika tidak diimbangi dari segi demand
side alias penyerapan tenaga kerja, maka akan muncul kelompok pengangguran
baru. Bonus demografi yang mencapai puncak pada 2020 hingga 2024 ini berubah
menjadi bencana demografi.
Di tengah masalah ini, sejumlah poin dalam Global Talent Competitiveness Index
(GCTI) 2020 dinilai bisa menjadi indikator perbaikan pasar tenaga kerja Indonesia.
Keempatnya yaitu enable, attract, growth, dan retain.
Pada poin enable, pemerintah perlu membuat situasi yang memungkinkan pekerja
bekerja dengan optimal. Salah satunya menekan angka korupsi. "Kalau banyak
korupsi, orang mikir saya mau kerja kok uang saya sudah diambil duluan?"
Dalam poin attract, pemerintah harus memastikan para pekerja mau tetap bertahan
di wilayah kerja mereka masing-masing. Pekerja di kota tetap di kota, yang di
daerah tetap di daerah. Kuncinya adalah tidak ada diskriminasi di dalam pekerjaan.
Dalam poin growth, seorang pekerja harus dipastikan bisa memperbaiki keahlian
dan pengetahuannya dalam bekerja. Lalu poin terakhir yaitu retain, bagaimana
memastikan pekerja bisa tetap bertahan di pekerjaannya. "Salah satu caranya
yaitu dengan memberikan perlindungan bagi mereka," kata Turro.
Kendati demikian, beberapa pengamat, salah satunya aktivis hak asasi manusia
(HAM) Haris Azhar menilai debat yang akan menghadirkan dua kandidat
cawapres ini memiliki kecenderungan hanya akan membahas tema
ketenagakerjaan dari sisi pembukaan lapangan kerja saja.
"Pertama, Soal PHK [Pemutusan Hubungan Kerja] banyak terjadi. Hal ini bukan
sekadar karena perusahaan gulung tikar, tapi juga karena praktik manipulatif data
keuntungan atau kerugian di perusahaan-perusahaan, dengan klaim bahwa
mereka merugi lalu pecat karyawan secara massal," jelas Haris.
"Ketiga, banyak kasus [perdata] yang sudah dimenangkan oleh karyawan tapi
perusahaan tidak mau eksekusi. Keempat, hak-hak para pensiunan karyawan
BUMN tidak dibayarkan seperti [kasus] BNI dan BRI," ungkap Haris.
"Kelima, persekusi, kekerasan, dan pemidanaan yang dipaksakan kepada buruh.
Banyak sekali terjadi. Keenam, transparansi penggunaan uang BPJS
Ketenagakerjaan," tambah Haris.
"Seorang pengusaha boleh saja bertepuk dada bahwa ia telah menciptakan 1.000
lapangan pekerjaan. Tapi apakah pekerjaan yang diberikan dapat memberikan
kesejahteraan yang layak?" ujar Peompida retoris.
"Tugas dari pemerintahan mengawal peta jalan untuk lebih dirasakan manfaatnya
oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk para tenaga kerja. Teknisnya silakan
dinarasikan oleh masing-masing kandidat. Terpenting, rakyat harus paham bahwa
pemikiran atau pun program yang ditawarkan para kandidat tidak boleh
mengkhianati cita-cita ideologis," tegas Peompida.
Debat akan digelar di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019), dipandu
oleh moderator Alfito Deannova dan Putri Ayuningtyas, serta disiarkan secara
langsung oleh Trans 7, Trans TV, dan CNN Indonesia TV.
Pengangguran Jadi Masalah
Pembangunan Ketenagakerjaan
Selasa 04 Feb 2020 14:34 WIB
Red: Ratna Puspita
Ilustrasi bursa pencari kerja. Tantangan berat pembangunan ketenagakerjaan Indonesia ke depan masih, yakni
mengatasi masalah pengangguran dan setengah pengangguran yang masih tinggi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Agustus 2019, 133,56 juta orang yang
masuk angkatan kerja terdiri atas pengangguran dengan jumlah 7,05 juta orang dan
yang bekerja sebanyak 126,51 juta orang. Jumlah 126,51 juta orang yang bekerja itu
terdiri atas tiga golongan yaitu setengah pengangguran 8,13 juta orang, pekerja
paruh waktu 28,41 juta orang, dan pekerja penuh 89,97 juta orang.
Selain itu, untuk kemudahan berbisnis Indonesia menempati peringkat 73 dari 190
negara, yang mana hanya naik satu tingkat dari tahun 2018, sementara Thailand
naik 6 tingkat menjadi peringkat 21, Malaysia naik 3 tingkat jadi peringkat 12 dan
Filipina naik 29 tingkat menjadi peringkat 95.
Hal itu juga harus didukung dengan penataan regulasi. Melalui Omnibus Law,
pemerintah berupaya untuk menata regulasi untuk harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan perundang-undangan yang menghambat peningkatan kegiatan investasi
dan penciptaan lapangan kerja baik dengan dipangkas, disederhanakan maupun
diselaraskan.