Makalah KMB V TK 2 A
Makalah KMB V TK 2 A
OLEH KELOMPOK V :
TINGKAT 2 REGULER A
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya,
sehingga kelompok kami dapat menyusun makalah “patologis system muskuloskeletal. ” ini
guna memenuhi tugas kami kelompok kami untuk mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritikan yang
membangun dari berbagai pihak.
Kelompok V
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................................................................2
Daftar isi...................................................................................................................................3
1.1Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2Tujuan..................................................................................................................................5
1.3Manfaat................................................................................................................................5
2.1 Pengertian...........................................................................................................................6
2.4 Patofisiologi.....................................................................................................................10
2.5 Patway..............................................................................................................................14
2.6 Pemeriksaan.....................................................................................................................16
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................37
4.1Kesimpulan.......................................................................................................................37
4.2Saran..................................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................38
3
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya komunitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang
yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan
tulang sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabiila seluruh tulang patah,
sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketabalan tulang.
Amputasi berasal dari kata “Amputare” yang kurang lebih diartikan “Pancung” ,
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagaian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi akan ekstremitas sudah
tidak mungkun dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikas infeksi.
1.2 Tujuan
4
1.3 Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan pengetahuan
mengenai Fraktur dan Amputasi. Secara praktis makalah ini berguna bagi kami agar
bisa melakukan praktek.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
2.1. 1 Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya komunitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah
patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabiila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur
tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketabalan tulang. Pada beberapa keadaan
trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi
apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan
tulang disertai fraktur, persendiaan tersebut. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan. Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
2.1.2 Ampuasti
2.2 Etiologi
6
2.2 .1 Fraktur
2.2.2 Amputasi
7
2.3 Tanda dan Gejala
2.3.1 Fraktur
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
8
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
2.3.2 Fraktur
2.4 Pathofisiologi
2.4.1 Fraktur
9
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh,yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di
dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai tulang dan
terjadi neurovascular neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu.
Hal ini akan meningkatkan pembuluh darah diastolik dan mengurangi tekanan
nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.
Hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi saat terjadi
10
syok, yaitu histamine, bradikinin beta-endorphin, dan sejumlah besar prostanoid
dan sitokin. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphospat) tidak memadai, maka
terjadi pembengkakan reticulum endoplasma dan diikuti cedera mitokondrial,
lisosom pecah dan melepas enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila
proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel dan terjadi penumpukan
kalsium intraseluler, hingga penambahan edema jaringan dan kematian sel.
Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks, sumsum, dan
jaringan lunak sekitarnya terganggu. Pendarahan terjadi dari ujung tulang yang
rusak dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan (hematoma) terbentuk di dalam
saluran meduler, di antara ujung tulang yang retak, dan di bawah periosteum.
Tulang jaringan berbatasan langsung dengan patah tulang mati.Jaringan nekrotik
ini bersama dengan puing-puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi
intens yang ditandai oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
oleh leukosit inflamasi dan sel mast.
Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan vaskular menyerang daerah fraktur dari
jaringan lunak di sekitarnya dan rongga sumsum, dan aliran darah ke seluruh
tulang meningkat. Sel-sel pembentuk tulang di periosteum, endosteum, dan
sumsum diaktifkan untuk menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang
permukaan luar batang dan di atas ujung tulang yang patah. Osteoblas dalam
procallus mensintesis kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk
membentuk kalus (tulang tenunan) (Guyton & Hall, 2006).Fraktur tulang dengan
cara tertentu secara maksimal mengaktifkan semua osteoblas periosteal dan
intraosseous yang terlibat dalam patahan. Juga, sebagian besar osteoblas baru,
terbentuk dari sel osteoprogenitor, yang merupakan sel-sel induk tulang di tulang
jaringan lapisan permukaan, yang disebut "membran tulang.
Oleh karena itu, dalam waktu singkat, tonjolan besar jaringan osteoblastik dan
organik baru matriks tulang, diikuti segera oleh pengendapan garam kalsium,
berkembang di antara dua ujung tulang yang patah. Ini disebut kalus / callus.
11
Banyak ahli bedah tulang menggunakan fenomena tegangan tulang untuk
mempercepat laju penyembuhan fraktur. Ini dilakukan dengan menggunakan alat
fiksasi mekanik khusus untuk memegang ujung tulang yang patah bersama
sehingga pasien dapat terus menggunakan tulang dengan segera. Hal ini
menyebabkan stres pada ujung tulang yang patah, yang mempercepat aktivitas
osteoblastik saat terjadi patahan dan sering mempersingkat masa
pemulihan(Guyton & Hall, 2006).
2.4.2 Amputasi
12
Langkah A melibatkan aktivasi sel endotel, monosit rekrutmen, dan
penyerapan LDL dimodifikasi dan aktivasi dari sel-sel otot polos pembuluh darah.
Langkah B kemajuan ke tahap beruntun lemak di mana disusupi monosit
mengkonversi ke makrofag yang menjadi sel busa. Langkah C mengandung lipid
berlimpah, endotel dan pembuluh darah halus aktivasi sel otot, dan monosit
infiltrasi terus. Langkah D melibatkan pembentukan ateroma yang kompleks di
mana limfosit direkrut ke neointima plak tumbuh dan sel-sel otot polos pembuluh
darah secara signifikan memperluas.
13
2.5 Pathway
2.5.1 Fraktur
patologis
Fraktur
Fragmen tulang
penekanan
pembuluh darah
Penurunan perfusi
Jaringan
Gangguan perfusi
jaringan
14
2.5.2 Amputasi
Defisit Fraktur
pengetahuan
Penanganan yang salah
informssi
Nekrosis jaringan
Gas ganggren
Pus
Gangguan
mobilitas fisik
2.6.1 Fraktur
15
6. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.
2.6.2 Amputasi
2.7.1 Fraktur
1. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis
tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Apabila diperlukan
tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuks), dapat dipasang pen atau
sekrub untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperluka traksi
untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
2. Retensi
Mobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
16
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.
3. Rehabilitas
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Latihan rehabilitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
- Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau
kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot
yang diperbaiki post bedah.
- Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
- Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
2.7.2 Amputasi
17
Balutan lenak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
3. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap bila ada ganggren atau infeksi.
4. Protesis
Kadang diberikan hari pertama pasca bedah sehingga latihan dapat segera
dimulai. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang
hilang.
2.8.1 Fraktur
18
Ada riwayat trauma dan kecelakaan
3) Apa yang harus dilakukan bila mengalami patah tulang
Pertahankan jangan sampai terjadi pergerakan
Jika patah tulang menembus kulit, luka ditutup dengan
pembalut bersih
Segera bawa ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan.
4) Tindakan di rumah sakit
Tindakan yang dilakukan sangat ber+ariasi bergantung pada
keparahan fraktur.
Reposisi immobilisasi dengan gips dilakukan bila tulang
yang patah tidak merusak jaringan di sekitarnya, patah
tulang sederhana dan tidak mengenai sendi
Operasi pembersihan dan pemasangan penyangga
tulang
Operasi pembersihan dilakukan pada patah tulang yang
merobek kulit dan keluar sehingga terkena udara bebas
dan fraktur terbuka
Operasi pemasangan penyangga tulang dilakukan pada
patah tulang yang tidak stabil misalnya hancur atau
pada posisi tertentu seperti sendi.
5) Faktor-faktor yang memengaruhi proses penyembuhan patah
tulang.
Faktor yang mempercepat penyembuhan:
Mengurangi pergerakan pada bagian yang pata
Sambungan tulang tertata dengan baik
Asupan darah yang memadai
Nutrisi yang baik
Hormon-hormon pertumbuhan yang optimal
Faktor yang menghambat penyembuhan
Kehilangan tulang
Gerakan pada bagian yang patah terus menerus
Rongga atau ada jaringan di antara tulang yang patah
19
Keganasan lokal
Infeksi
Penyakit tulang Usia
6) Apa yang dilakukan setelah pasien pulang?
Untuk pemasangan gips:
Kontrol ke poli ortopedi
Segera kembali ke instalasi rawat darurat bila timbul
warna kebiruan dan dingin, kesemutan hebat, bengkak
dan nyeri pada organ yang dipasang gips.
20
menghambat proses penyembuhan, dan meningkatkan risiko
komplikasi lainnya.
Apabila pasien telah diberi terapi latihan ROM, penkes yang perlu
diberikan adalah:
Anjurkan pasien untuk terus berlatih sendiri seperti latihan
yang telah diberikan.
Untuk mengurangi oedem, anjurkan pasien menyangga bagian
tubuh yang sakit dengan bantal dan diletakkan lebih tinggi dari
posisi "antung.
Anjurkan pada pasien untuk melakukan gerakan dorsi fleksi-
plantar fleksi maupun inversi-eversi, fleksi-ekstensi lutut
secara aktif yang sebelumnya telah diberikan.
Jika fraktur terjadi pada kaki, anjurkan pada pasien agar tidak
menapakkan kaki yang sakit ke lantai.
c. Nutrisi untuk pasien fraktur
Proses penyembuhan fraktur dipengaruhi pula oleh asupan nutrisi yang
baik, untuk itu pasien dengan patah tulang perlu mengatur dietnya dan
pola makan.
Sumber kalori : nasi, kentang, roti, gandum, jagung, dsb.
Sumber protein hewani : ayam, daging, hati, telur, susu, dan
keju.
Sumber protein nabati: kacang-kacangan, tahu, tempe, dan
oncom.
Sumber vitamin D : ikan lele, ikan salmon, sarden, minyak
ikan, telur ayam, hati sapi.
Makanan yang perlu dihindari, makanan yang terlalu manis dan gurih
yang dapat mengurangi nafsu makan seperti, gula, dodol, cake, dan
lain-lain.
2.8.2 Amputasi
21
sehat (Rochadi, 2011). Dengan demikian menurut penulis pendidikan adalah
kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah dalam
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan dirinya dan orang lain. Tindakan amputasi merupakan
bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan
keperawatan pre-operatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat
homeostatis maksimal tubuh. Hal yang terpenting untuk diperhatikan dalam
tindak lanjut penanganan pasien pre-operasi amputasi adalah managemen
keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien mencapai
tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat
amputasi.
22
BAB III
23
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
d. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
3. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi
24
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan.Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
25
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada (Doengoes, 2000).
3.1.3 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien
mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan
santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus) Tujuan : Klien akan
menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat,
tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti) Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi
terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa
gas darah dalam batas normal.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi) Tujuan : Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup) Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang.Tujuan :
Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
26
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada. Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat
dengan kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
3.1.4 Evaluasi Keperawatan
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
c. Pertukaran gas adekuat
d. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
e. Infeksi tidak terjadi
f. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang
dialami.
Seorang pasien laki-laki datang ke RS Umum W.J. Yohanes kupang dengan keluhan nyeri
yang mengalami kecelakaan lalu lintas beberapa tahun yang lalu.
Pengkajian
Pasien laki-laki Tn. M umur 24 tahun seorang mahasiswa, pendidikan terakhir SMA agama
Kristen, alamat Oebobo. Diagnosa medis Fraktur femur.
Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 24 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Oebobo
Pendidikan : SMA
Diagnosa medis : Fraktur Femur
27
melakukan operasi orif setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas beberapa
tahun yang lalu.
28
Eliminasi
Observasi dan wawancara :
Pasien terpasang diapers pasien BAB 1 kali sehari BAK dengan jumlah
±1500cc . warna kuning kepekatan, bau khas, tidak ada nyeri saat BAK.
Pemeriksaan Fisik
Data yang didapatkan dari pemeriksaan fisik pada pasien yaitu :
Keadaan Umum : pasien tampak lemah, bibir tampak pucat dan kering. Pada
ekstremitas, pergerakan ekremitas kiri atas terbatas karena terpasamg infus RL
500cc/24 jam terpasang infus, dan pada ekstremitas bagian paha sebelah kiri
tampak disekitar luka bekas operasi membengkak, luka bekas operasi
membengkak, luka masih basah, dan terdapat cairan eksudat bewarna putih
kuning.
Data Psikologi
Data dari data pengkajian psikologis pasien didapatkan, pasien bukan
termasuk orang yang pemarah dan mudah beradaptasi. Klien tampak
menerima keadaannya yang sekarang.klien bisa di ajak berkomunikasi dengan
baik biasanya memakai bahasa Indonesia dan Rote.
Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 24 maret 2021 :
- Hemoglobin 13.8 g/dl
29
- Leukosit 11.210/mm³
- Trombosit 214.000/ mm³
- Hematocrit 40%
- Gula darah sewaktu 84mg/dl
- Kalsium 10.0 mg/dl
- Natrium 141 Mmol/L
- Kalsium 3.4 Mmol/L
- Klorida serum 143 Mmol/L
Analisa Data
DO :
30
1. Pasien tampak
meringis
2. Pasien takut
menggerakkan
kakinya.
3. TD : 110/60mmHg,
N : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5 °c
DO :
1. Kaki pasien tampak
dibalut kassa
2. Pasien tampak
berbaring di tempat
tidur
3. Pasien tampak tidak
mau menggerakkan
kakinya karena nyeri
31
3. DS : Tindakan invasif Resiko infeksi
1. Pasien mengatakan
luka masih basah
2. Pasien mengatakan
gatal pada daerah luka
DO :
1. Luka pasien masih
terlihat basah dan
terlihat sedikit ada
cairan eksudat pada
luka, warna putih
kuning. Luka
kemerahan, luka tidak
berbaun dan tidak ada
pembengkan disekitar
luka.
2. Hasil labor pasien
didapatkan leukosit
14.120/mm³.
Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubunhan dengan gangguan muskuloskletal
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Intervensi
32
cidera fisik berkurang lokasi, karakteristik
2. Melaporkan lamanya durasi, frekuensi,
nyeri dirasakan kualitas, dan faktor
3. Tidak mengerang presipitasi.
4. Ekspresi wajah releks b. Observasi reaksi
5. Pasien tidak mondar- nonverbal dari
mandir ketidaknyamanan.
6. Respiration rate dalam c. Gunakan teknik
rentang normal komunikasi terapeutik
7. Blood pressure dalam untuk mengetahui
rentang normal. pengalaman nyeri pasien.
d. Kontrol lingkungan yang
b. Pain control dapat mempengaruhi
Kriteria hasil : nyeri seperti suhu
1. Mampu mengontrol ruangan, pencahayaaan
nyeri (tahu penyebab dan kebisingan
nyeri, mampu e. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan teknik nyeri.
nonfarmakologis untuk f. Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologi.
mencari bantuan) Tingkatkan istrahat.
2. Melaporkan bahwa g. Kolaborasi dengan dokter
nyeri berkurang dalam pemberian
dengan menggunakan analgetik
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali Analgesica dministration :
nyeri, (skala, intesitas, a. Tentukan lokasi,
frekuensi, dan tanda karakteristik kualitas, dan
nyeri). derajat nyeri sebelum
4. Menyatakan rasa pemberian obat.
nyaman setelah nyeri b. Cek instriksi dokter
berkurang tentang jenis obat, dosis,
5. Tanda-tanda vital dan frekuensi
dalam batas normal c. Cek riwayat alergi
33
d. Berikan analgesic tepat
c. Comfort-level waktu terutama saat nyeri
Kriteria hasil : hebat
1. Nyeri berkurang e. Evaluasi efektivitas
2. Kecemasan berkurang analgesic, tanda dan
3. Stress berkurang gejala.
4. Ketakutan berkurang
2. Hambatan d. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik Active & Mobillity a. Monitoring vital sign
berhubungan Level sebelum dan sesudah atau
dengan gangguan Kriteria hasil : sebelum latihan dan lihat
muskulokletal 1. Klien meningka dalam respon pasien saat latihan
aktifitas fisik b. Konsultasikan dengan
2. Mengerti tujuan dari terapi fisik tentang
peningkatan mobilisasi rencana ambulasi sesuai
3. Memperagakan dengan kebutuhan.
penggunaan alat bantu c. Bantu klien untuk
untuk mobilitas menggunakan tongkat
(walker) saat berjalan dan cegah
terhadap cedera.
e. Transfer d. Kaji kemampuan pasien
performance dalam mobilisasi.
Kriteria hasil : e. Latih pasien dalam
1. Memverbalisasikan pemenuhan kebutuhan
perasaan dalam ADLs secara
meningkatkan mandirisesuai
kekuatan dan kemampuan.
kemampuan f. Damping dan bantu
berpindah. pasien saat mobilisasi dan
bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL's
a. Berikan alat bantu jika
34
klien memerlukan.
b. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3. Resiko infeksi Immune status Inferction Control (Kontrol
berhubungan Kriteria hasil : Infeksi)
dengan prosedur 1. Klien bebas dari tanda a. Bersihkan lingkungan
invasif dan gejala infeksi setelah dipakai pasien
2. Mendeskripsikan lain.
proses penularan b. Batasi pengunjung bila
penyakit. perlu
3. Menunjukkan c. Instruksikan kepada
kemampuan untuk pengunjung untuk
mencegah timbulnya mencuci tangan saat
infeksi. berkunjung dan setelah
4. Jumlah leukosit dalam berkunjung meninggalkan
batas normal pasien.
5. Menunjukkan perilaku d. Gunakan sabun
hidup sehat antimikroba untuk
mencuci tangan
e. Cuci tangan setiap
sebelum dan setelah
melakukan tindakan
f. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
g. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
h. Ganti letal IV perifer dan
line sentral dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum.
35
i. Berikan terapi antibiotic
bila perlu
j. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local.
- Monitor
kerentanan gejala
infeksi sistemik
dan local
- Berikan
perawatan kulit
pada daerah
epidema
- Inpeksi kulit dan
membrane
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
- Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
- Dorong istrahat
- Ajarkan cara
menghindari
infeksi
- Laporkan
kecurigaan infeksi
36
dalam membina hubungan
baik dengan pasien
c. Memberikan lingkungan
yang nyaman pada pasien
d. Mengajarkan teknik
relaksasi napas pada
I pasien
e. Mengajarkan teknik
imaginasi terbimbing
f. Menyaranlan melakukan
teknik distraksasi yaitu
mendengarkan
musik/berdoa.
g. Memberikan ketorolac
yang telah diresepkan
oleh dokter.
37
3. 23-03- Resiko infeksi berhubungan a. Melakukan cuci tangan
2020 dengan prosedur invasive sebelum dan sesudah ke
pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan ke pasien
b. Melakukan perawatan
III luka dengan
mempertahankan
kesterilan instrument dan
tangan
c. Memonitor tanda daan
gejala terjadinya infeksi
d. Menganjurkan kepaa klien
untuk meningkatkan
asupan nutrisi
e. Menganjurkan kepada
pasien untuk menjaga
kebersihan dirI
f. Memberikan
cefoperazone dan
cefixime yang telah
diresepkan oleh dokter.
3.5 Evaluasi
38
A : Masalah belum teratasi
I P : Intervensi dilanjutkan.
P : Intervensi dilanjutkan
39
dengan prosedur invasive. dan gatal dan agak terasapanas. Pasien
mengatakan luka mash basah.
40
sirkulasi dan neurosensori, serta memilikiketerbatasan dalam
beraktivitas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kita kaji kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab,
gejala (tiba-tiba/perlahan),lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah ada kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi,
trauma dan fraktur), kajiapakah ada riwayat penyakit Diabetes
Mellitus, penyakit jantung, penyakit gagal ginjaldan penyakit
paru.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama, kajiapakah ada anggota keluarga yang
merokok ataupun menggunakan obat-obatan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien
Tingkat kesadaran : biasanya composmentis
Berat badan : biasanya normal
Tinggi badan :biasanya normal
2) Tanda Tanda Vital
TD : biasanya normal (120/80 mmHg)
ND : biasanya normal
RR: Biasanya normal (18-24x/mnt)
S : biasanya normal (36-37℃)
3) Pemeriksaan head to toe
Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan
kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek
pupil dan tanda-tanda iritasi
41
Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran
tympani, adanya serumen serta pendarahan
Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes
penciuman serta alergiterhadap sesuatu
Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi
dan tonsil
Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar
tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid,
adanya massa atau benjolan
Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu
nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan
parut atau lesi dan CRT.
42
Ekstremitas
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
3.2.2 Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut
2) Hambatan mobilitas fisik
3) Gangguan citra tubuh
3.2.3 Intervensi
43
mobilitas - Latih pasien
- Bantu untuk dalam memenuhi
mobilisasi kebutuhan ADLs
secara mandiri.
3 Gangguan citra Kriteria Hasil: Nutrion Management
tubuh - Body image - Kaji secara verbal
positif dan non verbal
- Mampu respon klien
mengidentifikasi terhadap
kekuatan tubuhnya
personal - Jelaskan tentang
- Tidak terjadi pengobatan,
pengurangan perawatan,
berat badan kemajuan dan
yang berarti prognosis
penyakit
- Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
3.2.4 Impelementasi
Implementasi merupakan wujud nyata dari rencana keperawatan yang telah
dibuat sebelumnya
3.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan pengkajian sejauh mana pencapaian dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.
A. Pengkajian
44
Status perkawinan : Kawin
Agama :Islam
Suku : Alor
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk RS : 20 maret 2021
Diagnosa medis : Amputasi bawah lutut (BL)
II. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
45
S:7
T : Hilang timbul
Adapaun hasil pemeriksaan fisik dari kaki kanan klien yaitu :
Inspeksi : Terdapat luka terbuka yang telah terinfeksi yang ditandai
denganadanya warna kemerahan dan edema disekitar luka klien sehingga
menyebabkanterjadinya ketidaksimetrisan antara kaki kiri dan kanan klien.
Palpasi : Terdapat nyeri tekan dan terasa hangat di sekitar luka klien
c. Riwayat kesehatan dahulu
B. Analisa Data
46
DO:
- Klien tampak meringis
- Klien tampak gelisah
Adapun hasil pengkajian nyeri klien
yaitu:
P : Adanya luka kronis
yang telah terinfeksi
Q : Seperti tertusukR :
Kaki kanan
S:7
T : Hilang timbul
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik
dari kaki kanan klien yaitu:
Inspeksi : Terdapat luka
terbuka yang telah
terinfeksi yang ditandai
denganadanya warna
kemerahan dan edema
disekitar luka klien
sehingga menyebabkan
terjadinya
ketidaksimetrisan antara
kaki kiri dan kanan
klien.
Palpasi : Terdapat nyeri
tekan dan terasa hangat
di sekitar luka klien
20/03/202 DS: Kurang Ansietas
1 - Klien mengatakan bahwa ia pengetahuan
merasa takut untuk terkait prosedur
dilakukan operasi pembedahan
- Klien juga mengatakan
bahwa ia merasa cemas
dengan penyakitnya
47
- Klien juga merasa bingung
dan tidak mengetahui
tentang penyakit yang
dideritanya
DO:
- Klien tampak cemas
- Klien tampak bingung
- Klien selalu bertanya-tanya
tentang penyakitnya
20/03/202 DS: Kehilangan bagian Gangguan
1 - Klien mengatakan bahwa ia anggota tubuh citra tubuh
malu jika diamputasi
- Klien mengatakan bahwa ia
takut tidak bisa bekerja lagi
- Klien mengatakan bahwa ia
merasa sulit untuk
bersosialisasi dengan orang
lain setelah diamputasi
DO:
- Klien tampak sedih
- Klien tampak murung
- Klien tampak menarik diri
TD: 110/70 mmHg
S : 37,5 ℃
N: 76 x/mnt
RR : 20x/mnt
C. Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
48
- Mampu mengontrol - Lakukan pengkajian
nyeri nyeri secara
- Mampu mengenali koprehensif
nyeri - Observasi reaksi
- Mampu menggunakan nonverbal
teknik non farmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri - Gunakan teknik
- Melaporkan bahwa komunikasi
nyeri berkurang dengan terapeutik
menggunakan - Evaluasi
manajemen nyeri pengalaman nyeri
- Menyatakan rasa masa lampau
nyaman setelah nyeri - Ajarkan teknik
berkurang relaksasi
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian therapy
2 Kecemasan Kriteria Hasil Anxiety Reducation
- Klien mampu - Gunakan pendekatan
mengidentifikasi dan yang menenangkan
mengungkapkan gejala - Jelaskan semua
cemas prosedur dan apa
- Mengindentifikasi, yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan teknik - Identifikasi tingkat
untuk mengontrol kecemasan
cemas - Dorong pasien untuk
- Vital sign dalam batas mengungkapkan
normal perasaan,ketakutan
dan persepsi
3 Gangguan citra Kriteria hasil: Nutrion management
tubuh - Body image positif - Kaji secara verbal
- Mampu dan non verbal
mengidentifikasi respon klien
49
kekuatan personal terhadap tubuhnya
- Tidak terjadi - Jelaskan tentang
pengurangan berat pengobatan,
badan. perawatan,kemajuan
dan prognosis
penyakit
- Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
E. Implementasi
50
Dalam diagnosa keperawatan ini, mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah ditetapkan melakukan
kolaborasi dengan dokter.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya komunitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang
yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.Amputasi berasal dari kata “Amputare”
yang kurang lebih diartikan “Pancung” , Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan
memisahkan bagian tubuh sebagaian atau seluruh bagian ekstremitas.
4.2 Saran
Untuk menghindari penyakit fraktur dan amputasi sebaiknya kita harus berhati-hati
dalam mengendarai kendaraan. Meningat askpe ini merupakan askep pelayanan
kompleks diharapkan kepada kita tenaga meedis/keperawatan benar-benar mempelakjari
51
dan menjalankan manajemen keperawatan yang sesuai untuk membantu klien secara
menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1360/4/4%20CHAPTER%202.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/KMB-2-
Komprehensif.pdf
http://jvi.ui.ac.id/index.php/jvi/article/download/121/pdf
Padila (2012). Keperawatan Medikal Bedah dan Muskuloskoleta. Penerbit buku Nuha
Medika. Jakarta
52
53