Anda di halaman 1dari 81

MAKALAH

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA I


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh:
Kelompok 2 Kelas 4A

Anggota Kelompok:
Mita Anggela Putri Amalia (1130018026)
Aflahatun Nikmah (1130018087)

Fasilitator :
Nur Hidaayah, S.Kep,Ns, M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Kesehatan Jiwa I yang berjudul “Risiko Perilaku Kekerasan” dapat selesai dengan
waktu yang telah direncanakan.
Makalah ini tersusun tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materiil maupun spiritual, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada fasilitator mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa I, ibu Nur Hidaayah
S.Kep., Ns., M.Kes. dan teman-teman yang telah yang telah membantu dan
memberikan dorongan semangat agar makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Semoga Allah SWT membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada
semua pihak. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami menyadari bahwa
makalah yang telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak
kelemahan serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu
penulis membuka pintu selebar-lebarya kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan
pada masa yang akan datang dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal
yang dianggap tidak berkenan dihati pembaca mohon dimaafkan.

Penulis

Surabaya, 02 Maret 2020

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................3
1.3.2 Tujuan khusus..............................................................................3
1.4 Manfaat....................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian perilaku kekerasan..............................................................5
2.2 Klasifikasi perilaku kekerasan..............................................................5
2.3 Proses terjadinya marah perilaku kekerasan.....................................7
2.4 Manifestasi klinis perilaku kekerasan..................................................7
2.5 Etiologi perilaku kekerasan...................................................................9
2.6 Rentang respon perilaku kekerasan...................................................11
2.7 Pohon masalah perilaku kekerasan....................................................13
2.8 Akibat terjadinya perilaku kekerasan................................................13
2.9 Fase-fase perilaku kekerasan...............................................................13
2.10 Mekanisme koping perilaku kekerasan............................................14
2.11 Penatalaksanaan perilaku kekerasan...............................................15
2.12 Asuhan Keperawatan teori perilaku kekerasan..............................16
1. Pengkajian........................................................................................16
2. Diagnosa...........................................................................................22
3. Intervensi..........................................................................................22
4. Implementasi....................................................................................28
5. Evaluasi.............................................................................................41

BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................43

BAB 1V PEMBAHASAN..........................................................................63

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan................................................................................................64
5.2 Saran .....................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................65
TEKS ROLE PLAY...................................................................................66

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya stress atau disabilitas disertai peningkatan resiko kematian yang
menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau kehilangan kekebasan. Menurut
Townsend mengungkapkan gangguan jiwa adalah respon maladaptive
terhadap stresor dari lingkungan internal dan eksternal yang ditunjukkan
dengan pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma local
dan budaya setempat, dan menganggu fungsi sosial, pekerja, dan fisik
individu. Salah satu gangguan jiwa yang menjadi penyebab penderita dibawa
ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan (Sujarno dan Livana, 2018).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah
atau ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipandang
sebagai rentang dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan
(violence) disisi yang lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan
frustasi, benci atau marah. Hal ini akan mepengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai, karena penggunaan koping yang kurang bagus.
Perilaku kekerasaan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan gaduh, gelisah yang tak terkontrol
(Kusumawati, dkk. 2014).
Prevalensi gangguan jiwa menurut WHO tahun 2013 mencapai 450 juta
jiwa diseluruh dunia, dalam satu tahun sesuai jenis kelamin sebanyak 1,1
wanita, pada pria sebanyak 0,9 sementara jumlah yang mengalami gangguan
jiwa seumur hidup sebanyak 1,7 wanita an 1,2 pria. Menurut National
Institute of Mental Health (NIMH) berdasarkan hasil sensus penduduk
Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18
tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011). Prevalensi
gangguan jiwa cukup tinggi an terjai paa usia produktif. Data Riskesdas tahun

1
2007 menunjukkan prevalensi nasional gangguan jiwa berat yaitu Skizofrenia
sebesar 0,46% atau sekitar 1,1 juta orang atau 5,2% ari jumlah penderita
Skizofrenia di seluruh dunia sedangkan data Riskesdas tahun 2013 prevalensi
gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) pada penduduk Indonesia 1,7 per
mil atau 1-2 orang dari 1000 warga di Indonesia yang mengalami gangguan
jiwa berat yang berjumlah 1728 orang.
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi
dan interjensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi
dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan
yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan
merasa bersalah dan bahkan merasa diri sendiri (Kusumawati, dkk. 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan asuhan keperawatan,
yaitu:
1. Apa pengertian perilaku kekerasan ?
2. Apa saja klasifikasi perilaku kekerasan ?
3. Bagaimana proses terjadi marah pada perilaku kekerasan ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari perilaku kekerasan ?
5. Bagaimana etiologi perilaku kekerasan ?
6. Apa saja rentang respon pada perilaku kekerasan ?
7. Bagaimana pohon masalah dari perilaku kekerasan ?
8. Bagaimana akibat terjadi nya perilaku kekerasan ?
9. Apa saja fase fase dari perilaku kekerasan ?
10. Bagaimana mekanisme koping dari perilaku kekerasan ?
11. Bagaimana penatalaksanaan perilaku kekerasan ?

2
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada perilaku kekerasan ?
13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan jiwa pada
perilaku kekerasan / resiko perilaku kekerasan serta mampu
mengaplikasikannya.
1.3.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan laporan asuhan keperawatan,
yaitu:
1. Mengetahui dan memahami pengertian perilaku kekerasan/ resiko
perilaku kekerasan.
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi perilaku kekerasan/ resiko
perilaku kekerasan.
3. Mengetahui dan memahami bagaimana proses terjadi marah pada
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
5. Mengetahui dan memahami etiologi perilaku kekerasan/ resiko
perilaku kekerasaan.
6. Mengetahui dan memahami rentang respon pada perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
7. Mengetahui dan memahami pohon masalah dari perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
8. Mengetahui dan memahami Bagaimana akibat terjadi nya perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
9. Mengetahui dan memahami fase-fase dari perilaku kekerasan/
risiko perilaku kekerasaan.
10. Mengetahui dan memahami mekanisme koping dari perilaku
kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
11. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan perilaku kekerasan/
risiko perilaku kekerasaan.

3
12. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
13. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasaan.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan dan
menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada perilaku kekerasan/ risiko
perilaku kekerasan serta mampu mengaplikasikannya.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah yang
diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, atau
merusak lingkungan. Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya
stresor. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Keliat, dkk. 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk
bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku
kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai
atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa
perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada
di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat
melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
selama di rumah (Yusuf, dkk.2015).
2.2 Klasifikasi Perilaku Kekerasan
A. Menurut Muhith, 2015 klasifikasi perilaku kekerasan ada 3 macam, yaitu:
1. Irritable aggression, merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi
perasaan marah. Biasanya diinduksi oleh frustasi dan terjadi karena
sirkuit pendek pada proses penerimaan dan memahami informasi
dengan intensitas emosional yang tinggi.
2. Instrumental aggression adalah suatu tindak kekerasan yang dipakai
sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya untuk
mencapai suatu tujuan politik tertentu dilakukan tindak kekerasan yang
dilakukan secara sengaja dan terencana: seperti peristiwa penghancuran

5
menara kembar WTC di new York, tergolong dalam kekerasan
instrumental)
3. Mass aggression adalah tindak agresi yang dilakukan oleh massa
sebagai akibat kehilangan individualitas dari masing-masing individu.
(misalnya, bila ada seseorang yang mempelopori tindakan kekerasan
maka secara otomatis semua akan ikut melakukan kekerasan yang dapat
semakin meninggi, karena saling membangkitkan).
B. Menurut Yusuf, 2015 perilaku klien dengan gangguan perilaku kekerasan
dapat membahayakan bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan
sekitar. Adapun perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan risiko
perilaku kekerasan, antara lain :
1. Menyerang atau menghindari
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem
syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan
meningkat, disertai ketegangan otot seperti :rahang terkatup, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yangditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku
asertif merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.
Dengan perilaku tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan.

6
2.3 Proses Terjadinya Marah

2.4 Manifestasi Klinis Perilaku Kekerasan


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan, menurut Azizah, 2016 :
1. Fisik
1) Muka merah dan tegang.
2) Mata melotot atau pandangan tajam.
3) Tangan mengepal.

7
4) Rahang mengatup.
5) Wajah memerah dan tegang.
6) Postur tubuh kaku.
7) Pandangan tajam.
8) Mengatupkan rahang dengan kuat.
9) Mengepalkan tangan.
10) Jalan mondar mandir.
2. Verbal
1) Bicara kasar.
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak.
3) Mengancam secara verbal atau fisik.
4) Mengumpat dengan kata kata kotor.
5) Suara keras.
6) Ketus
3. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda atau orang lain.
2) Menyerang orang lain.
3) Melukai diri sendiri atau orang lain.
4) Merusak lingkungan.
5) Amuk atau agresif.
4. Emosi
1) Tidak adekuat.
2) Tidak aman dan nyaman.
3) Rasa terganggu.
4) Dendam dan jengkel.
5) Tidak berdaya.
6) Bermusuhan
7) Mengamuk
8) Ingin berkelahi.
9) Menyalahkan
10) Menuntut
5. Intelektual

8
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan
6) Sarkasme
6. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa.
2) Merasa diri benar.
3) Mengkritik pendapat orang lain.
4) Menyinggung perasaan orang lain.
5) Tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
1) Menarik diri.
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Kekerasan
5) Ejekan
6) Sindiran
8. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri.
4) Penyimpangan seksual.
2.5 Etiologi Perilaku Kekerasan
Risiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang
mendalam karena penggunaan koping yang kurang bagus. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu :
1. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi, jika ia tidak mampu
mengendalikannya maka ia akan berbuat kekerasan disekitarnya.

9
2. Hilangnya harga diri, pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, lekas marah dan
mungkin melakuan tindakan kekerasan disekitar.
3. Kebutuhan penghargaan status dan prestise, manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui. Jika tidak mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat
menimbulkan resiko perilaku kekerasan (Helena,dkk.2015).
4. Faktor predisposisi, faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang
merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak
terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu, antara
lain menurut Prabowo 2014 :
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,dihina, atau sanksi
penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permisssive).
4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
5) Faktor sosial budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya.
Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan
maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat

10
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima (Kusumawati,dkk. 2014).
6) Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya
pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem
limbik) ternyata meniumbulan perilaku agresif, di mana jika terjadi
kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal ( untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar,
pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya
(Kusumawati,dkk. 2014).
5. Faktor presipitasi, dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
dengan lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicinta/pekerjaan dan kekerasaan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014.).
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidaberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan aresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun esternal dari lingkungan.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising (Kusumawati, dkk.2014).
2.6 Rentang Respon
Respon adaptif Respon Maladaptif

11
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kemarahan

1. Respon adaptif
1) Pernyataan (assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan
kelegaan.
2) Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan
tersebut individu tidak menemukan alternatif lain (Prabowo. 2014).
2. Respon maladaftif
1) Pasif Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata
2) Agresif Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, serta lain
maupun lingkungan (Prabowo. 2014).

Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif

Karakt Pasif Asertif Amuk


eristik
Nada 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggi
suara 2. Lemah 2. Menuntut
3. Merengek
Sikap 1. Melorot 1. Tegak 1. Tegang
rubuh 2. Menunduka 2. Relaks 2. Bersandar
n kepala kedepan
Person 1. Orang lain 1. Menjaga jarak yang 1. Memiliki

12
al dapat menyenangkan teritorial
space masuk pada 2. Mempertahankan orang lain
teritoral hak tempat/teritorial
pribadinya
Geraka 1. Minimal 1. Memperlihatkan 1. Mengancam,
n 2. Lemah gerakan yang sesuai ekspansi
3. Resah gerakan
Kontak 1. Sedikit/tida 1. Sekali-kali 1. Melotot
mata k ada (intermiten) sesuai
dengan kebutuhan
interaksi

2.7 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Resiko mencederahi diri


Effect
sendiri dan orang lain

Perilaku kekerasan Care problem

Gangguan harga diri:


Causa
Harga diri rendah

Koping individu Koping keluarga


tidak efektif tidak efektif

2.8 Akibat Perilaku Kekerasan


Akibatnya pasien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan risiko
tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Risiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan
diri, orang lain, dan lingkungan.
2.9 Fase-fase Perilaku Kekerasan
1. Triggering incidents

13
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi pasien. Beberapa
faktor yang dapat menjadi pemicu agresif, seperti: provokasi, respon
terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan
frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang
tidak terpenuhi. Pada fase ini pasien dan keluarga baru datang.
2. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat disetarakan
dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan pasien
memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku
agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi misalnya, halusinasi,
gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
3. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik
descalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini pasien sudah
melakukan tindakan kekerasan.
4. Settling phase
Pasien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan
berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
5. Return to normal functioning
Pasien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi,
dan kelelahan.
2.10 Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiasakan
kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas adonan kue
,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.

14
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-pedangan
dengan temannya (Prabowo, 2014).
2.11 Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya : Clorpromazine HCL yang digunakan untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis
efektif rendah, contohnya: Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquelillzer bukan obat anti psikotik, seperti

15
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan/kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu
didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi sebagai bntuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog/berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kgiatan itu bagi dirinya. Tetapi ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi
dan ditentukan program krgiatanya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakat kesehatan,
memberi perawatan pada anggot keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer) , mengulangi
perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihakan perilaku maladaptif
ke perilakuadaptive (tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan
keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2009 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku tindakan yang ditunjukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target
terapi adalah perilaku pasien.
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan pada Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian

16
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan makalah klien.
Data yang dikumpulkan melalui data bilogis, psikologis, social dan
spiritual (Keliat, Budi Ana, 1998:3. Dikutip dari buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, 2016).
1) Identitas klien
Melakukan pengenalan BHSP dan kontrak dengan klien tentang nama
mahasiswa, nama panggilan, lalu dilanjut melakukan pengkajian
dengan nama klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan
dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal
pengkajian dan sumber data yang didapat.
2) Alasan masuk
Penyebab klien atau keluarga datang, apa yang menyebabkan klien
melakukan kekerasan, apa yang klien lakukan dirumah, apa yang
sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah.
3) Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan
kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan
jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan. Pada klien dengan perilaku kekerasan faktor
predisposisi, faktor presipitasi klien dari pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan, adanya riwayat anggota keluarga yang
gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan.
4) Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada klien dengan
perilaku kekerasan tekanan darah meningkat, RR meningkat, nafas
dangkat, muka memerah, tonus otot meningkat, dan dilatasi pupil.
5) Psikososial

17
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh. Pada klien
perilaku kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam
menghadapi klien.
b. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai. Klien dengan perilaku
kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah pandangan tajam,
tangan mengepal, muka memerah.
b) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien
terhadap status posisinya, kepuasan klien sebagai laki laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis
kelaminnya dan posisinya. Klien dengan PK biasanya identitas
dirinya ialah moral yang kurang karena menunjukkan
pendendam, pemarah, dan bermusuhan.
c) Fungsi peran
Fungsi peran tugas atau peran klien dalam
keluarga/pekerjaan/kelompok masyarakat, kemampuan klien
dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang
terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien
akibat perubahan tersebut. Fungsi peran pada klien perilaku
kekerasan terganggu karena adanya perilaku yang menciderai
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
d) Ideal diri
Klien dengan PK jika kenyataannya tidak sesuai dengan
kenyataan maka ia cenderung menunjukkan amarahnya, serta
untuk pengkajian PK mengenai ideal diri harus dilakukan
pengkajian yang berhubungan dengan harapan klien terhadap

18
keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga,
pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan,
harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana kenyataan
tidak sesuai dengan harapannya.
e) Harga diri
Harga diri yaitu penilaian tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku
seseorang sesuai dengan ideal dirin Harga diri tinggi
merupakan perasaan yang berakar dalam menerim dirinya
tanpa syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan
dee kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang penting dan
berharga. Haras diri yang dimiliki klien perilaku kekerasan
ialah harga diri rendah karena penyebab awal klien PK marah
yang tidak bisa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil
yang tidak terkontrol beranggapan dirinya tidak berharga.
c. Hubungan sosial
Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu karena adanya
resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan serta
memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol, selanjutnya dalam
pengkajian dilakukan observasi mengenai adanya hubungan
kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan
atau peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi
dengan orang lain.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
6) Status mental
a. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian kurang,

19
dampak ketidakmampuan berpenampilan baik/berpakaian
terhadap status psikologis klien (deficit perawatan diri). Pada
klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak mampu
merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi,
penggunan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti
biasanya, rambut kotor. rambut seperti tidak pernah disisir, gigi
kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam.
b. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru,
gagap, sering terhenti/bloking, apatis, lambat, membisu,
menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan. Pada klien
perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara tinggi,
membentak, ketus, berbicara dengan kata – kata kotor.
c. Aktivitas motorik
Agresif, menyerang diri sendiri orang lain maupun menyerang
objek yang ada disekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat
tegang dan gelisah, muka merah, jalan mondar-mandir.
d. Afek dan emosi
Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi
klien cepat berubah-ubah cenderung mudah mengamuk,
membanting barang-barang/ melukai diri sendiri, orang lain
maupun objek sekitar, dan berteriak-teriak.
e. Interaksi selama wawancara
Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya
mudah marah, defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga,
sinis, dan menolak dengan kasar. Bermusuhan: dengan kata-kata
atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga
dengan menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
f. Persepsi atau sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi
sensori sebagai penyebabnya.

20
g. Proses pikir
a) Proses piker (arus dan bentuk pikir)
Otistik (autisme): bentuk pemikiran yang berupa fantasi atau
lamunan untuk memuaskan keinginan untuk memuaskan
keinginan yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam
pikirannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa
peduli sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam
diri klien yang dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi,
waham dan halusinasinya yang cenderung menyenangkan
dirinya.
b) Isi pikir
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran
curiga, dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa dirinya
tidak aman.
h. Tingkat kesadaran
Tidak sadar, bingung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang,
tempat, dan waktu. Klien perilaku kekerasan tingkat kesadarannya
bingung sendiri untuk menghadapi kenyataan dan mengalami
kegelisahan.
i. Memori
Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat kejadian
jangka pendek maupun panjang.
j. Tingkat konsentrasi
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari
satu objek ke objek lainnya. Klien selalu menatap penuh
kecemasan tegang dan gelisahan.
k. Kemampuan penilaian/pengambilan keputusan
Klien perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan
yang konstrukue dan adaptif.
l. Daya titik
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala
penual (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak

21
perlu minta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya.
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya
penyakit atau masalah sekarang.
m.Mekanisme koping
Klien dengan HDR menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang
lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktivitas
konstruktif, olah raga, dll ataukah menggunakan cara-cara yang
maladaptif seperti minum alkohol, merokok. Reaksi
lambat/berlebihan, menghindar, mencederai diri atau lainnya.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan antara lain :
1. Risiko mencederai diri sendiri, atau orang lain
2. Risiko Perilaku kekerasan
3. Perilaku perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Gangguan harga diri: harga diri rendah
5. Koping individu tidak efektif
3. Intervensi
Perencanaan klien dengan gangguan perilaku kekerasan.

TUJUAN KH INTERVENSI
TUM : 1. klien mau 1.beri salam/panggil nama:
Klien tidak membalas a. sebutkan nama perawat
mencederai salam b. jelaskan maksud hubungan
diri 2. klien mau interaksi
TUK : menjabat c. jelaskan akan kontrak yang akan
1. Klien tangan di buat
dapat 3. klien mau d. beri rasa aman dan sikap empati
membina menyebutkan e. lakukan kontak singkat tapi sering
hubungan nama
saling 4. klien mau
percaya tersenyum
5. klien mau
kontak mata
6. klien mau
mengetahui
nama perawat

22
2. klien 1. klien dapat 1. berikan kesempatan untuk
dapat mengungkapk mengungkapkan perasaanya
mengiden an perasaanya 2. bantu klien untuk mengunngkapkan
tifikasi 2. Klien dapat penyebab perasaan jengkel/kesel
menyebab mengungkapk
kan an penyebab
perilaku perasaan
kekerasan jengkel/kesal
(dari diri
sendiri)
3. klien 1. klien dapat 1. anjurkan klien mengungkapkan apa
dapat mengungkapk yang di alami dan di rasakan saat
mengiden an perasaan marah/jengkel
tifikasi jengkel/kesal 2. observasi tanda adn gejala perilaku
tanda dan 2. klien dapat kekerasan paad klien
gejala menyimpulkan 3. simpulkan bersama klien tanda an
perilaku tanda dan gejala jengkel/kesal yang akan di
kekerasan gejala alami
jengkel/kesal
yang di
alaminya
4. klien 1. klien dapat 1. anjurkan klien untuk
dapat mengungkapk mengungkapkan perilaku kekerasan
mengiden an perilaku yang biasa di lakukan klien (verbal,
tifikasi kekerasan pada orang lain, pada lingkungan
perilaku yang biasa di dan pada diri sendiri)
kekerasan lakukan 2. bantu klien bermain peran sesuai
yang bisa 2. klien dapat dengan perilaku kekerasan yang
di lakukan bermain peran biasa di lakukan
sesuai 3. bicarakan edngan klien, apakah
perilaku dengan cara yang klien lakukan
kekerasan masalahnya selesai
yang biasa i
lakukan
3. klien dapat
mengetahui
cara yang
biasa di
lakukan untuk
menyelesaika
n masalah
5. klien Klien dapat 1. bicarakan akibat/kerugian dari cara
dapat menjelaskan yang digunakan klien
mengid akibat dari cara 2. bersama klien menyimpulkan akibat
entifika yang di gunakan adri cara yang di lakukan klien
si akibat klien : 3. tanyakan kepada klien “apakah ia
perilaku a. akibat pada ingin mempelajari cara baru yang
kekeras klien sendiri sehat”.

23
an b. akibat pada
orang lain
c. akibat pada
lingkungan
6. Klien 1. Klien dapat 1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
dapat menyebutkan di lakukan klien
mende contoh 2. Beri pujian atas kegiatan fisik klien
montras pencegahan yang biasa di lakukan
ikan perilaku 3. Diskusikan dua cara fisik yang paling
fisik keekrasan mudah di lakukan untuk mencegah
untuk secara fisik : perilaku kekerasan, yaitu : tarik nafas
menceg a. Tarik dalam adn pukul kasur serta bantal
ah nafas 4. Diskusikan cara melakukan nafas
perilaku dalam adlam bersama klien
kekeras b. Pukul 5. Beri contoh klien tentang cara
an kasur atau menarik nafas dalam
bantal 6. Minta klien mengikuti contoh yang di
c. Kegiatan berikan sebanyak 5 kali
fisik lain 7. Beri pujian positif atas kemampuan
2. Klien dapat klien mendemonstrasikan cara
mengidentifik menarik nafas dalam
asi cara fisik 8. Tanyakan perasaan klien setelah
untuk selesai
mencegah 9. Anjurkan klien menggunakan cara
perilaku yang telah di pelajari saat
kekerasan marah/jengkel
3. Klien 10. Lakukan hal yang sama dengan 4
mempunyai dan 9. Untuk fisik lain dipertemuan
jadwal untuk yang lain
melatih cara 11. Diskusikan dengan klien mengenai
pencegahan frekuensi latihan yang akan di
fisik yang lakukan sendiri oleh klien
telah di 12. Susun jadwal kegiatan untuk
pelajari melatih cara yang telah di pelajari
sebelumnya 13. Klien mengevaluasi pelaksanaan
4. Klien latihan, cara pencegahan perilaku
mengevaluasi kekerasan yang telah di lakukan
kemampuan dengan mengisi jadwal kegiatan
dalam harian (self-evaluation)
melakukan 14. Validasi kemampuan klien dalam
cara fisik melaksanakan latihan
sesuai jadwal 15. Berikan pujian atas keberhasilan
yang telah di klien
susun 16. Tanyakan kepada klien “apakah
kegiatan cara pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah”.
7. Klien 1. Klien dapat 1. Dikusikan cara bicara yang baik

24
dapat menyebutkan dengan klien
mendem cara bicara 2. Beri contoh cara bicara yang baik :
ontrasik (verbal) yang a. Meminta dengan baik
an cara baik dalam b.Menolak dengan baik
sosial mencegah c. Menggunakan perasaan dengan
untuk perilaku baik
mencega kekerasan : 3. Meminta klien mengikuti contoh
h a. Meminta cara bicara yang baik :
perilaku dengan baik a. Meminta dengan baik “saya
kekerasa b. Menolak minta uang untuk lagi makan”
n dengan baik b. Menolak dengan baik “maaf,
c. Mengungkap saya tidak bisa melakukan
kan perasaan karena ada kegiatan lain”
dengan baik c. Mengungkapkan perasaan
2. Klien dapat dengan baik “saya kesal karena
mendemontr permintaan saya tidak di
asikan cara kabulakn” di sertai dengan suara
verbal yang nada rendah.
baik 4. Minta klien mengulang sendiri
3. Klien 5. Beri pujian atas keberhasilan klien
mempunyai 6. Diskusikan dengan klien tentang
jadwal untuk waktu adn kondisi cara bicara yang
melatih cara dapat di latih di ruangan, misalnya :
bicara yang meminta obat, baju, dll; menolak
baik ajakan merokok, tidur tidak tepat
4. Klien pada waktunya, menceritakan
melakukan kekesalan pada perawat.
evaluasi 7. Susun jadwal kegiatan untuk
terhadap melatih cara yang telah di pelajari
kemampuan 8. Klien mengevaluasi pelaksanaan
cara bicara latihan cara bicara yang baik
yang sesuai dengan mengisi jadwal kegiatan
dengan (self-evaluation)
jadwal yang 9. Validasi kemampuan klien dalam
telah di melaksanakan latihan
susun 10. Berikan pujian atas keberhasilan
klien
11. Tanyakan kepada klien “bagaimana
perasaan imam setelah latihan
bicara yang baik? Apakah
keinginan merah berkurang?”
8. Klien 1. Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien kegiatan
dapat menyebutkan ibadah yang pernah di lakukan
mendem cara bicara 2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah
ontrasik (verbal) yang yang dapat di lakukan di ruang
an cara baik dalam perawat
sosial mencegah 3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah
untuk perilaku yang akan di lakukan

25
mencega kekerasan : 4. Minta klien mendemontrasikan
h a. Meminta kegiatan ibadah yang di pilih
perilaku dengan 5. Beri pujian atas keberhasilan klien
kekerasa baik 6. Klien mengevaluasi pelaksanaan
n b.Menolak kegiatan ibadah dengan mengisi
dengan jadwal kegiatan
baik 7. Susun jadwal kegiatan untuk melatih
c. Mengungk kegiatan ibadah
apkan 8. Klien mengevaluasi pelaksanaan
perasaan kegiatan ibadah dengan mengisi
dengan jadwal kegiatan harian
baik 9. Validasi kemampuan klien dalam
2. Klien dapat melakukan validasi
mendemontr 10. Tanyakan kepada “bagaimana
asikan cara perasaan imam setelah teratur
verbal yang melaksanakan ibadah?apakah
baik keinginan merah berkurang?”
3. Klien
mempunyai
jadwal untuk
melatih cara
bicara yang
baik
4. Klien
melakukan
evaluasi
terhadap
kemampuan
cara bicara
yang sesuai
dengan
jadwal yang
telah disusun
9. Klien 1. Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien tentang
mendem menyebutkan jenis obat yang di minumnya (nama,
ontrasik jenis,dosis, warna, besarnya) waktu minum obat
an dan waktu (jika 3 kali:pukul 07.00),
kepatuha minum obat 13.00,19.00; cara minum obat)
n minum serta manfaat 2. Diskusikan dengan klien manfaat
obat dari obat itu minum obat secara teratur :
untuk (prinsip 5 a. Beda perasaan sebelum minum obat
mencega benar : benar dan sesudah minum obat
h orang, b. Jelaskan bahwa jenis obat hanya di
perilaku dosis ,waktu, ubah oleh dokter
kekerasa dan cara c. Jelaskan mengenai akibat minum
n pemberian) obat yang tidak teratur, misalnya
2. Klien penyakitnya kambuh
mendemontra 3. Diskusikan tentang proses minum

26
sikan obat :
kepatuhan a. Klien meminta kepada perawat (jika
minum obat di RS) kepada keluarga (jika di
sesuai jadwal rumah)
yang di b. Klien memeriksa obat sesuai
tetapkan dosisnya
3. Klien c. Klien meminum obat pada waktu
mengevaluasi yang tepat
kemampuann 4. Susun jadwal minum obat bersama
ya dalam klien
mematuhi 5. Klien mengevaluasi pelaksanaan
minum obat minum obat dengan mengisi jadwal
kegiatan harian
6. Validasi pelaksanaan minum obat
klien
7. Beri pujian atas keberhasilan klien
8. Tanyakan kepada klien “bagaimana
perasaan imam dengan minum obat
secara teratur? Apakah

10. Klien 1. Klien yang 1. Anjurkan klien untuk ikut TAK:


dapat mengikuti stimulasi persepsi pencegahan
mengiku TAK perilaku kekerasan
ti TAK : :stimulasi 2. Klien mengikuti TAK : stimulasi
stimulasi persepsi persepsi pencegahan perilaku
persepsi pencegahan kekerasan (kegiatan mandiri)
pencega perilaku 3. Diskusikan dengan klien tentang
han kekerasan kegiatan selama TAK
perilaku 4. Fasilitasi klien untuk mempratekkan
kekerasa hasil kegiatan TAK dan beri pujian
n atas keberhasilannya
5. Diskusikan dengan klien tentang
jadwal TAK
6. Masukkan jadwal TAK dalam
jadwal kegiatan harian
7. Beri pujian atas kemampuan
mengikuti TAK
8. Tanyakan klien “bagaimana
perasaan setelah ikut TAK?”.
11. Klien 1. Keluarga dapat 1. Identifikasi kemampuan keluarga
mendapa mendemontrasi dalam adlam merawat klien sesuai
t kan cara dengan yang telah di lakukan
dukunga merawat klien keluarga terhaadp klien selama ini
n 2. Jelaskan keuntungan peran serta
keluarga keluarga adlam merawat klien
dalam 3. Jelaskan cara-cara merawat klien :
melaksa a. Terkait dengan cara mengontrol
nakan perilaku marah secara konstruktif

27
cara b. Sikap adn cara bicara
pencega c. Membantu klien mengenal
han penyebab marah adn pelaksanaan
perilaku cara pencegahan perilaku
kekerasa kekerasan
n

4. Implementasi
SP Strategi Pelaksanaan (SP) berdasarkan pertemuan
SP 1 pasien :
1. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan
2. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Menyebutkan perilaku kekerasan yang di lakukan
4. Menyebutkan akibat perilaku kekerasan
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6. Mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik 1
7. Masuk jadwal kegiatan pasien
SP 2 pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 2 latih verbal (3
macam)
3. Masuk jadwal kegiatan pasien
SP 3 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Mempraktikkan latihan cara verbal/sosial (3 macam)
3. Masuk jadwal kegiatan pasien
SP 4 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Latihan cara spiritual
3. Masuk jadwal kegiatan pasien
SP 5 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (F1,2), verbal (SP 3), Spiritual
2. Latihan patuh obat
3. Masuk jadwal kegiatan pasien

28
SP 1 Keluarga :
1. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan PK, Penyebab, tanda dan gejala
3. Menjelaskan cara merawat PK
4. Latih (simulasi) 2 cara merawat
5. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
SP 2 keluarga :
1. Evalausi SP 1
2. Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat
3. Latih (langsung) ke pasien
4. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
SP 3 keluarga :
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga dengan follow Up dan Rujukan
SP 1 Pasien : membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab
perasan marah, tanda dan gejala yang di rasakan, perilaku kekerasan
yang di lakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik 1.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase prainteraksi
Kondisi : pandangan mata klien tampak tajam, dan wajah tampak
tegang, klien tampak gelisah dan selalu mondar-mandir di runag
rawat. Saat marah klien selalu membanting barang-barang yang
ada disekitarnya.
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Tujuan khusus : TUK 1,2,3,4,5,6
Intervensi : SP 1 Pasien
2. Fase Orientasi
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya A K, Panggil saya A,
saya perawat yang dinas di ruangan soka ini, hari ini saya dinas
pagi dari pukul 07.00 -14.00. saya yang akan merawat bapak
selama bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa? Senangnya di
panggil apa?”
“bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal
atau marah?”

29
“baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan
marah bapak”
“berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang pak?”
bagaimana kalau 10 menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
3. Fase Kerja
“apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya
bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang?O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak
“pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke
rumah dan istri belum menyediakan makanan (misalnya ini
penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu
respon pasien)
“apakah bapak merasakan kesal kemudian kemudian dada bapak
berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”
“setelah itu apa yang bapak lakukan?O..iya, jadi bapak memukul
istri bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini
makanan terhidang? Iyaa, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah
bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
“ ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan,pak. Salah
satunya adalah dengan cara fisik jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah.”
“ ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu?”
“begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan
maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar,
lalu keluarkan/tiupi perlahan-laahn melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus
sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“nah, sebaliknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga
bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya”.
4. Fase Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
“iya jadi ada 2 penyebab bapak marah.... (sebutkan) dan yang
bapak rasakan... (sebutkan) dan yang bapak lakukan... (sebutkan)
serta akibatnya...(sebutkan)
“coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah
bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum
kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak”.

30
“sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan dalam jam berapa saja pak?”
“baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan
cara yang lain untuk mencegah atau mengontrol marah.
Tempatnya disini saja ya pak, “selamat pagi”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke- 2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2 (pukul kasur dan bantal)
c. Susun jawdal kegiatan harian cara kedua

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase Pra interaksi


Kondisi : klien menyebutkan penyebab marahnya karena
keinginan tidak terpenuhi dan diecehkan. Klien kalau marah
membanting barang-barang didekatnya. Klien bercerita dengan
suara keras dan bersemangat. Pandangan mata klien tampak
tajam, dan wajah tampak tegang. Suara keras dan bersemangat.
Pandangan mata klien tampak tajam, dan wajah tampak tegang .
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Tujuan khusus : TUK 6
Intervensi SP 2 Pasien
2. Fase Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi”
“bagaimana perasaan bapak saati ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”
“baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan
marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
“dimana kita bicara? Bagimana kalau di ruang tamu?”
3. Fase Kerja
“kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas
dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana
kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah,
langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul
kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya.”
“kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal”
“nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah, kemudian merapikan tempat tidurnya”

31
4. Fase Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan
marah tadi?”
“ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan
lagi?bagus!”
“mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari
bapak. Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau
setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. Dan jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan
kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak,
mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal
serta narik nafas dalam ini?”
“besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol
marah dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak?
Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal


a. Evaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah verbal

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase Prainteraksi
Kondisi : klien sudah berlatih cara menyalurkan marah dengan
memukul kasur atau bantal. Suara klien masih keras, pandangan
mata tajam dan terlihat tegang.
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Tujuan khusus : TUK 7
Intervensi : SP 3 Pasien
2. Fase Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang
kita ketemu lagi’
“bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam adn
pukul kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?”
“coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya”
“bagus.. Nah kalau tarik nafas dalamnnya dilakukan sendiri tulis
M yang artinya mandiri, kalau diingatkan suster baru di tulis B
ya, yang artinya dibantu atau di ingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan.
Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk
mencegah marah?”

32
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
tempat yang sama?”
“berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 13 menit?”
3. Fase Kerja
“sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah di salurkan melalui tarik nafas dalam
atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu
bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada 3 caranya
pak :
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin
bapak bilang penyebab marahnya karena minta uang sama
istri tidak di beri. Coba bapak minta uang dengan baik. “bu,
saya perlu uang untuk membeli rokok” nanti bisa di coba di
sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
bapak praktekkan.
b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak
tidak ingin melakukannya, katakan : “maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba bapak
praktekkan, Bagus pak”
c. Mengungkapkan perasaan kesel, jika ada perlakuan orang
lain yang membuat kesal bapak dapat menggunakan: “saya
jadi ingin marah karena perkataanmu itu; coba praktekaan.
Bagus”
4. Fase Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?” coba bapak
sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa
kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat
jadwalnya ?”
“coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya
meminta obat, uang, dll. Bagus nanti di coba ya pak!”
“bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi”
“nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa
marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di
mana pak? Disini lagi?baik sampai nanti ya”.

SP 4 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan gasil latihan mengontrol perilaku kekerasan
b. Latihan sholat/berdoa

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

33
1. Fase Prainteraksi
Kondisi : klien sudah berlatih mengungkapkan marah dengan
menolak yang baik, meminta dengan baik dan mengungkapkan
perasaan dengan baik. Wajah sudah tidak tegang lagi tetapi suara
masih keras.
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Tujuan Khusus : TUK 8
Intervensi : SP 4 Pasien
2. Fase Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi” baik, yang mana yang mau di coba?”
“bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?bagus
sekali,bagaimana rasa marahnya”
“bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
tempat tadi?”
“berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”
3. Fase Kerja
“coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan!
bagus, baik, yang mana mau dicoba?
“nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan
tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”
“bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan”
“coba bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang
mana? Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim)”.
4. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga”
“jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari?
Bagus”.
“mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan
bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan
sholat... dan ... (sesuai kesepakatan pasien)
“coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan
bila bapak merasa marah”
“setelah itu coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang
telah kita buat”
“besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara
keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum
obat... mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja. Jam 10 ya?”
“nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”

34
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah di latih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien,benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) di sertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase Prainteraksi
Kondisi : klien sudah berlatih mengendalikan marah dengan
tarik nafas dalam, mengambil air wudhu dan sholat.
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Tujuan khusus : TUK 9
Intervensi : SP 5 Pasien
2. Fase Orientasi
“selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita
ketemu lagi”
“bagaimana pak, sudah di lakukan latihan tarik nafas dalam,
pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?, coba kita
lihat cek kegiatannya”
“bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”
3. Fase Kerja (perawat membawa obat pasien)
“bapak sudah dapat obat dari dokter?”
“berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja?
bagus! jam berapa bapak minum?Bagus!
“obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya orange namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP
agar rileks dan tegang, dan yang merah jambu ini namannya
HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya
ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam”.
“bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak bisa mengusap isap-isap es
batu”.
“bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaliknya istirahat

35
dan jangan beraktivitas dulu”
“nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label
di kontak obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa
dosis yang harus di minum, jam berapa saja harus di minum.
Baca juga apakah benar obatnya!”
“jangan pernah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi
kekeambuhan”.
“sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadual
ya pak”.
4. Fase Terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara minum obat yang benar?”
“coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang bapak minum!
Bagaimana cara minum obat ynag benar?”
“nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?, sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan
minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
“baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana
bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah
rasa lemah. Sampai jumpa”.

1. Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
b. Tindakan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat
dari perilaku tersebut).
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain.
2. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dan pujian dalam
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
b) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

36
SP I Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang
cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase pra interaksi


Klien sudah berlatih mengendalikan marah dengan tarik nafas
dalam, berbicara yang baik, mengambil air wudhu dan sholat klien
sudah tidak marah lagi diruangan. Keluarga mengunjungi klien dan
terlihat ketakutan waktu bertemu dengan klien.
Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
Tujuan khusus: TUK 10
Intervensi: SP 1 Keluarga
2. Fase orientasi
“ Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya A K, saya perawat dari
ruang Soka ini, saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu
siapa, senangnya dipanggil apa?” “Bisa kita berbincang-bincang
sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?” “Berapa lama ibu kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?” “Dimana
enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di kantor
Perawat?”
3. Fase kerja
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/dalam merawat Bapak? Apa
yang Ibu lakukan? Baik Bu, Saya akan coba jelaskan tentang marah
bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.” “Bu, marah adalah
suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
“Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau
dia merasa direndahkan. Keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak
apa penyebabnya Bu?” “Kalau nanti wajah suami ibu tampak
tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami ibu
sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya
dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul
atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa yang
biasa dia lakukan?” “Bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu tetap
tenang, bicara lembut tapi tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan
benda-benda tajam dari sekitar bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan

37
juga anak- anak kecil dari bapak.” “Bila bapak masih marah dan
ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah sebelumnya
diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta
bantuan orang lain saat mengikat bapak ya bu, lakukan dengan
tidak menyakiti bapak dan dijelaskan alasan mengikat yaitu agar
bapak tidak mencedari diri sendiri, orang lain dan lingkungan”
“Nah bu, ibu sudah lihatkan apa yang saya ajarkan kepada bapak
bila tanda-tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak
dengan cara mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah
yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat
teratur”. “Kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik
jangan lupa dipuji ya bu”.
4. Fase terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat bapak?” “Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk
bapak ya bu” “Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk
latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi langsung kepada
bapak?” “Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol


kemarahan
a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah.
b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat.
c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
d) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

1. Fase pra interaksi


Kondisi: Keluarga sudah mendapatkan penjelasan tentang kondisi
klien dan cara merawatnya dirumah.
Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
Tujuan khusus: TUK 10
Intervensi: SP 2 Keluarga
2. Fase orientasi
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang
kita ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah
bapak.” “Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada

38
yang mau Ibu tanyakan?” “Berapa lama ibu mau kita latihan?”
“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya
panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”
3. Fase kerja
“Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak
lakukan. Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada Ibu jadwal harian
Bapak! Bagus!” “Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan
mengontrol kemarahan Bapak.” “Sekarang kita akan coba latihan
bersama-sama ya pak?” “Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda
marah sudah bapak rasakan maka yang harus dilakukan bapak
adalah.” “Ya. Betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung,
tahan sebentar lalu keluarkan/tiup perlahan -lahan melalui mulut
seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus. Tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu
temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan
baik”. “Cara yang kedua masih ingat pak, bu?” “ya benar, kalau
ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat
melakukan pukul kasur dan bantal”. Sekarang coba kita latihan
memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat ya
bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga
adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak,
coba praktekkan langsung kepada ibu cara bicara iní:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tiddal menggunakan kata-kata kasar, misalnya:
“Bu, Saya perlu uang untuk beli rokok! Coba banak praktekkan.
Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak
ingin melakukannya, katakan “Maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba bapak
praktekkan Bagus pak”.
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal bapak dapat mengatakan: “Saya jadi ingin
marah karena perkataanmu itu” Coba praktekkan. Bagus.
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus
dilakukan?” “Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi
ibu untuk meredakan kemarahan”. “Cara terakhir adalah minum
obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya juga
tenang, tidak ada rasa marah” “Bapak coba jelaskan berapa macam
obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa guna obat?
Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah

39
bagus sekali!” “Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi
pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong selama di rumah
ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan
dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”.
4. Fase terminasi
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu
setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada
bapak?” “Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol
marah?” “Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak
melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat selama di rumah
nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk Bapak bila dapat
melakukan dengan benar ya Bu!” “ Karena Bapak sebentar lagi
sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu saya
untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah
nanti.” “Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga”.

SP 3 Keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


a) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapt melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)


1. Fase pra interaksi
Kondisi: Keluarga sudah mengerti cara merawat klien dirumah dan
sudah dilatih langsung ke klien cara marah yang sehat. Klien sudah
terlihat tenang dan tidak tegang lagi.
Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan
Tujuan khusus: TUK 10
Intervensi: SP 3 Keluarga
2. Fase orientasi
“Selamat pagi pak, bu, karena besok Bapak sudah boleh pulang,
maka sesuai janji kita sekarang ketemu untuk membicarakan
jadwal Bapak selama dirumah” “Bagaimana pak, bu, selama ibu
membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat Bapak?
Apakah sudah dipuji keberhasilannya?” “Nah sekarang bagaimana
kalau bicarakan jadwal di rumah, disini saja?” “Berapa lama bapak
dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
3. Fase kerja
“Pak, bu, jadwal yang telah dibuat selama Bapak di rumah sakit
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal
minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!” “Hal-hal yang perlu
diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh

40
bapak selama di rumah. Kalau misalnya bapak menolak minum
obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi segera hubungi Suster E di Puskesmas .., puskesmas
terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon
puskesmasnya: (0321) 554xxx. “Jika tidak teratasi Suster E akan
merujuknya ke BPKJ.” “Selanjutnya suster E yang akan membantu
memantau perkembangan B selama di rumah”
4. Fase terminasi
“Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan
apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau
gejala, follow up ke Puskesmas). Baiklah, silakan menyelesaikan
administrasi!” ”Saya akan persiapkan pakaian dan obat.”

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada ua macam yaitu:
1) Evaluasi proses atau evaluasi formatif yang dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan
2) Evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan
respon pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut:
S : respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksakan
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang
kontradiksi terhadap masalah yang ada
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut:
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah)
2. Rencana di modifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksakan semua
tindakan tetapi hasil belum memuaskan)
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada)

41
BAB III
TINJAUAN KASUS

Contoh Kasus
Ny N dibawa ke rumah sakit jiwa Menur oleh keluarga Ny N. Karena Ny N
sering melukai diri sendiri atau orang lain, mata melotot atau pandangan tajam,
tangan mengepal, mengamuk, ingin berkelahi, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus, serta postur tubuh kaku, sulit tidur, sering merusak perabotan rumah
tangga yang disebabkan oleh beban pekerjaan yang berat, anaknya yang malas
dan susah diatur, ditambah lagi Ny N telah ditinggal suaminya meninggal dunia
sejak 2 bulan yang lalu sehingga dia harus mengurus anak dan dirinya sendiri.
Akhirnya keluarga Ny. N merasa khawatir jadi Ny. N dibawa ke rumah sakit jiwa
Menur.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny N
Umur : 35 th
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 0524xx
Informan : Keluarga, klien

B. ALASAN MASUK
Saat dirumah px marah-marah sejak 3 minggu ini merusak peralatan rumah
tangga, mendobrak pintu almari dan pernah membanting gucci bahkan

42
melukai diri sendiri dan anaknya. Penyebabnya 2 bulan yang lalu px
kehilangan suami tercintanya sehingga pasien tidak terima dengan kejadian
yang dialami.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?  Ya 
Tidak
2. Pengobatan sebelumnya  Berhasil  Kurang berhasil 
Tidak berhasil
3. Pengalaman klien
Pelaku Usia Korban Usia Saksi Usia
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam
rumah tangga
Tindakan kriminal

Jelaskan nomor 1, 2, 3 :
Px pernah mengalami gangguan jiwa 2 tahun yang lalu dan kambuh
karena tidak mau meminum obat dengan teratur.
Masalah keperawatan :
Gangguan proses keluarga
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?  Ya
 Tidak
Hubungan dengan keluarga : -
Gejala :-
Riwayat pengobatan :-
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keluarga
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Px mengatakan selama 2 bulan suaminya meninggal dunia, px merasa
kesepian, suka marah-marah kepada anaknya dan melukai dirinya sendiri.
Masalah keperawatan :
Respon pasca trauma
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
TD = 120/80 mmHg N = 100 x/menit S = 36▫C RR = 20 x/menit
2. Antopometri
TB = 162 cm BB = 45 kg
3. Keluhan fisik :  Ya  Tidak
Jelaskan :
Pada saat dikaji tidak ditemukan kelainan dan keluhan fisik

43
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Jelaskan : = perempuan

= laki-laki

= meninggal

= pasien

= tinggal bersama

2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Px mengatakan senang memiliki tubuh yang sekarang
b. Identitas
Px dapat menyebutkan nama, usia, dan alamat rumahnya
c. Peran
Px berperan sebagai istri dalam keluarga (ibu rumah tangga)
d. Ideal diri
Px mengatakan ingin cepat sembuh an segera pulang berkumpul
bersama keluarganya
e. Harga diri
Px mengatakan sebagai seorang perempuan sangat lemah karena tidak
bisa mengurus anaknya dengan baik
Masalah keperawatan :
Harga diri rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Anak dan keluarga
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

44
Px tidak mengikuti kegiatan di masyarakat tetapi px mengikuti
kegiatan kelompok di ruangan seperti senam bersama di pagi hari
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Px dapat berinteraksi dengan teman yang ada di ruangan, terkadang px
tertawa dengan teman yang ada di ruangan
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Px mengatakan bahwa dirinya beragama islam
b. Kegiatan ibadah
Px tidak sholat, namun saat dikaji px berdoa sebelum makan dan px
melakukannya
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Rapi
 Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan :
Seorang perempuan berusia 35 th berkulit putih, berperawakan kurus,
rambut px pendek rapi, kondisi fisik terlihat sehat
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
 Cepat  Keras  Gagap  Inkoheren
 Apatis  Lambat  Membisu  Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan :
Px menjawab pertanyaan namun, terkadang px tidak menjawab dan hanya
melihat ke arah perawat dengan tatapan tajam dan bicara keras
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas motorik
 Lesu  Tegang  Gelisah  Agitasi
 Tik  Grimasing  Tremor  Kompulsif
Jelaskan :
Px terlihat sehat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
4. Alam perasaan

45
 Sedih  Ketakutan  Putus asa  Khawatir  Gembira
berlebihan
Jelaskan :
Px mengatakan merasa senang dan bahagia
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
5. Afek
 Datar  Tumpul  Labil  Tidak sesuai
Jelaskan :
Saat ditanya px menjawab pertanyaan
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
6. Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan  Tidak kooperatif  Mudah
tersinggung
 Kontak mata kurang  Defensif  Curiga
Jelaskan :
Saat ditanya px kooperatif, namun kontak mata tajam dan nada suara keras
Masalah keperawatan :
Risiko perilaku kekerasan
7. Persepsi halusinasi
 Pendengaran  Penglihatan  Perabaan
 Pengecapan  Pembauan
Jelaskan :
Saat pengkajian tidak ditemukan masalah persepsi halusinasi
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
8. Proses pikir
 Sirkumtansial  Tangensial  Kehilangan asosiasi
 Flight of ideas  Blocking  Pengulangan
pembicaraan/perseverasi
Jelaskan :
Pembicaraan px sesuai dengan perawat
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
9. Isi pikir
 Obsesi  Fobia  Hipokodria
 Depersonalisasi  Ide yang terkait  Pikiran magis

Waham

46
 Agama  Somatik  Kebesaran 
Curiga
 Nihilistik  Sisip pikir  Siap pikir 
Kontrol pikir
Jelaskan :
Saat ditanya px menjawab sesuai dengan pertanyaan, px mengungkapkan
pernah membanting barang dan perasaan px menjadi senang
Masalah keperawatan :
Gangguan proses pikir
10. Tingkat kesadaran
 Bingung  Sedasi  Stupor

Disorientasi
 Waktu  Tempat  Orang

Jelaskan :
Compos mentis (klien sadar akan dirinya), tingkat kesadaran px baik dan
px tidak mengalami terhadap waktu, tempat dan orang buktinya px masih
mengingat kapan dia masuk ke rumah sakit
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang  Gangguan daya ingat
 Gangguan daya ingat jangka pendek  Konfabulasi
Jelaskan :
Px masih dapat mengingat anak dan almarhum suaminya, alamat
rumahnya, masih mengingat kejadian masa lalu.
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Berapa hari dirawat?
Px mengatakan sudah 14 hari dirawat di RS Jiwa Menur, px mampu
menjawab nama, hari, tanggal, px berkonsentrasi
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan penilaian
 Gangguan ringan  Gangguan bermakna

47
Jelaskan :
Px mengalami kemampuan mengingat dan bisa memilih antara 2 pilihan
Sakit apa? Apakah sakit jiwa?
Px tidak mengakui kalau dia sakit jiwa, px mengatakan dirinya sehat dan
tidak semestinya dibawa ke RS Jiwa
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
14. Daya tilik diri
 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
Jelaskan :
Ny N merasa dirinya berdosa dan harus bertaubat
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
G. KEBUTUHAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan
Makanan :  Ya  Tidak
Pakaian :  Ya  Tidak
Transportasi :  Ya  Tidak
Keamanan :  Ya  Tidak
Uang :  Ya  Tidak
Tempat tinggal :  Ya  Tidak
Perawatan kesehatan :  Ya  Tidak
Jelaskan :
Ny N makan dengan lauk pauk yang disediakan oleh rumah sakit jiwa
(makanan yang disajikan selalu habis)
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
2. Aktivitas hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
Mandi :  Bantuan minimal  Bantuan total
Eliminasi uri/alvi :  Bantuan minimal  Bantuan total
Kebersihan :  Bantuan minimal  Bantuan total
Ganti pakaian :  Bantuan minimal  Bantuan total
Makan :  Bantuan minimal  Bantuan total
Jelaskan :
Ny N dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
b. Nutrisi
Apakah puas dengan pola makan?  Ya  Tidak

48
Apakah memisahkan diri saat makan?  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan :-
Ny N merasa puas nafsu makan tetap sama
Frekuensi makan/hari : 3 kali
Frekuensi kudapan/hari : 2 hari
Nafsu makan  Meningkat  Menurun  Berlebih 
Sedikit-sedikit
BB tertinggi = 45 kg
BB terendah = 42 kg
Diet khusus : tidak ada diit khusus, Ny N makan sesuai
menu dari RSJ
Jelaskan :-
Masalah keperawatan :-
Tidak ada masalah keperawatan
c. Istirahat tidur
Apakah ada masalah?  Ya 
Tidak
Apakah merasa segar setelah bangun tidur?  Ya 
Tidak
Apakah kebiasaan tidur siang?  Ya 
Tidak
Apa yang menolong untuk tidur?  Ya 
Tidak
Waktu tidur malam : jam 21.00
Waktu bangun : jam 05.00
 Sulit untuk tidur  Terbangun saat tidur
 Bangun terlalu pagi  Gelisah saat tidur
 Semnabolisme  Berbicara saat tidur
Jelaskan :-
Masalah keperawatan :-
3. Kemampuan klien
Mengantisipasi kebutuhan sendiri  Ya
 Tidak
Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri  Ya
 Tidak
Mengatur penggunaan obat  Ya
 Tidak
Melakukan pemeriksaan kesehatan (follow up)  Ya
 Tidak
Jelaskan :
Px bergantung pada keluarga dan anaknya

49
Masalah keperawatan :
Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
4. Sistem pendukung klien
Keluarga :  Ya  Tidak
Teman sejawat :  Ya  Tidak
Kelompok sosial :  Ya  Tidak
Profesional/terapis :  Ya  Tidak
Jelaskan :
Px mendapat dukungan dari keluarga
Masalah keperawatan :
Koping tidak efektif
5. Apakah klien menikmati saat bekerja atau melakukan hobi?  Ya
 Tidak
Jelaskan :
Ny N setiap saat rehabilitasi melakukan senam bersama setiap pagi
Masalah keperawatan :
Tiadk ada masalah keperawatan
H. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
 Bicara dengan orang lain  Minum alkohol
 Mampu menyelesaikan masalah  Reaksi lambat/berlebih
 Teknik relokasi  Bekerja berlebihan
 Aktivitas konstruktif  Menghindar
 Olahraga  Mencederai diri
 Lainnya, __________________  Lainnya, mudah marah
Masalah keperawatan :
Ketidakefektifan koping individu
I. MASALAH PSIKOSOSIAL & LINGKUNGAN
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik
Ny N mampu mengikuti kegiatan kelompok
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik
Ny N mampu berinteraksi dengan orang lain
Masalah dengan pendidikan, spesifik
Pendidikan terakhir Ny N S1 Ekonomi
Masalah dengan pekerjaan, spesifik
Px bekerja diperusahaan
Masalah dengan perumahan, spesifik
Px tinggal serumah dengan anaknya
Masalah dengan ekonomi, spesifik
Tidak ada masalah ekonomi
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik

50
Ny N tidak mempunyai riwayat Diabetes Miletus
Masalah lainnya, spesifik
-
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
J. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
 Penyakit jiwa  Sistem pendukung
 Faktor presipitasi  Penyakit fisik
 Koping  Obat-obatan
 Lainnya,
Masalah keperawatan :
Defisit pengetahuan
K. DATA LAIN-LAIN
WBC (leukosit) = 10,2x103/UL
RBC (eritrosit) = 5,28x106 /UL
Hemoglobin (HGB) = 16,3 g/Dl
Hematokrit (HCT) = 48,5 %
Trombosit (PLT) = 341
LED = 23 -46 mm/Jam
SGOT = 18 U/L
SGPT = 24 U/L
BUN = 7,1 mg/Dl
Asam Ura = 7,0 mg/Dl
Gula Puasa = 81 mg/d
L. ASPEK MEDIK
Diagnosa medis : skizofrenia paranoid
Terapi medis :
Risperidone 3mg 2x1
Sertraline 50mg 2x1
Clozapine 25 mg 2x1
M. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Risiko mencederai diri sendiri, atau orang lain
2. Risiko Perilaku kekerasan
3. Duka cita terganggu
4. Perilaku perubahan persepsi sensori: halusinasi
5. Gangguan harga diri: harga diri rendah
6. Koping individu tidak efektif
7. Gangguan proses pikir
8. Ketidakefektikan penatalaksanaan program terapeutik
9. Ketidakefektifan koping individu
N. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perilaku kekerasan
2. Gangguan harga diri: harga diri rendah

51
ANALISA DATA

Nama : Ny. N No RM : 0524xx


Pasien
Umur : 35 Th

No. Data Fokus Masalah


1. DS :
 Klien mengatakan sering melukai diri Risiko perilaku
sendiri dan orang lain, selalu ingin kekerasan
berkelahi, mengamuk.
 Keluarga klien mengatakan klien selalu
berbicara dengan nada keras dan ketus.

DO :
 Postur tubuh klien terlihat kaku
 Mata melotot, pandangan tajam dan tangan
mengepal
 Keluarga klien terlihat ketakutan terhadap
perilaku klien
3. DS : Duka cita terganggu
 Klien mengatakan telah ditinggal suaminya
meninggal dunia 2 bulan yang lalu.

DO :
Klien tampak murung, sedih, dan mata
sembab.

52
POHON MASALAH

Nama : Ny N No RM :0524xx
Pasien
Umur : 35 Th

Risiko perilaku
kekerasan

Duka cita terganggu

Ketidakefektifan koping
inividu dan keluarga

53
54
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny N No RM : 0524xx
Pasien
Umur : 35 Th

TUJUAN KH INTERVENSI
TUM : Klien tidak 1. klien mau membalas salam 1. beri salam/panggil nama:
mencederai diri 2. klien mau menjabat tangan a. sebutkan nama perawat
TUK : 3. klien mau menyebutkan nama b. jelaskan maksud hubungan interaksi
1. Klien dapat membina 4. klien mau tersenyum c. jelaskan akan kontrak yang akan di buat
hubungan saling percaya 5. klien mau kontak mata d. beri rasa aman dan sikap empati
6. klien mau mengetahui nama e. lakukan kontak singkat tapi sering
perawat
2. klien dapat 1. klien dapat mengungkapkan 1. berikan kesempatan untuk mengungkapkan
mengidentifikasi perasaanya perasaanya
menyebabkan perilaku 2. Klien dapat mengungkapkan 2. bantu klien untuk mengunngkapkan penyebab
kekerasan penyebab perasaan jengkel/kesal perasaan jengkel/kesel
(dari diri sendiri)
3. klien dapat 1. klien dapat mengungkapkan 1. anjurkan klien mengungkapkan apa yang di alami
mengidentifikasi tanda perasaan jengkel/kesal dan di rasakan saat marah/jengkel
dan gejala perilaku 2. klien dapat menyimpulkan tanda 2. observasi tanda adn gejala perilaku kekerasan paad
kekerasan dan gejala jengkel/kesal yang di klien
alaminya 3. simpulkan bersama klien tanda an gejala
jengkel/kesal yang akan di alami
4. klien dapat 1. klien dapat mengungkapkan 1. anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku

55
mengidentifikasi perilaku perilaku kekerasan yang biasa di kekerasan yang biasa di lakukan klien (verbal,
kekerasan yang bisa di lakukan pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri
lakukan 2. klien dapat bermain peran sesuai sendiri)
perilaku kekerasan yang biasa i 2. bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
lakukan kekerasan yang biasa di lakukan
3. klien dapat mengetahui cara 3. bicarakan edngan klien, apakah dengan cara yang
yang biasa di lakukan untuk klien lakukan masalahnya selesai
menyelesaikan masalah
5. klien dapat Klien dapat menjelaskan akibat dari 1. bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat cara yang di gunakan klien : digunakan klien
perilaku kekerasan a. akibat pada klien sendiri 2. bersama klien menyimpulkan akibat adri cara
b. akibat pada orang lain yang di lakukan klien
c. akibat pada lingkungan 3. tanyakan kepada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat”.
6. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan contoh 1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa di lakukan
mendemontrasikan fisik pencegahan perilaku keekrasan klien
untuk mencegah secara fisik : 2. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa di
perilaku kekerasan a. Tarik nafas dalam lakukan
b. Pukul kasur atau bantal 3. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di
c. Kegiatan fisik lain lakukan untuk mencegah perilaku kekerasan,
2. Klien dapat mengidentifikasi yaitu : tarik nafas dalam adn pukul kasur serta
cara fisik untuk mencegah bantal
perilaku kekerasan 4. Diskusikan cara melakukan nafas adlam bersama
3. Klien mempunyai jadwal untuk klien
melatih cara pencegahan fisik 5. Beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam
yang telah di pelajari 6. Minta klien mengikuti contoh yang di berikan
sebelumnya sebanyak 5 kali
4. Klien mengevaluasi kemampuan 7. Beri pujian positif atas kemampuan klien

56
dalam melakukan cara fisik mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam
sesuai jadwal yang telah di susun 8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai
9. Anjurkan klien menggunakan cara yang telah di
pelajari saat marah/jengkel
10. Lakukan hal yang sama dengan 4 dan 9. Untuk
fisik lain dipertemuan yang lain
11. Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi
latihan yang akan di lakukan sendiri oleh klien
12. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
telah di pelajari
13. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku kekerasan yang telah di
lakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
14. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
15. Berikan pujian atas keberhasilan klien
16. Tanyakan kepada klien “apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah”.
7. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan cara 1. Dikusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemontrasikan cara bicara (verbal) yang baik dalam Beri contoh cara bicara yang baik :
sosial untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan : a. Meminta dengan baik
perilaku kekerasan a. Meminta dengan baik b.Menolak dengan baik
b. Menolak dengan baik c. Menggunakan perasaan dengan baik
c. Mengungkapkan perasaan 2. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang
dengan baik baik :
2. Klien dapat mendemontrasikan a. Meminta dengan baik “saya minta uang untuk

57
cara verbal yang baik lagi makan”
3. Klien mempunyai jadwal untuk b. Menolak dengan baik “maaf, saya tidak bisa
melatih cara bicara yang baik melakukan karena ada kegiatan lain”
4. Klien melakukan evaluasi c. Mengungkapkan perasaan dengan baik “saya
terhadap kemampuan cara kesal karena permintaan saya tidak di
bicara yang sesuai dengan kabulakn” di sertai dengan suara nada rendah.
jadwal yang telah di susun 3.Minta klien mengulang sendiri
4.Beri pujian atas keberhasilan klien
5.Diskusikan dengan klien tentang waktu adn
kondisi cara bicara yang dapat di latih di ruangan,
misalnya : meminta obat, baju, dll; menolak
ajakan merokok, tidur tidak tepat pada waktunya,
menceritakan kekesalan pada perawat.
6. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
telah di pelajari
7. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara
bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan
(self-evaluation)
8. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
9. Berikan pujian atas keberhasilan klien
10. Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaan
imam setelah latihan bicara yang baik? Apakah
keinginan merah berkurang?”
8. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan cara 1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang
mendemontrasikan cara bicara (verbal) yang baik dalam pernah di lakukan
sosial untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan : 2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat di
perilaku kekerasan a. Meminta dengan baik lakukan di ruang perawat

58
b.Menolak dengan baik 3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan di
c. Mengungkapkan perasaan lakukan
dengan baik 4. Minta klien mendemontrasikan kegiatan ibadah
2. Klien dapat mendemontrasikan yang di pilih
cara verbal yang baik 5. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Klien mempunyai jadwal untuk 6. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
melatih cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan
4. Klien melakukan evaluasi 7. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan
terhadap kemampuan cara ibadah
bicara yang sesuai dengan 8. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
jadwal yang telah disusun dengan mengisi jadwal kegiatan harian
9. Validasi kemampuan klien dalam melakukan
validasi
10. Tanyakan kepada “bagaimana perasaan imam
setelah teratur melaksanakan ibadah?apakah
keinginan merah berkurang?”
9. Klien 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang di
mendemontrasikan jenis,dosis, dan waktu minum minumnya (nama, warna, besarnya) waktu minum
kepatuhan minum obat obat serta manfaat dari obat itu obat (jika 3 kali:pukul 07.00), 13.00,19.00; cara
untuk mencegah (prinsip 5 benar : benar orang, minum obat)
perilaku kekerasan dosis ,waktu, dan cara 2. Diskusikan dengan klien manfaat minum obat
pemberian) secara teratur :
2. Klien mendemontrasikan a. Beda perasaan sebelum minum obat dan
kepatuhan minum obat sesuai sesudah minum obat
jadwal yang di tetapkan b. Jelaskan bahwa jenis obat hanya di ubah oleh
3. Klien mengevaluasi dokter
kemampuannya dalam c. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang
mematuhi minum obat tidak teratur, misalnya penyakitnya kambuh

59
3. Diskusikan tentang proses minum obat :
a. Klien meminta kepada perawat (jika di RS)
kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat
4. Susun jadwal minum obat bersama klien
5. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal kegiatan harian
6. Validasi pelaksanaan minum obat klien
7. Beri pujian atas keberhasilan klien
8. Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaan imam
dengan minum obat secara teratur?

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

60
Nama : Ny N No RM : 0524xx
Pasien
Umur : 35 Th

No Diagnosa Implementasi evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Risiko SP 1 : S:
Perilaku 2. Membina hubungan  Px mengatakan namanya Ny Handayani suka dipanggil
Kekerasan saling percaya nani
3. Mendiskusikan pasien  Px mengatakan pernah melampar perabotan rumah
penyebab marah, tangga, mendobrak pintu almari
tanda perilaku  Px mengatakan sering marah karena 2 bulan yang lalu
kekerasan, gejala suaminya telah meninggal dunia
perilaku kekerasan,  Px mengatakan merasa tenang setelah melakukan Tarik
perilaku kekerasan nafas dalam
saat marah, cara
control perilaku O:
kekerasan  Tatapan mata tajam
4. Mengajarkan cara  Px tampak tegang
kontrol perilaku
 Px bicara keras
kekerasan dengan
 Px kooperatif dan mau mengikuti latihan Tarik nafas
fisik (Tarik nafas
dalam
dalam)
A : Masalah teratasi

P : Intervensi dilanjut SP 2

61
SP 2 : S:
1. Memvalidasi masalah Px mengatakan sudah mampu mengontrol emosinya
2. Melatih cara kontrol dengan cara fisik (memukul bantal dan guling) dan bisa
risiko perilaku melakukannya saat marah
kekerasan dengan
fisik (pukul bantal O:
dan guling) Px mampu melalukan cara pukul bantal dan guling
3. Membimbing
perilaku kekerasan A:
dalam jadwal Masalah teratasi
kegiatan harian
P : Intervensi dilanjutkan SP 3 (cara kontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal dan spiritual)
SP 3 : S:
1. Memvalidasi masalah  Px mengatakan masih ingat cara kontrol marah yang
2. Melatih kontrol sudah diajarkan (cara nafas dalam dan memukul bantal,
perilaku kekerasan guling)
dengan cara verbal  Px mengatakan dapat mengontrol marah dengan berdoa
3. Melatih kontrol dan melakukan sholat
perilaku kekerasan
dengan cara spiritual O:
4. Membimbing Px tampak tenang
perilaku kekerasan Kontak mata baik
dalam jadwal Px bicara tidak marah-marah
kegiatan harian
A : Masalah teratasi

P : Intervensi lanjut SP 4

62
SP 4 : S:
1. Memvalidasi masalah  Px mengatakan bahwa keadaannya semakin tenang dan
2. Melatih cara merasa baik
meminum dan  Px mengatakan masih mengingat kegiatan-kegiatan
menghafal jenis obat yang sudah dilakukannya seperti : Tarik nafas dalam,
yang akan di memukul bantal, guling, mengontrol perilaku verbal dan
konsumsi pasien spiritual
3. Membimbing pasien
dalam memasukkan O:
jadwal kegiatan  Px tampak tenang
harian  Kontak mata baik
 Px mampu menyebutkan nama obat dan indikasinya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan, pasien pulang.
Memberikan Health Education untuk keluarga px :
1. Menjaga pasien untuk tidak keluar rumah
2. Menjauhkan pasien dari benda-benda tajam
3. Selalu memberikan obat yang dikonsumsi dengan tepat
waktu
4. Selalu mendampingi pasien jika ingin keluar

63
62
BAB IV
PEMBAHASAN

Perilaku kekerasan / risiko perilaku kekerasan bisa terjadi dimana saja,


kapan saja, dan kepada siapa saja, entah itu bayi, anak kecil, remaja, dewasa
bahkan orang yang sudah tua. Perilaku kekerasan / risiko perilaku kekerasan
karena bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan baik
secara fisik, emosional, seksual, dan verbal.
Tanda dan gejala perilaku kekerasan / risiko perilaku kekerasan dapat
dilihat dari fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Rentang respon perilaku
kekerasan / risiko perilaku kekerasan dapat dilihat dari : asertif, frustasi, pasif,
agresif, kekerasan /amuk dan ada beberapa aspek yang menentukan rentang
respon yaitu nada bicara, nada suara, sikap tubuh, gerakan, dan kontak mata.
Perilaku kekerasan terdapat berbagai jenis tindakan yaitu seperti :
menyerang, menyatakan secara amuk atau juga bisa asertif, memberontak dan
melukai diri sendiri maupun orang lain.
Adapun proses terjadinya marah yaitu berawal dari sebuah ancaman, lalu
menjadi stress dan terjadi kecemasan, yang dapat menyebabkan perasaan marah.
Marah terdiri dari 3 yaitu marah yang terasa kuat, vertikal dan tidak adekuat. Jika
marah tidak kuat menyebabkan marah yang berkepanjangan, jika marah vertikal
rasa marah akan teratasi, dan jika marah tidak adekuat menyebabkan marah tidak
akan terungkap.
Korban perilaku kekerasan dapat disembuhkan melalui bebrapa
pengobatan, salah satunya yaitu terapi yang bertahap dan berkelanjutan sehingga
dapat menghilangkan trauma yang di alami pada korban. Ada bebrerapa cara
untuk mengantisipasi supaya tidak sampai terjadi perilaku kekerasan / risiko
kekerasan adalah :
1. Memberikan kasih sayang
2. Memberikan perhatian dan empati
3. Tidak memaksakan kehendak sesuai kita
4. Dapat menerima kelebihan dan kekurangan orang, serta bisa bertoleransi.

64
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan suatu ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membayangkan/menciderai diri sendiri,orang lain, bahkan merusak
lingkungan. Serta juga perilaku kekerasan / risiko perilaku kekerasan karena
bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan baik secara
fisik, emosional, seksual, dan verbal. Perilaku kekerasan / risiko perilaku
kekerasan bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.
Perilaku kekerasan dapat berupa menyerang, memberontak, merusak
peralatan rumah tangga, dll.
5.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini
dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konsep dasar risiko perilaku
kekerasan dan asuhan keperawatan secara teori maupun kasu risiko perilaku
kekerasan. Kami mengucapkan terima kasih dan sangat mengharap kritik dan
saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah kami. Semoga dengan
adanya penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

65
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, lilik, M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta :


Indomedia Pustaka.

Eko, Prabowo. 2014. Konsep& Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Keliat, Budi, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. CMHN.


Jakarta : EGC

Kusumawati, Farida, dkk. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Andi Offset.

Prabowo, E. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Medikal Book.

Sujarno, S., & Livina, P.H. (2019). Studi Fenomenologi: Strategi Pelaksanaan
Yang Efektif Untuk Mengontrol Perilaku Kekerasan Menurut Pasien Di
Ruang Rawat Inap Laki-laki. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 29-35.

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa (Gangguan Jiwa dan Psikososial). Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.

Yusuf, Rizky, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

66
ROLE PLAY
PERILAKU KEKERASAN

Ny N dibawa ke Rumah Sakit Jiwa menur oleh keluarga Ny N. Karena


pasien sering melukai diri sendiri atau orang lain, Menarik diri, Mata melotot atau
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, mengamuk, ingin
berkelahi, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus, serta postur tubuh kaku yang
disebabkan oleh beban pekerjaan yang berat, anak yang malas dan susah diatur,
ditambah lagi Ny N telah ditinggal suaminya meninggal dunia sejak 2 bulan yang
lalu sehingga dia harus mengurus anak dan dirinya sendiri. Akhirnya keluarga Ny
N merasa khawatir, jadi Ny N dibawa ke Rumah Sakit Jiwa menur.

Seminggu yang lalu sebelum dibawa ke rumah sakit jiwa Ny N marah-


marah terhadap anaknya karena saat dia pulang dari kerja rumahnya masih dalam
keadaan berantakan.
Ny N : “astaga ini rumah berantakan banget sih”
Ny N : memanggil anaknya (sambil berteriak) “sellaaa”
Anak : “ada apa si maa”
Ny N memanggil anaknya beberapa kali
Anak : dengan berteriak “apa sih maa”
Ny N : “kenapa ini rumah tidak kamu bersihkan”.
Anak : “tadi itu aku sudah bersihkan ini rumah sehabis pulang kuliah, tetapi aku
tidak mengerti kenapa masih berantakan”
Ny N : “lihat buku kamu berserakan ini apaa!”
Anak : “sudah aku bersihkan tadi itu”
Ny N : “Cepat bersihkan kembali!”
Anak : “tidak mau kan tadi aku sudah bersih-bersih”
Ny N : “apa kamu bilang, kamu ini ya melawan orang tua”
Kemudian Ny N menampar anaknya (plakkk)
Anak : “awwwww, kenapa mama nampar aku sihh”

67
Akhirnyaaa Ny N mengambil sapu dan memukuli anaknya, anaknya hanya bisa
berkata kesakitan tetapi Ny N tetap memukulinya dan mendorong anaknya keluar
rumah.
Kemudian Ny N meratapi kesedihannya.....
Ny N mengingat sang suami, sepertinya dia tidak terima jika suaminya harus
meninggalkannua secepat itu dan dia harus merawat anaknya sendirian. (Sambil
menggedor-gedor pintu).
Setelah kejadian konflik tersebut Ny N sering melukai dirinya sendirimdan orang
lain bahkan menghancurkan beberapa barang di rumah.
Akhirnya.......
Sang anak membawanya ke rumah sakit jiwa.
Saat di rumah sakit jiwa Ny N menjalani perawatan.

DI RUMAH SAKIT JIWA


Hari pertama, mencoba mendekati pasien
Hasilnya pasien masih belum mau berinteraksi dengan perawat.

Hari kedua, mencoba mendekati pasien kembali


Hasilnya pasien sudah mulai menyebutkan namanya.

Hari ketiga, perawat terus mendekati pasien dan melakukan cara


mengontrol secara fisik ke-1.
Perawat membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, serta
akibatnya.
Ners aaf : “Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya aflahatun nikmah panggil
saya aaf, saya perawat yang dinas di Rumah Sakit ini. Nama ibu siapa? Senangnya
dipanggil siapa?”
Px : "nani handayani, Panggil saja pak nani !"
Ners aaf : “Bagaimana perasaan ibu saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
Px : "Masih"

68
Ners aaf : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan
marah ibu. Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, bu?
Bagaimana kalau di temppat itu?”
Px : "Iya"
Ners aaf : “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 20
menit?”
(Px hanya mengangguk)
Ners aaf : “Apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu pernah
marah ? Penyebabnya apa?''
Px : " Pernah waktu saya pulang ke rumah habis kerja, rumah saya berantakan dan
anak saya tidak membersihkannya."
Ners aaf : " Samakah dengan yang sekarang?"
Px : "Tidak , sejak saya marah anak saya rajin bersih-bersih rumah.”
Ners aaf: “ohhhh iya....Pada saat penyebab marah itu ada, seperti waktu ibu
pulang ke rumah dan melihat keadaan rumah yang berantakan, apa yang ibu
rasakan?” (tunggu respon pasien).
Px hanya diam saja.
Ners aaf: “Apakah ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
Px : "Iya, memangnya kenapa ?"
Ners aaf : “O....Begitu. Setelah itu apa yang ibu lakukan?, O...iya, jadi apakah ibu
membanting peralatan rumah tangga atau barang-barang di dapur?"
Px : "ya.. saya tidak tahu kan saya marah!, tanya saja sama anak saya!."
Ners aaf : "Begini ibu, hal itu jangan dilakukan lagi, jika ibu memukul anak ibu
dan membanting barang-barang, coba pikirkan kerugian apa yang ibu alami ?
Px : "anak saya jadi sakit dan takut pada saya."
Ners aaf : "Betul, anak ibu jadi sakit dan takut karena ibu membanting barang-
barang. Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik? Maukah ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
Px hanya diam

69
Ners aaf : “Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, bu. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
Px : "Iya"
Ners aaf : “Begini bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan maka ibu
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
ibu sudah dapat melakukannya.
Ners aaf : "Sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ibu terbiasa melakukannya. Bagaimana perasaannya
bu ?”
Px : "Lumayan baik"
Ners aaf : “ Nah...Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan ibu”
Px : "Biasa saja."
Ners aaf :“Ya sudah, jadi ada itu penyebab ibu marah?
Px :''ya anak saya tidak membersihkan rumah saat saya pulang kerja?''
Ners aaf : ''Dan apa yang ibu rasakan dan ibu lakukan tadi coba sebutkan?
Px: ''Baik"
Ners aaf: ''Serta akibatnya jika melakukan tindakan kekerasan yang pernah ibu
lakukan."
Px : "anak saya jadi takut karena saya memecahkan barang-barang di rumah''.
Ners aaf: ''Sekarang kita buat jadwal latihannya ya bu, berapa kali sehari ibu mau
latihan napas dalam?
Px: ''Iya, Kalau saya lagi marah saja.''
Ners aaf : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan napas
dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu mencegah/mengontrol marah ibu dengan
memukul kasur dan bantal. Bagaimana ibu setuju ? Bagaimana kalau di kamar ibu
saja, ibu setuju?”
Px : " Iya terserah"

70
Ners aaf : “Baik, besok kita latihan cara lain untuk mencegah/mengontrol marah?
Selamat pagi!”
Pasien hanya diam.

Hari keempat Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


Perawat mengevaluasi latihan napas dalam, dan melatih pasien memukul kasur
dan bantal untuk mengontrol marah dan menyusun jadwal kegiatan harian cara
kedua

Ners aaf : “Selamat pagi, bu. Saya disini akan mendampingi ibu untuk melakukan
kegiatan yang kedua sesuai jadwal, Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal
yang menyebabkan ibu marah?. Apakah latihan napas dalamnya sudah
dilakukan?"
Px : "Iya sudah."
Ners aaf : "Coba saya lihat jadwal kegiatannya. Bagus sekali, ibu telah melakukan
dengan baik.”
Ners aaf : “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
Ners aaf : “Dimana kita bicara?. Bagaimana kalau di kamar ibu ?"
Px : "Iya."
Ners aaf : “Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal,
dada berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam ibu dapat melakukan
pukul kasur dan bantal. O...iya pertama coba ibu lakukan napas dalam.
Px langsung melakukan napas dalam.
Ners aaf : "Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Sekarang mari kita latihan
memukul kasur dan bantal. Jadi kalau nanti ibu kesal dan ingin marah, langsung
ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
Nah, coba ibu lakukan, pukul kasur dan bantal.
Px melakukan pukul kasur dan bantal.
Ners aaf : "Ya, bagus sekali ibu melakukannya.”
Setelah melakukan kegiatan tersebut, Hati pasien mulai tenang.

71
Hari selanjutnya Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal dan Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.
Perawat mengevaluasi jadwal harian untuk mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik ke-2, melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik,
mengungkapkan marah secara verbal, Latihan sholat/berdoa, Buat jadwal
sholat/berdoa.
Ners aaf : “selamat pagi bu, Bagaimana, kemarin sudah dilakukan latihan tarik
napas dalam dan pukul kasur bantal, bagaimana kalau kita ulangi sekali lagi, apa
ibu setuju ?
Px : "Iya setuju"
Pasien melakukan kegiatan tersebut.
Ners aaf : "ibu melakukannya dengan baik sekali. Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan tadi?”
Px : "Saya merasa lebih baik."
Ners aaf : "Bagus, Ibu sudah melakukannya”
Ners aaf : “Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik napas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya bu, yaitu: Meminta dengan baik tanpa marah dengan
nada suara yang rendah serta tidak mengunakan kata-kata kasar. Misalnya ibu
meminta uang kepada anak ibu, coba ibu minta uang dengan baik: nak, saya perlu
uang untuk membeli barang-barang yang saya inginkan. Nanti dapat dicoba disini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktikan."
Px : "nak, saya perlu uang untuk membeli barang-barang yang saya inginkan."
Ners aaf : "Bagus bu. Nah...sekarang menolak dengan baik, jika ada yang
menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya, katakan: Maaf saya tidak dapat
melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba ibu praktikan."
Px : " Maaf saya tidak dapat melakukannya karena sedang ada kerjaan."
Ners aaf : " Bagus bu. Kemudian mengungkapkan perasaan kesal, jika ada
perlakuan orang lain yang membuat kesal, ibu dapat mengatakan: saya jadi ingin
marah karena perkataan itu. Coba praktikan."

72
Px : " saya jadi ingin marah karena perkataan itu."
Ners aaf : "Bagus. Sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu
lakukan!"
Px : "saya beribadah shalat 5 waktu sehari"
Ners aaf : "Bagus. Nah, kalau ibu sedang marah coba ibu duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks, jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu!"
Px : "subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya'."
Ners aaf : "Bagus. Mau coba yang mana?"
Px : "subuh."
Ners aaf : "Coba praktekkan” (bagi yang muslim).
Pasien mempraktekkan shalat subuh.
Ners aaf : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”
Px : "saya merasa lebih baik."
Ners aaf : “Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari?"
Px : “lima."
Ners aaf : "Bagus. Mari kita masukan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu.
Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, bu.
Sekarang kita masukkan di jadwal kegiatan bu. Mau berapa kali ibu sholat?"
Px : " 5x."
Ners aaf : "Baik kita masukkan ke jadwal. Coba ibu sebutkan lagi shalat 5 waktu
tadi."
Px : " subuh, dzuhur, ashar, maghrib, isya'."
Ners aaf : ““Bagus sekali bu”

2 hari kemudian......
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
Perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih, melatih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu

73
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan kegunaan obat dan akibat
berhenti minum obat, menyusun jadwal minum obat secara teratur.

Ners aaf: “selamat pagi, Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik napas
dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat ?
Px : "iya sudah."
Ners aaf : "Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur ? Coba
kita lihat cek kegiatannya. Jadi rasa marah sudah berkurang?.”
Px : "sudah"
Ners aaf : “Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ?”
Px : "Iya Baik"
Ners aaf : “Di mana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
tempat ini saja?”
Px : "Iya disini saja."
Ners aaf : “Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?”
Px : "Iya, 20 menit saja."
Ners aaf : “ibu sudah dapat obat dari dokter?”
Px : "Iya saya sudah dapat."
Ners aaf : "Berapa macam obat yang ibu minum? Warnanya apa saja?" Jam
berapa ibu minum ? Bagus!”
Px : "ada 3, kuning, putih, merah jambu ada oranye nya"
Ners aaf : "Bagus. Jam berapa ibu minum ?"
Px : "Jam 7 pagi, jam 1 siang, jam 7 malam."
Ners aaf : "Bagus. Obatnya ada tiga macam bu, yang warnanya kuning namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan
tenang, dan yang merah jambu ada oranye nya ini namanya HLP agar pikiran
teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini harus ibu minum 3 kali sehari pada
pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam.”

74
“Bila nanti setelah minum obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu
mengatasinya ibu dapat mengisap-isap es batu. Bila terasa mata berkunang-
kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.”
Px : "Iya"
Ners aaf : "Sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus di minum, pukul berapa
saja harus di minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta
obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!"
Px : "Boleh saya catat saja ? soalnya terlalu banyak yang harus diingat."
Ners aaf : "Iya ibu silahkan. Lalu jangan pernah menghentikan minum obat
sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”
Px : "Iya sus."
Ners aaf : "Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya,
bu.”
Pasien hanya mengangguk.
Ners aaf : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
Px : "saya merasa lebih baik."
Ners aaf : “Coba ibu sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar
Px : " CPZ , THP, HLP."
Ners aaf : “Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?”
Px : "Sudah 5"
Ners aaf : “Nah, Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu!.”
Px : "Iya"
Ners aaf : “Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana ibu
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah."
Px : "iya"
Ners aaf : “Bagaimana kalau tempatnya sama seperti ini, di ruang tamu saja, ibu
setuju?”

75
Px : "Iya saya setuju."
Ners aaf : “Mau pukul berapa, bu? Seperti sekarang saja, pukul 10 ya ?”
Px : "Iya pukul 10 saja."
Ners aaf : "Sampai jumpa!”
(Bersalaman)
Keadaan pasien sudah mulai membaik.
Sebelum pasien pulang, perawat memberikan Health Education kepada keluarga
pasien.
Perawat menjelaskan hal apa saja yang harus dilakukan saat pasien kambuh
penyakitnya, yang pertama jangan biarkan pasien keluar rumah, kedua jangan
dekatkan benda-benda tajam di sekeliling pasien, selalu mendampingi pasien, dan
jika pasien sudah merasa baik maka minumkanlah obatnya.
Beberapa bulan kemudian pasien sembuh, dan dibawa pulang ke rumah.

SELESAI

76
77

Anda mungkin juga menyukai