Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah suatu proses atau gaya manajemen yang dirancang untuk mendorong,
meningkatkan dan mengembangkan kinerja menjadi lebih baik dengan cara menciptakan visi dan
kerangka tujuan, komunikasi yang berkesinambungan, menetapkan standar dan persyaratan yang
disepakati dan menciptakan pendekatan strategis secara terpadu.

Manajemen Kinerja (Pengertian, Tujuan, Syarat dan Tahapan Pelaksanaan)

Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan
atau peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan
hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.

Manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses
berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja yang bekerja di dalamnya dan dengan
mengembangkan kemampuan tim dan kontributor individu. Manajemen kinerja merupakan dasar dan
kekuatan pendiri yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi
sumberdaya.

Berikut definisi dan pengertian manajemen kinerja dari beberapa sumber buku:

Menurut Suharsaputra (2010), manajemen kinerja adalah suatu proses yang dapat mendorong pada
pengembangan dan peningkatan kinerja ke arah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi
yang berkesinambungan antara pimpinan dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh
organisasi.

Menurut Wibowo (2012), manajemen kinerja adalah gaya manajemen dalam mengelola sumber daya
yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan
dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis secara terpadu sebagai kekuatan
pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Bintaro dan Daryanto (2017), manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang
dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga
baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu.

Menurut Amstrong (2010), manajemen kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu
kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

Tujuan dan Manfaat Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi, tim dan individu dalam suatu
keterkaitan, agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dalam kurun waktu
tertentu. Menurut Bintaro dan Daryanto (2017), tujuan manajemen kinerja adalah sebagai berikut:
Tujuan strategik. Mengaitkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi. Pelaksanaan strategi tersebut
perlu mendefinisikan hasil yang akan dicapai, perilaku, karakteristik pegawai yang dibutuhkan untuk
melaksanakan strategi, mengembangkan pengukuran dan sistem feedback terhadap kinerja pegawai.

Tujuan Administratif. Menggunakan informasi manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk
kepentingan keputusan administratif, penggajian, promosi, pemberhentian pegawai dan lain-lain.

Tujuan pengembangan. Dapat mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil dibidang kerjanya,
pemberian training bagi yang berkinerja yang tidak baik, atau penempatan yang lebih cocok.

Tujuan khusus manajemen kinerja. Memperoleh peningkatan kinerja sustainable, meningkatkan


motivasi dan komitmen karyawan, memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan,
meningkatkan kepuasan kerja dan mencapai potensi pribadi yang bermanfaat bagi individu dan
organisasi.

Manajemen kinerja bermanfaat untuk memacu peningkatan hasil kerja melalui penyelarasan tujuan,
ukuran, dan berbagi informasi kinerja organisasi, tim, dan individu. Manajemen kinerja dapat dijadikan
landasan bagi promosi, mutasi dan evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program
pelatihan. Manajemen kinerja juga dapat dijadikan umpan balik untuk pengembangan karier dan
pengembangan pribadi SDM.

Manfaat manajemen kinerja antara lain adalah sebagai berikut:

Menerjemahkan visi dan misi organisasi ke dalam tujuan dan hasil yang jelas dan dapat diukur yang
menentukan keberhasilan dan dipahami bersama oleh tiap orang dalam organisasi dan pelanggan dan
stakeholder.

Menyediakan alat untuk menilai, mengelola dan meningkatkan kesehatan dan keberhasilan keseluruhan
organisasi.

Melanjutkan pergeseran dari orientasi pengendalian dan ketaatan menjadi pendekatan strategik yang
berkelanjutan kepada manajemen.

Menyediakan sebuah sistem manajemen kinerja yang mendalam dan dapat diduga hasilnya dengan
memasukkan ukuran-ukuran kualitas, biaya, ketepatan waktu, layanan pelanggan serta kepuasan,
motivasi dan keahlian pegawai.

Mengganti sistem penilaian kinerja yang ada dengan sebuah pendekatan yang sesuai dengan
manajemen kinerja.

Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan,
manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi
repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan,
manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan
pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus
meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Syarat Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja dapat diterapkan dalam suatu organisasi dengan prasyarat dasar yang harus
dipenuhi, yaitu sebagai berikut:

a. Indikator kinerja (key performance indicator)

Indikator kinerja harus terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. Ukuran ini harus dapat
menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Semua harus terukur secara
kuantitatif dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga bila nanti dievaluasi dapat
diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target atau belum. Organisasi yang tidak memiliki
indikator kinerja biasanya tidak bisa diharapkan untuk mampu mencapai kinerja yang memuaskan pihak
yang berkepentingan (stakeholders).

2. Kontrak kinerja (performance contract)

Semua ukuran kinerja biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan
bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya
kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan
atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai
indikator kinerja yang ingin dicapai, baik mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu
pencapaiannya.

c. Siklus manajemen kinerja

Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama,
yaitu:

Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program
kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan
akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.

Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.

d. Performance appraisal

Manajemen kinerja membutuhkan suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang
relatif obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian
360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan sekerja dan pengguna
jasa. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subjektif, namun dengan berpikir bersama mampu
untuk mengubah sikap subjektif itu menjadi mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih
obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri.

e. Reward and punishment


Manajemen kinerja harus memiliki suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan
konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa
bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment diberikan
setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan
atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja lebih dahulu
sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini harus hati-hati, karena dalam banyak hal
pembinaan jauh lebih bermanfaat.

f. Gaya kepemimpinan (leadership style)

Manajemen kinerja memerlukan suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada
pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses
coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam
manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah sikap followership
atau menjadi pengikut. Pada dasarnya seseorang itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam
situasi yang lain dia juga harus memahami bahwa dia merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi
yang lebih besar yang harus diikuti.

g. SDM berbasis kompetensi

Dalam menerapkan manajemen kinerja juga membutuhkan konsep manajemen SDM berbasis
kompetensi. Umumnya organisasi yang berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan
kompetensi itu tersebut kepada hal-hal yang penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi,
pendidikan, pengembangan pegawai, dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi,
kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah
dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan
pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk
membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.

Tahapan Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah dicapai secara
konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen kinerja bisa berfokus pada kinerja dari
suatu organisasi, departemen, karyawan, atau bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan
dan juga di area yang lain.

Menurut Bintaro dan Daryanto (2017), terdapat empat tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan
manajemen kinerja, yaitu:

Tahap directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar atau
basis pengukuran kinerja. Kemudian dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan
perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan.
Penentuan target/goal akan lebih efektif bila mengadopsi metode SMART (Spesific, Measureable,
Achievable, Realistic, dan Timebound).

Tahap managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi.
Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap
berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai
dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.

Tahap review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan
flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai atau diukur (appraising).
Tahap ini memerlukan dokumentasi atau record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.

Tahap developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil
evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan
dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan atau
prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai