Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PERKULIAHAN

Triana Nadya s (E1F019089)

KELAS : C

SEMESTER : 4

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019/2020
Perilaku sosial anak 3-4 tahun
a) Perilaku tidak peduli
Anak tidak bermain, tetapi terlibat dalam “perilaku tidak peduli.”
b) Perilaku penonton
Anak memperhatikan anak lain saat bermain. Mereka mungkin
berhubungan secara lisan, tetapi tidak ikut main.
c) Sosial sendiri
Anak terlibat bermain dengan diri sendiri. Main yang dimaksud
sepenuhnya mengatur sendiri.
d) Sosial berdampingan
Anak bermain dekat dengan anak lainnya. Di sini anak terlibat
dalam permainannya sendiri, tetapi senang dengan kehadiran anak
lainnya.
e) Sosial bersama
Anak main dengan anak lainnya dalam satu kelompok. Anak sudah
dapat bertukar bahan mainannya, tetapi tidak ada tujuan yang
direncanakan.
f) Sosial bekerja sama
Anak dapat bermain dengan anak lain dan dalam bermain anak
sudah memiliki tujuan yang direncanakan.

Sosial-emosioal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) satu dalam Permendikbud no 137
tahun 2014 meliputi, (a) kesadaran diri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal
perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaikan diri dengan orang lain,
(b) rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-
haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atasa perilakunya
untuk kebaikan sesama, (c) perilaku prososial yang mencakup kemampuan bermain dengan
teman sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat
orang lain, bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.

Perkembangan social Usia 4-5 tahun Usia 5-6 tahun


a. Kesadaran diri 1. Menunjukan sikap mandiri 1. Memperlihatkan
dalam memilih kegiatan kemampuan diri untuk
2. Mengendalikan perasaan menyesuaikan dengan situasi
3. Menunjukan rasa percaya 2. Memperlihatkan kehatian-
diri hatian kepada orang yang
4. Memahami peraturan dan belum dikenal
disiplin (menumbuhkan kepercayaan
5. Memiliki sikap gigih pada orang dewasa yang
(tidak mudah menyerah) tepat)
6. Bangga terhadap hasil 3. Mengenal perasaan sendiri
karya sendiri dan mengelolanya secara
wajar (mengendalikan diri
secara wajar)
b. Rasa tanggung jawab 1. Menjaga diri sendiri dari 1. Tahu akan haknya
untuk diri sendiri dan orang lingkungannya 2. Mentaati aturan kelas
lain 2. Menghargai keunggulan (kegiatan, aturan)
orang lain 3. Mengatur diri sendiri
3. Mau berbagi, menolong, 4. Bertanggung jawab atas
dan membantu teman perilakunya untuk kebaikan
diri sendiri
c. Perilaku Prososial 1. Menunjukan antusiasme 1. Bermain dengan teman
dalam melakukan permainan sebaya
kompetitif secara positif 2. Mengetahui perasaan
2. Menaati aturan yang temannya dan merespon
berlaku dalam suatu secara wajar
permainan 3. Berbagi dengan orang lain
3. Menghargai orang lain 4. Menghargai
4. Menunjukan rasa empati hak/pendapat/karya orang
lain
5. Menggunakan cara yang
diterima secara sosial dalam
menyelesaikan masalah
(menggunakan fikiran untuk
menyelesaikan masalah)
6. Bersikap kooperatif
dengan teman
7. Menunjukan sikap toleran
8. Mengekspresikan emosi
yang sesuai dengan kondisi
yang ada (senang,sedih,
antusias, dsb)
9. Mengenal tata karma dan
sopan santun sesuai dengan
nilai sosial budaya setempat.

Perkembangan sosial diartikan sebagai kemampuan anak dalam berinteraksi


dengan teman sebaya, orang dewasa, dan masyarakat luas agar dapat meyesuaikan diri
dengan baik sesuai dengan harapan bangsa dan negara (Mayar, 2013: 459). Perkembangan
sosial ini mengikuti suatu pola perilaku sosial. Dimana pola ini berlaku pada semua anak
yang berada dalam satu kelompok budaya. Perkembangan ini dimulai sejak bayi mampu
berinteraksi dengan keluarganya. Pengalaman sosial yang dialami anak saat usia dini
sangat memengaruhi pembentukkan karakter anak di masa yang akan datang (Aqib, 2009:
40-41).
Perkembangan sosial emosional menurut American Academy of Pediatrics (2012)
dalam Nurmalitasari (2015) adalah kemapuan anak untuk memiliki pengetahun dalam
mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik emosi positif, maupun negatif,
mampu berinteraksi dengan anak lainnya atau orang dewasa di sekitarnya, serta aktif
belajar dengan mengeksplorasi lingkungan. Perkembangan sosial emosional adalah proses
belajar menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta perasaan ketika berinteraksi
dengan orang-orang di lingkungannya baik orang tua, saudara, teman sebaya dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran sosial emosional dilakukan dengan mendengar,
mengamati dan meniru hal-hal yang dilihatnya.
Menurut Dodge, Colker, dan Heroman (2002) dalam Hildayani (2009: 10.3), pada
masa kanak-kanak awal perkembangan sosial emosional hanya seputar proses sosialisasi.
Dimana anak belajar mengenai nilai-nilai dan perilaku yang diterimanya dari masyarakat.
Pada masa ini, terdapat tiga tujuan perkembangan sosial emosional. Pertama, mencapai
pemahaman diri (sense of self) dan berhubungan dengan oranglain. Kedua,
bertanggungjawab atas diri sendiri yang meliputi kemampuan mengikuti aturan dan
rutinitas, menghargai oranglain, dan mengambil inisiatif. Ketiga, menampilkan perilaku
sosial seperti empati, berbagi, dan mengantri dengan tertib.
Perkembangan sosial emosional erat kaitannya dengan interaksi, baik dengan
sesama atau benda-benda lainnya. Jika interaksinya tidak baik, maka pertumbuhan dan
perkembangan anak menjadi tidak optimal. Namun kebanyakan orangtua kurang
memerhatikan hal tersebut pada anak padahal perkembangan sosial emosional setiap anak
berbeda. Dalam hal ini peran pendidik sangat diperlukan untuk memahami perkembangan
sosial emosional pada anak agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya dengan
baik.
Teori Perkembangan Sosial Erik Erikson
Erik Erikson lahir Frankfurt, Jerman pada tahun 1902. Ia adalah seorang penganut
aliran Psikoanalisis dari Sigmund Freud yang kemudian menjadi neofreudian (psikoanalisa
yang didasarkan pada hubungan sosial). Teorinya ini disebut dengan Teori Psikosoaial. Ia
berpendapat bahwa setiap individu berjuang melakukan pencarian identitas diridalam tiap
tahap kehidupannya. Hal ini dikarenakan identitas merupakan pengertian dan penerimaan,
baik untuk diri sendiri maupun masyarakat (Miller, 1983).
Menurut Erikson, masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan psikososial seorang individu. Peranan ini dimulai dari pola asuh orangtua
hingga aturan atau budaya masyarakat (Miller, 1983). Berikut ini merupakan tahapan
perkembangan psikososial seorang individu (Desiningrum, 2012: 34-35).
1. Kepercayaan vs Ketidakpecyaan (usia 0-1 tahun). Pada tahap ini harus belajar
menumbuhkan kepercayaan pada oranglain, contohnya anak kepada ibunya. Jika
anak tidak berhasil dalam tahap ini, maka ia akan jadi anak yang mudah takut dan
rewel.
2. Otonomi vs Malu dan Ragu-Ragu (usia 1-3 tahun). Pada tahap ini anak mulai
belajar kemandirian (otonomi), seperti makan atau minum sendiri. Jika anak tidak
berhasil pada tahap ini karena selalu ditegur dengan kasar ketika proses belajar,
maka anak akan menjadi pribadi yang pemalu dan selalu ragu-ragu dalam
melakukan sesuatu.
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (usia 3-6 tahun). Pada tahp ini anak mulai memiliki
gagasan (inisiatif) berupa ide-ide sederhana. Jika anak mengalami kegagalan pada
tahap ini, maka ia akan terus merasa bersalah dan tidakmampu menampilkan
dirinya sendiri.
4. Kerja Keras vs Rasa Inferior (usia 6-12 tahun). Pada tahap ini anak mulai mampu
berkerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Jika pada tahap
ini anak tidak berhasil, maka kedepannya anak akan menjadi pribadi yang rendah
diri (minder) dan tidak mampu menjadi pemimpin.
5. Identitas vs Kebingungan Identitas (usia 12-19 tahun). Pada tahap ini individu
melakukan pencarian atas jati dirinya (identitasnya). Jika ia gagal pada tahp ini,
mak ia akan merasa tidak utuh.
6. Keintiman vs Isolasi (usia 20-25 tahun). Pada tahap ini individu mulai keintiman
psikologis dengan oranglain. Jika ia gagal pada tahap ini, maka ia akan merasa
kosong dan terisolasi.
7. Generativitas vs Stagnasi (usia 26-64 tahun). Pada tahap ini individu memiliki
keinginan untuk menciptakan dan mendidik generasi selanjutnnya. Jika ia
tidakberhasil dalam tahap ini, maka ia akan merasa bosan dan tidak berkembang.
8. Integritas vs Keputusan (usia 65 tahun ke atas). Pada tahap ini individu akan
menelaah kembali apa saja yg sudah ia lakukan dan ia capai dalam hidupnya. Jika
ia berhasil pada tahp ini, maka ia akan mencapai integritas (penerimaan akan
kekurarangan diri, sejarah kehidupan, dan memiliki kebijakan), sebaliknya jika ia
gagal, maka ia akan merasa menyesal atas apa yg telah terjadi dalam hidupnya.
Berikut tabel tahapan perkembangan psikososial dalam bahasa Inggris (Desiningrum,
2012: 35).
Teori Perkembang an Emosional Maslow
Abraham Maslow lahir di Brooklyn pada tahun 1908 dan meninggal di Rusia pada
tahun 1970. Awalnya Maslow mempelajari teori behaviorisme dan melakukan banyak
percobaan dalam bidang tersebut. Namun, setelah Pearl Harbour diserang oleh Jepang, ia
beralih ke bidang psikologi (Hall, 1985 dalam Hildayani, dkk, 2009: 2. 16). Ia merasa
bahwa psikologi hanya memandang manusia dari segi negatifnya, sehingga ia melihat
psikologi dari sisi yang lain, yaitu lebih ke sisi positifnya. Maslow berpendapat bahwa
manusia tidak hanya harus melawan kesedihan, ketakutan, dan hal negatif lainnya, tetapi
manusia juga harus mencari kebahagian dan kesejahteraan. Maslow menyatakan bahwa
pada dasarnya manusia itu baik, tidak jahat (We are basically good, no evil). Menurut
Maslow ada 4 hal yang harus ditekankan mengenai hal ini.
1. Menusia memiliki struktur psikologis yang beranalagi sperti struktur fisik, yaitu
kebutuhan (needs), kapasitas (capacities), dan kecenderungan (tendencies) yang
didasari oleh keadaan genetis.
8
2. Perkembangan yang sehat diharapkan selalu melibatkan aktualisasi dari
karakteristik.
3. Keadaan patologis setiap manusia berasal dari penyangkalan (denial), frustasi
(frustration), atau memutar (twisting) keadaan manusia.
4. Manusia memiliki keinginan dan kemampuan aktif untuk mencapai kesehatan
mental dalam perkembangan aktualisasi diri.
Menurut Maslow seorang individu dapat berhubungan dengan dunia melalui dua
cara, yaitu D-realm atau deficiency (kekurangan) dimana manusia bertahan hidup dengan
cara berusaha memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya. Setelah kebutuhan dasarnya
terpenuhi, maka manusia akan beranjak ke tahap B-realm atau being (menjadi), dimana
manusia memiliki motivasi untuk mencari aktuailisasi dirinya dan pengayaan dari
keberadaannya. Maslow mencetuskan sebuah teori yang berkaitan dengan motivasi
manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Teori ini disebut sebagai Hierarki Kebutuhan
Maslow, yang meliputi:
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik yang paling dasar seperti rasa lapar,
haus, dan lelah.
2. Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan akan rasa keselamatan, kestabilan,
proteksi, struktur, keteraturan, hukum, batasan, dan bebas dari rasa takut.
3. Kebutuhan memiliki dan cinta, yaitu kebutuhan memiliki hubungan yang harmonis
dengan oranglain, seperti keluarga, pasangan, anak, dan teman.
4. Kebutuhan rasa percaya diri, yaitu kebutuhan akan perasaan kuat, menguasai
sesuatu, kompetensi, dan kemandirian. Juga kebutuhan akan perasaan dihormati
oleh oranglain, status, ketenaran, dominansi menjadi orang penting, serta harga diri
dan penghargaan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri dan metaneeds, yaitu kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri dengan mengembangkan diri dan melakukan sesuatu yang
dikuasai. Contohnya adalah seorang musisi yang menciptakan lagu dan seorang
pengusaha yang sukses. Kebutuhan aktualisasi diri ini memayungi metaneeds,
dimana sebagian metaneeds ini merupakan merupakan kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi. Sebagai contoh kebutuhan akan keadilan, keteraturan, kebebasan
melakukan sesuatu dan berpendapat, serta mencari informasi dan membela diri
sendiri. Sedangkan sebagian lainnya adalah kebutuhan yang lebih mengacu pada
keindaan, seperti kecantikan dan kesederhanaan.
9
Karakteristik Perkembangan Sosial-Emosional Anak Usia 4-6 Tahun
Menurut Seomariati (2005) dalam Nurjannah (2017: 53) karakteristik bersosialisasi
anak TK diantaranya adalah:
1. Anak memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini mudah berganti.
2. Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisir secara baik, sehingga
mudah berganti-ganti.
3. Anak lebih mudah bermain bersebelahan dengan teman yang lebih besar.
4. Perselisihan sering terjadi namun hanya sebentar kemudian mereka kembali baikan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, perkembangan sosial anak masih sering pilih-
pilih teman dan hanya memiliki salah satu teman untuk bermain selain itu anak juga masih
sering bertengkar karena memperebutkan mainan dan seseorang yang dianggap miliknya
sendiri. Menurut Soemariati Patmonodewo (2003: 27) dalam Nurjannah (2017: 54) anak
TK cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering
diperlihatkan anak pada usia tersebut. Selain itu, anak juga sering merasa iri kepada
temannya dan memperebutkan perhatian guru.
Perkembangan sosial mulai berjalan pada usia 4-6 tahun, hal ini tampak dari
kemampuan mereka dalam melakukan sesuatu secara berkelompok. Karakteristik pada
tahap ini adalah anak mulai mengetahui aturan-aturan disekitarnya, kemudian mereka
mulai tunduk pada aturan tersebut, lalu anak mulai menyadari pentingnya hak orang lain,
dan mereka mulai dapat bermain dengan teman sebayanya (Nurmalitasari,2015: 105).

Kesimpulan
Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya
perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya di kemudian hari. Tidak semua anak mampu menunjukkan perilaku
sosial seperti yang diharapkan. Upaya untuk membantu pengembangan sosial anak,
selayaknya ada kerja sama antara orang tua dan guru. Karena melalui merekalah
perkembangan sosial anak berkembang dengan baik. Titing Rohayati : Pengembangan
Perilaku Sosial Anak Usia Dini 137 Dalam perkembangan sosial anak, teman sebaya
memberikan pengaruh yang kuat sekali bagi pembentukan perilaku-perilaku sosial anak. Oleh
karena itu, peran aktif orang tua dan guru dalam memperhatikan kebutuhan dan
perkembangan anak sangat dibutuhkan agar mereka memiliki perilaku sosial yang
diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai