PENDAHULUAN
Jepang adalah salah satu negara yang unggul dalam bidang Ekonomi. Jepang memiliki Ekonomi
terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Tiongkok dimana telah mencapai pertumbuhan pesat di
paruh kedua abad ke 20 setelah kehancurannya pada perang dunia II. Hal ini tentunya membuat
Jepang memerlukan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang melimpah sebagai tenaga kerja
dan penggerak perekonomian negara. Seiring dengan kemajuan perekonomiannya, permasalahan
demografi menjadi suatu hambatan bagi perekonomian Jepang di masa mendatang.
Permasalahan demografi yang dialami oleh Jepang yaitu berupa penurunan jumlah kelahiran dan
pesatnya pertumbuhan populasi lansia. Akibatnya, struktur demografi Jepang menunjukkan
kondisi masyarakat menua atau koreika shakai. Permasalahan aging population yang dialami
Jepang sudah masuk dalam kategori yang mengkhawatirkan. Pasalnya, laju penuaan populasi
yang terjadi di Jepang lebih cepat daripada negara-negara lain di dunia, dengan proporsi orang
dewasa yang berusia di atas 65 tahun (23%) tertinggi di dunia diikuti oleh Italia (20,4%). Jepang
juga memiliki rasio anak-anak di bawah 14 tahun (13%) terendah.
Proses modernisasi membuat Jepang menjadi negara industri. Industrialisasi ini sejalan dengan
kenaikan biaya hidup di suatu negara membuat masyarakat Jepang kini lebih berorientasi untuk
bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat di negara-negara industri seperti Jepang
cenderung menunda untuk menikah karena tuntutan pekerjaan dan biaya hidup yang harus
ditanggung cukup tinggi. Ketika akhirnya memutuskan untuk menikah pun, mereka akan
cenderung menunda atau bahkan tidak berencana anak, terutama bagi para wanita karier. Saat
ini, situasi tenaga kerja di Jepang kurang baik dimana banyak pekerjaan di berbagai bidang
kekurangan tenaga kerja seperti pada sektor pertanian, peternakan, industri manufaktur, dan
layanan kesehatan yang mulai ditinggalkan oleh pekerja Jepang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka rumusan masalah
yang muncul yaitu “Bagaimana strategi ketahanan Jepang dalam menangani ancaman aging society ?”
BAB II
TEORI KONSEP
Neorealisme atau realisme struktural adalah teori hubungan internasional yang muncul setelah
karya Waltz "Theory of International Politics" diterbitkan pada tahun 1979. Teori ini
menjelaskan perlunya negara memperoleh senjata nuklir di beberapa tingkatan. Dilema
keamanan mendefinisikan kebutuhan ini dalam teori-teori tingkat abstraksi tertinggi. Menurut
Waltz, keadaan dunia dapat diartikan sebagai anarki internasional yang tidak terbatas. Dalam
kondisi anarki internasional, prasyarat untuk mencapai tujuan lain oleh negara adalah menjamin
keamanannya sendiri, yang karenanya membuat mereka menerapkan politik garis keras [Waltz
1979: 93]. Meskipun, menurut Waltz, negara memainkan peran utama dalam politik
internasional dan memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan, namun berbeda dalam kemampuan
mencapainya. Kemampuan dan potensi ini menentukan tempat mereka di dunia. Pembagian
struktur kekuasaan antar negara dibatasi oleh yang paling kuat di antara mereka karena takut
akan kesuksesan relatif, negara-negara kecil lainnya, dan juga karena ancaman ketergantungan
pada negara-negara baru ini.
Oleh karena itu, komitmen masing-masing negara untuk memaksimalkan kekuasaannya di arena
dunia menentukan keseimbangan kekuatan yang membentuk hubungan internasional saat ini.
Sejalan dengan itu, konsep awal dalam teori Waltz adalah struktur dan sistem politik
internasional. “Sistem adalah sekumpulan unit yang berinteraksi. Pada satu tingkat sistem terdiri
dari struktur, yang merupakan komponen dari tingkat sistemik dan memungkinkan untuk
memeriksa, dengan cara apa unit-unit membentuk spektrum tertentu, berbeda dari himpunan
sederhana. Di tingkat lain, sistem terdiri dari unit-unit yang berinteraksi '' [Konyshev 2004:
62-63]. Ketentuan utama neorealisme adalah sebagai berikut:
1. Neorealisme tidak berusaha menjadi metodologis yang ketat. Oleh karena itu, aktor
utama dalam sistem tersebut adalah negara dan serikatnya. Tujuan utama mereka adalah
perlindungan kepentingan nasional, keamanan negara dan pelestarian status quo dalam
hubungan internasional. Sarana utama untuk mengamankan tujuan ini adalah kekuatan
dan persatuan negara.
3. Hubungan internasional adalah satu kesatuan sistem yang berfungsi sesuai dengan hukum
publik. Akibatnya, hanya analisis sistemik yang dapat mengungkapkan sifatnya.
1. Neorealisme tidak berusaha menjadi metodologis yang ketat. Oleh karena itu, aktor
utama dalam sistem tersebut adalah negara dan serikatnya. Tujuan utama mereka adalah
perlindungan kepentingan nasional, keamanan negara dan pelestarian status quo dalam
hubungan internasional. Sarana utama untuk mengamankan tujuan ini adalah kekuatan
dan persatuan negara.
3. Hubungan internasional adalah satu kesatuan sistem yang berfungsi sesuai dengan hukum
publik. Akibatnya, hanya analisis sistemik yang dapat mengungkapkan sifatnya.
Konsep ini dalam istilah Jepang disebut koureisha yang bermakna usia lanjut secara resmi
digunakan oleh pemerintah pada tahun 1966 dalam keputusan “Kourei Shakai Seisaku Taikou”
(Pokok kebijakan Masyarakat Lansia). Dalam perkembangan selanjutnya konsep ini lebih sering
digunakan untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa yang lebih kompleks.
Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan perlindungan untuk mereka serta
kekhawatiran akan beratnya beban yang harus ditanggung dalam menjalankan penjagaan dan
perlindungan terhadap penduduk lansia diatas 65 tahun yang harus dipikul oleh masyarakat
sekitarnya. Menurut Makizono Kiyoko sebuah negara dapat disebut sebagai koureika
shakai/aging society apabila presentase penduduk lansia nya (presentase penduduk usia 65 tahun
keatas dari seluruh jumlah penduduk) mencapai 7% dan indeks penduduk lansia (indeks
penduduk lansia 65 tahun keatas terhadap penduduk usia produktif diatas 15 tahun dibawah 64
tahun) melewati sekitar 12,0. Awalnya koureika shakai merupakan sesuatu yang membanggakan
di Jepang karena menunjukkan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang karena menunjukkan
tingkat harapan hidup masyarakat Jepang yang tinggi sehingga membuat orang-orang diluar
Jepang berfikir bahwa orang-orang Jepang memiliki kesadaran yang tinggi untuk hidup sehat.
Namun, semakin lama koureika shakai berubah menjadi suatu masalah yang cukup berpengaruh
bagi negara Jepang itu sendiri.
Hal ini dikarenakan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang tinggi sedangkan angka kelahiran
di Jepang sangat rendah sehingga membuat ketidakstabilan demografi kependudukan Jepang.
Maka sekarang makna koureika shakai telah mengalami sedikit perubahan menjadi sesuatu yang
yang sedikit negative dan menjadikannya sebagai sesuatu fenomena yang berkembang pada
masyarakat Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
Hori, Masahiro. (2011). The Expenditure on Children in Japan. Tokyo : Economic and Social
Research Institute, Cabinet Office
Coulmas, Florian. (2007). Population Decline and Ageing in Japan – the Social Consequences.
New York : Routledge
Gardariki. Waltz, K. (2000) Structural Realism after the Cold War. International Security, 25(1),
5–41.
Waltz, K. (1988). The Origins of War in the Neorealist Theory. The Journal of the
Interdisciplinary History, 18 (4), 615–628.
ASJI. (2013). Falling Birthrate And Ageing Society in Japan. Depok : Outlook Japan.