Anda di halaman 1dari 5

3.

1 Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


Susilo Bambang Yudhoyono menjadi seorang presedin pada tahun 2004 dan
beliau terpilih menjadi presiden sebanyak dua kali. Terpilinya Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), telah membuat babak baru dalam perjalanan Indonesia. Dimana,
pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober
2004 sebagai presiden Indonesia yang keenam. SBY dilantik bersama wakilnya yang
kala itu yaitu, Jusuf Kalla dan kemudian pada pemilu 2009 bersama wakilnya yaitu,
Boediono.
Setelah terpilih menjadi presiden SBY selanjutnya menyusun kabinetnya,
sebagai bentuk dari kekuasaan eksekutif untuk mengelola arah dan perilaku
pemerinyahannya. Susunan cabinet SBY sendiri disebut dengan sebutan cabinet
Indonesia bersatu. Selama masa pemerintahan SBY di tahun 2004-2009, sistem
kepartaian mengalami perubahan yang cukup signifikan, dimana partai politik bebas
untuk didirikan asal sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku dan tidak
menyimpang dari pancasila.
SBY bersama dengan wakilnya komitmen untuk melaksanakan agenda
program reformasi. Program pertama SBY dikenal dnegan program 100 hari, dimana
program ini bertujuan untuk memperbaiki sistem ekonomi yang sangat memberatkan
rakyat Indonesia, memperbaiki kinerja peemrintah dari unsur KKN, dan mewujudkan
keadilan dan demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan agung.
Dalam sistem politik SBY memiliki kewenangan merumuskan dan
menjalankan kebijakan nasional baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam
perumusan kebijakan nasional, tentunya sejumlah faktor objektif dan subjektif
menjadi penentu elemen kebijakan tersebut. Faktor objektifnya seperti faktor
struktural dan institusional maupun faktor sosietal dan spasial. Sedangakan faktor
subjektifnya adalah individu seperti karakter individual. Sebagai indovidu faktor
karakter individual ini sbeagai faktor ideosinkratik atau faktor kepribadian yang
merupakan satu diantara serangkaian faktor yang menetukan politik luar negeri
Indoensia. Faktor objektof dan subjektof inilah yang nantinya akan mewarnai pola-
pola dalam kebijakan nasional.
Dalam memperjuangkan kepentingan nasional pada tataran internasional, SBY
mempunyai suatu serangkaian pilihan yang dimana untuk menentukan perilaku
Indonesia dalam konteks regional dan global, baik berskala bilateral maupun
multilateral. Presiden SBY juga meneruskan posisis Indonesia untuk berperang
terhadap terorisme dan isu hubungan internasional yang kontemprorer. Selain itu juga,
pola hubungan bilateral menjadi rantai politik luar negeri Indonesia yang secara
khusus terhadap negara-negara yang berbatasan langsung dengan negara-negara
tertent.
Pada masa SBY perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang
baik, dimana pertumbuhan perekonomian Indoensia melaju dnegan pesat tepatnya
pada taun 2010 seiringan dengan pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang
terjadi speanjang tahun 2008-2009. BI atau Bnak Indonesia sendiri juga
memperkirakan bahwa pertumbuha ekonomi Indonesia akan mencapai 5,5-6 persen di
tahun 2010 akan meningkat menjadi 6,5-5 persen di tahun 2011. Salah satu penyebab
pertumbuhan perekonomian Indoensia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang
befokus pada displin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang negara. Selain itu,
pemberantasan terorisme merupakan salah satu kelebihan pemerintahan SBY, dimana
adanya pemebentukan khusus untuk anti terorisme atau detasemen khusus 88 anti
terorisme (densus 88) yang didasarkan pada UU no.15 tahun 2003 tentang tindak
pidana terorisme. Hal ini juga merupakan salah satu strategi yang cukup dapat
diandalkan dalam rangka mengeliminasi dan mengahpuskan terorisme.
3.2 Tujuan politik luar negeri Indonesia di bawah Presiden SBY

menekankan pada perjuangan pembenahan kondisi politik dan ekonomi di dalam


negeri. Secara politik, Indonesia dihadapkan kepada persoalan separatisme yang
digerakkan oleh individu yang tinggal di luar negeri. Pertama, pihak mana pun di
dunia internasional tidak mendukung separatisme di Indonesia, khususnya adalah
GAM dan OPM. Tak satu pun negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan
Indonesia menyatakan mendukung GAM dan OPM. Kedua, dari sisi tujuan ini,
sejumlah negara ternyata menjadi tempat perjuangan GAM di luar negeri seperti
GAM Malaysia, GAM Australia dan mungkin di Timor Leste dan tempat lainnya.
Bahkan, para petinggi GAM yang berunding dengan pemerintah Indonesia
berkedudukan di Swedia, dan hal sama pula dengan RMS di Belanda. Secara
ekonomi, Indonesia masih sangat memerlukan bantuan luar negeri dari negaranegara
AS dan kelompoknya Bahkan, Indonesia semakin terperangkap ke dalam jerat
bantuan luar negeri setelah bencana Tsunami meneijang Aceh, meskipun Indonesia
mendapat simpati internasional karena berhasil menyelenggarakan konferensi
internasional tentang bencana Tsunami. CGI pun pada tahun 2005 pun masih
memperlihatkan komitmennya untuk memberikan bantuan luar negeri kepada
Indonesia.

3.3 Kebijakan politik luar negeri SBY

Indonesia membuat kebijakan agar thousand friend zero enemies ini dapat
diimplementasikan secara optimal tetapi kepada negara lain pula agar diharapkan
setelahnya muncul kepercayaan sehingga dapat melakukan kerjasasama yang
berujuan untuk mensejahterakan negara masing-masing.Selain itu Indonesia juga
menerapkan dynamic equilibrium. Istilah keseimbangan dinamis (dynamic
equilibrium) berangkat dari sudut pandang politik luar negeri bebeas aktif. Dynamic
equilibrium memiliki kecenderungan untuk membangun kawasan yang stabil, dan
damai. Dynamic equilibrium ini memiliki dimensi-dimensi bagi kepentingan ekonomi
Indonesia yang dapat sangat menguntungkan Indonesia apabila dirumuskan pada
pembuatan kebijakan luar negri yang lebih konkrit. Indonesia juga telah menahan diri
dari memihak antara Amerika Serikat dan China meskipun meningkatnya ketegangan
sekarang di sekitar wilayah Laut China Selatan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
timbulnya ketegangan regional secara langsung, Indonesia telah memilih untuk
"bebas dan aktif", dan lebih memilih "kekuatan menengah" melalui serangkaian
kemitraan strategis atau komprehensif.

Pada tataran kawasan yang lebih luas, Indonesia kembali menunjukan intellectual
leadershipnya dalam perdebatan tentang regional architecture building , untuk
menciptakan kawasan Asia Pasifik yang lebih stabil , damai dan sejahtera berdasarkan
pada dynamic equilibrium, dimana ASEAN terus memainkan peran utama. Hal ini
terjabarkan antara lain melalui perluasan keanggotaan East Asia Summit dengan di
terimanya AS dan Rusia secara bersamaan64.

Beberapa hal yang penting mengapa dinamic equilibrium penting diterapkan seperti,
pertama, regionalisme dikawasan Asia pasifik memiliki banyak bentuk selain ASEAN
yang menjadi pilar utama kerjasama regional, sehingga penguatan terhadap ASEAN
itu sendiri dirasa sangat diperlukan untuk mengembangkan ASEAN itu sendiri.
Kedua, pencapaian kepentingan nasional itu sendiri serangkali menjadi sumber
konflik, olek karana itu di harapkan tidak ada kekuatan dominan tunggal didalam
kawasan dan berbagai negara di kawasan regional sehingga dapat breinteraksi secara
damai dan bersifat mutualisme. Ketiga, dinamic equilibrium dijadikan sebagai bagian
dan antisipasi dinamika perubahan global yang secara ekonomi mengalami
pengunduran berkepanjangan, dan secara politik telah merubah tatanan dan persepsi
global.

Keempat, perubahan pandangan dan pendekatan yang berbeda dianggap mampu


menyelesaikan hubungan-hubungan yang tadinya menjadi sumber instabilitas
sekarang bergerak sebaliknya yakni mencari pijakan baru tanpa menuju kepada
sebuah konflik terbuka. Kelima, merupakan kerangka kerjasama yang strategis yang
mempengaruhi berbagai kepentingan dan kekuatan dominan. Keenam, konsep
ketergantungan dan keterpaduan yang saling menguntungkan pembangunan dan
perkembangan negara-negara ASEAN. Ketujuh, merupakan perwujudan menyeluruh
yang memgarihi hegemonisme. Kedelapan, landasan penting membedakan
kebangkitan negara-negara ASEAN berdasarkan asas kesetaraan dan menjadikan
kemajemukan menjadi total integrasi baru menghadapi persoalan global. Kesembilan,
sebagai upaya global melakukan komersialisasi ekonomidan perdagangan
internasionalisasi sebagai kesejahteraan bersama. Beberapa faktor tersebut diangggap
sebagai alasan mengapa dynamic equilibrium sangat tepat diterapkan untuk kawasan
regional.

3.4 Keberhasilan Kebijakan Politik Luar Negeri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Sejak terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004, Indonesia


mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan, tercatat dalam masa dua
periode masa pemerintahan, Indonesia berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi
dengan rata-rata 5,9%. Hasil ini bahkan dapat menyaingi pertumbuhan ekonomi
negara Amerika Serikat pada masanya. Hal ini tidak dapat dihindari dari keberhasilan
politik luar negeri Indonesia yang dianut dan diterapkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang disebut sebagai politik one thousand friends, zero
enemy. Dilihat pada bagaimana strategi politik luar negeri Indonesia selama sepuluh
tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu adalah dengan tujuan
untuk membangun hubungan baik dengan sebanyak-banyaknya negara di dunia.
Selanjutnya, hubungan yang baik dengan negara-negara di seluruh dunia diharapkan
akan dapat memberikan dampak signifikan di segala sektor politik domestik, terutama
ekonomi. Bukti nyata dari kesuksesan hasil politik luar negeri ini sendiri dapat dilihat
pada angka pertumbuhan persentase masyarakat golongan menengah juga naik secara
signifikan dari 37,7% pada 2003 menjadi 56,6% pada 2010. Kedua, Indonesia
berhasil menjadi salah satu negara middle power yang diperhitungkan di kancah
internasional, dengan bukti Indonesia kerap ditunjuk sebagai tuan rumah konferensi-
konferensi tingkat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai