Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial

maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6

bulan sampai dengan 5 tahun (Nurarif & Kusuma, 2015).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi

bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik

yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.

Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia

3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang

dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Arief

Mansyur.2009)

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3

bulan-5 tahun.

B. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Arif Mansjoer, dkk 2014. ada beberapa jenis kejang, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

e. Kejang tidak bersifat tonik klonik

f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang


g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas

perkembangan

h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

2. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang

pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan

terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

C. Etiologi Kejang Demam

Menurut Nurarif & Kusuma, 2015 kejang dapat disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor genetika

2. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

3. Demam

4. Gangguan metabolisme

5. Trauma

6. Toksin

7. Gangguan sirkulasi

8. Penyakit degeneratif susunan saraf.

9. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal


D. Manifestasi klinis Klinis Kejang Demam

Menurut Arif Mansjoer, dkk.2014 ada 2 beberapa manifestasi klinis yaitu:

a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara

tiba-tiba

b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada

anak-anak yang mengalami kejang demam)

c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung

selama 10-20 detik)

d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya

berlangsung selama 1-2 menit)

e. Lidah atau pipinya tergigit

f. Gigi atau rahangnya terkatup rapat

g. Inkontinensia (mengompol)

h. Gangguan pernafasan

i. Apneu (henti nafas)

j. Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:


a. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c. Mengantuk
d. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
E. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

Menurut Hidayat, Azis Alimul. (2012) ada beberapa pemeriksaan penunjang yaitu:

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi

atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak

lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil

seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada

bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang

dari 18 bulan.

3. Darah

a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200

mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c. Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang


5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala.

F. Penaktalaksanaan Medis

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam

yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam

dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk

profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis

0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari

d. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah


G. Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral


Sumber: Nurarif dan Kusuma,2015

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien
2) Identitas penanggungjawab
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat keshatan dahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga
c. Pengkajian pola konseptual Gordon
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
2) Pola nutrisi metabolic
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola kognitif dan preseptual
6) Pola presepsi diri dan konsep diri
7) Pola peran dan hubungan dengan orang terdekat, keluarga, dan
masyarakat
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola koping dan toleransi stress
d. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum pasien
2) Pemeriksaan head to toe
e. Pemeriksaan Penunjang

1) Elektro encephalograft (EEG)

2) Pemeriksaan cairan cerebrospinal

3) Darah

4) Cairan Cerebo Spinal  

5)  Skull Ray
6) Tansiluminasi 

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron

otak

c. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

d. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang

berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Rencana Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor TTV

berhubungan keperawatan selama 2. Monitor penurunan tingkat kesadaran

dengan proses 3x24 jam diharapkan 3. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

infeksi tidak terjadi hipertermi membatasi pengunjung

atau peningkatan suhu 4. Berikan cairan dan elektrolit sesuai

tubuh dengan kriteria kebutuhan

hasil: 5. Menganjurkan menggunakan pakaian

a. Suhu tubuh dalam yang tipis dan menyerap keringat

rentan normal (36,5- 6. Berikan edukasi pada keluarga tentang

37oC) kompres hangat dilanjutkan dengan

b. Nadi dalam rentan kompres dingin saat anak demam

normal 80-120x/menit 7. Kolaborasi dengan dokter dalam

c. RR dalam rentan pemberian obat penurun panas


normal 18-24x/menit

d. Tidak ada perubahan

warna kulit dan tidak

ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan 3x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung

dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran

neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS

otak tidak kebiruan dengan

kriteria hasil:

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit

d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman

cedra tindakan keperawatan untuk pasien

berhubungan selama 3x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan

dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien


otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang

kriteria hasil: berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur

kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang

b. Tidak terjadi nyaman dan bersih

cedra 6. Membatasi pengunjung

7. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien

8. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

9. Edukasi tentang penyakit kepada

keluarga.
4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung
penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan pasien
adekuat 3.  Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : merawat pasien, dan ajari cuci tangan
a. Bebas dari tanda yang benar
dangejala infeksi. 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tanda- menjaga kebersihan klien
tanda infeksi. 5.  Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka leukosit 6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
normal (9000– 7. Anjurkan istirahat
12.000/mm3) 8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan  keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan  anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
5. Kurangnya Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang kejadian

pengetahuan tindakan keperawatan kejang dan dampak masalah, serta

keluarga tentang selama 2x24 jam beritahukan cara perawatan dan pengobatan

penanganan keluarga mengerti yang benar.

penderita selama maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang

kejang dilakukan tindakan dapat terjadi akibat pertolongan yang salah.

berhubungan perawatan selama kejang. 3.Ajarkan kepada keluarga untuk memantau

dengan kurangnya kriteria hasil : perkembangan yang terjadi akibat kejang.

informasi. a.Keluarga mengerti cara 4.Kaji kemampuan keluarga terhadap

penanganan kejang penanganan kejang.

dengan

b. Keluarga tanggap dan

dapat melaksanakan

peawatan kejang.

c. Keluarga mengerti

penyebab tanda yang

dapat menimbulkan

kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2014). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta

Arief Mansyur. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. EGC : Jakarta.

Nurarif,A& Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda. Yogyakarta: Mediaction

Hidayat, Azis Alimul. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1.


Jakarta: Salemba medika.

Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Petugas Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai