Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD dr. Moewardi Surakarta merupakan rumah sakit umum

terbesar yang ada di wilayah Surakarta dengan tipe A yang terletak di Jl.

Kolonel Sutarto No. 132, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Rumah

sakit ini merupakan juga salah satu Rumah Sakit alternatif dan rujukan

utama untuk berobat bagi masyarakat di Kota Surakarta serta sebagian

masyarakar Provinsi Jawa Tengah maupun dari luar provinsi.

Penelitian dilakukan pada hari Selasa tanggal 19 November 2019

jam 14.30 WIB di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr.

Moewardi Surakarta. Penelitian ini melibatkan petugas medis antara lain

perawat di ruang IGD, dokter, dan petugas medis lainnya.

IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta di bagi menjadi 9 ruang

terdiri dari : ruang triase, ruang resusitasi, ruang medikal, ruang observasi

bedah, ruang operasi minor, ruang isolasi, ruang anak, ROE IGD, dan

PONEK, dimana masing-masing ruangan memiliki fungsi tersendiri.

Ketenagaan di Ruang IGD RSUD Dr. Moewardi mencakup dokter

umum, dokter spesialis, perawat, bidan, dan tenagaadministrasi. Selain itu

dalam menjalankan fungsinya IGD juga berkolaborasi dengan tenaga

medis lain yang masih dalam lingkup rumah sakit, seperti seperti

laboratorium, dan gizi.


2. Karakteristik Partisipan (Identitas Pasien)

Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 19 November 2019

di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Moewardi Surakarta

jam 14.30 WIB dengan subjek penelitian adalah Ny.S, berusia 51 tahun

dengan Nomor Register 0148xxxx, sudah menikah, beragama Islam, dan

pendidikan terakhir adalah SD. Pekerjaan Ny. S adalah sebagai ibu rumah

tangga. Diagnosa medis Ny. S adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK), sedangkan alamat Ny. S yaitu Colomadu, Karanganyar, Jawa

Tengah. Selama di rawat di RS Ny. S didampingi oleh saudaranya (adik)

yaitu Ny. T yang berusia 49 tahun. Ny. T juga sebagai penanggung jawab

segala seusatu selama adiknya di rawat di RS.

3. Data Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Keluhan utama

Pasien mengatakan sesak napas, batuk berdahak, dan sesak

semakin bertambah saat beraktivitas.

2) Riwayat Penyakit Pasien

Pasien dan keluarga pasien mengatakan sebelum di bawa ke

RS kondisi pasien lemah, pasien mengalami sesak napas dan batuk

berdahak. Lalu keluarga membawa pasien ke RSUD dr. Moewardi

Surakarta tanggal19 November 2019 pukul 14.30 WIB. Pasien dan

keluarga pasien mengatakan pasien mengalami sesak napas sejak 2

tahun yang lalu. Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di


rawat di Rumah Sakit Panti Waluyo dengan keluhan yang sama

yaitu sesak napas dan batur berdahak. Pasien mengatakan di dalam

anggota keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit

yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain seperti asma.

3) Pengkajian primer

Pengkajian primer Ny. S yaitu :

a) Airway :

Terdapat sekret pada jalan napas dan suara pernapasan ronkhi

b) Breathing :

Frekuensi nafas 28x/menit, dan saturasi oksigen 95%

c) Circulation:

Tekanan darah 136/87 mmHg, nadi 113x/menit, turgor kulit

kering, mukosa bibir kering, dan tidak ada perdarahan

d) Disability :

GCS E4 V5 M6, pupil isokor (+/+), reaksi terhadap rangsang

cahaya (+/+)

e) Exposure :

Suhu 36,4oC, tidak ada oedem, tidak ada luka dan tidak ada

jejas.
4) Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder Ny. S yaitu :

a) Full Set of Vital Sign (F)

Frekuensi nafas 28x/menit, tekanan darah 136/87 mmHg, nadi

113x/menit, suhu 36,4oC, saturasi oksigen 95%

b) Give Comfort Measure (G)

Pasien mengatakan tidak merasakan nyeri.

c) History and Head to Toe (H)

(1) Subjektif

pasien mengatakan sesak napas disertai batuk berdahak,

sesak semakin bertambah jika beraktivitas

(2) Alergi

pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi pengobatan

maupun makanan tertentu

(3) Medikasi

pasien mengatakan mengkonsumsi obat hanya saat sakit

dan yang di resepkan oleh dokter, pasien mengatakan

tidak mengomsumsi obat-obatan

(4) Penyakit Sebelumnya

pasien mengatakan kurang lebih 5 hari yang lalu pernah di

rawat di rumah sakit Panti Waluyo dengan keluhan sesak

napas disertai batuk berdahak


(5) Last Meal

pasien mengatakan makan 3 kali sehari sebanyak 3-4

sendok setiap kali makan, jika makan terlalu banyak

pasien merasakan mual-mual, keluarga pasien mengatakan

pasien sebelumnya makan bubur kurang lebih 3 sendok,

serta pasien hanya minum air putih sekitar setengah gelas

(6) Event Leading

Pasien mengatakan kurang lebih 1 bulan yang lalu

mengalami sesak napas serta batuk ada dahak.

5) Head To Toe

Pada saat pemeriksaan didapatkan keadaan umum lemah

dan lemas, BB 48 kg dan TB 155 cm, kesadaran compos mentis

dengan GCS E4 V5 M6. Kepalamesochepal, kulitkepalabersih,

tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, rambutsedikit kusam,

bergelombang, warna hitam keputihan, sedikit rontok.Mukaoval,

tidak ada jejas, tidak terdapat oedem.Matasimestris, pupil isokor,

konjungtiva an anemis, sklera an ikterik, dan tidak memakai alat

bantu melihat. Hidungsimeteris, tidak ada pembesaran polip dan

bersih.Mulutmukosa bibir kerirng, tidak tampak ada

stomatitis.Gigitidak ada caries gigi dan tidak ada gigi

palsu.Telingasimetris, tidak teraba benjolan pada daun telinga dan

bersih.Lehertidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun vena

jugularis.
Hasil pemeriksaan dada didapatkan dadasimetris dan tidak

ada luka maupun memar. Hasil pemeriksaan paru pengembangan

dada kanan dan kiri simetris, tidak terdapat luka, tidak terdapat

jejas, RR : 28x/menit, terdapat vocal fremitus kanan sama dengan

vocal fremitus kiri, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat

benjolan, perkusi paru-paru sonor dan suara napas ronchi. Untuk

pemeriksaan Jantung, tidak tampak ictus cordis, ictus cordis teraba

pada ICS V mid sternum sinistra, perkusi tidak ada pelebaran batas

jantung, dan terdengar bunyi jantung S1, S2, suara lub dub.

Dinding perut sejajar dinding dada, tidak ada lesi, tidak ada

benjolan, bising usus 12x/menit, tidak ada nyeri tekan, dan perkusi

thympani. Genetalia tidak terpasang alat bantu perkemihan, anus

tidak terdapat hemoroid.

Ekstremitas atas kiri terpasang infus RL Macro 20 tpm,

ekstremitas bawah tidak terdapat oedem, tidak terdapat varises,

tidak terdapat luka. Gerak atas (+/+), gerak bawah (+/+), kekuatan

otot atas (5/5), dan kekuatan otos bawah (5/5). Hasil pemeriksaan

tanda-tanda vital pasien didapatkan tekanan darah 136/87 mmHg,

nadi 113x/menit, suhu 36,4oC, pernapasan 28x/menit, saturaso

oksigen 95%.
6) Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan penunjang dan terapi yang didapatkan dari

pasien, meliputi:

1) Laboratorium 19/11/2019

Tabel 4.1 Hasil Laboratorium Ny. S

Tgl/ja Nilai Keterangan


JenisPemeriksaan Hasil Satuan
m Normal Hasil
19-11- HEMATOLOGI
2019 Rutin
Hemoglobin 11.2 g/dl 11.7-16.2
Hematokrit 13 % 33-45
Leukosit 21.9 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 224 ribu/ul 150-450
Eritrosit 1.48 juta/ul 4.10-5.10
INDEX ERITROSIT
MCV 88.1 /um 80.0-96.0
MCH 25.3 Pg 28.0-33.0
MCHC 28.7 g/dl 33.0-36.0
RDW 24.1 % 11.6-14.6
MPV 9.0 Fl 7.2-11.1
PDW 17 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.00 % 0.00-4.00
Basofil 0.00 % 0.00-2.00
Netrofil 68.00 % 55.00-
80.00
Limfosit 25.00 % 22.00-
44.00
Monosit 7.00 % 0.00-7.00

KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 195 mg/dl 60-140
Sewaktu
SGOT 18 u/l <31
SGPT 4 u/l <34

2) Terapi
Tabel 4.2 Terapi Ny. S

Cara
JenisTerapi Dosis Indikasi
Pemberian
Infus RL 20 tpm IV Menjaga keseimbangan cairan
O2 5 LPM Canul
Injeksi Antrain 1 amp IV Obat untuk meringankan rasa nyeri
Injeksi Methyl 62,5 mg IV Obat untuk mengatasi peradangan
Prednisolone
Injeksi Omeprazole 1 gr IV Antibiotik untuk mengatasi gangguan lambung
Nebu
Ventolin:Pulmicot 1:1 Inhalasi Untuk membantu mengeluarkan secret
b. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.3 Analisa data keperawatan Ny. S

Pola Wawancara Observasi Dokumentasi Kesimpulan Diagnosa


fungsional (pemeriksaan Keperawatan
penunjang)
Oksigenasi

Hasil Pasien - Terdapat Ketidakefekti Ketidakefekti


mengatakan sekret pada fan bersihan fan bersihan
sesak napas, jalan napas jalan nafas jalan nafas
batuk dan suara
berhubungan
berdahak, pernapas
dan sesak ronchi dengan sekret
semakin - TTV : yang tertahan
bertambah TD :136/87
saat mmHg
beraktivitas. N : 113
x/menit
RR : 28
x/menit
S : 36,4 oC
SPO2 : 95%

Normal Tidak - Tidak ada


merasakan sekret pada
sesak napas jalan napas,
dan batuk suara napas
berdahak normal
(vesikuler)
- TTV :
TD :
120/140-
60/80 mmHg
N: 90-
120x/menit
RR: 16-
24x/menit
S: 36.5-
o
37.5 C
SPO2: 90-
100%
Pada tabel 4.3 dapat dilihat diagnosis keperawatan prioritas yang

muncul pada Ny. S adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan sekret yang tertahan.

c. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan untuk diagnosis keperawatan pada Ny. S

dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Perencanaan keperawatan Ny. S

Perencanaan
NOC NIC
Status pernapasan : kepatenan jalan Terapi oksigen
napas a) Monitor aliran oksigen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan b) Siapkan peralatan oksigen dan
keperawatan selama 1x8 jam masalah berikan melalui humidifier
ketidakefektifan bersihan jalan napas c) Monitor posisi perangkat (alat)
dapat teratasi dengan, Kriteria Hasil : pemberian oksigen
a) Frekuensi napas normal (16-24 d) Monitor efektifitas terapi oksigen,
x/menit) misalnya tekanan oksimetri dengan
b) Batuk berkurang tepat.
c) Kemampuan untuk mengeluarkan e) Monitor peralatan oksigen untuk
sekret memastikan bahwa alat tersebut
tidak mengganggu upaya psien
untuk bernafas.

d. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Ny. S dilakukan

sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Implementasi

dilakukan pada tanggal 19 November 2019 pukul 14.30 WIB tindakan

yang dilakukan yaitu melakukan pengkajian kepada pasien, pukul

14.35 WIB mengobservasi tanda-tanda vital, memonitor saturasi


oksigen, pukul 14.45 WIB memberikan oksigen sesuai kebutuhan,

pukul 14.50 WIB melakukan pemeriksaan EKG, pukul 15.00 WIB

melakukan pemasangan infus, pukul 15.15 WIB memonitor aliran

oksigen dan tetesan infus, pukul 15.20 WIB memberikan injeksi

antrain 1 amp (IV), methyl prednisolone 62,5 mg (IV), omeprazole 1

gr (IV).

Tabel 4.5 Implementasi Keperawatan

Pre Intervensi

Hari, Tanggal
Implementasi Respon Klien
Jam
19/11/2019 Melakukan pengkajian kepada S : pasien mengatakan sesak
14.30 WIB pasien dan cuci tangan napas
sebelum tindakan O:
- Kondisi pasien tampak
lemah dan lemas
14.35 WIB Mengobservasi tanda-tanda S:-
vital, dan saturasi oksigen O:
- TTV
- TD : 136/87mmHg
- N : 113x/menit
- RR : 28x/menit
- S : 36,4oC
- Saturasi oksigen 95%
14.35 WIB Memberikan posisi semi S:
fowler O : Pasien tampak sedikit rileks
Intervensi

Hari, tanggal Implementasi Respon pasien


jam
19/11/2019 Memberikan terapi DS : Pasien mengatakan lebih nyaman
14.50 WIB oksigen 5 LPM dengan DO :
nasal canul - Terpasang oksigen 5 liter
permenit
- Pasien tampak rileks

Post Intervensi

Hari, tanggal Implementasi Respon pasien


jam
15.10 WIB Memonitor aliran oksigen, DS : -
mengobservasi Respiratory Rate DO :
(RR), dan saturasi oksigen - Terpasang oksigen 5
liter permenit
- Saturasi oksigen 95%
- RR : 26x/menit
16.50 WIB Memonitor aliran oksigen, DS : pasien mengatakan
mengobservasi Respiratory Rate sesak sedikit berkurang
(RR), dan saturasi oksigen, serta DO :
mencuci tangan setelah melakukan - Terpasang oksigen 5
tindakan liter permenit
- Saturasi oksigen 98%
- RR : 24x/menit
Tabel 4.6 Standar Operasional Prosedur Pemberian Oksigen Menggunakan
Nasal Kanul
DILAKUKAN Ket
ASPEK YANG DINILAI TGL
19/11/2019
Ya Tidak
1. Persiapan Alat
a. Tabung oksigen dengan manometer, flow meter (pengukuran 
aliran), humidifier (botol botol) yang diisi air aquadest.
b. Selang oksigen (nasal kanul) 
c. Sarung tangan bersih. 
2. Persiapan pasien dan lingkungan
a. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan 
b. Jaga privasi klien 
c. Beri klien posisi fowler di tempat tidur atau posisi duduk di kursi, 
sampai klien merasa nyaman
3. Pelaksanaan
a. Mencuci tangan 
b. Pakai sarung tangan 
c. Sambung kanul ke selang oksigen dari humidifier 
d. Putar tombol flowmeter sampai kecepatan yang diprogramkan dan 
mencoba aliran pada kulit mukaa melalui ujung selang
e. Masukkan cabang kanul kedalam lubang hidung klien kurang
lebih 1-2 cm dan kaitkan tali di belakang telinga klien, lalu
rapatkan pengatur selang oksigen dibawah dagu klien
f. Minta klien untuk menarik nafas melalui hidung 
g. Menanyakan kepada klien apakah sesaknya berkurang 
h. Mengobservasi status pernafasan klien 
i. Memberitahukan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai 
j. Rapikan alat dan pasien 
k. lepaskan sarung tangan 
l. menjelaskan kepada klien dan keluarga :
1) Tidak boleh merokok di lingkungan klien Tidak

2) Tidak boleh mengubah flowmeter dilakukan
 karena penulis
3) Segera laporkan jika ada reaksi sesak bertambah / klien  lupa
gelisah
a. Mencuci tangan 
b. Mendokumentasi prosedur (catat jam, tanggal, nama perawat, cara

pemberian dan jumlah oksigen yang diberikan)
4. Sikap
c. Melakukan tindakan dengan sistematis
d. Komunikatif dengan klien
e. Percaya diri
e. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi penulis melakukan evaluasi hasil

dari diagnosa prioritas terkait ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan sekret yang tertahan dilakukan pada tanggal 19

November 2019 pukul 14.30 WIB, secara subjektif pasien tampak

lebih rileks, tekanan darah 127/95 mmHg, nadi 99x/menit, respiratory

rate 24x/menit,sesak napas berkurang, suhu 36,4 oC, saturasi oksigen

98%. Berdasarkan data yang didapat maka bisa dianalisis sesuai

kriteria hasil yaitu frekuensi napas normal (16-24x/menit, batuk

berkurang, kemampuan untuk mnegeluarkan sekret, sehinggadapat

disimpulkan tujuan tercapai sebagian dan masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas teratasi sebagian. Hasil tersebut juga menunjukkan

bahwa terapi oksigen dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

B. Pembahasan

1. Pengkajian

Pada hasil pengkajianNy. S dibawa ke RS pada tanggal 19

November 2019 dikarenakan pasien mengeluh sesak nafas disertai batuk

berdahak. Ditemukan data kondisi pasien lemah, lemas, tampak pucat, dan

sesak nafas. Hasil laboratorium hemoglobin 11.2 g/dL, hematokrit 13%,

leukosit 21.9 ribu/ul, trombosit 224 ribu/ul, eritrosit1,48 juta/ul, TD

127/95 mmHg, nadi 98x/menit, RR 24x/menit, S 36,4 oC, saturasi oksigen

99%. Hasil dari data pengkajian Ny. S ditemukan adanya tanda-tanda


kemungkinan ketidakefekfifan bersihan jalan napas kerana berkurangnya

suplai oksigen ke paru-paru yang di tandai dengan sesak napas, sesak

semakin bertambah ketika beraktivitas, batuk berdahak, dan RR

mengalami peningkatan.

Sesak napas yang dapat timbul pada pasien PPOK diakibatkan

karena kerusakan pada dinding bronkus yang menyebabkan terjadinya

obstruksi jalan napas ekspirasi baik karena kehilangan elastisitas jalan

napan maupun peningkatan produksi mucus atau sekret, obstruksi jalan

napas meningkatkan beban kerja pernapasan dan ventilasi tidak merata,

sehingga terperangkapnya udara yang mengakibatkan keluhan sesak napas

atau dispneu (Febraska dalam Putri, 2017). Batuk diakibatkan oleh iritasi

membrane mukosa dimana saja dalam saluran pernapasan. Pembentukan

sputum atau sekret adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang

kambuh secara konstan, sputum yang dihasilkan seperti sputum berlendir

menandakan adanya bronchitis kronik (Kusyati dalam Putri, 2017). Tanda

dan gejala pada pasien sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa

pengkajian riwayat kesehatan pasien dengan PPOK yaitu ditemukannya

pasien mengalami sesak napas, sesak napas meningkat saat beraktivitas,

batuk serta peningkatan produksi sputum. Keluhan yang dirasakan oleh

pasien sesuai teori, dimana tanda dan gejala yang ditunjukkan pasien

adalah sesak napas yang diakibatkan oleh obstruksi jalan napas karena

peningkatan produksi sekret, batuk dangan dahak yang menandakan

adanya bronchitis kronis.


Menurut Agus et al (2018), terapi oksigen masih efektif terhadap

perubahan suara napas dari tachypneu menjadi eupnea, dapat

meningkatkan SpO2 dalam darah dan penurunan (Respiratory Rate), dan

perubahan pola napas dari ronchi menjadi vesikuler, namun perlu ditinjau

ulang dalam penggunaannya, mengingat akan adanya resiko komplikasi

yang disebabkan penggunaan yang tidak tepat.

Menurut Kusyanti (2019), kadar oksigen inspirasi yang tinggi

dapat maningkatkan net shunt(oksigenasi) dengan berbagai mekanisme,

pengaruh ini meningkatkan PO2 arteri, karenanya pada hipoksemia akut

yang berat (saturasi oksigen arteri 85%) pasien PPOK akan mengalami

batuk-batuk, sesak napas secara kronis dan menahun diakibatkan oleh

tumpukan mukus yang kental dan mengendap menyebabkan obstruksi

jalan napas, sehingga asupan oksigen tidak adekuat.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Hermand dan Kamitsuru (2018) diagnosa keperawatan

adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap gangguan

kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respons tersebut

dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Menurut

Hermand dan Kamitsuru (2018), definisi ketidakefektifan bersihan jalan

nafas adalah ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari

saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.

Menurut Hermand dan Kamitsuru (2018), definisi ketidakefektifan

bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan membersihkan sekresi atau


obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.

Disamping itu, keluhan ini sesuai dengan salah satu tanda dan gejala

PPOK yaitu sesak napas, batuk dan adanya lendir. Pada pasien PPOK

sering timbul sesak napas waktu bekerja dan bertambah parah secara

perlahan. Akhirnya sesak napas akan dirasakan pada saat melakukan

aktivitas maupun kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi,

mencuci baju, berpakaian dan menyiapkan makanan (Irianto, 2014).

Pada studi kasus ini penulis mengangkat diagnosa keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret yang

tertahan. Pada Ny. S penulis menemukan pasien mengalami sesak napas

dan batuk berdahak. Menurut Wilkinson dalam Hasanuddin (2018) hal ini

biasanya terjadi pada pasien PPOK karena adanya peningkatan produksi

sputum, batuk dan sesak napas.

Batasan karakteristik yang tersedia Batasan karakteristik yang ada pada


pasien
1. Tidak ada batuk 1. Dispnea
2. Suara napas tambahan 2. Perubahan frekuensi napas
3. Perubahan pola napas 3. Suara napas tambahan
4. Perubahan frekuansi napas 4. Sputum dalam jumlah yang
5. Sianosis berlebihan
6. Kesulitan verbalisasi 5. Batukyang tidak efektif
7. Penururnan bunyi napas
8. Dispnea
9. Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
10. Batuk yang tidak efektif
11. Ortopnea
12. Gelisah
13. Mata terbuka lebar
3. Intervensi
Perencanaan berisikan tujuan dan intervensi keperawatan. Tujuan

keperawatan yang ditetapkan mengacu pada Nursing Outcomes

Classification (NOC). Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan

napas, salah satu yang disarankan yaitu status pernafasan : kepatenan jalan

nafas

Definisi status pernafasan : kepatenan jalan nafas menurut

Moorhead, et al(20130 adalah saluran trakeobronkial yang terbuka dan

lancar untuk pertukaran udara. Hal ini sesuai sesuai tujuan yang ingin

dicapai pada pasien. Pemilihan kriteria hasil didasarkan pada tujuan akhir

yang ingin dicapai sekaligus dapat diukur pada pasien. Kriteria hasil yang

ditetapkan meliputi frekuensi pernapasan dapat dipertahankan dalam

rentang normal (16-24x/menit), irama pernapasan dapat dipertahankan

dalam rentang normal (reguler), tidak ada batuk, dan kemampuan untuk

mengeluarkan sekret. Kriteria hasil ini dapat diukur dan dievaluasi untuk

mengetahui pencapaian pemberian asuhan keperawatan.

Tabel 4.7 Tabel Kriteria Hasil NOC


Satatus pernapasan: kepatenan jalan napas

Kriteria hasil NOC Kriteria yang dipilih


1. Frekuensi pernapasan 1. Frekuensi napas normal (16-
2. Irama pernafasan 34x/menit)
3. Kedalam inspirasi 2. Batuk berkurang
4. Kemampuan untuk mengeluarkan 3. Kemampuan mengeluarkan
sekret sekret
5. Ansietas
6. Ketakutan
7. Tersedak
8. Suara napas tambahan
9. Pernapasan cuping hidung
10. Mendesah
11. Dispneu saat istirahat
12. Dispneu dengan aktivitas ringan
13. Penggunaan otot bantu pernapasan
14. Batuk
15. Akumulasi sputum
16. Respirasi agonal

Intervensi pada Ny. S mengacu pada Nursing Intervention

Classification (NIC). Pada NIC, intervensi keperawatan yang disarankan

untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah terapi

oksigen. Intervensi ini dipilih untuk dilakukan karena sesuai dengan pasien

yang mengalami gangguan pernapasan akibat penyakit PPOK.

Menurut Bulechek, et al (2013) definisi terapi oksigen adalah

pemberian oksigen dan pemantauan mengenai efektivitasnya. Tujuan dari

pemberian oksigen menurut Setyohadi, et al ( 2012) tujuan dari pemberian

terapi oksigen adalah memberian oksigen dan memantau efektivitasnya

untuk mempertahankan oksigen tetap adekuat. Manfaat lain terapi oksigen

menurut Rosdahl dan Kowalski (2012) adalah membalikkan keadaan

hipoksemia (konsentrasi oksigen rendah dalam darah), menurunkan kerja

sistem pernapasan (jika pasien menerima tambahan oksigen, otot

pernapasan tidak perlu bekerja keras untuk memompa udara ke dalam dan

ke luar paru dan untuk mempertahankan suplai oksigen darah yang

mencukupi.
Tabel 4.8 Tabel Daftar NIC Terapi Oksigen

Intervensi yang disarankan Intervensi yang dipilih


1. Bersihkan mulut, hidung, dan 1. Monitor pernapasan, dan aliran
sekresi trakea dengan tepat. oksigen.
2. Pertahankan kepatenan jalan napas. 2. Monitor posisi perangkat (alat)
3. Monitor aliran oksigen.
pemberian oksigen
4. Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui sistem humidifier. 3. Monitor efektifitas terapi oksigen,
5. Monitor posisi perangkat (alat) misalnya tekanan oksimetri dengan
pemberian oksigen. tepat.
6. Pastikan penggantian masker 4. Monitor peralatan oksigen untuk
oksigen/kanul nasal setiap kali memastikan bahwa alat tersebut
perangkta diganti. tidak mengganggu upaya psien
7. Monitor efektifitas terapi oksigen
untuk bernafas.
(misalnya:tekanan oksimetri,
ABGs)dengan tepat. 5. Berikan posisi semi fowler.
8. Amati tanda-tanda hipoventilasi 6. Kolaborasi pemberian oksigen.
induksi oksigen. 7. Kelola pemberian nebulizer
9. Batasi (aktivitas) merokok.
10. Anjurkan pasien mengenai
pentingnya meninggalkan
perangkat (alat) pengiriman
oksigen dalam keadaan siap pakai
11. Periksa perangkat (alat) pemberian
oksigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi
(yang telah) ditentukan sedang
diberikan
12. Pastikan penggantian masker
oksigen/kanul nasal setiap kali
perangkat diganti
13. Monitor kemampuan pasien untuk
mentolelir pengangkatan oksigen
ketika makan
14. Rubah perangkat pemberian
oksigen dari masker kekanul nasal
saat makan
15. Monitor peralatan oksigen untuk
memastikan bahwa alat tersebut
tidak mengganggu upaya pasien
untuk bernapas
4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan adalah terapi oksigen dengan cara

memberikan oksigen sesuai kebutuhan. Hasil yang didapatkan penulis

sebelum dilakukan pemberian terapi oksigen yaitu, saturasi oksigen 95%,

Respiratory Rate (RR) 28x/menit. Setelah dilakukan pemberian terapi

oksigen, pasien tidak langsung di observasi karena panulis harus

melakukan kegiatan yang lainnya.

Setelah 1 jam pemberian terapi oksigen, penulis melakukan

observasi dan hasil yang di dapatkan masih sam dengan hasil saat

pengkajian sebelum diberikan terapi oksigen. kemudian penulis

melakukan observasi kembali setalah 3 jam post pemberian terapi oksigen.

Hasil yang di dapatkan yaitu respiratory Rate (RR) mengalami penurunan

yaitu menjadi 24x/menit, saturasi oksigen dapat dipertahankan dalam batas

normal 98%. Hasil ini menunjukkan ada perubahan oksigenasi sebelum

dan sesudah diberikan terapi oksigen.

Menurut Mubarak dan Chayatin (2014) tujuan dari pemberian

oksigen adalah memberikan terapi oksigen dengan memantau

efektivitasnya untuk mempertahankan oksigen tetap adekuat,

mempertahankan kepatenan jalan napas, meningkatkan kenyamanan dan

kemudahan saat bernapas, mempertahankan dan meningkatkan ventilasi

dan oksigen paru. Manfaat lain terapi oksigen adalah untuk memperbaiki

hemodinamik paru, tanda hemodinamik paru salah satunya Respiratory

Rate (RR). Pemberian terapi oksigen dengan nasal kanul dapat mengurangi
laju pernapasan (respiratory rate), mengembalikkan saturasi oksigen dari

kondisi hipoksia sedang-berat ke hipoksia ringan-sedang ke kondisi

normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan

Widiyanto dan Yamin (2014) disebutkan bahwa meningkatkan presentase

oksigen yang diberikan maka juga akan meningkatkan tekanan parsial

oksigen yang merupakan faktor yang sangat menentukan untuk dapat

mngembalikkan saturasi oksigen dan Respiratory Rate (RR).

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan mengacu pada tujuan yang telah

ditetapkan. Tujuan keperawatan Ny. S adalah status pernapasan meningkat

dan kepatenan jalan napas dapat dipertahankan. Dari hasil evaluasi yang

sudah dilakukan, didapatkan data bahwa Ny. S mengalami perubahan dari

pre intervensi, intervensi, dan post intervensi. Perubahan ini menunjukkan

TTV yang meliputi tekanan darah 127/99 mmHg, nadi 99x/menit,

Respiratory rate (RR) berkurang menjadi 24x/menit, suhu 36,4oC, saturasi

oksigen 98%. Sehingga dapat dikatakan bahwa terapi oksigen dapat

meningkatkan oksigenasi pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK).
C. Keterbatasan Penelitian

1. Observasi seharusnya dilakukan 20-30 menit setelah intervensi dilakukan.

Karena pemulis harus melakukan kegiatan lainnya, maka penulis

melakukan observasi 1 jam setelah intervensi dilakukan dan melakuan

observasi kembali setelah 3 jam intervensi dlakukan.

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) ada yang tidak dilakukan karena

penulis lupa.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria et al (2013). Nursing Classification. Edisi 6.

Singapore: Elsevier

Hermand, T. Heather dan Kamitsuru, Sigemi (2018). NANDA-I

diagnosis keperawatan : definis dan klasifikasi. Edisi 11. Jakarta:

ECG

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, S. Marion J. Meridean L. Maas dan Elizabeth Swanson.

(2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Kelima.

Elsevier Inc. Singapore: Elsevier

Nurmayanti, N., Waluyo, A., Jumaiyah, W., & Azzam, R. (2019).

Pengaruh Fisioterapi Dada, Batuk Efektif dan Nebulizer terhadap

Peningkatan Saturasi Oksigen dalam Darah pada Pasien PPOK.

Jurnal Keperawatan Silampari, 3(1), 362-371.

https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/download/836/

525

Putri, N. A. (2017). Asuham Keperawatan Gangguan Oksigenasi Pada

Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Di Ruang VI

Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang. Poltekes Kemenkes

Padang
Http://pustaka.poltekkes-

pdg.ac.id/repository/Nia_Angraini_Putri_143110258_.pdf

Rodahl, CB dan Kowalski, Mary T. (2012). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah. Edisi 5. Jakarta: ECG

Setyohadi, Bambang., Arsana, P. Moda., Agus, S., Y.S., dan Murdhani

Abdulah. 2012. EIMED PAPDI: Kegawatdaruratan Penyakit

Dalam (Emergency In Interna Medicine). Interna. Jakarta.

Widiyanto dan Yamin. (2014). Terapi Oksigen Terhadap Perubahan

Saturasi Oksigen Melalui Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien

Infark Miokard Akut (IMA). Prosiding Konferensi Nasional II PPNI

Jawa Tengah.

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/

1135/1189 (Diakses 01 Maret 2020).

Anda mungkin juga menyukai