Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Benign Prostate Hiperplasia (BPH)”

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Khairunnisa hazira 1911313001
2. Gina Fayzah Zein 1911311005
3. Nur Afni Eka Fitri 1911312059

Dosen Pengampu : Ns.DeviaP.Lenggogeni,M.Kep,Sp.Kep.MB

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Yang mana telah melancarkan
kami dalam proses pembuatan tugas Keperawatan Medikal Bedah II tentang “Benign Prostate
Hiperplasia (BPH)”. Sholawat beiring salam tak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Yang mana telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang seperti sekarang ini.

Pada makalah yang kami susun ini, kami menjelaskan tentang Benign Prostate
Hiperplasia (BPH) . Tidak lupa kami berterima kasih kepada dosen yang membimbing dalam
penyusunan makalah ini. Dengan tersusunnya makalah ini, kami berharap pembaca dapat
mendapatkan manfaat dari makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini kami mohon maaf bila
ada kesalahan. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.

Padang, 27 Januari 2021

Penulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1. Latar Belakang................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................................3

2.1. Konsep BPH....................................................................................................................3

2.2. patogenesis/etiologi ........................................................................................................4

2.3. Manifestasi Klinis...........................................................................................................6

2.4. Patofisiologi....................................................................................................................7

2.5. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................11

2.6. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................................12

2.7. Penatalaksaan..................................................................................................................14

2.8. Asuhan keperawatan.......................................................................................................17

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................26

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................26

3.2. Saran .............................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transurethral Resection of Prostate adalah prosedur pembedahan yang
digunakan untuk merawat gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang
sedang hingga parah, juga dikenal sebagai pembesaran prostat. Selama
Transurethral Resection of Prostate, dokter bedah memasukkan resectoscope
(alat visual dan bedah) ke dalam uretra untuk mengikis kelebihan jaringan
prostat, sedikit demi sedikit setiap kali. Pengangkatan jaringan prostatik yang
mengganggu dengan menggunakan Transurethral Resection of Prostate
memungkinkan aliran air kemih dari kantung kemih dipulihkan.Transurethral
Resection of Prostate biasanya dilakukan di bawah pembiusan umum atau
tulang belakang.Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP
mengalami sindrom TURP dari berbagai tingkat. Suatu penelitian yang
dilakukan difilipina menunjukkan angka kejadian sebesar 6% .penelitian yang
lain menunjukkan frekuensi sindrom TURP sampai 10% . karena itu TURP
hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat
diselesaikan tidak lebih dari 90 menit.
TURP adalah indikasi untuk mengatasi obstruksi yang terjadi, TURP dapat
dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu
secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
Di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, diderita usia 60 th (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis dalam 10 besar kasus selama 1
tahun terakhir, dari bulan Januari 2013 hingga bulan Maret 2014 di ruang Instalasi
Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi, kasus urologi menempati urutan nomer 4
dengan jumlah pasien 227.Salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai
pada pria diatas 60 tahun adalah Benigna Prostatic Hyperplasia atau BPH,
keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun, dan kurang lebih 80%
pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2009).

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari BPH?
b. Apa patogenesis/etiologi BPH?
c. Bagaimana manifestasi klinis BPH?
d. Bagaimana patofisiologi BPH?
e. Bagaimana pemeriksaan fisik BPH?
f. Bagaimana pemeriksaan diagnostik BPH?
g. Bagaimana penatalaksaan BPH?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa menyelesaikan tugas mata kulia Keperawatan Medikal
Bedah 2.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi BPH
2. Untuk mengetahui patogenesis/etiologi BPH
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis BPH
4. Untuk mengetahui patofisiologi BPH
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik BPH
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik BPH
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan BPH

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep BPH
2.1.1 Definisi
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH)menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia(BPH) merupakan perbesaran
kelenjarprostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya
terjadi dilatasiureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap(Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomato
sama jemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan
kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan
pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung
kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari
kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria
umur 50tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran
dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine
( Baradero, Dayrit, dkk, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi(BPH) merupakan
penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang
biasa dialami oleh pria berusia 50tahun keatas, yang mengakibatkan
obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan

3
2.2 Patogenesis/etiologi
Etiologi BPH hanya dimengerti sebagian.Walaupun pembesaran
prostat hampir pada umumnya dialami oleh laki-laki dengan testis yang
berfungsi, didapatkan bahwa hal ini terjadi setelah orkiektomi
bilateral.Walaupun androgen, dan terutama testosteron, bukan penyebab
langsung BPH, keberadaannya sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan prostat normal serta BPH.
Analisis prospektif terhadap 2115 laki-laki dari Olmstead Country,
Minnesota, menunjukkan bahwa walaupun laki-laki dengan diabetes
melitus cenderung mengalami LUTS yang mengganggu dibandingkan
laki-laki non-diabetes, mereka menunjukkan peningkatan ukuran prostat
yang diragukan. Aktivitas flsik telah diketahui memberikan efek protektif
terhadap pembesaran prostat, kemungkinan karena efek tidak langsung
terhadap obesitas. Penelitian yang dilakukan pada RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou didapatkan bahwa pasien BPH terbanyak pada tahun 2016 yaitu
15 pasien (38,46%), disusul tahun 2014 sebanyak 11 pasien (28,21%),
dan tahun 2017 sebanyak 10 pasien (25,64%), dan yang paling sedikit
tahun 2015 sebanyak 3 pasien (7,69%). Hasil ini menunjukkan bahwa
tahun 2016 dengan angka kejadian BPH tertinggi. Pasien BPH dengan
jumlah tertingg yaitui pada kelompok usia 61-70 tahun 18 pasien
(46,15%). Sekitar 5 juta laki-laki di Indonesia berusia 60 tahun menderita
gejala saluran kemih bagian bawah akibat BPH. Gejala awal BPH
meningkat 50% pada usia 60 tahun dan akan sangat tinggi 90% pada usia
>80 tahun.
Etiologi yang belum jelas maka terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya BPH meliputi, Teori Dehidrotestosteron
(DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem. (Purnomo, 2011).
a) Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron

4
(DHT) di bawah pengaruh enzim 5α -reduktase.DHT adalah bentuk
aktif testosteron yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan
prostat selama kehidupan, dan prostat tetap sensitif terhadap
produksi androgen selama kehidupan untuk mempertahankan ukuran
dan fungsi prostat.
Saat laki-laki menjadi tua dan pembesaran prostat terjadi, kadar
5α - reduktase dan DHT tetap serupa dengan yang tampak pada laki-
laki lebih muda, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa
keseimbangan antara kedua bentuk enzim dapat terganggu, yang
berkontribusi terhadap pembesaran prostat. (Brunner & Suddarth,
2002)
b) Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar
testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi
perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative
meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan
dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,
tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c) Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat

5
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi
atau infeksi.
d) Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang
selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada
jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat,
sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
e) Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel
baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel
stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat
ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormon androgen kadarnya
menurun, akan terjadi apoptosis.Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

2.3 Manifestasi Klinis


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda
dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala

6
pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),
pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi
prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi,
seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan
penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini
dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan
tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada
pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan
tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman
pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan
volume residual yang besar.

2.4 Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul

7
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi
alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk
2011). Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa
bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria
( Purnomo, 2011). Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter
dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi
penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya
batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat
dan De jong, 2010).

8
Gambar 2.1 Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron Oleh Enzim

DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim
5α-reductasedan metabolitnya, 5α-androstanediolmerupakan pemicu utama
terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi
DHT diperantai oleh enzim 5α-reductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe
pertama terdapat pada folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit.
Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-
jaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat
(Mc Vary et al, 2010).

9
a Prostat normal b Benign prostate hyperplasia
Gambar 2.4(Lee, 2008)

10
2.5 Pemeriksaan Fisik BPH
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Terkadang
pasien yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun, tetapi diantara pasien yang lain akhirnya ada
yang mebutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain
karena keluhannya makin parah (Purnomo, 2010). Pemeriksaan awal dapat
dilakukan dengan cara melakukan anamnesis yang cermat agar
mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang diderita. Perlu juga
dilakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran pengosongan kandung kemih
yang meliputi laju rata-rata aliran urin, laju puncak aliran urin, serta
volume urin residual setelah pengosongan. Pemeriksaan rektal dan
pengukuran kadar serum PSA (Prostate Spesifik Antigen) pemeriksaan
rektal untuk memperkirakan ukuran prostat. (Kapoor, 2012). Pemeriksaan
rektal dapat disebut juga sebagai pemeriksaaan fisik. Pemeriksaan fisik
berupa colok dubur dan pemeriksaan neurologis dilakukan pada semua
penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah ukuran dan konsistensi
prostat. Colok dubur pada pembesaran prostat jinak menunjukkan
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan
kiri simetris dan tidak didapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma
prostat, konsistensi prostat keras atau teraba nodul dan mungkin di antara
prostat tidak simetri (Purnomo, 2012). Apabila didapatkan indurasi pada
perabaan, waspada adanya proses keganasan, sehingga memerlukan
evaluasi yang lebih lanjut berupa pemeriksaan kadar Prostat Spesific
Antigen (PSA) dan transrectal ultrasound (TRUS) serta biopsi
(Cooperberg, 2013).
PSA adalah cara untuk membedakan BPH dengan kanker prostat
walaupun PSA sendiri bukanlah penanda spesifik untuk kanker prostat
(Kapoor, 2012). Serum PSA digunakan untuk mendeteksi berkembangnya
penyakit BPH, jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat
lebih cepat, laju urin lebih rendah, dan lebih mudah terjadi retensi urin
(Lepor, 2007).Kebanyakan pasien berobat karena gejala dari BPH sendiri

11
yang mempengaruhi quality of life, ScoreInternational Prostate Symptom
Score(IPSS) dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur
keparahan gejala pasien. Skor 0-7 menunjukkan gejala ringan; skor 8-19
menunjukan gejala sedang dan skor 20-35 menunjukkan gejala berat
(Tanguayet al, 2011).

2.6 pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra
pubik (buli-buli penuh / kosong ).
b. Palpasi  buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan
rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa
massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2. Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan
konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal),
adakah asimetris  adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba.
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
a. Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
b. Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
c. Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium
a. Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum  penderita.
b. Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya
penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
c. Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian

12
atas.
d. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri,
dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
e. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4. Flowmetri
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin
dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di
periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian:
Fmak <10ml/detik ------- obstruktif
Fmak 10-15ml/detik ------- borderline
Fmak >15ml/detik ------- nonobstruktif
5. Radiologi
a. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat
dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
b. Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter
berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel,
residu urine atau filling defect divesikula.
c. Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau
trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui
pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan
volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain
seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar
prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar
prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
d. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan

13
cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan
tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila
darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika.
Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat
penonjalan prostat kedalam uretra.
6. Kateterisasi
Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah
miksi sepontan dengan cara kateterisasi. Sisa urine lebih dari 100 cc
biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
hiper tropi prostat.

2.7 Penatalaksanaan
a. Menunggu dan memperhatikan (watchful waiting)
Banyak pasien dengan LUTS tidak mengeluhkan gejalanya, pasien ini
dapat diberikan penanganan non-medis dan non-bedah yaitu menunggu
dan memperhatikan. Penanganan yang termasuk di dalamnya antara lain
edukasi, penentraman, monitoring berkala dan anjuran gaya hidup. Pasien
yang melakukan hal ini apabila tetap tidak ditangani lebih lanjut dapat
menyebabkan retensi urin akut dan komplikasi lain seperti insufisiensi
ginjal. Sebagian pasien akan mengalami perbaikan gejala sementara yang
lain gejalanya akan tetap stabil selama bertahun-tahun.
b. Pengobatan farmakologi
1. 5α- reductase inhibitors (5- ARI)
5α-reductase adalah enzim yang mengkatalisis konversi testosteron
menjadi DHT. Inhibisi isoenzim 5αreductase tipe 1 dan tipe 2 sebagai
menyebabkan tingkat aktivitas metabolisme intraprostatik menurun
karena DHT diperlukan untuk pertumbuhan prostat. Penurunan ukuran
prostat dapat memperbaiki gejala obstruksi saluran kemih. Penelitian
menunjukkan 5- ARI efektif untuk gejala BPH dengan volume prostat
≥40 ml.

14
Sediaan 5-ARI antara lain Dutasteride dengan dosis 1 x 0.5 mg
perhari dan Finastride dengan dosis 1 x 5 mg perhari. Pemberian 5-
ARI ditolerasi cukup baik tetapi memiliki efek samping terhadap
suksualitas pria antara lain penurunan libido, disfungsi ereksi dan
ejakulasi. Efek samping ini biasanya menurun setelah satu tahun terapi
5-ARI.
2. α-blockers
Pemberian α-blockers pada pasien dengan obstruksi BPH
berdasarkan teori bahwa gejala obstruksi disebabkan oleh peningkatan
tekanan otot polos prostat oleh reseptor αadrenergik. α-blockers
mengurangi tekanan pada otot polos prostat sehingga diameter uretra
pars prostat meningkat dan menurunkan resistensi aliran urin.
Dalam tubuh manusia terdapat α reseptor tipe α1 dan α2 dimana α1
reseptor terdapat pada traktur urinarius dan sistem kardivaskular. Pada
sistem kardiovaskular α1- reseptor mengatur tekanan darah,
vasodilatasi dan kapasitasi vena. α-blockers uroselektif bekerja secara
spesifik pada traktus genitalia dan mengurangi frekuensi takikardia dan
aritmia jantung dibandingkan dengan αblockers nonselektif. Obat
αblockers yang sering digunakan untuk BPH simptomatik yaitu
Terazosin dengan dosis 1 x 5-10 mg perhari, Doxazosin dengan dosis 1
x 4-8 mg perhari dan alfuzosin dengan dosis 1 x 10 mg perhari.
3. Terapi kombinasi
Terapi kombinasi untuk BPH dipertimbangkan karena etiologi
multipel BPH. Kombinasi α-blocker dan 5- ARI diharapkan dapat
menambah efektifitas terapi pasien BPH. Suatu penelitian oleh The
Medical Therapy of Prostatic Symptoms Trial (MTOPS) mengevaluasi
terapi Finastride, Doxazosin dan kombinasinya. Hasilnya menunjukan
terapi kombinasi lebih baik dibandingkan dengan monoterapi dalam
mencegah progresi penyakit.
c. Pembedahan
Indikasi untuk pembedahan pada pasien BPH antara lain retensi

15
urin refrakter, retensi urin rekuren, hematuria refrakter rekuren yang
diterapi dengan 5-ARI, insufisiensi ginjal, batu kandung kemih, infeksi
saluran kemih dan peningkatan PVR urin. Pasien BPH memiliki
variabilitas individu yang besar dan batasan yang mendasari intervensi
pengobatan.
Transurethral resection of prostate (TURP) dan transurethral
incision of prostate (TUIP) dan prostatektektomi terbuka adalah pilihan
pembedahan konvensional. Teknik TURP kemudian dimodifikasi menjadi
transurethral caporation of prostate (TUVP). Dengan teknologi laser
kemudian mencul metode Holmium laser resection of the prostate
(HoLRP), Holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP), Holmium
laser ablastion of the prostate (HoLAP) dan Photoselective vaporization
(PVP).
Pembedahan dengan TURP merupakan metode pembedahan yang
sesuai dan efektif untuk pasien dengan LUTS yang sedang hingga berat
yang merasa terganggu dengan gejala tersebut. Prostatektomi terbuka
hanya dilakukan untuk pasien dengan prostat yang sangat membesar dan
pasien dengan divertikula dan batu kandung kemih. Metode ini dianggap
lebih efektif untuk pasien-pasien tersebut dibandingkan TURP. Metode
pembedahan dengan laser merupakan pilihan untuk pasien dengan prostat
yang juga sangat membesar (>100 g) dengan kelebihan waktu keteterisasi
dan lama perawatan lebih singkat.

16
2.8 Asuhan Keperawatan

KASUS BENIGNA HIPERPLASIA PROSTAT Seorang laki-laki Tn. E berusia


61 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan tidak bisa buang air kecil. Dari
hasil pengkajian pasien mengeluh sulit buang air kecil (BAK). Pasien mengaku
sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk
BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti kemudian lancar kembali. Pasien
juga mengeluh sering berkalikali ke kamar mandi pada malam hari saat tidur
malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan merasa kurang
puas. BAK tidak keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang
tidak ada, buang air besar biasa. Pasien juga mengatakan nyeri saat BAK, nyeri
dirasakan disekitar penis, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Pasien
mengatakan sejak 1 minggu yang lalu BAK tidak bisa keluar. Diketahui Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan kontrol teratur sejak 10 tahun lalu, pasien juga
seorang perokok dan telah berhenti sejak 5 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan kesadaran komposmentis, nadi 99x/menit regular, laju
pernapasan 20x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, dan suhu 36,7oC. Pada
status generalis dalam batas normal. Dari rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani kuat, mukosa rektum licin, tidak ada massa, ampulla recti intak, serta
prostat teraba membesar, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin,
nodul tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada, tidak ada darah dan feses pada
handscoen. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL.
Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya symple cyst ren dextra,
vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan
protusi ke VU. Pasien didiagnosa dengan Benign Prostatic Hyperplasia dengan
retensio urine dan vesicolithiasis. Saat ini pasien direncanakan untuk dilakukan
tindakan TURP. Saat ini pasien dipersiapkan untuk tindakan TURP, pasien
mengatakan takut dan cemas terhadap tindakan yang akan dilakukan. Ini

17
merupakan tindakan operasi pertama yang dilakukan pasien. Pasien mengatakan
sangat khawatir terhadap tindakan tersebut.

A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Tempat/Tanggal lahir :
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan :
No. RM :
Alamat :
Tanggal Masuk :
Diagnose Pasien :
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Hubungan dengan pasien :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :

III. Keluhan Utama


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan tidak bisa buang air kecil.
Dari hasil pengkajian pasien mengeluh sulit buang air kecil (BAK). Pasien
mengaku sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti kemudian
lancar kembali.

IV. Riwayat Kesehatan


1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Diketahui Pasien memiliki riwayat hipertensi dan kontrol teratur sejak 10
tahun lalu, pasien juga seorang perokok dan telah berhenti sejak 5 tahun yang

18
lalu.
2. Riwayat kesehatan saat ini
. Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus
disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang
terhenti kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering
berkalikali ke kamar mandi pada malam hari saat tidur malam karena
ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan merasa kurang puas.
BAK tidak keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang
tidak ada, buang air besar biasa. Pasien juga mengatakan nyeri saat BAK,
nyeri dirasakan disekitar penis, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk.
Pasien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu BAK tidak bisa kelua
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada

V. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : kesadaran composmentis
a. Nadi : 99x/menit regular
b. Laju pernapasan : 20x/menit
c. Tekanan darah : 140/90 mmHg
d. Suhhu : 36,7 c
2. Kepala
a. Rambut : rambut bersih, hitam, kasar, distribusi merata
dan kuat
3. Mata
a. Sklera : non ikterik
b. Konjungtiva :anemis
c. Pupil : normal
4. Telinga : telinga simetris, ada serumen, pendengaran
baik
5. Hidung : simetris, tidak ada polip, tidak ada secret
6. Mulut

19
a. Lidah : mulut normal tidak ada sariawan
b. Gigi : noraml tidak ada gigi berlobang atau keropos
7. Dada : normal
8. Jantung
a. Inpeksi :-
b. Auskultasi :-
c. Palpasi :-
d. Perkusi :-
9. Paru-paru
a. Inspeksi : simetris
b. Palpasi : fremitus kiri-kanan
c. Perkusi :-
d. Auskultasi : veskuler
10. Perut
a. Inpeksi :-
b. Palpasi : hepar kenyal,
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus normal
11. Ekstremitas : kekuatan dan tonus otot baik
12. Kulit
a. Warna : sawo matang
b. Turgor : kembali dalam waktu 2 detik
c. Integritas : baik
d. Elastisitas : elastis

VI. Pemeriksaan penunjang


1. Rectal toucher
Dari rectal toucher didapatkan tonus sphincter ani kuat, mukosa
rektum licin, tidak ada massa, ampulla recti intak, serta prostat teraba
membesar, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul
tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada, tidak ada darah dan feses pada

20
handscoen
2. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL.

3. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya symple cyst ren
dextra, vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan
kalsifikasi dan protusi ke VU.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat,ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih, efek mengejan
saat miksi sekunder dari pembesaran prostat.
c. Ansietas/cemas berhubungna dengan kekhawatiran tentang menghadapi
prosedur bedah

DO :
- pasien memiliki riwayat hipertensi
- Tn. E nadi 99x/menit regular, laju pernapasan 20x/menit, tekanan darah 140/90
mmHg, dan suhu 36,7oC.
- Dari rectal toucher didapatkan tonus sphincter ani kuat, mukosa rektum licin,
tidak ada massa, ampulla recti intak, serta prostat teraba membesar, batas atas
teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul tidak ada, dan nyeri tekan tidak
ada, tidak ada darah dan feses pada handscoen.
- Dari hasil pemeriksaan darah lengkap leukosit 10.770/uL
- Dari pemeriksaan USG menunjukkan adanya symple cyst ren dextra,
vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan
protusi ke VU. P

DS :

21
- Tn. E mengeluh tidak bisa buang air kecil
- pasien mengatakan sulit untuk memulai BAK dan terkadang harus disertai
dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti
kemudain lancar kembali.
- Tn. E mengeluh sering berkali-kali ke kamar mandi pada malam hari saat tidur
malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan merasa kurang
puas
- pasien mengatakan nyeri saat BAK, nyeri dirasakan di sekitar penis, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk.
- pasien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu BAK tidak bisa keluar.
- pasien mengatakan takut dan cemas terhadap tindakan yang akan dilakukan,
pasien mengatakan bahwa ini operasi pertama bagi pasien.

C. INTERVENSI
Diagnosa 1
Retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat,ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

NOC
Eliminasi Urin (0503)
Tujuan : eliminasi urin tidak terganggu
Kriteria Hasil :
1. Pola Eliminasi tidak terganggu dari skala 1 ditingkatkan ke 4
2. Jumlah urin tidak terganggu dari dkala 1 ditingkatkan ke 4
3. Pasien dapat mengenali keinginan untuk berkemih
dari skala 2 ditingkatkan ke 5
4. Tidak ada nyeri saat kencing dari skala 1 ditingkatkan ke 4
6. Tidak ada retensi urin dari skala 1 ditingkatkan ke 5

NIC

22
Perawatan retensi urin
- tenetukan jumlah dan karakteristik dari output urin
- berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih
-gunakan teknik double-voiding
-anjurkan pasien untuk mencatat urin output
-monitor intake dan output
-monitor derajat distansi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

Diagnosa 2
Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih, efek mengejan saat
miksi sekunder dari pembesaran prostat.

NOC
Kontrol Nyeri (2102)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
1. Pasien mendapatkan informasi mengenai kontrol nyeri
dari skala 1 ditingkatkan ke 5
2. Pasien dapat mendistribusikan pilihan penanganan nyeri dengan profesional
kesehatan dari skala 1 ditingkatkan ke 4
3. Pasien dapat mengatur tujuan penurunan nyeri bersama profesional kesehatan
Dari skala 2 ditingkatkan ke 5
4. Pasien dapat menggunakan tindakan pencegahan nyeri dari skala 1 ditingkatkan
ke 5
5. Pasien dapat menggunakan tindakan pencegahan (nyeri) tanpa analgesik
Dari skala 1 ditingkatkan ke 4
6. Monitor dampak terapeutik dari penggunaan penurunan nyeri non analgesik
Dari skala 1 ditingkatkan ke 5
7. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi efektif dari skala 1 ditingkatkan ke 5
8. Pasien dapat melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 2 ditingkatkan ke 5

23
NIC
Manajemen nyeri akut
-Kaji status nyeri pasien Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan klienb)
- lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-Ajarkan teknik relaksasi Rasional: teknik relaksasi membantu
mengurangi nyeri pada klien)
-Bantu klien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif masa
lalu Rasional: identifikasi kenyamanan masa lalu membantu
menentukan metode mengurangi rasa sakit.

Diagnosa 3
Ansietas/cemas berhubungan dengan kekhawatiran tentang menghadapi prosedur
bedah

NOC
Tingkat Kecemasan (1211)
Tujuan : Tingkat kecemasan pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil :
1. Distress tidak ada dari skala 2 ditingkatkan ke 5
2. Perasaan Gelisah tidak ada dari skala 1 ditingkatkan ke 4
3. Tidak ada wajah tegang dari skala 1 ditingkatkan ke 5
4. Tidak ada rasa cemas yang disampaikan secara lisan dari skala 1 ditingkatkan
ke 5
5. Tidak ada peningkatan tekanan darah dari skala 1 ditingkatkan ke 4
6. Tidak ada peningkatan frekuensi nadi dari skala 1 ditingkatkan ke 4
7. Tidak ada keringat dingin yang muncul dari skala 1 ditingkatkan ke 5

NIC
Penurunan kecemasan

24
- gunakan pendekatan yang menenangkan
- nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
- identifikasi tingkat kecemasan
- bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

25
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH) adalah penyakit yang menyerang
saluran kemih bawah dan biasa terjadi pada laki-laki, penyakit ini merupakan
penyakit yang memiliki faktor resiko dua yaitu dapat diubah maupun tidak
dapat diubah. Gejala yang terjadi dibedakan menjadi 4 derajat. BPH memiliki
pengkajian dan pemeriksaan fisik yang tidak hanya mengenai sistem
perkemihan, tetapi terkait juga dengan sistem yang lain. BPH memiliki
penatalaksanaan medikamentosa dan operasi.
Operasi yang biasa dilakukan adalah Trans Urethral Resection Prostat
dimana operasi ini dilakukan dengan cara mengeruk semua tumor jinak di
dalam prostat.
TURP bukanlah kompetensi kita sebagai perawat melainkan kompetensi
dokter, kompetensi kita ialah Irigasi sehingga kita seyogyanya mengetahui
TURP merupakan tindakan Irigasi tertutup dengan peralatan dan prosedur
yang sesuai standar.

3.2 Saran
Perawat harus memahami bagaimana pengkajian terhadap penyakit
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH), dan dilanjutkan dengan observasi yang
dilakukan terutama pada saar pasien akan melakukan operasi. Pada pasien
BPH Diagnosa Keperawatan dapat berubah yaitu saat pasien baru di diagnosa
BPH, saat pasien akan melakukan operasi (Pre Operasi) dan setelah operasi
(Post Operasi).

26
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : Kedokteran JI. MEDIKA TADULAKO , Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 3
September 2019. 2019;6(3):1-27.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.


Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai