Referat Pendekatan Klinis Dan Tatalaksana Terbaru Artritis Reumatoid
Referat Pendekatan Klinis Dan Tatalaksana Terbaru Artritis Reumatoid
PENDAHULUAN
1|Page
(ACR) tahun 1987 dengan sensitivitas 77-95% dan spesifitas 85-98%.
Namun kriteria ini mulai dipertanyakan kesahihannya dalam mendiagnosis
RA pada fase dini. Sedangkan secara ilmiah telah terbukti bahwa pengobatan
antirematik pada fase awal RA memainkan peranan penting dalam
memberikan hasil yang lebih baik. Kriteria klasifikasi baru untuk diagnosis
RA telah dikembangkan oleh konsensus antara ACR dan Europan League
Against Rheumatism (EULAR) yang diterbitkan pada tahun 2010.3,8
Dalam dua dekade terakhir telah terjadi peningkatan yang berarti dalam
pengobatan RA dan remisi penyakit dianggap sebagai tujuan realisitis bagi
banyak pasien. Pedoman terapi farmakologis terbaru dari penyakit RA
mengacu pada ACR 2015 dan EULAR 2016. Pemantaun aktivitas penyakit
dapat memfasilitasi pengambilan keputusan klinis dalam mencapai tujuan
yang diinginkan. Dari 63 alat ukur yang tersedia, 2012 ARC disease activity
measures telah menyaring dan merekomendasikan enam alat ukur untuk
pemantauan aktivitas penyakit RA yaitu Clinical Disease Activity Index
(CDAI), Disease Activity Score with 28-jont counts (DAS28), Patient
Activity Scale (PAS), PAS-II, Routine Assesment of Patient Index (RAPID-3)
dan Simplified Disease Activity Index SDAI.9,10,11
2|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5|Page
Gambar 2.1 Patofisiologi Inflamasi dan Destruksi Sendi pada RA
6|Page
hiperekstensi sendi DIP merupakan tanda dari boutonniere deformity, serta
subluksasi dari sendi MCP disertai hiperekstensi IP-I diseut sebagai Z-line
deformity.
Pada pasien dengan riwayat merokok, manifestasi ekstraartikular
dapat terjadi berupa nodul subkutaneus, secondary Sjogren’s syndrome
(keratokonjungtivits sika dan xesortomia), pleuritis, anemia normositik
normokrom, dan Felty’s syndrome.1
8|Page
Kriteria klasifikasi ACR/EULAR 2010 dapat diterapkan pada
pasien maupun orang sehat, selama dua ketentuan wajib ini terpenuhi; 1)
ditemukannya bukti klinis aktif sinovitis (pembengkakan) pada setidaknya
satu sendi (DIP, MTP, dan CMC I tidak dihitung karena keterlibatan sendi-
sendi ini umumnya didapatkan pada osteoartritis) yang ditentukan oleh
penilai ahli; 2) sinovitis yang tidak tergolongkan dalam diagnosis lain.
Disamping itu, pasien dengan gambaran erosi sendi yang khas RA dengan
riwayat penyakit yang cocok untuk kriteria sebelumnya diklasifikasi
sebagai RA. Pasien dengan penyakit yang lama termasuk yang penyakit
tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan) yang berdasarkan data-data
sebelumnya didiagnosis AR hendaknya tetap diklasifikasikan sebagai RA.
Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dantidak diklasifikasikan sebagai
RA, kondisinya dapat dinilai kembali dan mungkin kriterianya dapat
terpenuhi seiring berjalannya waktu. Untuk menentukan pasien dengan RA
pasti atau tidak, setidaknya dibutuhkan minimal satu tes serologi (RF atau
ACPA) dan satu acute-phase respone measure (LED dan C-reactive
protein [CRP]). Pada pasien dengan jumlah keterlibatan sendi yang cukup
ditambah dengan durasi gejala yang lama telah memperlihatkan hasil
minimal enam poin, sudah dapat dikatakan RA tanpa harus memperhatikan
status serologi dan acute-phase respone.
Definisi dari sendi kecil adalah metacarpophalangeal, PIP, MTP II-
IV, IP ibu jari dan pergelangan tangan.
Definisi dari sendi besar adalah bahu, siku, lutut, pangkal paha dan
pergelangan kaki.
Keterlibatan sendi dikategorikan berdasarkan jumlah dan lokasi
dari sendi yang terlibat dengan menempatkan mereka pada kategori dengan
kemungkinan nilai tertinggi. Sebagai contoh, bila terlibat dua sendi besar
dan dua sendi kecil maka akan dikategorikan sebagai “1-3 sendi kecil”.
Keterlibatan pada sendi temporomandibular, sternocalvicular, dan
acromioclavicular patut diperhitungkan.
Definisi kategori serologi meliputi hasil ACPA dan IgM-RF dalam
International Unit. Hasil laboratorium negatif bila nilai yang kurang atau
sama dengan batas ambang batas normal; positif rendah bila nilai yang
9|Page
lebih tinggi dari batas normal namun sama atau kurang dari 3 kali nilai
tersebut; positif tinggi adalah nilai yang lebih tinggi dari 3 kali batas atas.
Bila RF hanya diketahui positif atau negatif, maka positif harud dianggap
sebagai positif rendah.
Bila pemeriksaan acute-phase respone (APR) tidak tersedia atau
informasi tentang batas normal dari hasil tes tidak tersedia, maka hasil
APR diasumsikan sebagai negatif / normal.
Definisi dari durasi gejala adalah bergantung pada pelaporan pasien
akan durasi maksimum dari tanda dan gejala sinovitis (nyeri, bengkak, dan
nyeri / tidak nyaman bila disentuh) pada sendi manapun yang ditemukan
pada saat penilaian.
10 | P a g e
2.6 Tatalaksana Reumatoid Artritis
a. Obat-obat Reumatoid Artritis
Hingga saat ini, banyak agen pengobatan yang efektif, di antaranya
ada convensional synthetic (cs) disease-modyfiyng antirheumatic drugs
(DMARDs) seperti methotrexate, leflonumide, sulfasalazine, dan
hydroxychloroquine, biological (b) DMARDs, dan targeted synthetic (ts)
DMARDs seperti tofacinitib dan baricitinib (Janus Kinease [JAK] inhibitors). 11
i. Patient Activity Scale (PAS): skala, 0-10; PAS II: skala, 0-10
ii. Routine Assessment of Patient Index Data with 3 Measures
(RAPID-3): skala, 0-10
12 | P a g e
iii. Clinical Disease Activity Index (CDAI)): skala, 0-76
iv. DAS28 (28-joint disease activity score) baik menggunakan tingkat
sedimentasi eritrosit [ESR] atau tingkat protein C-reaktif [CRP]):
skala, 0-9,4
v. Simplifided Disease Activity Index (SDAI): skala, 0-86
Pada tahun 2011, ACR dan EULAR bersama-sama merilis dua definisi
untuk mengevaluasi remisi RA dalam uji klinis, satu berbasis Boolean dan
yang kedua berdasarkan indeks komposit aktivitas RA, SDAI. Definisi
berbasis Boolean mensyaratkan bahwa pasien memenuhi semua hal berikut
untuk dipertimbangkan dalam remisi :
14 | P a g e
c. Tatalaksana Pada Reumatoid Artritis
Pedoman terapi farmakologi RA mengacu pada dua organisasi yaitu
European League Against Rheumatism (EULAR). Pedoman EULAR RA
2016 terbaru mencakup rekomendasi utama berikut untuk terapi
farmakologis 11:
1) Terapi dengan DMARD’s harus segera dimulai setelah diagnosis RA
dibuat.
Keuntungan inisiasi dini DMARD pada RA dapat mencegah kerusakan
dalam proporsi besar pada pasien.
2) Pengobatan harus ditujukan untuk mencapai target remisi atau aktivitas
penyakit yang rendah di setiap pasien.
EULAR dan ACR telah menyepakati kriteria remisi menggunakan
Simplified atau Clinical Disease Activity Index (SDAI, CDAI).
Keduanya berkorelasi tinggi pada ketiadaan sinovitis pada pemeriksaan
MRI dan sonograpi serta progresi dari kerusakan sendi. Keduanya juga
dapat digunakan secara andal ketika obat-obatan yang mengganggu
langsung dengan respons fase akut (APR) digunakan. Aktivitas
penyakit yang rendah juga perlu diukur dengan tepat. Tindakan yang
sangat bergantung pada protein reaktif C atau laju endap darah
(misalnya, skor aktivitas penyakit (DAS) 28) mungkin tidak
memberikan hasil yang cukup andal ketika digunakan dengan agen
yang mengganggu respons fase akut, seperti agen antisitokin (terutama
interleukin (IL) -6 inhibitor) atau Jak-inhibitor.
3) Pemantauan harus dilakukan pada penyakit aktif (setiap 1-3 bulan);
bila tidak ada perbaikan selama paling lama 3 bulan setelah dimulainya
pengobatan / target belum tercapai setelah 6 bulan, terapi harus
disesuaikan.
Frekuensi pemeriksaan lanjutan perlu disesuaikan dengan tingkat
aktivitas penyakit (pemantauan setiap bulan dilakukan pada aktivitas
penyakit yang tinggi dan pemantauan setiap 6-12 bulan pada pasien
15 | P a g e
dengan target pengobatan yang tercapai serta dipertahankan).
4) MTX harus menjadi bagian dari strategi pengobtan pertama. Pada
pasien dengan kontraindikasi terhadap MTX (atau intoleransi dini),
Leflunomide atau Sulfasalazine harus dipertimbangkan sebagai bagian
dari strategi pengobatan pertama.
5) Glukokortikoid jangka pendek harus dipertimbangkan ketika memulai
atau mengubah csDMARDs, dalam rejimen dosis serta pemberian yang
berbeda, harus dikurangi secara bertahap dan pada akhirnya dihentikan
(biasanya dalam 3 bulan dari awal pengobatan).
6) Jika target pengobatan tidak tercapai dengan strategi csDMARD
pertama, dengan tidak adanya faktor prognostik yang buruk,
csDMARD lain harus dipertimbangkan.
7) Jika terget pengobatan tidak tercapai dengan strategi csDMARD
pertama, ketika terdapat faktor prognostik yang buruk, penambahan
bDMARD atau tsDMARD perlu dipertimbangkan; saat ini, bDMARD
diutamakan.
8) bDMARDs dan tsDMARDS harus dikombinasi dengan csDMARD;
pada pasien yang tidak dapat menggunakan csDMARDs sebagai co-
medikasi, IL-6 pathway inhibitors dan tsDMARD.
9) Jika bDMARD atau tsDMARD gagal, perawatan dengan bDMARD
lain atau tsDMARD harus dipertimbangkan; jika satu terapi
penghambat TNF telah gagal, pasien dapat menerima penghambat TNF
lain atau agen dengan cara kerja yang lain.
10) Jika seorang pasien dalam remisi persisten setelah pengurangan
glukokortikoid, orang dapat mempertimbangkan penggobatan
bDMARDs, terutama jika dikombinasikan dengan csDMARD.
11) Jika seorang pasien dalam remisi persisten, maka pengurangan dan
pemberhentian pengobatan csDMARDs dapat dilakukan.
17 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Reumatoid Artritis (RA) adalah penyakit radang kronis dari etiologi yang
tidak diketahui dan ditandai dengan poliartritis perifer yang bersifat simetris.
Reumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan
sendi yang dapat mempengaruhi kualitas sosial hidup seseorang.
18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 19th ed. New York: MC Graw Hill Education;
2015.
2. Klareskog, L.; Catrina, A.I. and Paget, S. Rheumatoid arthritis. Lancet, 2009,
373(9664), 659-672.
3. Isbagio H, Albar Z, Stioyahdi B, Kasjmir YI, Sumariyono, Wijaya LK, et al.
Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Jakarta: Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2014.
4. Suarjana IN. Reumatoid artritis. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. P.
657-88
5. Firestein GS. Evolving concepts of rheumatoid arthritis. Nature 2003;423;356–
61.
6. Smolen JS, Aletaha D, Koeller M, Weisman M, Emery P. New therapies for the
treatment of rheumatoid arthritis. Lancet 2007; 370:1861–74.
7. Scott, D.L.; Wolfe, F. and Huizinga, T.W. Rheumatoid arthritis. Lancet, 2010,
376(9746), 1094-1108.
8. Finckh, A.; Liang, M.H.; van Herckenrode, C.M. and de Pablo, P. Long-term
impact of early treatment on radiographic progression in rheumatoid arthritis: A
meta-analysis. Arthritis Rheum, 2006, 55(6), 864-872.
9. Anderson J, Caplin L, Yazdany J, Robbins ML, Neogi KM, Saag KE, et al.
Rheumatoid Arthritis Disease Activity Measures: American College of
Rheumatology Recommendations for Use in Clinical Practice. 5 May 2012;
64(5):640-7
10. Singh JA, Saag KG, et al. 2015 American College of Rheumatology Guideline
for the Treatment of Rheumatoid Arthritis. http://dx.doi.org/10.1002/art.39480
(2015). Arthritis Care and Research. 2015.
11. Smolen JS, Landewé R, Bijlsma J, et al. EULAR recommendations for the
19 | P a g e
management of rheumatoid arthritis with synthetic and biological disease-
modifying antirheumatic drugs: 2016 update.
12. Sanmarti R, Esquide VR, Hernandez MV. Rheumatoid Arthritis: A Clinical
Overview of New Diagnostic and Treatment Approaches. Bentham Science
Publishers. Barcelona, 2013; 698(13):698-704
13. Felson DT, Smolen JS, Wells G, Zhang B, van Tuyl LH, et al. American College
of Rheumatology/European League Against Rheumatism provisional definition
of remission in rheumatoid arthritis for clinical trials. Arthritis Rheum. 2011 Mar.
63 (3):573-86
20 | P a g e