Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

HOSPITAL EXPOSURE
TATALAKSANA ULKUS DIABETIKUM

Disusun Oleh:
Yohanes Marcellino Armiento

Penguji:
dr. Natalia Maria Christina, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................................5
2.2. Fisiologi ...................................................................................................................7
2.3 Ulkus Diabetikum ...................................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................29
KESIMPULAN ....................................................................................................................29
BAB IV ..............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................30

2
BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus diabetikum merupakan luka yang seringkali muncul pada kaki

penderita diabetes mellitus dan merupakan komplikasi kronik dari penyakit tersebut

yang menjadi penyebab utama seorang penderita diabetes mellitus dirawat di rumah

sakit, meninggal, serta mengalami kecacatan. Ulkus diabetikum dapat terjadi akibat

perubahan konformasi dari tulang yang menyebabkan perubahan mekanik,

gangguan pada saraf perifer/ neuropati, serta penyempitan dan pengerasan dari

pembuluh darah perifer akibat penumpukan plak pada dinding pembuluh darah. 1

Setiap tahunnya penderita diabetes mellitus semakin bertambah, di

Indonesia sendiri diperkirakan pada tahu 2030 sebanyak 21,3 juta jiwa menderita

diabetes mellitus. Menurut riskesdas 2018, berdasarkan diagnosis dokter prevalensi

diabetes mellitus pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,5%. Sebanyak

5% dari seluruh pasien diabetes mellitus mengalami ulkus diabetikum dan sekitar

1% dari seluruh kasus memerlukan tindakan amputasi. Prevalensi ulkus diabetikum

di Indonesia sebesar 15% dari penderita diabetes mellitus. Angka kematian dan

amputasi kasus ulkus diabetikum juga masih tinggi sebesar 32,5% dan 23,5%.

Pengetahuan dan kewaspadaan tentang kasus ulkus diabetikum ini masih terbilang

kurang di Indonesia sehingga edukasi tentang penyakit sangatlah penting. 2,3,4

Diabetes mellitus merupakan sebuah penyakit metabolik yang ditandai

peningkatan kadar gula dalam darah akibat terganggunya sekresi insulin, resistensi

insulin atau keduanya. Hipergilkemia kronik pada diabetes mellitus dapat

menyebabkan kerusakan pada pembuluh-pembuluh darah kecil pada mata, ginjal,

3
dan saraf perifer sehingga dapat menimbulkan komplikasi dari penyakit diabetes

mellitus yaitu retinopati, nefropati, dan neuropati. 5

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pankreas

Pankreas merupakan organ dalam sistem pencernaan yang terletak pada

bagian atas abdomen diantara usus duabelas jari dan limpa. Pankreas dibagi

menjadi 4 bagian yaitu kepala, leher, badan, dan ekor. Organ ini berperan dalam

menghasilkan enzim pencernaan (eksokrin) dan hormon-hormon tubuh (endokrin).6

Gambar 2.0.1 Anatomi Kelenjar Pankreas

Jaringan eksokrin pankreas terdiri dari sel asinar yang berfungsi

memproduksi enzim pencernaan dan duktus pankreatikum yang befungsi sebagai

saluran untuk enzim pencernaan agar dapat di sekresi pada usus duabelas jari.

Jaringan endokrin pankreas dibentuk oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar di

5
seluruh pankreas. Pulau Langerhans mengandung sel-sel endokrin sebagai

penghasil hormon antara lain:7

- Sel alfa, berfungsi memproduksi hormon glukagon yang dapat meningkatkan

kadar gula dalam darah.

- Sel beta, berfungsi memproduksi hormon insulin yang digunakan tubuh dalam

menurunkan kadar gula dalam darah.

- Sel delta, berfungsi memproduksi hormon somatostatin yang dapat

menghambat sel alfa dan sel beta dalam produksi hormon glukagon dan insulin.

- Sel F, berfungsi memproduksi polipeptida pankreas yang merupakan hormon

pencernaan,

Gambar 2.0.2 Jaringan Kelenjar Pankreas

6
2.2. Fisiologi
2.2.1 sintesis dan sekresi insulin

Insulin merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh sel

beta pankreas dari pulau Langerhans dan berperan dalam regulasi

glukosa dalam darah. Sintesis dan sekresi insulin ke dalam darah akan

terjadi jika terdapat rangsangan pada sel beta sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Proses pembentukan insulin dimulai dari bentuk pre-proinsulin

dalam retikulum endoplasma kasar sel beta yang dengan bantuan

enzim peptidase mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin

dan disimpan dalam vesikel sekretorius. Proinsulin kemudian akan

dipecah kembali oleh enzim peptidase menjadi insulin dan C-peptida.8

Insulin dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa

sehingga proses pembentukan insulin diperlukan sehingga tubuh

dapat meregulasi kadar glukosa dalam darah. Aktivasi sel beta oleh

kadar glukosa menjadi regulator utama dalam proses sekresi insulin.

Namun selain itu sekresi insulin juga dapat dipengaruhi oleh hormon

glukagon, somatotropin, cortisol, dan prolaktin yang dapat

menstimulasi sekresi insulin serta hormon somatostatin, paratiroid

dan stimulasi saraf simpatetik yang dapat mencegah sekresi dari

insulin.8,9

Proses pembentukan insulin dimulai dari masuknya glukosa

dari ekstrasel ke dalam sel beta pada pulau Langerhans melalui

glucose transporter (GLUT2). Glukosa di dalam sel nantinya akan

7
difosforilasi oleh enzim glukokinase sehingga menjadi glukosa-6-

fosfat/ G6P dan akan melalui proses glikolisis yang akan

menghasilkan molekul ATP. Kemudian molekul ATP akan menutup

K+-ATP channel sehingga membrane sel mengalami depolarisasi dan

mengaktivasi voltage-gated Ca2+ channel. Aktivasi dari voltage-gated

Ca2+ channel memungkinkan masuknya ion Ca2+ sehingga kadar ion

Ca2+ di dalam sel meningkat. Ion Ca2+ pada sel beta diperlukan dalam

sekresi insulin. 8

Gambar 00.3 Sekresi Insulin

2.2.2 Regulasi Glukosa

Pengaturan kadar gula dalam darah berasal dari produksi

glukosa hepatik dan penyerapan glukosa perifer yang di aktivasi oleh

hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang menjadi faktor

utama yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa dalam darah.

8
Selain hormon insulin, hormon glukagon juga berperan dalam

pengaturan keseimbangan kadar gula dalam darah. Glukagon di

sekresi oleh sel alfa pankreas ketika kadar gula dalam darah rendah.

Hormon ini bekerja dengan merangsang glikogenolisis dan

glukoneogenesis dalam hati dan ginjal sehingga terjadi produksi

glukosa hepatik. Sedangkan insulin yang di sekresi oleh sel beta

pankreas ketika kadar gula dalam darah tinggi, bekerja dengan

meningkatkan penyerapan glukosa pada otot dan jaringan adiposa

dalam tubuh. Insulin yang berikatan dengan reseptor insulin yang

berada pada sel target akan mengaktivasi glucose transporter (GLUT

4) sehingga terjadi penyerapan glukosa. Selain itu insulin juga

menstimulasi terjadinya glikogenesis (pembentukan glikogen) serta

mencegah glikogenolisis (pembentukan glukosa). 10

Gambar 2.0.4 Regulasi Homeostasis Glukosa

9
2.3 Ulkus Diabetikum
2.3.1 Definisi

Ulkus diabetikum merupakan salah satu bentuk komplikasi

dari diabetes mellitus akibat terjadinya makroangiopati/aterosklerosis

sehingga perfusi darah berkurang dan menyebabkan neuropati. Ketika

terjadi luka pada penderita diabetes mellitus yang mengalami

neuropati, sensasi nyeri sering tidak dirasakan dan jika di biarkan

dapat berkembang menyebabkan infeksi pada daerah luka. Ulkus

diabetikum merupakan luka terbuka pada penderita diabetes mellitus

yang sering terjadi di area kaki dan menjadi penyebab utama

morbiditas, mortalitas serta kecacatan akibat dari tindakan amputasi

yang harus diambil. 1

2.3.1 Epidemiologi

Seiring dengan bertambahnya jumlah penderita diabetes

mellitus, jumlah penderita ulkus diabetikum juga ikut bertambah.

Setiap tahunnya jumlah penderita kasus ulkus diabetikum di seluruh

dunia sebanyak 9,1 sampai 26,1 juta orang. Sekitar 15-25% penderita

diabetes mellitus mengalami komplikasi ulkus diabetikum. Prevalensi

ulkus diabetikum di Indonesia sebesar 24%, sedangkan angka

kematian serta amputasi pada kasus ulkus diabetikum sebesar 32,5%

dan 23,5%. Jumlah kasus dan prevalensi yang tinggi disebabkan oleh

10
kurangnya kesadaran dan buruknya perawatan pada pasien diabetes

mellitus, ditambah lagi dengan gangguan aliran darah sehingga

menghambat proses penyembuhan. 3,11

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi diabetes menurut World Health Organization

(WHO) tahun 2019 antara lain:

– Diabetes Mellitus tipe 1, dikenal juga dengan juvenile

diabetes atau insulin-dependent diabetes. Tubuh tidak

dapat produksi insulin.

– Diabetes Mellitus tipe 2, penyakit kronik akibat dari

resistensi insulin.

– Diabetes bentuk hibrida, bentuk diabetes dengan

karakteristik dari DM tipe 1 dan 2

o Slowly evolving immune-mediated diabetes

o Ketosis-prone type 2 diabetes

– Diabetes jenis lain

o Kelainan genetik dari fungsi sel beta

o Kelainan genetik pada kerja insulin

o Sindrom genetik lainnya (down syndrome,

porphyria, turner’s syndrome, dll)

11
o Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis,

neoplasia, pankreatektomi, dll)

o Kelainan endokrin (akromegali, cushing’s

syndrome, hipertiroid, dll)

o Karena obat/ zat kimia (glukokortikoid,

hormon tiroid, thiazide, dll)

o Infeksi (Cytomegalovirus, congenital rubella,

dll)

o Bentuk lain dari immune-mediated diabetes

(insulin autoantibody, anti-insulin receptor

antibodies, dll)

o Berkaitan dengan hipertrigliseridemia

– Diabetes yang tidak diklasifikasikan (belum ada

diagnosis pasti dari diabetes)

– Diabetes gestasional

2.3.4 Patogenesis

Terdapat 3 faktor yang menjadi penyebab perkembangan dari

ulkus diabetikum, antara lain adalah neuropati, kelainan vaskuler, dan

sistem imun. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan dasar dengan

keadaan hiperglikemia pada diabetes mellitus. Keadaan hiperglikemia

12
dapat menyebabkan stres oksidatif pada sel saraf sehingga

menyebabkan kerusakan saraf/ neuropati. 11,12

Kerusakan pada saraf dapat menyebabkan berkurangnya

refleks otot, kerusakan kulit akibat terganggunya fungsi kelenjar

keringat dan berkurangnya kemampuan untuk melembabkan kulit

sehingga kulit menjadi kering, serta hilangnya sensasi sehingga

penderita diabetes mellitus biasanya tidak menyadari adanya luka

pada kaki akibat kerusakan pada saraf sensori. 12

Kelainan pada pembuluh darah dapat menyebabkan iskemik/

berkurangnya darah dalam jaringan sehingga jaringan kekurangan

oksigen. Hal ini dapat terjadi akibat dari makroangiopati pada

pembuluh darah sehingga sirkulasi darah terganggu yang dapat

ditandai oleh berkurangnya denyut nadi perifer (dorsalis pedis,

poplitea, dan tibialis). Kelainan pada pembuluh darah dapat

diakibatkan karena ateriskeloris. Ateroskelrosis pada penderita

diabetes mellitus dapat diakibatkan karena kadar kolesterol yang

tinggi sehingga terjadi penumpukan lemak pada pembuluh darah

(thrombosis) sehingga mengganggu sirkulasi darah ke jaringan dan

dapat mengakibatkan nekrosis jaringan. 13,14

Selain itu pada diabetes mellitus terdapat perubahan pada

sistem imun bawaan sehingga penderita diabetes mellitus beresiko

terkena infeksi. Kerusakan pada saraf, pembuluh darah, serta

13
gangguan pada sistem imun dapat menyebabkan luka kronik pada kaki

dan terhambatnya penyembuhan pada luka sehingga jika tidak

ditangani dengan benar dapat terjadi infeksi pada luka yang kemudian

menyebabkan nekrosis sehingga perlu dilakukan tindakan amputasi.


14,15

Gambar 2.0.5 Patogenesis Ulkus Diabetikum

2.3.5 Manifestasi Klinis

Gejala klasik diabetes Mellitus dikenal dengan 3P (Poliuria,

polydipsia, polifagia). Pendertia diabetes mellitus perlu melakukan

pemeriksaan secara berkala setiap tahunnya terutama pemeriksaan

14
kaki. Pada penderita dengan resiko tinggi ulkus diabetikum dapat

ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 16,17

- Kulit kaki yang kering, bersisik

- Rambut kaki menipis

- Kuku menebal, rapuh, in-growing nail

- Kalus pada telapak kaki

- Perubahan bentuk pada jari dan telapak kaki

- Bekas luka/ operasi (amputasi)

- Rasa kesemutan dan kebas

- Kaki terasa dingin

- Perubahan warna kulit (kemerahan, kebiruan, kehitaman)

Terdapat beberapa klasifikasi yang digunakan dalam

pengelompokan ulkus diabetikum. Klasifikasi menurut wagner dibuat

berdasarkan derajat keparahan ulkus diabetikum. Klasifikasi ini juga

dapat menjadi penilaian untuk pemilihan tatalaksana yang tepat.

Terdapat 6 tingkatan antara lain: 18

- Derajat 0: tidak terdapat lesi terbuka, bisa terdapat deformitas (claw

toes). Edukasi dan pemantauan (pencegahan).

- Derajat 1: terdapat lesi terbuka pada lapisan superfisial kulit.

Antibiotik, pengendalian luka dan off loading.

- Derajat 2: lesi membentuk ulkus, meluas ke tendon, tulang atau sendi.

Debridement (bedah), antibiotik dan off loading.

15
- Derajat 3: terdapat ulkus beserta abses, bisa terdapat osteomyelitis/

sepsis pada sendi. Debridement (bedah), amputasi dan off loading.

- Derajat 4: terdapat gangrene pada sebagian ujung kaki (satu jari/

lebih). Debridement dan amputasi.

- Derajat 5: terdapat gangrene pada seluruh kaki. Amputasi (dibawah

lutut)

Gambar 2.0.6 Klasifikasi Wagner

2.3.6 Pemeriksaan Fisik pada ulkus diabetikum

Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum berdasarkan

pemeriksaan pada kulit dan pembuluh darah serta sistem neurologi

dan musculoskeletal. Pemeriksaan dermatologis terdiri dari inspeksi

pada kulit tungkai bawah dan kaki untuk melihat adanya luka/ lesi,

lokasi lesi, menentukan derajat luka, warna pada luka, bentuk dan

ukuran luka, sensasi nyeri, sianosis pada jaringan sekitar luka serta

16
perubahan suhu ujung kaki. Selain itu untuk menilai sirkulasi darah

dapat dilakukan palpasi untuk merasakan denyut nadi pada arteri

dorsalis pedis, popliteal, posterior tibial, serta superficial femoral.

Kurangnya perfusi akibat dari kelainan pembuluh darah pada

penderita ulkus diabetikum dapat mempengaruhi proses

penyembuhan luka. Untuk mengonfirmasi kecurigaan adanya

hambatan pada pembuluh darah dapat juga dilakukan pemeriksaan

ankle-brachial index (ABI), pemeriksaan ini dilakukan dengan

mengukur dan membandingkan tekanan darah sistolik pada

pergelangan kaki (arteri dorsalis pedis/ tibialis posterior) dengan

tekanan darah sistolik pada lengan (arteri brachialis). Nilai ABI yang

kurang dari 0,9 mengindikasikan adanya kelainan pada pembuluh

darah perifer. 18

Gambar 2.0.7 Ankle Brachial Index

17
2.3.7 Tatalaksana

Standard manajemen/ tatalaksana pada penderita ulkus

diabetikum adalah debridemen luka, pengendalian vaskular, off-

loading/ pengurangan tekanan, serta pengendalian infeksi. Ada

beberapa metode lain yang dapat digunakan sebagai terapi tambahan

pada penderita ulkus diabetikum seperti terapi oksigen hiperbarik,

terapi luka tekanan negatif, serta penggunaan produk perawatan luka.

Selain terapi pada luka, pengendalian kadar glukosa dalam darah juga

penting dalam mempertahankan keseimbangan metabolik dalam

tubuh. 16,18

- Debridement

Metode ini harus dilakukan pada semua luka kronis untuk

menghilangkan debris dan jaringan nekrotik. Tindakan ini

meningkatkan penyembuhan dengan mendorong produksi jaringan

granulasi.

o Pembedahan

Metode pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan

pisau bedah. Tindakan ini cepat dan efektif dalam

membuang hiperkeratosis dan jaringan mati. Semua jaringan

yang tidak dapat diselamatkan harus dibuang sampai lapisan

ulkus yang sehat. Jika terdapat iskemia berat, tindakan

18
debridement bedah ini harus ditunda sampai dilakukan

prosedur revaskularisasi.

o Enzimatis

Metode debridement ini menggunakan berbagai agen

enzimatik seperti kolagenase dari kepiting, kolagen dari

krill, papain (kombinasi streptokinase dan streptodornase),

dan dekstran. Metode ini mampu menghilangkan jaringan

nekrotik tanpa merusak jaringan sehat. Walaupun biaya

untuk metode ini mahal, debridement enzimatik dapat

menjadi pilihan pada kasus ulkus iskemik.

o Biologis

Debridement biologis dilakukan dengan menggunakan

belatung yang sudah di sterilisasi. Belatung memiliki

kemampuan untuk mencerna pemukaan debris, bakteri, serta

jaringan nekrotik saja sehingga jaringan yang sehat akan

tetap utuh. Pada laporan terbaru, disebutkan bahwa metode

ini efektif dalam mengeleminasi patogen yang resisten

terhadap obat seperti Methicillin-Resistant Staphylococcus

Aureus (MRSA) dari permukaan luka.

19
o Autolitik

Metode debridement ini menggunakan pembalut yang dapat

menciptakan lingkungan yang lembab terhadap luka

sehingga mekanisme pertahanan tubuh (neutrofil, makrofag)

dapat membersihkan jaringan yang rusak menggunakan

enzim tubuh. Metode autolisis ini dibantu dengan

penggunaan balutan yang tepat seperti hidrokoloid,

hydrogel, dan film

- Pengendalian vaskular

Pengendalian vaskular dilakukan pada keadaan ulkus iskemik

dengan operasi atau angioplasty.

- Off-loading

Metode ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada kaki, karena

pada beberapa studi dilaporkan peningkatan tekanan dan offloading

yang tidak memadai dapat menyebabkan ulkus pada plantar kaki dan

menghambat proses penyembuhan bahkan pada kaki dengan perfusi

yang baik.

o Nonremoveable total-contact cast (TCC)

Terbuat dari plester/ cast dari bahan fiberglass dan memiliki

biaya yang relative rendah. TCC ini bekerja dengan

mendistribusikan tekanan plantar dari kaki depan dan tengah

20
ke tumit. Pemasangan TCC tidak boleh dilakukan pada

iskemia kaki yang parah, abses dalam, osteomyelitis, serta

kualitas kulit yang buruk.

o Removeable cast walkers (RCW)

Berbeda dengan TCC, tipe ini dapat di buka dan ukuran pada

pangkal kaki luas sehingga terdapat cukup ruang untuk

balutan. Modifikasi dari RCW ini adalah Instant TCC,

dimana akan ada lapisan pembungkus kohesif/ plester

perban di sekitar RCW. ITCC ini merupakan kombinasi dari

TCC dengan aplikasi RCW yang mudah.

- Pengendalian Infeksi

Pengendalian infeksi dapat dilakukan dengan pemakaian balutan/

dressing. Balutan yang ideal harus bebas dari kontaminan, mampu

menghilangkan eksudat berlebih dan komponen beracun, menjaga

lingkungan yang lembab pada luka, impermeable terhadap

mikroorganisme, memungkinkan pertukaran gas, mudah

dilepas/diganti, serta dengan biaya yang efektif. Lingkungan yang

lembab pada ulkus dapat mempercepat proses penyembuhan dan

berkurangnya resiko terjadinya infeksi. Satu-satunya pengecualian

adalah gangrene kering dimana area nekrotik harus dijaga tetap

21
kering untuk menghindari infeksi dan konversi menjadi gangrene

basah.

- Produk perawatan luka

o Growth Factors

PDGF-beta telah dikembangkan sebagai terapi topikal untuk

pengobatan ulkus kaki diabetic yang tidak terinfeksi.

Becaplermin dilaporkan menimbulkan efek positif dalam

penyembuhan ulkus, namun pada studi lanjutan dilaporkan

penggunaan becaplermin meningkatkan insidensi kanker.

Platelet-rich plasma/ PRP merupakan produk autologus yang

diekstrak dari plasma penderita yang mengandung

konsentrasi trombosit yang tinggi dan penggunaan yang

mudah dengan hanya mengoleskan ke area ulkus.

Granulocyte colony-stimulating factor (GCFS)

menunjukkan resolusi infeksi dan penyembuhan yang lebih

cepat. Basic fibroblast growth factor (bFGF) diketahui

bermanfaat dalam pembentukan jaringan granulasi.

o Skin Substitutes (Bioengineered)

22
Di klasifikasikan menjadi 3 matrik yang terdiri dari sel

allogenik, autologus, dan aseluler. Matriks sel alogenik dan

autologus mengandung sel hidup seperti keratinosit/

fibroblast, sedangkan matriks aseluler bertindak dengan

melepaskan faktor pertumbuhan untuk merangsang

neovaskularisasi dan penyembuhan luka.

o Extracellular Matrix Proteins

Memfasilitasi pertumbuhan dan pergerakan fibroblast dan

mengontrol hidrasi. Telah dilaporkan aman dan efektif

sebagai terapi tambahan, namun bukti masih terbatas.

o MMP Modulators

Pada proses penyembuhan normal, terdapat keseimbangan

antara konstruksi dan destruksi dari matriks ekstraseluler.

Pada luka kronik, ekspresi MP-2 yang tinggi pada fibroblast

dan endotel diyakini mendorong kerusakan. Dengan

demikian pengaturan ekspresi MMP-2 dapat meningkatkan

proses penyembuhan.

- Terapi luka tekanan negatif

Terapi luka tekanan negatif melibatkan penggunaan tekanan

subatmosfer melalui pompa khusus yang dihubungkan ke pembalut

23
dengan perekat. Data eksperimental menunjukkan terapi ini

mengoptimalkan aliran darah, mengurangi edema pada jaringan,

menghilangkan eksudat, sitokin proinflamasi, dan bakteri dari area

luka. Terapi ini harus dilakukan setelah debridement dan dilanjutkan

sampai terbentuk jaringan granulasi yang sehat di permukaan ulkus.

Terapi ini diindikasikan pada kasus ulkus diabetikum yang

kompleks, namun kontraindikasi untuk terapi ini ketika terdapat

perdarahan aktif pada ulkus.

- Terapi oksigen hiperbarik

Fibroblast, sel endotel, dan keratinosit di replikasi lebih cepat pada

lingkungan yang kaya akan oksigen. Leukosit juga akan lebih efektif

membunuh bakteri bila di suplai oleh oksigen. Fibroblast pada

pendertia diabetes mellitus menunjukkan berkurangnya pergantian

sel dibandingkan dengan orang-orang non diabetes, maka dari itu

muncul gagasan bahwa pemberian oksigen pada konsentrasi yang

tinggi dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita

diabetes. Terapi ini menunjukkan adanya penurunan resiko

amputasi, namun terdapat beberapa efek samping (barotrauma,

pneumotoraks, perubahan visus pengelihatan, kejang)

Selain metode-metode terapi diatas, edukasi pada penderita

diabetes mellitus juga sangat penting dalam keberhasilan pengobatan.

Selain itu edukasi juga menjadi salah satu bentuk pencegahan

24
terjadinya komplikasi seperti ulkus diabetikum. Edukasi tersebut

termasuk edukasi perawatan kaki antara lain: 16

- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air

- Periksa kaki setiap hari dan kontrol ke dokter jika terdapat kulit

terkelpas, kemerahan/ luka

- Sebelum memakai alas kaki, pastikan kembali apakah terdapat benda

asing atau tidak

- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah dan

mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki yang kering

- Memotong kuku secara teratur dan dengan benar

- Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar

mandi

- Gunakan kaos kaki dari bahan kartun yang tidak menimbulkan lipatan

pada ujung jari

- Jika terdapat kalus/ mata ikan tipiskan secara teratur

- Jika terdapat kelainan bentuk kaki gunakan alas kaki yang dibuat

khusus

- Sepatu yang dipakai tidak boleh terlalu sempit/ terlalu longgar, tidak

boleh menggunakan hak tinggi

- Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk

menghangatkan kaki

Untuk pemilihan tatalaksana/tindakan pada ulkus diabetikum dapat

dibantu dengan menilai kedalaman luka serta derajat iskemia pada kaki

25
diabetikum menggunakan klasifikasi Brodsky dan klasifikasi Wagner.

Pada klasifikasi Brodsky, penilaian kedalaman luka terdapat 4 tingkat

dengan menggunakan angka (0,1,2,3), sedangkan untuk menilai derajat

iskemia menggunakan huruf (A,B,C,D).

Kedalaman ulkus

Klasifikasi Definisi Tatalaksana

0 Tidak terdapat ulkus Edukasi perawatan

kaki diabetes

1 Terdapat ulkus Off loading (TCC),

superfisial

2 Terdapat ulkus, Debridement (bedah),

meluas ke tendon pengendalian luka, off

dan sendi loading, kultur

jaringan

3 Terdapat ulkus, Debridement/amputasi,

meluar ke tulang off loading, kultur

jaringan,

Iskemia

A Tidak iskemia -

B Iskemia tanpa Pengendalian vaskular

gangrene (bypass, angioplasty)

26
C Iskemia dengan Pengendalian vaskular,

gangrene (sebagian) amputasi kaki

(sebagian)

D Gangrene total Pengendalian vaskular,

amputasi

Gambar 2.8 Algoritma Ulkus Diabetikum

27
2.3.8 Prognosis

Selain terapi serta penanganan yang tepat dan cepat, prognosis

ulkus diabetikum juga bergantung dari kedisiplinan penderita dalam

perawatan ulkus diabetikum. Mortilitas penderita ulkus diabetikum

paling sering disebabkan oleh kelainan dari pembuluh darah besar/

makroangiopati yang menyebabkan aterioskelotik dengan

keterlibatan pembuluh darah pada ginjal dan jantung. Selain itu

infeksi sistemik merupakan komplikasi dari ulkus diabetikum yang

mempengaruhi angka mortalitas penderita. Kecacatan akibat amputasi

merupakan resiko yang cukup sering terutama pada penderita yang

tidak ditangani dengan segera. Besar persentase rekurensi terhadap

penderita ulkus diabetikum adalah 60%, walaupun telah dilakukan

manajemen yang baik. 11

28
BAB III

KESIMPULAN

Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus yang

disebabkan oleh kerusakan pada saraf/ neuropati dan kerusakan dari pembuluh

darah perifer/ angiopati. Ulkus diabetikum merupakan komplikasi dari diabetes

mellitus yang paling sering karena sebanyak 5% dari penderita diabetes mellitus

menderita ulkus diabetikum dan sebanyak 1% dari seluruh penderita ulkus

diabetikum perlu dilakukan tindakan amputasi. Komplikasi ini juga menjadi

penyebab utama seorang penderita diabetes mellitus dirawat inap.

Penanganan utama dari ulkus diabetikum adalah debridemen luka,

pengendalian vaskular, off-loading/ pengurangan tekanan, serta pengendalian

infeksi. Selain itu pengendalian penyakit diabetes seperti kontrol kadar gula darah

serta terapi farmakologi dan non farmakologi dari penyakit diabetes juga tetap

dilakukan. Beberapa terapi tambahan baru dalam penanganan ulkus diabetikum

mulai bermunculan seperti terapi oksigen hiperbarik, terapi luka tekanan negatif,

serta penggunaan produk perawatan luka.

Penanganan dan edukasi pada penderita diabetes mellitus sangat penting

dalam menentukan keberhasilan terapi dan kualitas hidup penderita, maka dari itu

edukasi tentang penyakit, penyebab, terapi, perubahan gaya hidup, perawatan luka

perlu disampaikan hingga penderita benar-benar paham agar kondisi bisa terkendali

dan mencegah terjadinya progresi penyakit serta mortilitas.

29
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin N, Doupis J. Diabetic foot disease: From the evaluation of the “foot
at risk” to the novel diabetic ulcer treatment modalities. World J Diabetes.
2016;

2. Informasi pusat data dan. Info Datin Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, Situasi dan Analisis DIABETES. Pusat Data dan Informasi
Kementerian RI. 2014.

3. RISKESDAS. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes


Mellitus di Indonesia 2018. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi
Diabetes Melitus di Indonesia 2018. 2018.

4. Fauziyah N. Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2


tentang Risiko terjadinya Ulkus Diabetik dengan Kejadian Ulkus Diabetik
di RSUD DR.Moewardi.
eprints.ums.ac.id/22552/9/NASKAH_PUBLIKASII.pdf [16 Feb 2016].
2012;

5. Unger RH, Orci L. Paracrinology of islets and the paracrinopathy of


diabetes. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United
States of America. 2010.

6. Talathi SN, Bhimji SS. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Pancreas.


StatPearls. 2018.

7. Longnecker D. Anatomy and histology of the pancreas. Pancreapedia


Exocrine Pancreas Knowl Base. 2014;

8. Gisela Wilcox. Insulin and Insulin Resistance. Insul Insul Resist Gisela.
2005;

9. Daruna JH. Introduction to Psychoneuroimmunology. Introduction to


Psychoneuroimmunology. 2012.

30
10. Röder P V., Wu B, Liu Y, Han W. Pancreatic regulation of glucose
homeostasis. Experimental & molecular medicine. 2016.

11. Armstrong DG, Boulton AJM, Bus SA. Diabetic foot ulcers and their
recurrence. New England Journal of Medicine. 2017.

12. Aumiller WD, Dollahite HA. Pathogenesis and management of diabetic


foot ulcers. J Am Acad Physician Assist. 2015;

13. Katakami N. Mechanism of development of atherosclerosis and


cardiovascular disease in diabetes mellitus. Journal of Atherosclerosis and
Thrombosis. 2018.

14. Boulton AJM. The diabetic foot. Medicine (United Kingdom). 2019.

15. Rajana VK. Immune Dysfunction in Diabetes Mellitus (DM). Int J Heal Sci
Res. 2017;

16. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A,


et al. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015. Perkeni. 2015.

17. Gupta A, Haq M, Singh M. Management option in diabetic foot according


to wagners classification: An observational study. JK Sci. 2016;

18. Alexiadou K, Doupis J. Management of diabetic foot ulcers. Diabetes


Therapy. 2012.

31

Anda mungkin juga menyukai