Kanker serviks merupakan salah satu penyakit kanker mematikan pada wanita.
Berdasarkan data dari badan kesehatan dunia (WHO), Indonesia menjadi Negara dengan jumlah
penderita kanker serviks/mulut rahim tertinggi di dunia. Untuk mencegah angka kematian yang
tinggi akibat kanker serviks, diciptakanlah teknologi modern yaitu vaksin HPV ( cervarix dan
gardasil). Terdapat faktor penghambat dalam menindak lanjuti tindakan preventif tersebut seperti
kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit kanker, takut didiagnosis positif kanker
sampai kurang bisa menjangkau mahalnya harga dari vaksin HPV. Ditambah lagi masyarakat
lebih terpesuasif akan informasi keliru, misalnya mitos/pengobatan alternatif. Lantas bagaimana
cara memperbaiki perspektif dari masyarakat tentang vaksin HPV? Berikut wawancara tim
REAKSI bersama Lektor Universitas Udayana, Ni Luh Putu Vidya Paramitha, S.Farm., M.SC,
Apt.
3. Apakah orang yang sudah vaksin HPV akan 100% terhindar dari kanker serviks?
Harusnya memang seperti itu, bila kita sudah melakukan vaksin. Karena semua
vaksinasi memiliki prinsip yang sama maupun itu vaksinasi kanker, MR , BCG, dan
Polio. Balik lagi, vaksin ini mempunyai jangka waktu tersendiri. Vaksin ini
dilakukan 3 kali suntikan baru setelahnya vaksin tersebut dikatakan kebal terhadap
mikroorganismenya.
4. Bagaimana solusi dari minimnya pengetahuan masyarakat dan harga yang mahal
vaksin HPV?
Untuk mengatasi mahalnya, kembali lagi pada bahan tambahan dan bahan baku
yang dipakai jadi sebuah produk dapat dikatakan murah atau mahal tergantung bahan
tersebut, serta marketing-nya. Untuk mengatasi harganya yang mahal, industri-
industri farmasi bisa memproduksi vaksin dengan berinovasi dengan bahan baku yang
murah. Untuk kurangnya kesadaran, dilakukan dengan cara sosialisasi kepada
masyarakat terutama dengan ibu-ibu bahwa kematian terhadap kanker ini tinggi.
Kalau di Bali biasanya di banjar dan di PKK yang dilakukan oleh pelayanan
masyarakat, jika keadaan darurat pemerintah bisa memberikan vaksin secara gratis.